Ketika sekelompok goblin yang terlihat agak "mirip militer resmi" muncul di depan padang rumput, ekspresi santai Xia Ya akhirnya berubah menjadi agak serius.
Dia menyepak goblin malang yang ditawan itu ke tanah, kemudian menindas si lemah itu sambil mengawasi ke depan dengan siaga.
Dibandingkan dengan gelandangan goblin yang sebelumnya dihadapi, para penghadang kali ini jelas memiliki penampilan yang sedikit lebih rapi.
Jumlah mereka sekitar belasan. Dari postur fisik, mereka sedikit lebih berotot daripada para gelandangan sebelumnya - meski hanya sedikit. Kulit hijau yang sama, tapi setidaknya ada peralatan yang terlihat layak. Baju kulit kotor yang tidak jelas sudah berapa lama tidak dicuci, penuh tanah berlumpur dan benda merah-putih mencurigakan - tapi setidaknya ini bisa dianggap sebagai "zirah".
Selain itu, mereka semua membawa senjata meski masih terlihat primitif bagi standar manusia: beberapa tombak pendek dengan gagang tulang binatang buas dan mata tombak dari besi tajam. Beberapa pisau tumpul berkarat yang mungkin digali dari makam. Goblin paling besar bahkan membawa perisai, meski ukurannya hanya sebesar baskom cuci muka manusia, hanyalah kayu lapuk yang dibungkus kulit hewan.
Tapi setidaknya, goblin-goblin ini sudah terorganisir.
Si Anak Malang langsung merasa khawatir. Karena jika ditambah dengan pasukan militer resmi ini, maka jumlah goblin di sekitar—termasuk para pengembara yang mengikuti dari belakang—telah melampaui 70-80 ekor.
Dengan jumlah sebanyak ini, jika mereka serbu sekaligus...
Tapi seketika, sesuatu yang membuat Si Anak Malang tertegun terjadi!
Pasukan militer resmi goblin ini justru tidak langsung menyerang Xia Ya dan Si Anak Malang. Mereka berjalan memutar dari samping, menggerakan tangan seperti cakar, mengayunkan senjata sambil mengejar para pengembara dan memukuli mereka hingga menjerit-jerit.
Para pengembara itu tampak sangat takut pada pasukan resmi. Hampir langsung kocar-kacir. Melihat sesama goblin yang kepalanya pecah berdarah, para prajurit goblin ini tertawa terbahak-bahak dengan puas diri, bahkan beberapa berteriak "Ork!" gembira pada musuh yang kabur. Dua yang paling berani malah melepas celana sambil menepuk pantat mereka dengan riang ke arah yang kalah.
"Ada pepatah di Wildfire Plain: Goblin adalah ras yang takkan pernah belajar 'bersatu'," gumam Xia Ya. "Suku-suku goblin di Wildfire Plain bertebaran bagai bulu kerbau, yang besar populasinya ribuan, yang kecil sekitar seratus. Dengan jumlah sebanyak itu, jika mereka bersatu, mungkin bahkan kurcaci tak berani mengganggu mereka. Tapi sepanjang sejarah, goblin tak pernah bersatu. Seolah bagi mereka, kesenangan mengintimidasi sesama jauh melebihi segalanya."
Para prajurit goblin itu mengusir para pengembara, tidak menyerang Xia Ya dan si Malang, melainkan mengirim dua orang berlari kembali. Sisa goblin mengambil alih peran para pengembara, mengawasi dari kejauhan sambil mengelilingi keduanya.
Xia Ya masih membawa si Malang terus berjalan, tetap tidak melepaskan tawanan malang itu. Setelah beberapa kali ditendang, makhluk itu akhirnya merangkak ke depan dengan frustasi.
Ternyata, menyaksikan sesamanya disiksa, para prajurit goblin sama sekali tidak menunjukkan solidaritas perlawanan atau bahkan secuil belas kasihan. Beberapa malah menuding si korban sambil tertawa terbahak-bahak dengan kurang ajar.
Belasan prajurit goblin ini jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding para pengembara sebelumnya, tapi si Malang bisa merasakan reaksi Xia Ya yang menjadi jauh lebih serius.
Karena aura yang dipancarkan pasukan goblin ini jauh melampaui para pengembara sebelumnya. Setidaknya, para pengembara itu hanya seperti gerombolan anjing kampung yang mengikuti dari belakang sambil sesekali menggonggong. Tapi prajurit goblin sekarang lebih seperti serigala liar yang berani memperlihatkan gigi taring mereka.
Ujian pertama datang di sore hari.
Dua prajurit goblin yang sebelumnya lari kembali tampaknya pergi membawa kabar. Mereka kembali dengan membawa lebih banyak teman.
Melihat 70-80 prajurit goblin datang menyambut dari depan, bahkan masih mempertahankan formasi dengan susah payah... Baiklah, tingkat ketat formasi ini bisa dibilang setara dengan perkelahian massal bajingan manusia.
Selain itu, jumlah prajurit goblin ini merangsang keberanian mereka. Untuk pertama kalinya, mereka mengangkat senjata dan jelas-jelas menghalangi jalan Xia Ya dan si Menderita.
Goblin-goblin itu menjerit-jerit dengan penuh semangat, teriakan "Ook! Ook!" bergantian. Xia Ya meletakkan si Menderita, lalu menendang tawanan itu sekali. Melihat begitu banyak prajurit goblin berkumpul, tawanan itu langsung gemetaran ketakutan, menjatuhkan diri ke tanah sambil memeluk kepalanya dengan kedua tangan, pantatnya terangkat tinggi menggigil tak karuan.
Goblin-goblin terus maju mendesak. Saat jarak antara kedua pihak hanya tinggal belasan langkah, mereka berhenti. Seorang goblin didorong keluar, berdiri di jarak aman sambil berteriak ke arah Xia Ya.
"Ook! Manusia, goblin, wilayah, mati dasar!"
Goblin ini berteriak dua kali, melirik takut ke arah kapak perang di depan Xia Ya, lalu buru-buru mundur kembali ke dalam barisan teman-temannya. Baru setelah itu keberaniannya muncul kembali.
"Dia bilang apa?" si Menderita bertanya.
"Dia bilang, manusia masuk ke wilayah goblin itu sangat buruk," Xia Ya menyeringai. "'Mati dasar' artinya tidak baik. Bahasa goblin sangat sederhana, satu kata sering mencakup banyak makna."
“Benar,” Si Malang tersadar. Saat tawanan itu kakinya diputus oleh Xia Ya, dia berteriak "Ook" dan "Siji" bersamaan.
Bagi makhluk itu, kaki yang "terputus" bisa diganti dengan "tidak baik", yang berarti "Siji".
Setelah Xia Ya selesai menjelaskan, dia mengangkat kapak dan berjalan maju sendirian. Para goblin seketika mengangkat senjata dengan ketakutan, meneriakkan ancaman ke arah Xia Ya.
Pemandangan yang membuat Si Malang terkejut terjadi...
Xia Ya berhenti di hadapan gerombolan goblin, menancapkan kapaknya ke tanah, batuk dua kali lalu berseru:
“Ook! Aku, yang terkuat di benua, pembantai naga! Goblin, tidak kubunuh!” Usai bicara, dia malah membalikkan badan sambil menepuk pantat ke arah gerombolan goblin, menunjukkan ekspresi merendahkan.
Bahkan Si Malang paham kalimat ini... Si kampungan ini berani mengumbar omong kosong?
Kira-kira artinya: Sialan! Aku adalah pembantai naga terkuat di benua ini, terlalu hina untuk membunuh goblin sepertimu... Di sini "Ook" berarti "sialan".
Saat mengucapkan kalimat kedua, Xia Ya menunjuk ke belakang. Pertama ke arah goblin tawanan: “Suo Suo!”
Lalu ke tumpukan bungkusan setinggi gunung: “Suo Suo!!”
Terakhir ke Si Malang: “Suo Suo!!!”
Xia Ya menatap gerombolan goblin: “Aku, Suo Suo! Chaji! Work! Goblin, tidak kubunuh! Ook!!”
Kalimat ini sama sekali tidak dimengerti oleh si menyedihkan, tapi dalam hatinya ia terpana: Si kampungan ini, masa bisa bicara bahasa Jin?!
Para Jin itu langsung diam, beberapa yang paling tinggi besar seperti pemimpin, menyipitkan mata mengawasi si menyedihkan dan tawanan di belakang sebentar, lalu melihat bungkusan itu. Akhirnya mereka berdiskusi dengan suara berisik.
Xiaya mulai tidak sabar, menghadapkan kapak ke tawanan Jin sambil berteriak: "Trofi! Silang!"
Para Jin menggelengkan kepala.
Xiaya kembali menunjuk tumpukan bungkusan: "Trofi! Silang!"
Para Jin tetap menggeleng.
Terakhir menunjuk si menyedihkan: "Trofi! Silang!"
Para Jin ragu-ragu, membaca dengan teliti si menyedihkan, tapi setelah beberapa saat, kembali menggeleng.
Xiaya tampak kecewa, mengangkat kapak lalu berbalik kembali.
Kembali ke sisi si menyedihkan yang langsung bertanya: "Apa yang kau bicarakan dengan mereka? Kau bisa bahasa Jin?"
Xiaya melirik si menyedihkan dengan ekspresi tak puas: "Bisa sedikit, Hmph..."
"Apa arti Trofi?" tanya si menyedihkan: "Tadi kau menuding kami sambil berteriak Trofi..."
"Trofi artinya barang rampasan perang, tawanan, koin emas, ternak sapi-kuda-babi-kambing, persenjataan, barang dagangan... semua hasil jarahan bisa disebut Trofi," jawab Xiaya.
Wajah si menyedihkan berubah pucat: "Lalu Silang?"
“Menukar!” Xiaia menghela napas: "Walker artinya berjalan, maksudku tadi, menukar trofi dengan mereka agar aku bisa melewati wilayah mereka. Aduh... Sayangnya, mereka justru meremehkan kualitas trofi dan menolak... Lihatlah, bahkan goblin pun tidak mau menerima monster jelek sepertimu."
Setelah berkata demikian, dia malah menghela napas penuh penyesalan.
Si Malang terdiam sejenak, kemudian dia mulai mengamuk tak terkendali!
“Apa?! Kau berani-bilang ingin menukarku dengan goblin?!!!!!!!”
Dia melompat bangkit, mengabaikan luka di kakinya, mengayunkan Pukulan Kura-kura ke arah Xiaia. Dengan tamparan ringan, Xiaia langsung membantingnya ke tanah sambil mencibir: "Berisik kau!"
Si Malang menangis histeris. Dia sadar tak mampu mengalahkan si kampungan ini. Kedua tangannya memukul-mukul tanah sementara air matanya mengalir deras.
Brengsek! Kampungan! Udikan! Buta mata!!
Di rumah dulu, semua orang memperlakukan Si Malang seperti harta di telapak tangan. Disayang seperti mutiara, dikagumi seperti pusaka langka... Tapi si kampungan ini? Memukuli dan menghinaku sudah keterlaluan, sekarang malah mau menjualku ke gerombolan goblin?!
Dan... yang paling menyebalkan, dia malah mengeluh tidak mendapat harga bagus!!
“Si kampungan! Lebih baik kau bunuh aku!” Si Malang menutup mata sambil menegakkan kepala dengan tulang punggung: “Aku lebih baik mati daripada dijual ke para goblin itu olehmu!”
“Tolol.” Xia Ya justru tertawa ketimbang marah: “Apa kau benar-benar idiot? Tentu saja aku tidak benar-benar akan menjualmu, ini hanya Pengujian untuk mereka.”
Dia berjongkok, menekan suaranya: “Aku sengaja bicara untuk mengorek latar belakang mereka! Lihat seberapa besar kekuatan suku goblin ini! Jika itu suku kecil biasa, tawaranku sudah cukup untuk membuat mereka tertarik menerima, lagipula selain diriku, semua barang bawaanku sudah kuserahkan, dan perlengkapanku juga sangat banyak. Meski kau dan goblin itu tak bernilai banyak, tapi kulit serigala di bungkusan ini, serta logam, adalah barang bagus yang sangat disukai goblin. Kalau suku kecil, pasti sudah senang menerima. Tapi mereka menolak, artinya sukunya cukup besar, punya kekuatan, dan tidak tertarik dengan harta segini.”
Si Malang akhirnya tersenyum melalui air mata: “Kau, kau benar-benar hanya menguji?”
Xia Ya mengangguk, menatap mata si Malang dengan wajah tulus: “Tentu! Meski semua barang itu tidak kuperdulikan... mana mungkin aku tega menjualmu!”
Kata-kata ini langsung menghibur hati si Malang, tapi ucapan Xia Ya berikutnya kembali membuatnya memutar mata putih.
“Aku masih harus mencari Long itu! Umpan yang bagus tidak mudah ditemukan, meskipun goblin ini juga lumayan, tapi goblin larinya terlalu lambat dan terlalu jelek, mungkin Long tidak suka memakannya. Jadi, secara adil, kamu masih lebih kuat daripada goblin!”
Dewa yang sebenarnya bersaksi! Si menyedihkan ini seumur hidupnya sampai sekarang telah mendengar pujian dan sanjungan manis tak terhitung, ada yang memuji rupanya lebih memikat dari dewi bulan, ada yang memuji kecantikannya membuat mawar pun memudar, bahkan ada yang menyamakan matanya dengan mutiara dan bintang...
Tapi tak pernah ada yang mengucapkan pujian terkutuk seperti ini padanya:
“Kamu lebih baik sedikit daripada goblin...”
