Meletakkan cangkir teh yang sudah tumpah setengah, Marquis Ekor Sapi William Li*Tulip tidak segera meninggalkan ruang perpustakaan. Ia mengeluarkan kertas kulit tebal dan mencelupkan pulpen angsa ke dalam tinta.
Pertama menulis kata "kesatria naga", lalu menulis kata "penyihir agung".
Memandangi dua kata tersebut tanpa sadar terhanyut dalam lamunan. Setelah cukup lama baru tersadar, mengeluarkan lipatan api untuk membakar kertas kulit tebal itu. Memperhatikan kertas berubah menjadi debu di asbak meja, kemudian menghela napas panjang sebelum berdiri dan meninggalkan ruang perpustakaannya dengan wajah berseri.
Turun tangga, menyatu kembali dengan kerumunan bangsawan yang sedang asyik berobrolan.
Namun mentalitasnya telah berubah. Seorang kesatria naga tunggal masih membuatnya cemas akan kemungkinan kerajaan daratan melancarkan perang pembantian naga. Tapi dengan tambahan penyihir agung sebagai pendukung, kecuali kerajaan mengirim dua kesatria naga, mustahil mereka bisa mengalahkan kombinasi kesatria naga dan penyihir agung.
Sebagai ayah Liszt, melihat hubungan antara Liszt dan Ake, ia pun paham bahwa "sudut dinding" ini bukan sembarang orang bisa merebut.
Jadi begitu putranya mendirikan kerajaan, akan ada dua kekuatan puncak: kesatria naga dan penyihir agung yang memimpin.
Jelas lebih stabil dibanding Kadipaten Safir saat awal berdiri. Keluarga Tulip juga bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk berkembang di negara baru, memastikan darah keturunan terus mengalir.
Kemuliaan keluarga akan mencapai puncaknya.
"Sekarang semuanya benar-benar siap, tinggal menunggu kapan Liszt berencana mendirikan kerajaan."
"Hati nurani penuh semangat heroik, Li William merasa dirinya bukan hanya satu tingkat lebih tinggi, tapi dua tingkat lebih unggul dibandingkan para bangsawan saat mengobrol. Bahkan Sang Pangeran hanyalah generasi muda di matanya. Tentu saja, kaum bangsawan mahir menyamar. Ia tetap memainkan peran sebagai Marquis Ekor Sapi dengan sempurna."
Suasana keramaian di Kastil Tulip tak pernah surut sejenak, dipenuhi tawa para tamu.
……
Di sisi lain.
Setelah Liszt mengantar Ake kembali ke Kota Bunga, Ake langsung melanjutkan perjalanan ke Pulau Kuda Hitam tanpa jeda. Bersama Mary dan vampir-vampir lain, ia terus meneliti sihir penyimpanan pakaian. Sejak tumbuh dua kaki, rasa bosan tak lagi menghampiri. Setiap hari dipenuhi rencana kegiatan yang tak ada habisnya.
Terombang-ambing di samudera pengetahuan, tak henti mengejar Kebenaran dengan semangat membara.
Adapun Liszt, sambil menangani beberapa urusan administratif dengan lamban di Kota Bunga dan memberikan instruksi kepada Kepala Pelayan Carter, bersiap meninggalkan kota tersebut untuk kembali ke Kastil Tulip——Besok ia berencana menemani Meio Bo mengunjungi Pulau Kepiting Merah, menjenguk Marquis Merlin yang masa hidupnya tinggal sebentar.
"Wuwa!"
Jela terbang mendekat, hinggap di bahu Liszt. Peri kecil duri ini tampak kesal.
Liszt menggenggamnya di tangan, bertanya: "Ada apa?"
"Wuwa."
"Kamu bertengkar dengan peri kecil Huanglian?" Liszt merasakan kecemasan Jela, memahami betapa ia "ngasih greget" pada peri Huanglian itu.
Ketika menyebut peri Huanglian, Jela langsung berteriak: "Wuwa!" Kecemasannya juga langsung meningkat.
Membuat Liszt merasakan dengan jelas makna di balik emosi ini - ternyata Jela sangat tidak puas dengan peri Huanglian. Dalam pertempuran besar sebelumnya, meskipun Jela yang pertama kali memulai, peri Huanglian tidak mau kalah dan terus menarik-narik peri kecil untuk bergabung dalam keributan, berhasil merebut sorotan dari Jela.
Sekarang para peri kecil telah mengakui bahwa peri Huanglian dan Jela adalah penguasa Kastil Tak Bernama yang tidak boleh diganggu dengan mudah.
Status "penguasa tunggal Kastil Tak Bernama" yang seharusnya menjadi milik Jela, kini dicuri separuhnya oleh peri Huanglian. Bagaimana mungkin ini membuat Jela senang? Terutama karena kekuatan tempur peri Huanglian cukup kuat dengan karakter suka bertengkar, Jela merasa dirinya belum tentu bisa mengalahkan lawannya.
Semakin tidak bahagia.
Lalu mengeluh pada Liszt.
Tapi untuk perilaku kekenyangan seperti ini, mana mungkin Liszt menghiraukannya. Jadi dia hanya menghibur dan menasihati rutin, menyuruh Jela tidur nyenyak dan jangan berkelahi atau membuat masalah. Kemudian mengantar Jela ke ruangannya yang terpisah, sekalian menginspeksi ruang insekta sebentar dan memberi peringatan pada setiap peri kecil.
Merasa telah menekan kegelisahan para peri, barulah dia meninggalkan kastil. Menunggangi burung darat Loki, dia bergegas menuju Kastil Tulip untuk melanjutkan pergaulan sosial antar bangsawan.
Di dalam ruang insekta.
Jela mendorong tutup kotak di atas kepalanya, merangkak di tepi kotak. Sepasang mata hitam besar di kepala kecilnya menatap jendela kaca ruang insekta, dan pohon apel yang bergoyang di luar, entah apa yang dipikirkannya. Kini hampir musim gugur, banyak daun pohon apel menguning dan rontok.
Sehelai daun kuning mengikuti lintasan angin, menempel di kaca jendela.
Jela menyambar ke sana, menempelkan wajahnya di kaca sambil mengamati daun itu. Daun yang agak melengkung itu masih menyisakan jejak meridian di balik warna kuningnya.
Dia mengeluarkan suara yang terdengar seperti rasa penasaran sekaligus kegembiraan: "Wuwa!"
……
Mengendarai Loki.
Melesat di udara, setiap kali menyentuh tanah dengan tapakan ringan, Loki langsung melesat kembali ke angkasa. Kecepatan larinya jauh melampaui kecepatan terbang.
Mengikuti irama naik-turun Loki, tiba-tiba semangat heroik "Aku daun tertiup angin, lihat caraku terbang!" menyergap hati nurani Li Si. Meski saat ini hanya mengendarai Chocobo, burung besar yang nyaris bisa disebut Warcraft keturunan naga level menengah, di hatinya sebenarnya dia sedang menunggangi naga.
Ksatria naga memang pantas menunggangi naga!
Lagipula dia bukan ksatria naga biasa. Di dimensi permata masih ada dua buah hati naga misteri, ini berarti dia masih punya dua naga - satu naga tak berbentuk sudah pasti, sementara peri cantik lainnya belum ada petunjuk. Jika misi asapnya juga mewakili seekor naga, maka dia akan memiliki empat naga.
Kecuali Naga Api yang merupakan Naga Elemen dengan kekuatan tempur tangguh, sisanya Naga Tak Berbentuk, Naga Peri, dan Naga Asap termasuk dalam kategori Naga Suci.
"Jika bisa menemukan dua buah Buah Hati Naga Misteri lagi, mungkin di masa depan aku bisa mengumpulkan lima ekor Naga Suci. Saat itu mungkin aku layak disebut Ksatria Naga Suci."
Naga Asap yang mewakili takdir, Naga Peri yang mewakili kehidupan, Naga Tak Berbentuk yang mewakili dimensi, Naga Senja yang mewakili waktu, serta Naga Giok yang mewakili mimpi——setiap Naga Suci memiliki kekuatan ajaib yang unik, hanya saja belum tahu harus mencari mereka di mana.
Li Si menanti-nanti kekuatan takdir yang akan membimbingnya.
Seperti misi asap yang mengarahkannya menunggangi Huo Long kecil Rio, lalu merangkul Naga Tak Berbentuk menjadi teman lama, mungkin suatu hari misi asap akan menipu tiga Naga Suci lainnya untuk bergabung.
Sama seperti peri yang merupakan individu mandiri, naga-naga juga makhluk independen yang saling menipu satu sama lain.
Nggak ada masalah!
Meraba tiga buah permata dimensi yang tergantung di dadanya, pikirannya melompat tak beraturan: "Sudah tidak perlu disembunyikan lagi, nanti suruh Alvin membuat tiga cincin Mithril lagi, tempelkan permata dimensi itu untuk dibuat jadi cincin dimensi. Dengan begitu lebih praktis saat digunakan."
Ruang permata yang terletak di dada ini setiap kali digunakan harus diraba-raba dulu.
Kalau langsung dikenakan di jari, cukup dengan niat hati saja sudah bisa mengambil atau menyimpan barang secara instan.
"Saat aku sudah menunggangi naga tak berbentuk, pasti akan memakai 10 cincin dimensi di semua jariku, mengisinya dengan segala kebutuhan hidup. Suatu hari nanti akan menjelajah ke mana-mana dengan mengendarai para naga, mengeksplorasi semua rahasia dunia ini."
