26 Oktober, cuaca cerah.
Angin sepoi-sepoi menerbangkan daun kuning, pepohonan di sekitar Kastil Tulip menciptakan atmosfer yang cukup baik. Namun berkat Rumput Ulat Tulip, taman tulip di sekitar kastil tetap subur dengan warna-warni yang memukau.
Para bangsawan tamu undangan pesta perayaan mulai berangkat satu per satu.
Saat Sang Pangeran hendak pergi, seluruh bangsawan tentu harus pergi ke pelabuhan untuk mengantar kepergiannya. Marquis Ekor Sapi sedang menyampaikan pidato perpisahan kepada Sang Pangeran dan rombongan.
Li Weis sendiri berdiri di samping sambil menunggangi Chocobo, sama sekali tidak tertarik untuk ikut serta.
Di belakangnya berdiri Yevich*Kacang Air dan Alvin*Pedang Elang Jantan - seorang Sword Saint dan seorang Ksatria Besi. Dia berencana membawa kedua pengikut ini ke Pulau Kepiting Merah. Kehadiran Sword Saint dan Ksatria Besi jelas akan meningkatkan gengsi perjalanannya.
Li Weis dan Lolia sedang mengawasi para pelayan memuat hadiah-hadiah ke kapal layar cepat istana Keluarga Longyu.
Mereka tidak ikut ke Pulau Kepiting Merah, sehingga semua hadiah untuk Marquis Merlin diserahkan kepada Li Weis untuk disampaikan.
"Tolong sampaikan salamku untuk Kakek. Wilayah Ekor Sapi punya banyak urusan yang harus ditangani, aku benar-benar tidak bisa meluangkan waktu ke Pulau Kepiting Merah. Semoga Kakek bisa memahmi keadaan kami."
“Aku akan menjelaskan pada Kakek.” Liszt menganggukkan kepala, lalu bertanya, “Li Weila benar-benar tidak ikut?”
“Dia?” Li Weis memberi isyarat ke arah tak jauh, melihat Li Weila sedang berbincang intim dengan seorang bangsawan pria. Bahkan sang bangsawan merapikan rambutnya yang berantakan, “Tadi malam Li Weila sudah menginap di perkebunan anggur bersama Hibbert*Rosley, putra Pangeran Changbai Island.”
“Perkebunan anggur?”
Liszt mengingat perkebunan ini yang dipenuhi berbagai varietas anggur, termasuk satu batang Rumput Ulat peri anggur kecil. Anggur Bulan Sabit New Moon Wine* yang menjadi produk unggulan Keluarga Tulip berasal dari sini: “Untuk apa mereka ke sana?”
Li Weis tertawa lebar: “Kau sengaja bertanya meski sudah tahu jawabannya.”
“Baiklah, aku hanya ingin memastikan.” Liszt paham maksudnya - urusan pria-wanita yang selingkuh lalu ngewe sepanjang malam.
Bagi kalangan bangsawan, hal semacam ini sudah biasa. Liszt sendiri juga pernah melakukannya. Li Weila yang berkarakter kuat memang kerap digosipkan, tapi semua skandalnya tak pernah sampai ke pelaminan.
Kali ini mungkin cuma angin malam semata.
“Menurutmu, apakah Li Weila dan Hibbert punya harapan?” Dia bertanya sekilas, tidak terlalu peduli dengan kehidupan Li Weila. Meskipun kakak beradik sedarah, hubungannya dengan sang kakak secara umum cukup dingin. Dalam ingatannya, hubungan Li Weila dengan Li Weis cukup baik.
Faktanya, dari semua saudara setengah darah, yang paling ia kagumi adalah Marquis Merlin, dan yang paling dekat adalah kakak sepupu Meio Bo.
Berikutnya mungkin Nyonya Penelope dan Li William, bahkan melihat paman Messiro lebih enak dibandingkan kakak laki-laki dan perempuannya sendiri.
Namun meski tidak enak dipandang, dari segi kedekatan, Li Weis dan Li Weila tetap merupakan kakak beradik paling intim, juga keluarga yang layak dipercaya. Jika tidak ada kecelakaan, seharusnya seluruh keluarga akan pindah ke negara yang ia bangun, terus berkembang biak dan bertengger sebagai bangsawan besar.
Standar pasangan hidup kakak Li Weila, mungkin ia harus ikut campur sedikit.
“Aku tidak tahu, Li Weila punya pendapat sendiri. Mungkin saja tertarik pada Hibbert. Tapi ngomong-ngomong, Hibbert tampan, latar belakang keluarganya bagus, tujuan dia mendekati Li Weila mungkin tidak sederhana... Tapi tidak masalah, yang penting Li Weila bahagia.”
Cinta sejati antar bangsawan cukup langka, semuanya kombinasi kepentingan. Termasuk Li Weis dan Lolia yang kehidupan pernikahannya cukup baik, awalnya juga lebih didasari kepentingan daripada perasaan.
"Urusan Kakak tidak akan kusibukkan lagi. Kakak dan Lolia lebih memperhatikannya. Tampaknya dia masih akan terus berhubungan dengan Hibbert. Aku akan bergabung dengan Paman dan Bibimu terlebih dahulu."
Keluarga Paman datang, tentu keluarga Bibimu juga tidak mungkin absen. Suami bibimu Roland*Pinus dan bibimu Melinda*Ubi Jalar ikut serta. Kakak sepupu Ross membawa istri Jiaqi*Xilanhua dan putri mereka Luo Xi, bersama sepupu Luo Li, semua menghadiri pesta perayaan ini.
Saat perjalanan pulang, seluruh keluarga besar berkumpul, pasti akan sangat meriah.
……
Setelah berkumpul.
Armada kapal Keluarga Nagayam berlayar keluar dari pelabuhan.
Menyaksikan kapal layar cepat istana melaju kencang menerjang ombak di laut, Liszt teringat ide sebelumnya: "Paman, bisakah kita membeli sebuah kapal layar cepat istana dari Keluarga Nagayam? Aku ingin mempelajari teknologi pembuatan kapal untuk mengembangkan galangan kapal di wilayahku."
"Kau berniat meneliti teknologi pembuatan kapal? Ini bukan teknologi sembarangan. Keluarga Nagayam sudah mengirim peneliti selama bertahun-tahun, tapi sampai sekarang belum juga paham cara memproduksinya," ujar Messiro.
"Aku tidak ingin mereplikasi teknologinya, hanya mempelajarinya. Galanganku punya arah teknologi sendiri," kata Liszt tak tanpa kebanggaan.
Pertama, efek kuat air karet bisa menggantikan struktur mortise dan tenon dengan baik, mengurangi banyak hambatan teknis.
Kedua, pertumbuhan cepat semak duri besi memastikan pasokan bahan baku pembuatan kapal yang tak terputus. Kecuali sebagian kecil komponen utama seperti lunas yang membutuhkan kayu batu atau kayu karang berumur ratusan tahun, papan lainnya bisa diganti dengan kayu besi berduri.
Ketiga, dia menguasai teknologi lengkap Tulang Penstabil Lunas, hanya kekurangan bahan tulang Makhluk Naga - meskipun tulang Makhluk Naga termasuk barang mewah, tetap bisa dibeli bagi yang berminat.
Terakhir, dia juga memiliki teknologi pembuatan kapal dari Bumi - teknologi tanduk tabrak dan teknologi layar membujur.
Ketika semua teknologi ini menyatu, ditambah dengan mempelajari teknologi kapal layar cepat istana dan dikombinasikan dengan Mutiara Penenang Air serta Mutiara Penenang Angin, cukup untuk menciptakan kapal layar kelas atas yang mampu menguasai lautan.
Pada saat itu, tirai zaman penjelajahan samudra pasti akan terbuka perlahan.
Menyeberangi Laut Iblis pun bukan hal mustahil.
"Kalau begitu, saat pulang nanti, bawalah kapal layar cepat istana ini."
"Terima kasih Paman, harganya ikuti harga pasar kapal baru saja."
"Ini cuma kapal tua, bayar separuh harga sudah cukup."
Liszt tidak menawar-nawar. Keluarga Longyu tidak kekurangan uang, tapi kekurangan tenaga. Kedepannya dia akan lebih banyak membantu keluarga Longyu. Dengan ksatria naga sebagai sandaran, posisi keluarga Longyu di Safir seharusnya cukup stabil. Bahkan jika tidak stabil, jika keluarga Longyu mau pindah ke negerinya, mereka tetap bisa menikmati perlakuan setara Marquis.
Perjalanan satu setengah hari pun cepat berlalu.
"Setelah berjalan darat hampir seharian, bendera Kastil Ubi Jalar mulai terpampang jelas. Karena penduduk sedikit, tak ada basa-basi, langsung menuju kamar tidur untuk menemui Marquis Merlin yang terbaring di tempat tidur."
"Kakek."
"Liszt, kamu akhirnya datang!" Marquis Merlin bersandar di tepi tempat tidur, wajahnya sudah menguning kelelahan, kondisi spiritualnya juga tak baik, sepertinya akan meninggal kapan saja. "Kamu bilang akan datang lewat surat tapi tak kunjung muncul, Kukira tak bisa bertemu lagi. Sudah kusiapkan makian untukmu di surat wasiat."
"Sungguh maaf, Kakek. Aku tertunda urusan."
"Sudahlah, yang penting datang. Bagaimana dengan Li Weis dan Li Weila?"
"Tak bisa meninggalkan tugas. Ayah baru saja naik pangkat jadi Marquis, seluruh keluarga sibuk mengurus penerimaan wilayah Ekor Sapi. Untuk Li Weila, mungkin sedang memikirkan urusan pernikahan."
"Memang juga. Li William bisa naik pangkat jadi Marquis karena jasamu, pasti sombong seperti ekor ayam! Li Weis bisa mewarisi aset Marquis tanpa usaha, pasti setiap hari tertawa diam-diam... Apakah Li Weila sudah menemukan pasangan yang cocok? Gadis tua ini sebentar lagi dua puluh dua tahun."
"Setelah Festival Tahun Baru nanti usianya dua puluh dua."
"Dua puluh dua, sudah saatnya menikah dengan bangsawan. Kalau tidak, saat tua nanti hanya bisa cari gigolo tak berguna." Marquis Merlin terus mengobrol tentang urusan keluarga dengan Liszt.
Beberapa saat kemudian.
Setelah obrolan santai hampir usai, Marquis Merlin memandang Liszt dengan tatapan penuh kebijaksanaan seorang sesepuh, lalu berujar dengan haru: "Sangat mirip Melissa... Semua kelebihan Melissa dan anak itu William Li, terkumpul sempurna padamu."
Liszt tetap tersenyum.
