Alam semesta seluas lukisan, betapa banyak pahlawan dalam sekejap waktu.
“Kalender Safir 158 tahun 1 Januari, aroma Festival Tahun Baru di Pulau Api tidak terlalu terasa, karena semua perhatian dan suasana telah digantikan oleh upacara pendirian Kerajaan Api.
Saat sinar matahari pertama di pagi hari menyingsing bersama angin dingin yang menusuk, Kota Kerajaan Api yang dihiasi merah telah ramai oleh keramaian. Semua penduduk telah bangun pagi dan berkumpul di kedua sisi Jalan Liu Jin yang dipagari. Jalan emas cair yang dipasangi karpet emas-merah ini membentang dari satu ujung kota ke ujung lainnya.
Tu-tu-tu-tu...
Bunyi terompet bercampur dengan alat musik, pertanda band istana mulai memainkan. Para bangsawan di sini menyukai permainan piano elegan di dalam ruangan, tapi bukan berarti instrumen lain tidak berkembang. Band istana ini memadukan berbagai musisi rakyat, berdiri dalam formasi persegi di atas kereta hias sambil bermain.
Lagu yang riang.
Tak lama kemudian, paduan suara pria bergema mengiringi melodi.
"Betapa megahnya cahaya mentari, Langit cerah setelah badai berlalu, Udara segar menyentuh hati, Betapa megahnya cahaya mentari, Oh matamu berkilauan laksana sang surya... Bagaikan matahari yang bersinar terang, Matanya selamanya yang tercantik di hatiku."
Ini adalah lagu rakyat yang tersebar luas di timur laut Daratan Legenda - "Matahariku". Tulisan ular dari Kerajaan Baja, bahasa angin Elang, dan tulisan batu Gao Lu Bao, semuanya memiliki penerjemahan lagu rakyat ini.
“Dan sekarang paduan suara pria menyanyikan versi tulisan ular , di mana bahasa resmi Kerajaan Api ditetapkan sebagai tulisan ular.”
“Seolah-olah matahari itu bersinar gemilang...”
Penduduk biasa di sepanjang Jalan Berlapis Emas segera mulai menyanyikan paduan suara bersama kelompok penyanyi, lagu rakyat ini hampir semua orang bisa menyanyikannya.
Saat satu lagu berakhir, kereta hias orkestra dan paduan suara telah melaju ke Jalan Berlapis Emas.
Pada saat ini, di belakang kereta hias, kereta kuda tanpa atap berturut-turut mengikuti, di atasnya duduk tegak para bangsawan mengenakan Frac*Habillé yang megah.
“Ah, itu Viscount Blair, aku mengenalnya! Dia adalah administrator Kota Kerajaan Api kita!”
“Yang di belakang adalah Viscount Yesaya, administrator Kota Alang-Alang. Saat berbisnis ke sana, aku pernah melihat Viscount Yesaya memeriksa barang secara acak!”
“Semuanya viscount, mengapa tidak terlihat earl atau marquis?”
“Katanya para bangsawan besar seperti marquis dan earl tidak ikut pawai. Hari ini dalam upacara pemberian gelar feodal, para bangsawan besar akan menerima gelar di istana kerajaan!”
“Kapan aku bisa duduk di kereta kuda dan menerima sorak-sorai seperti itu?”
“Lupakan saja mimpimu.”
366 kereta kuda membawa 366 viscount melintas dengan gagah. Di belakang kereta viscount, menyusul barisan demi barisan bangsawan berpakaian Frac*Habillé. Namun dibandingkan kemewahan viscount, penampilan mereka lebih sederhana – ini adalah formasi baron.
1.240 orang Bangsawan, semuanya menunggangi kuda perang yang gagah, namun jenis kuda-kuda tersebut memiliki perbedaan yang jelas.
Sebagian bangsawan menunggangi kuda hitam mengilap dengan tubuh tinggi dan kekar - itu adalah anggota Legiun Pembakaran, tunggangannya adalah Kuda Darah Hitam ras murni; sebagian lain menunggangi kuda hitam yang lebih pendek - itu tunggangan bangsawan penguasa wilayah, kudanya merupakan campuran Kuda Darah Hitam.
Ada pula bangsawan yang menunggangi kuda coklat, kuning, atau merah - itu tunggangan bangsawan seumur hidup, kudanya hanya kuda perang biasa.
Meski para bangsawan tidak naik kereta kuda, namun sikap gagah mereka di atas kuda perang justru terlihat lebih megah. Mereka memancing sorak-sorai di sepanjang Jalan Liu Jin, terutama dari para putri pedagang dan pengrajin yang kerap melontarkan tatapan menggoda ke para ksatria berkuda - mereka tak berani berharap pada bangsawan Viscount, tapi untuk bangsawan Baron masih bisa diimpikan.
Di belakang barisan bangsawan, tersusun formasi para Lord.
Dari puluhan ribu Lord tak semua hadir, mengingat mereka masih harus mengurus pekerjaan administratif di daerah, sehingga hanya 500 perwakilan yang datang.
Rombongan mendekati 2.000 orang ini pun berjalan di Jalan Liu Jin, terus bergerak maju.
Tak lama mereka tiba di Gerbang Kemenangan yang menjulang di pusat Kota Kerajaan Api. Beberapa penyihir di gerbang tersebut mengaktifkan mantra-mantra. Sihir warna-warni membubung ke langit, membuat warga ibu kota berteriak kagum. Seperti kembang api di Bumi, tak hanya indah tapi juga bebas asap, ramah lingkungan dan alami.
Melewati Gerbang Kemenangan, rombongan terus bergerak ke utara sepanjang Jalan Emas yang megah. Tak lama kemudian, mereka tiba di alun-alun Istana Matahari-Bulan-Bintang.
Alun-alun ini berdekatan dengan Kota Kerajaan Api, yang biasanya dilarang dimasuki rakyat jelata.
Namun di hari perayaan nasional ini, alun-alun diizinkan terbuka untuk umum. Sejak pagi, area ini telah dipadati oleh rakyat jelata dan keluarga bangsawan. Dalam masyarakat yang berstratifikasi ketat, terdapat sekat jelas antara bangsawan yang berkumpul di area terpisah, menjaga jarak dari rakyat biasa.
Tak satu pun rakyat jelata berani melanggar batas ini.
Bahkan anak-anak yang belum mengerti pun akan segera ditarik oleh orang tua mereka.
Rombongan prosesi yang tiba di alun-alun harus melalui prosedur administratif terlebih dahulu: memarkir kereta kuda dan kuda-kuda, lalu berkumpul kembali di alun-alun.
Saat matahari telah tinggi, sekitar pukul sembilan pagi, kelompok orkestra dan paduan suara baru mulai tampil. Pada momen ini, membanjirlah bangsawan, Penyihir Besar, dan duta dari berbagai negara dari istana menuju tribun upacara yang telah dipersiapkan. Tiga orang di antaranya muncul dengan cara yang spektakuler.
Yang pertama adalah Kesatria Naga Zamrud Muda Emily*Api. Dia langsung menunggangi Naga Zamrud Muda Ethan, terbang ke alun-alun istana, berputar satu putaran penuh sebelum mendaratkan Ethan di pusat alun-alun.
Dengan lincah, Emily melompat turun dari punggung naga.
"Eason mengepakkan sayapnya, mengeluarkan lolongan naga yang melengking, terbang meninggalkan alun-alun dan mendarat di pinggang Gunung Bulan yang tidak jauh. Sementara Emily, di bawah tatapan penuh kekaguman dan iri, berjalan menuju podium upacara dan duduk di kursi yang tertulis namanya."
"Selanjutnya yang mengejutkan adalah Duke William Li*Tulip dari Pulau Tulip. Alih-alih menunggangi kuda badai Longma-nya yang bertanduk patah, ia menginjak-injak kepala singa raksasa Nemea, berjalan ke tepi alun-alun, lalu melompat ke tengah dan berjalan ke kursinya dengan gaya spektakuler."
"Singa raksasa Nemea juga mengaum keras, lalu jongkok di tanah kosong tak jauh dari alun-alun, mengawasi dengan tatapan yang memberikan tekanan tak terhingga pada hadirin."
"Yang ketiga muncul adalah Magister Laird*Kebenaran. Ia duduk bersila di atas karpet bersinar keemasan, terbang masuk ke alun-alun dengan mantel cahaya emas menyelubungi tubuhnya. Pada detik itu, sihir elemen cahaya yang digunakannya hampir membutakan mata semua orang. Saat hadirin mulai beradaptasi, ia sudah duduk di tempatnya."
"Jelas sekali."
"Penampilan spektakuler ketiganya adalah permintaan Liszt, untuk menambah suasana pada upacara pendirian Kerajaan Api."
"'Sungguh... megah sekali.'"
"Utusan Kerajaan Elang, Alexander*Bai Koutie, memandangi naga dari kerajaannya di masa lalu, singa Nemea, serta penampilan sang magister."
"Perutnya penuh keluhan tapi tak bisa mengeluh, hanya bisa bergosip dalam hati."
Di permukaan masih harus mempertahankan senyum, bercengkerama dengan riang bersama utusan Kerajaan Blastfurnace Fort yang berada di samping: "Tidak tahu kapan Yang Mulia Raja akan tampil."
Utusan Kerajaan Blastfurnace Fort baru saja ingin menyambung percakapan.
Tiba-tiba, lolongan naga penuh wibawa dan aura berkuasa menggema dari arah istana kerajaan, suara ini seakan mampu menembus langit dan bumi, dalam sekejap membuat seluruh alun-alun menjadi hening.
"Oh hou!"
