Di Pulau Dodo.
Buah-buah dari pohon tengkorak manusia bergelantungan di dahan, tak ada yang memetiknya, juga tak banyak burung datang mematuknya. Banyak buah tengkorak manusia yang membusuk begitu saja di pohon.
Setiap kali Liszt datang, dia akan memetik beberapa untuk dibawa pulang, terutama mengambil biji dari buah tengkorak manusia untuk ditanam di perkebunan pohon tengkorak. Namun dia malas menghabiskan waktu terlalu banyak untuk memetik buah tengkorak, waktunya berharga, tak perlu bersusah payah hanya untuk beberapa biji.
"Ake, kamu tunggu di sini, aku akan memberi makan Huo Long kecil Rio."
"Hm." Ake mengangguk singkat, terlihat agak pikiran melayang, dia masih tenggelam dalam pengalaman luar biasa menyentuh jaringan sihir.
Liszt langsung menuju kawah gunung berapi. Setelah sekali panggilan, Rio yang sudah keroncongan seketika melesat keluar.
Beberapa waktu sebelumnya Liszt dan Ake pergi menggali reruntuhan, sehingga makhluk ini harus kelaparan di pulau. Kini dalam wujud daging dan darah, dia mendarat di hadapan Liszt sambil mengungkapkan kemarahan dengan deruan keras: "Oh hou!" Sorot matanya juga penuh ancaman.
Seolah Liszt hanyalah petugas membersihkan tahi-nya.
Melihat itu, Liszt hanya tersenyum, malas berdebat lagi dengannya, ini cuma seekor orang tak berperasaan yang kejam yang tak bisa dijinakkan: "Lagi ingin makan daging sapi?"
Rio mendesak: "Oh hou!"
Sedikit demi sedikit, Liszt mengeluarkan steak yang sudah dipanggang, memberikannya pada Rio untuk ditelan besar-besaran. Ketika Rio sudah makan separuh, dia mulai menyelipkan buah hati naga misterius ke dalam steak, menyuapkannya ke mulut Rio——Naga memiliki kebijaksanaan tinggi, Liszt khawatir ia akan curiga dengan buah hati naga misterius ini, jadi menutupinya.
Rio yang sedang asyik makan sama sekali tak menyadari niat jahat manusia di depannya, langsung mengunyah steak dengan berani dua kali, lalu menelannya ke perut.
Setelah kenyang, tibalah saatnya membalas budi latihan Liszt.
Tapi baru saja ingin bangun menyemburkan napas naga, tiba-tiba kepalanya terasa berat, tubuhnya tersandung-sandung hampir jatuh. Melihat ini, mata Liszt berbinar, tapi tak bertindak, terus mengobservasi——Tersandungnya Rio baru awal, segera ia menemukan keseimbangan, tapi kelopak matanya semakin berat.
Seperti orang yang tertidur.
Saat inilah Liszt akhirnya bergerak, diam-diam meraba punggung Rio yang tak bereaksi, bahkan tak mengangkat kelopak matanya sedikitpun.
Saat dia perlahan merangkak ke lokasi Panggung Taring Naga, Rio seolah menyadari sesuatu, tubuhnya bergerak lemah sejenak. Namun perlawanannya terlalu kecil, bahkan kepalanya pun tak bisa menoleh ke belakang. Dengan pasrah membiarkan Liszt memegang sisiknya, mereka tiba di Panggung Taring Naga.
Ini terletak di persimpangan leher dan badan, tepat di antara tulang belikat kaki depan.
Terdapat area datar sebesar baskom dengan tulang menonjol di depan, di kedua sisinya terdapat vortex. Struktur ini memungkinkan penunggang duduk nyaman.
Memandang Panggung Taring Naga di depannya, Liszt berusaha menahan kegembiraan. Dia menginjak vortex dengan kedua kaki, lalu duduk di panggung sambil merasakan jantung berdebar. Tiba-tiba semangatnya membara, energi tempur dalam tubuhnya menyatu dengan energi sihir Rio di bawahnya.
Ddorrr!
Seketika dunia berubah diam membeku, hanya tersisa sosoknya menunggang naga. Sensasi mistis tak terlukiskan ini membuat rohnya terangkat... tepatnya rohnya mengambang keluar dari jasad.
Tak ada kecemasan, hanya rasa ingin tahu akan pengalaman mistis ini.
Terbang terus, pemandangan di depan matanya tiba-tiba berubah menjadi pemandangan kiamat letusan gunung berapi. Dia berdiri di tebing kawah gunung berapi, di seberangnya seekor naga api raksasa terikat dengan rantai pelangi. Seluruh tubuh naga itu berkilauan api, menatapnya dengan ganas.
"Rio?"
Liszt agak bingung. Bentuknya mirip Huo Long kecil Rio, tapi posturnya 10 kali lebih besar dengan keganasan yang melampaui estetika kekuatan naga.
Naga api tidak merespons, hanya menatap tajam Liszt sambil menyemburkan dua aliran api dari lubang hidung.
Ingin bergerak tapi rantai pelangi menariknya, membuatnya tak bisa bergerak sama sekali.
Menggunakan kesempatan ini.
Liszt menunduk melihat dirinya: masih memakai zirah kulit hari ini, tanpa senjata atau perlengkapan lain, termasuk dimensi permata di dada. "Apa ini kondisi rohku?"
Dia melihat naga api terkunci di depannya, lalu asap samar yang menjerat tubuhnya sendiri.
Sepertinya dia memahami situasinya.
"Aku...Rio...Apakah ini halusinasi setelah menunggangi podium taring naga, atau hubungan spiritual?" Melihat rantai berwarna di tubuh naga dan asap mirip misi kabut di tubuhnya, "Bukan halusinasi, tapi semacam komunikasi spiritual."
Dia berhenti sejenak.
Dia mengangkat kepala, menatap balik sorot mata Naga Api yang mengerikan tanpa rasa takut: "Ini mungkin pertarungan 'kontrak' pertama di Panggung Naga? Kekuatan Buah Hati Naga Misteri seharusnya berubah menjadi rantai warna-warni yang membelenggu hati nurani Rio, yaitu naga jahat di hadapanku ini."
Sedangkan dirinya sendiri, juga merupakan proyeksi hati nurani.
Hanya asap yang membalut tubuhnya, sepertinya berasal dari kekuatan Naga Asap yang termasuk dalam garis keturunan Naga Suci. Ia melambaikan tangan, dengan natural memasukkan seuntai asap ke telapak tangan: "Inikah kekuatan takdir? Apakah hari ini jika aku mengalahkan hati nurani Rio, aku bisa menunggangi naga?"
Huu!
Seolah merasakan pikiran Liszt.
Rio yang terbelenggu rantai warna-warni di hadapannya mengeluarkan deruan rendah.
Liszt tersenyum tipis: "Kekuatan Buah Hati Naga Misteri benar-benar dahsyat. Jika pertarungan hati nurani normal, mungkin aku bukan tandingan naga jahat. Tapi sekarang, sepertirupanya mengalahkan hati nurani Rio semudah membalik telapak tangan... Lebih baik kumanfaatkan kesempatan ini untuk mencoba kekuatan takdir."
Jarinya bergerak gemetar halus.
Asap yang melilit tubuhnya seketika terkumpul di telapak tangan, setelah beberapa perubahan akhirnya membentuk pedang besar biru laut - Pedang Pemotong Naga Es miliknya.
"Tidak tepat, tidak tepat! Aku mau pedang properti api!"
Hati mengikuti kehendak.
Pedang Pemotong Naga Es seketika berubah menjadi merah menyala berapi, energi sihir api mulai bocor dan berputar di sekitarnya.
Dengan puas menggenggam gagang pedang.
Liszt melangkah perlahan mendekati naga api jahat yang terbelenggu: "Rio, aku tahu kamu adalah Rio, kamu adalah naga elemen yang memiliki pikiran jahat dalam hati. Ini tidak baik, sangat tidak baik! Aku adalah ksatria yang penuh rasa keadilan, sebagai tungganganku kamu juga harus memegang teguh keadilan. Hari ini, biarkan aku memotong pikiran jahat dalam hatimu!"
Setelah berkata demikian.
Cenng!
Pedang Pemotong Naga Es merah berkelebat, semburan energi tempur api yang kuat menyembur seketika, menghujam kepala naga api jahat.
"Roarr!"
Naga itu menjerit kesakitan, kepalanya pecah membuka luka yang menyala-nyala.
Ia membuka mulut lebar hendak menyemburkan napas naga, namun rantai berwarna di tubuhnya memancarkan cahaya, seketika napas naga itu pun padam sebelum sempat terbentuk.
Liszt justru telah melancarkan serangan gila, energi tempur api bertubi-tubi menghujam kepala dan tubuh naga api jahat itu. Luka-luka terus terbuka, memercikkan ribuan bunga api yang jatuh ke dalam jurang kawah gunung berapi di bawahnya——Liszt dan naga jahat itu sama-sama berdiri di tebing yang menyerupai batu loncatan.
Satu tebasan.
Satu tebasan.
Tebasan demi tebasan.
Tubuh naga api jahat itu perlahan hancur berantakan, Liszt tetap tidak mengendur, terus melanjutkan serangan gila. Hingga Pedang Pemotong Naga Es yang terkonsentrasi dari kekuatan takdir itu pun tercerai-berai, kembali berubah menjadi kabut ilusi yang membalut tubuh Liszt. Barulah pada saat ini naga api jahat itu benar-benar mengalami breakdown.
Gemuruh!
Kawah gunung berapi bergetar, seolah akan meletus kapan saja, tebing terus runtuh, api menyembur ke segala arah. Tak tahu berapa lama, dalam keadaan kawah yang hampir meletus, dari tebing yang reyot dan jenazah naga api jahat yang hancur, perlahan terkonsentrasi seekor Huo Long kecil yang baru lahir.
Huo Long kecil itu langsung bersemangat mendekati Liszt, melompat ke kakinya sambil mengeluarkan suara gembira: "Oh hou, oh hou, oh hou!"
Ia menyodokkan kepalanya ke Liszt, memberi isyarat agar dia menaikinya.
Liszt pun menunggangi Huo Long kecil itu yang langsung mengepakkan sayap, menerobos keluar dari kawah. Bersamaan, kawah itu runtuh total lalu menyemburkan kolom magma raksasa disertai asap hitam pekat yang menembus langit.
"Oh hou!"
Huo Long kecil itu berteriak kencang.
Liszt memalingkan kepala melihat pemandangan kiamat di belakangnya, tak bisa menahan tawa: "Hahahahaha!"
Seketika, pemandangan di depan berubah seperti air yang terdistorsi. Ia tersadar bahwa dirinya telah kembali ke dunia nyata dari alam spiritual. Masih duduk di podium taring naga Rio, sementara Rio sendiri sudah tergeletak tidur lelap entah sejak kapan.
Duduk di tubuh Rio, Liszt merasakan sensasi takdir yang menyatu, seolah Rio di depannya mengalirkan darah yang sama dan berbagi pemikiran dengan frekuensi yang sama.
"Inikah yang disebut ksatria naga?"
