Sebagai naga elemen api yang sering disamakan dengan naga jahat.
Rio memiliki karakter sombong, otoriter, dengan pikiran jahat bawaan. Tanpa kekuatan buah hati naga misteri, Liszt mungkin belum bisa menungganginya sampai sekarang. Bahkan seiring berkembangnya kejahatan, Rio berpotensi membalas energi sihir yang menetaskan dan membesarkannya.
Meski kini telah menyatu secara harmonis dengan hati Liszt, seringkali niat jahatnya dipangkas.
Tapi kesombongannya tetap seperti dulu, naga Safir yang cacat tak dianggapnya, apalagi menyukai naga cacat yang jadi bintang di hadapannya.
Liszt terpaksa menenangkannya.
Mencegahnya nekat keluar dari tubuh, menampilkan wujud asli untuk ngewe dengan naga Safir, merusak rencana mengambil untung dari konflik pihak lain.
“Kakak, Naga Safir sepertinya mengalami kerusakan wajah. Dengan kemampuan regenerasi luar biasa naga, mengapa tubuhnya belum pulih?” Sorot mata Ake yang memandang naga terbang di langit memancarkan kegelisahan, “Apakah sengaja membiarkan bekas luka, atau lukanya memang tak bisa sembuh?”
Dia memiliki pertanyaan yang sama dengan Liszt.
“Tidak mungkin sengaja tidak sembuh. Jika benar ingin mengingat penderitaan masa lalu, seharusnya bekas luka itu sudah ada sebelum pendirian kerajaan.” Liszt hanya bisa menganalisis demikian. Dalam perang pembantian naga sebelum pendirian kerajaan, Naga Safir nyaris tewas di tangan Naga Besi Mulut Putih.
Itulah memori mendalam yang layak diingat.
“Mungkinkah karena kerusakan roh sehingga luka tak bisa pulih?” Ake terus bertanya, namun Liszt tak bisa memberikan jawaban.
Saat semua orang mengira Adipati Agung datang dengan Naga Safir untuk mengusir penjajah Kerajaan Elang, naga itu justru berputar-putar di angkasa tanpa niatan turun untuk mengusir para penyusup.
“Liszt, ada apa ini?” Marquis Ekor Sapi kembali mendekat.
Awalnya dia ingin memanfaatkan momentum kedatangan Naga Safir untuk berakting, namun tanpa pendaratan naga, pertempuran di permukaan laut pun terhenti.
Liszt memandang sosok Naga Safir dan Adipati Agung, lalu menatap garis cakrawala laut di kejauhan.
Kira-kira sudah bisa menebak: "Tampaknya Sang Adipati Agung tidak datang untuk armada kapal. Armada Kerajaan Elang pasti akan ditangani oleh armada safir mereka sendiri. Tujuan sebenarnya mungkin Alonso*Xiankelai."
"Alonzo datang?"
"Aku tidak merasakan apapun. Saat tidak menunggang naga, tingkat sensitivitas panca inderaku tidak terlalu tinggi. Tidak bisa mendeteksi kesatria naga yang berada terlalu jauh."
Jadi hanya bisa menunggu dengan tak berdaya.
Sang Adipati Agung yang mengendalikan Naga Safir juga menunggu di langit medan pertempuran.
Saat ini ombak laut masih menggila, namun medan pertempuran justru terjerumus dalam keheningan yang aneh. Semua kapal tak berani bergerak sembarangan di bawah pengawasan seekor naga. Tanpa komando dari Sang Adipati Agung, Sang Pangeran yang memimpin armada safir juga tetap diam.
Waktu berlalu sedetik demi sedetik.
Kegelisahan merasuki setiap jiwa. Bahkan Li Si mulai tidak sabar. Kedatangan Naga Safir membuat Rio tidak bisa tidur nyenyak, apalagi mengabaikan naga safir jelek yang terbang semena-mena di langit. Kegelisahannya membanjiri keringat hingga membasahi pakaian dalamnya.
"Tidak mau bertempur, tidak mau mundur juga. Apa yang sedang dilakukan Sang Adipati Agung?" Dia menggenggam erat Pedang Naga Es, mengaktifkan skill Konversi Es. Energi tempur es dilepaskan untuk mendinginkan tubuhnya, meredakan kegelisahan yang ditularkan Rio.
Efek energi tempur es cukup baik.
Membuat Rio sedikit tenang.
Tapi belum sampai lima menit, Rio kembali dilanda kecemasan dan mengirimkan sensasinya pada Li Si - seekor naga lagi datang!
"Roar!"
Naga Safir mengeluarkan lolongan naga yang nyaring, kepala naganya mengarah ke cakrawala selatan, kedua matanya memancarkan cahaya biru yang menyilaukan.
Liszt mengikuti persepsi Rio, juga menatap ke cakrawala selatan. Langit biru dengan awan putih tampak biasa saja, tetapi saat mengangkat teropong, ia segera menemukan siluet naga yang nyaris tak terlihat di antara awan. Beberapa saat kemudian, naga itu menerobos lapisan awan dan terbang menuju medan pertempuran.
Posturnya sepenuhnya terungkap di hadapan semua orang.
Seekor naga dewasa berwarna hijau kebiruan yang memantulkan kilau khas logam. Dibandingkan rentang sayap Naga Safir yang mencapai lima puluh meter, sayapnya relatif kecil sekitar tiga puluh meter. Tubuhnya lebih ramping dengan panjang badan yang lebih pendek, namun di Panggung Taring Naganya duduk seorang ksatria berbaju zirah hitam.
Tak diragukan lagi.
Inilah kesatria naga sejati yang menyatu secara spiritual dengan naganya.
Di tangannya tergenggam senjata sepanjang lima meter berwarna hijau kebiruan yang serasi dengan tunggangan naga perunggunya. Ujung senjatanya berbentuk seperti payung lipat kuno, berbeda dengan tombak ksatria biasa. Sepertiga bagian senjata berbentuk kerucut dengan diameter terbesar seukuran perisai bundar ksatria.
Hal ini membuat Liszt teringat pada tombak emas Athena dalam game "Glory of Kings".
"Tombak naga lima meter, dengan postur naga perunggu ini cukup pas. Pengen banget rampas buat dipake bareng Rio... Setelah Rio dewasa, rentang sayapnya bisa 100 meter. Tombak 10 meter paling ideal, tapi lima meter juga masih bisa dipaksain. Cocok banget sama Rio yang masih dalam fase muda sekarang."
Dia tidak terkagum-kagum pada wibawa ksatria naga. Alih-alih seperti Rio yang langsung ingin terbang keluar untuk berkelahi, pikirannya malah langsung terfokus pada rencana merampas perlengkapan.
Tentu saja.
Pikiran itu segera ditekan. Dari sudut pandang pengamat, dia diam-diam mengamati konfrontasi dua naga dan dua ksatria di langit.
……
"Alonso, pikir matang-matang! Mengganggu wilayah Safirku akan kau bayar mahal!" Adipati Batu Safir Andrew*Batu Safir bersuara gemuruh.
Ksatria Naga Perunggu Alonso*Xiankelai di seberang tak terlihat ekspresinya karena helm ksatria bermasker. Suaranya berat dan parau namun penuh wibawa: "Kau pikir aku bersusah payah mengalihkan Ksatria Naga Besi Baja hanya untuk mendengar ancamanmu?"
"Sepertinya tidak ada ruang negosiasi?"
"Kau tak pernah punya hak berunding, naga safir cacat dan orang tua tak bisa menunggang... Aku mulai, Duke Andrew." Alonso sepert ingin melontarkan ejekan, tapi akhirnya hanya mengayunkan tombak ksatria hijau kebiruan dengan tenang.
Satu manusia dan satu naga menyergap Naga Safir dengan cepat.
“Adipati Batu Safir tidak memiliki senjata naga, dia juga bukan ksatria naga, hanya berdiri di Panggung Taring Naga mengendalikan Naga Safir. Tapi menghadapi ksatria naga, dia tidak menunjukkan kepanikan, dengan tenang mencabut pedang besar biru di pinggangnya.”
Pedang itu mencapai panjang dua meter.
Mata pedang mengeluarkan api biru yang mengalir seperti air.
Ini adalah pedang ksatria yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya, berbeda dengan pedang Adipati yang pernah didengar Li Si——
“Pedang Sangkar Ratapan” tidak mirip, “Pedang Sangkar Ratapan” hanyalah senjata Peri Besar setingkat “Pedang Naga Es”, panjangnya sekitar satu setengah meter, juga tidak mengeluarkan api biru.
Justru pedang Marquis Banteng yang pernah dilihat Li Si sebelumnya, pedang besar yang dijulukinya “'Api Kegembiraan'” itu mengeluarkan api biru.
Dan diduga mungkin ditempa dari kaki depan Naga Safir.
Apapun pedangnya, saat pedang besar ini dicabut, Naga Safir langsung memancarkan cahaya biru di seluruh tubuhnya, wibawanya semakin kuat. Sang Adipati justru duduk di Panggung Taring Naga saat ini. Satu jiwa dan satu naga cepat menyatu, dalam pandangan Mata Magis Li Si, energi tempur dan energi sihir menyatu menjadi satu.
“Roar!”
Mengayunkan pedang besar menerjang Ksatria Naga Perunggu Alonzo.
Pada momen ini, hanya segelintir orang termasuk Li Si yang mengerti——Adipati Batu Safir ternyata juga seorang ksatria naga!
