Turun dari punggung naga tak berbentuk, Liszt tak perlu menyembunyikan diri, langsung meneliti menara batu reyot ini.
Menara ini seharusnya merupakan menara penyihir agung purba, gaya arsitekturnya sudah tak terlacak. Luas arealnya mencapai ratusan meter persegi, bagian atas runtuh sementara dua lantai bawah masih utuh. Pintu kayu asli mungkin sudah lapuk, diganti penduduk Bulan Pembunuh dengan balok batu besar yang menyumbat pintu.
Setelah membongkar tumpukan batu, Liszt melakukan observasi singkat sebelum masuk ke dalam menara.
Celah-celah dinding meneroboskan sinar matahari, membuat pencahayaan dalam ruangan tidak terlalu gelap. Terlihat jelas fungsi awal menara ini sebagai semacam "perpustakaan" dengan deretan rak buku ukiran batu. Sayangnya rak-rak itu kini kosong, hanya tertutup debu tebal.
Tangga batu ukiran masih kokoh, tidak berderit saat diinjak.
Di lantai dua, ruangan luas itu kosong melompong. Bagian struktur yang menyambung ke lantai lain sudah patah, memungkinkan cahaya matahari membentuk bercak terang besar. Di area terang itu tumbuh beberapa rumput liar, menunjukkan bagian ini sering terpapar angin dan hujan tanpa perlindungan.
“Harta pribumi seharusnya ada di sini, berarti kemungkinan besar ini peninggalan penyihir agung purba. Apa sebenarnya?” Liszt mengaktifkan Mata Magis, mulai mengamati dengan tatapan berputar menara batu reyot ini.
Tidak menemukan cahaya umpan balik energi sihir, juga tidak ada barang yang terlihat seperti harta.
Lantai satu kosong melompong, lantai dua juga sama. Menurut Kui Sang Pendengar dari Suku Gunung Tanduk, menara batu reyot ini menyimpan harta peninggalan leluhur. Kui tidak tahu harta apa itu, sepertinya jika pun ada, mungkin sudah dipindahkan karena menaranya runtuh.
“Tapi tidak mungkin, Kui secara langsung menyebutnya menara batu reyot, artinya sejak dulu menara itu seharusnya sudah runtuh... Apa yang sebenarnya terjadi, biar aku periksa ke atas.”
Dia berjalan ke bagian lantai yang patah, langsung melompat ke atas.
Lantai tiga sudah runtuh separuh.
Namun yang mengejutkan, Mata Magis tiba-tiba mendeteksi cahaya umpan balik energi sihir redup yang memancar dari tumpukan bebatuan runtuhan. Dengan cepat ia mengais tumpukan batu, menggali benda bercahaya itu—sebuah tongkat kerajaan batu patah, di gagangnya masih menempel beberapa jari batu ukiran.
Artinya tongkat batu ini awalnya adalah bagian dari patung raksasa.
Cahaya umpan balik energi sihir memancar dari puncak tongkat batu itu, tepatnya pada permata bundar raksasa yang diukir dari batu tak dikenal. Sayangnya cahayanya terlihat sangat suram.
“Sepertinya terbungkus batu-batu yang keras, menyebabkan cahaya tidak bisa bersinar?” Liszt meneliti beberapa saat, memastikan lapisan batu di luar memang bukan barang magis, lalu mengetuk batu itu dengan lembut. Setelah terus-menerus mengerahkan tenaga, batu itu akhirnya retak membentuk celah, kemudian pecah seluruhnya, menampakkan benda asli di dalamnya.
Cahaya meledak sekejap mata, bagaikan lampu yang dinyalakan dalam kegelapan.
Baru setelah Liszt menghentikan Mata Magis-nya, ia bisa melihat jelas di dalam tongkat batu itu terbungkus sebuah tongkat logam pendek. Tongkat itu sepanjang lengan orang dewasa, di puncaknya tertanam permata transparan yang memancarkan tujuh warna. Aura energi sihir yang pekat membuat jantung Liszt berdebar kencang.
Ini jelas-jelas permata langka yang tidak dihasilkan oleh Naga Permata manapun.
Perlahan ia menarik tongkat logam dari dalam tongkat batu, mendekatkan permata di ujungnya ke matanya, mengamati dengan cermat. Permata ini memiliki ribuan bidang pemotongan melintang, setiap sisi halus sempurna mampu memantulkan wajahnya sendiri. Namun ketika Liszt mulai memperhatikan bayangan wajah itu, pupil matanya tiba-tiba melebar.
Wajah yang terpantul itu, ternyata adalah wajah seorang laki-laki tua.
Saat ia menoleh ke belakang dengan cepat, mengira ada yang mendekat, yang terlihat justru kabin kosong melompong di belakangnya, hanya naga tak berbentuk yang sedang tertidur di puncak bukit jauh di sana.
Tidak mungkin ada makhluk yang bisa lolos dari penyelidikan naga tak berbentuk dan mendekat diam-diam.
“Lalu?”
Dengan kebingungan besar, dia kembali melihat ke sebuah potongan melintang permata. Kali ini, setelah wajah bayangan muncul, ia berubah menjadi wajah seorang anak kecil.
Sekali lagi menoleh ke belakang, area belakang punggungnya masih kosong melompong.
Tidak ada orang yang mendekat. Wajah-wajah yang terpantul itu hanya mungkin berasal dari dalam permata. Liszt sedikit tenang dan melanjutkan observasi. Ternyata, banyak potongan melintang memancarkan wajah-wajah dengan berbagai usia. Namun tak lama napasnya menjadi berat, karena dia menemukan satu titik persamaan dari semua wajah ini.
Mereka sungguh sangat mirip dengan wajah Liszt - beberapa wajah pemuda di antaranya jelas merupakan wajah Liszt sendiri.
Dia mengedipkan mata, wajah-wajah yang terpantul dari permata itu juga mengedip, baik wajah anak-anak maupun orang tua.
Setelah beberapa saat meneliti, dia tersadar: "Menarik, wajah yang dipantulkan permata ini sebenarnya adalah wajahku di berbagai tingkat... Seperti dugaan, aku tetap tampan dari kecil sampai tua, setiap usia penuh pesona... Benar-benar permata unik, seolah memiliki energi sihir waktu."
"Hm?"
"Energi sihir waktu?"
Liszt tiba-tiba membeku: "Waktu, kekuatan waktu, mungkinkah permata ini dihasilkan oleh Naga Senja yang merupakan bagian dari Naga Suci?"
"Naga Senja mewakili kekuatan waktu, tak seorang pun pernah melihatnya, tak ada yang tahu bagaimana eksistensinya. Namun kini sambil menggenggam tongkat logam ini, memandangi permata yang memantulkan wajahnya dalam berbagai usia, tiba-tiba ia menyadari korelasi: mungkin permata ini adalah produk Naga Senja."
Permata dimensi hasil produksi Naga Tak Berbentuk, membentuk ruang independen.
Permata khusus hasil Naga Senja pasti memiliki karakteristik temporal.
Ia mencoba menyimpan tongkat logam ke dalam cincin dimensinya, namun betapapun kuat sihirnya membungkus, tongkat itu tak bisa dimasukkan. Terutama saat energinya membungkus permata khusus, seolah-olah waktu berputar, energi itu perlahan menghilang.
Bahkan tak bisa ditarik kembali.
"Sungguh ajaib, mungkin ini benar-benar kekuatan Naga Senja, energi sihir yang menyentuh konsep waktu?" Liszt masih belum bisa memastikan properti permata ini.
Tapi tak menghalanginya memberi nama sementara —— Permata Waktu.
Tongkat logam itu kini menjadi Tongkat Waktu.
Menggenggam tongkat, mengagumi kilau tujuh warna Permata Waktu di bawah sinar matahari, Liszt merasa puas: "Tongkat Waktu, kekuatan ajaib apa yang kau miliki? Bagaimana penyihir purba memanfaatkanmu? Apakah menemukanmu berarti menemukan petunjuk keberadaan Naga Senja?"
Naga Tak Berbentuk sudah didapat, kekuatan Naga Asap melekat, jenazah Naga Giok ditemukan, kini permata Naga Senja pun berada di genggaman.
Hanya kurang Naga Peri yang mewakili nyawa, dan belum berinteraksi dengan Liszt.
Suatu hari mungkin bisa mengumpulkan lima Naga Suci, menjadi Lord Wilayah Naga terkuat di dunia ini. Tentu saja, Naga Suci mungkin bukan yang paling ajaib: "Naga Jaringan Sihir seharusnya naga paling mengerikan yang pernah kulihat, sedangkan Naga Bulan mungkin juga naga dengan kekuatan luar biasa tak terbatas."
Kedua naga ini sepertinya lebih perkasa daripada Naga Suci.
……
Makan harus sesuap demi sesuap. Menemukan Tongkat Waktu dan menyentuh petunjuk Naga Senja, dia sangat puas dengan hasil hari ini. Memasang Tongkat Waktu di sabuk, mengarahkan fokus ke tongkat batu yang pecah.
"Menyembunyikan perlengkapan magis seperti Tongkat Waktu yang terlihat seperti artefak suci dalam ukiran, apa maksud penyihir agung purba? Ingat Air Mata Putri Duyung yang ditemukan di Kuil Ikan Jelek Suci juga digantungkan di patung putri duyung. Sepertinya para petarung purba ini suka membuat patung diri mereka sendiri?"
Dia terus mengobrak-abrik bebatuan, mencoba mencari bagian lain patung. Tapi setelah memeriksa seluruh tumpukan batu, tidak menemukan sisa bagian patung.
Mungkin telah terkikis waktu, kembali menjadi batu biasa.
