Sebelum pergi, Si Menyedihkan teringat: Jika dia meninggalkan Duoduo Luo bersama si kampungan ini, si penyihir mesum itu mungkin akan membocorkan rahasianya.
Maka, Si Menyedihkan mengusulkan untuk membawa Duoduo Luo pergi——Duoduo Luo terkejut senang! Setidaknya, mengikuti Yang Mulia yang cantik ini, jauh seratus kali lipat lebih baik daripada bersama maling kecil yang suka memukul dan memaki ini!
Hasilnya, si kampungan yang rakus akan harta menjual penyihir pelayan itu ke Si Menyedihkan dengan harga murah sebesar satu koin emas.
Kesampingkan status pelayan... Satu koin emas mungkin menjadi harga pasar terendah penyihir dalam sejarah sepuluh juta tahun Benua.
Char yang tanpa sengaja menciptakan sejarah tidak terlalu paranoid.
Karena beban Char terlalu besar, sebelum pergi, Kip memberikan semua kuda ksatria pengawal malam kepada Char. Setelah berpamitan dengan Si Menyedihkan dan pasukan berkuda Kip, dia membawa trofi-trofinya menapaki jalan kepulangan.
※※※
"Ngomong-ngomong, Paman Kip, bagaimana caramu menemukan kami?"
Edeline yang sedang duduk di atas kuda bertanya penasaran.
Wajah Kip terlihat lucu: "Ceritanya, kemarin dulu kami bertemu seekor goblin. Goblin itu ternyata bisa bicara sedikit bahasa manusia, dan menyebut diri sebagai bangsawan goblin. Saat kujelaskan ciri-ciri wajahmu, dia bilang pernah melihatmu pergi ke pegunungan utara bersama orang lain. Kami menyusuri sungai ke utara dan benar saja bertemu kalian."
"Goblin?" Edeline terkejut, "Lalu goblin itu? Apa yang kalian lakukan padanya?"
“Susah payah menemukan seorang yang, saya memerintahkan untuk mengikatnya dan membawanya. Baru saja menemukanmu, saya menyuruh bawahan membuangnya di alam liar.”
※※※
Char menunggang kuda, bersenandung kecil sesekali menoleh ke belakang. Lebih dari dua puluh ekor kuda perang terlatih berbaris panjang, diikat dengan tali agar tidak lari. Tuan besar Char memandangi koper-koper besar di punggung setiap kuda, hatinya dipenuhi kepuasan.
Masih teringat saat pertama memasuki Padang Api Liar, seluruh tubuh telanjang. Kini di pelukannya dua ratus koin emas, berlapis zirah sisik naga, memegang senjata legendaris (garpu api), plus lebih dari dua puluh binatang beban mengangkut separuh bangkai naga pulang...
Jika setiap petualangan bisa memberi hasil seberlimpah ini, Tuan Char hanya perlu melakukan dua tiga kali 'pekerjaan' lagi sebelum pensiun...
Satu-satunya kekurangan... Saat berangkat dikelilingi pengawal, pernah membawa belasan goblin Suo Suo, Si Menyedihkan, Ah Da, Duoduo Luo, Oakes - teman-teman unik untuk mengobrol dan bercanda.
Tapi kini sendirian berjalan di padang luas, terasa sangat membosankan...
Saat sedang merenung, tiba-tiba terdengar lolongan serigala dari kejauhan, disusul teriakan mengerikan yang samar.
Char merasa familiar, suara jeritan itu sepertinya pernah dikenalnya.
Dia mempercepat kudanya beberapa langkah, dan di depan matanya terlihat sosok kecil berlari di padang rumput—kulit hijau, wajah buruk rupa, jelas seekor goblin!
Dan melihat pakaiannya... Sial! Bukankah itu Tuan Permaisuri yang kabur setelah berkhianat!
Tuan Permaisuri berlari terengah-engah, di belakang pantatnya diikuti beberapa serigala kelaparan dengan mata bersinar hijau.
Begitu Char melihat Oakes, giginya langsung gemeretak mengingat pengkhianatan makhluk ini. Tapi kemudian dia tersenyum kecut, menyadari kesetiaan goblin memang tidak bisa diandalkan, sambil memandangi Tuan Permaisuri yang dikejar serigala dengan rasa iba.
Oakes hampir kehabisan napas. Pantatnya terkoyak gigi serigala, berdarah-darah, menjerit kesakitan. Dari kejauhan, dia melihat rombongan berkuda—di depan duduk Tuan Char! Seperti melihat juru selamat, dia segera berlari sambil melambaikan tangan sekuat tenaga.
"Tuan! Ork! Ork! Tuan! Pantat, sakit! Tuan, tolong!"
Char melompat mendekat, menyepak serigala yang menggigit pantat Oakes hingga terlempar. Di bawah kekuatan anehnya, kepala serigala itu langsung hancur. Dua serigala tersisa, melihat keganasan Char, langsung lari sambil menjerit dengan ekor terjepit.
Char berdiri di depan Oakes, mencubit dagunya dengan senyuman sinis "Hehe". Oakes menarik napas lega, namun saat melihat sorot mata Char, teringat peristiwa pelariannya sebelumnya, wajahnya langsung pucat seperti tanah.
"Sudahlah, Sobatku, ini pertemuan kedua kalinya kau jatuh ke tanganku." Char dengan ringan menendang Oakes hingga terjengkang, menunjuk ke arah serigala mati di kejauhan: "Masih diam saja? Cepat bawa makan malam kita kembali!"
Goblin licik itu seperti mendapat pengampunan besar, menarik napas lega. Ia tahu tuannya manusia ini telah memaafkannya melalui tindakan tersebut. Dengan tetap berpura-pura ketakutan, sambil pincang dan berperilaku aneh menggotong serigala mati itu, ia bergabung dengan rombongan kuda Char.
※※※
"Rumah" Char sebenarnya terletak di sebuah gunung sekitar 7-8 li dari Wildfire Town. Karena terlalu dekat dengan kota tersebut, gunung ini nyaris tidak memiliki binatang iblis lagi. Jika pun ada dulu, sudah lama diburu habis oleh para Pemburu Iblis sekitar. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, serigala pun jarang terlihat di pegunungan ini.
Saat Char pulang, dua rumah reyot itu masih kokoh berdiri. Pintu yang ditutup sembarangan saat kepergiannya pun masih tertutup rapat - tempat terkutuk ini, bahkan jika pintunya dibuka lebar-lebar, takkan ada pencuri yang berminat mengunjungi.
Ketika Char pulang ke rumah dengan membawa kuda-kuda perang hasil rampasan yang begitu banyak, ia merasakan kesepian yang mendalam. Ia turun dari kuda dengan gesit, langsung berlari ke gunung belakang. Di sana ia menemukan makam tua yang terpencil. Makam itu masih utuh, namun tulisan di papan kayu yang dulu ia pasang sudah memudar. Memang bahan kayu takkan bertahan lama setelah terpapar angin dan hujan selama ini.
Char menghela napas, mengusap-usap nisan itu: "Dalam dua hari, aku akan cari bahan batu berkualitas untuk membuatkanmu nisan baru."
Matanya menatap tulisan "Makam Orang Tua" yang dulu ia ukir sendiri di nisan itu. Setelah lama terdiam, ia bergumam pelan: "Hei, orang tua... sebenarnya siapa dirimu..."
※※※
Setelah mengatur rumah, prioritas pertama Char adalah mencari lembah kecil di gunung belakang. Ia menebang beberapa pohon besar untuk memblokir kedua ujung lembah, menciptakan padang rumput alami. Dua puluh lebih kuda perang itu ia masukkan ke sana. Lembah itu memiliki rumput dan pepohonan. Ia memanggil Oakes: "Tugas merawat kuda kuserahkan padamu! Jika hilang satu ekor, kuputus tanganmu! Jika empat ekor, tangan dan kakimu kuhabis! Kalau sampai lima..."
Di sini Char melirik tajam ke selangkangan goblin itu. Oakes langsung merasakan hawa dingin di area sensitifnya. Dengan cepat ia membusungkan dada dan berteriak: "Dijamin! Tidak akan ada yang kurang!"
Goblin telah memutuskan untuk tidak melarikan diri lagi. Jika kembali ke Padang Merah, dia hanya akan menjadi pengembara goblin yang selalu menghadapi risiko dibunuh atau mati kelaparan. Tinggal di sini bersama tuan yang kuat ini memberi perlindungan, bahkan perut pun kenyang... Asal patuh dan tidak dipukuli saja.
Char melemparkan goblin ke gunung belakang untuk merawat kuda, sementara dirinya kembali ke rumah tua. Setengah hari dihabiskannya untuk mengobrak-abrik semua barang peninggalan orang tua itu, berharap menemukan jejak samar.
Pencariannya sangat menyeluruh, tapi rumah reyek ini nyaris tidak memiliki harta berharga. Setelah sehari mencari, tidak ada satu petunjuk pun yang ditemukan.
Buku-buku kuning milik si tua itu sudah lama dihafalnya luar dalam. Jika ada petunjuk berharga, pasti sudah ditemukan bertahun-tahun lalu, tidak perlu menunggu sampai sekarang.
Adapun barang peninggalan si tua... lebih tidak ada lagi. Saat meninggal, yang melekat di tubuhnya hanya selimut tipis, sedangkan baju yang dikenakan adalah jahitan kain kasar dari dua tahun lalu.
Dulu mengira si tua hanya menggombal, tapi pengalaman kali ini membuat Char semakin yakin: Pasti dia adalah pertapa sakti yang menyembunyikan diri!
Kalau tidak, bagaimana menjelaskan liontin di lehernya, garpu api, dan jurus Penghancur Ribuan Pasukan itu?
Jika si tua benar-benar jagoan teknik bela diri, kenapa tidak mengajariku dengan benar? Aku satu-satunya anak angkatnya. Membiarkan semua ilmunya terkubur bersama jasadnya, bukankah itu pemborosan?
Mengenai perkataan dia yang pernah menjadi seorang jenderal... Char juga tidak berani meragukannya.
Isi buku-buku itu sudah lama membuatnya curiga.
Tumpukan barang di depannya sudah diobrak-abrik habis, Char tidak menemukan apa-apa. Tanpa sadar ia memeluk kepala sambil menghela napas.
Keesokan harinya, Char mulai sibuk. Dia menguliti semua sisik naga dari hasil rampasan perang, menggali ruang bawah tanah di bawah rumah, dan melemparkan semua sisik naga ke dalamnya.
Kulit naga yang sudah dikuliti sebelumnya dipotongnya menjadi beberapa bagian besar. Setelah diolesi batu sendawa, dia menggantungnya di luar rumah untuk dijemur. Tulang-tulang Long yang keras, konon merupakan bahan sihir berkualitas tinggi, juga dilemparkannya ke ruang bawah tanah. Hanya satu taring naga yang tajam masih dia pegang dan mainkan lama-lama.
Taring naga ini sangat besar dan keras. Pangkalnya sebesar pinggang Char, dengan gerigi seperti gergaji di permukaannya. Char mencoba mengujinya dengan pedang ksatria Pengawal Malam yang dia temukan. Ternyata taring ini lebih keras dari pedang. Tampaknya bisa ditempa menjadi senjata, tapi menurut Da, hanya kurcaci yang punya keahlian seperti itu.
Char menghela napas, lalu melemparkan taring itu juga ke ruang bawah tanah.
Butuh beberapa hari bagi Char untuk akhirnya menyelesaikan klasifikasi semua barang rampasan. Pada akhirnya dia sadar hanya beberapa lembar kulit naga yang bisa dimanfaatkan. Setelah berpikir panjang, dia harus pergi ke Wildfire Town untuk mencari tukang jahit.
Tapi orang-orang seperti apa yang ada di Wildfire Town, Char tahu betul. Bisa jadi pelayan di kedai minum pun adalah buronan kelas satu Kekaisaran! Bahkan penjahit biasa mungkin adalah pencuri terkenal yang telah mengasingkan diri selama bertahun-tahun.
Dia tidak tega mempercayakan kulit naga kepada orang lain untuk dibuat jubah.
Setelah berpikir-pikir, Char hampir tak tahan menghela napas: "Rumah tetap membutuhkan seorang perempuan."
Tiba-tiba merenung begitu, Char langsung teringat sesuatu.
Bicara tentang perempuan... Char teringat, kini dirinya juga termasuk orang kaya. Dengan nilai pasar ratusan koin emas, pantas disebut orang berada.
Tak ada orang baik di Wildfire Town! Di sini ada Black Street yang menjual segalanya di pasar gelap!
Selain itu... sepertinya ada juga Jalan Rias di Wildfire Town! Konon sana adalah surga para pria. Dulu dia miskin melarat, tapi sekarang...
Pinggang yang menggembung memberi pria itu modal kepercayaan diri.
Oh iya... keponakan Bibi Sofia...
"Pria jadi jahat saat punya uang", kalimat sialan ini benar-benar kata-kata mutiara!
Char tertarik! Seketika, urusan jubah kulit naga terlupakan... Ditepuknya kepala, kembali ke kamar mengambil segenggam koin emas diselipkan di pelukan, garpu api ditancapkan di pinggang, pintu kamar dikunci, lalu turun gunung menuju arah Wildfire Town.
Dengan uang di pelukan, si kampungan merasa sangat percaya diri, langkah kakinya gesit bagai terbang, pikiran terasa jernih.
※※※
"Char sebenarnya tidak benar-benar menjadi jahat. Hanya saja, setiap pria yang tiba-tiba bangkit dari kemiskinan ke kemakmuran, apalagi jika kebetulan masih perjaka, dalam situasi seperti ini pasti akan memiliki pikiran yang sama dengannya."
Dengan penuh semangat, Char berlari menuju Wildfire Town. Dari kejauhan, dia melihat gerbang kota yang biasanya terbuka lebar kini setengah tertutup. Beberapa prajurit pasukan bayaran yang biasa berjaga sudah hilang, digantikan oleh tim infanteri yang membawa pedang dan perisai. Dari desain baju zirah kulit mereka, jelas ini bukan kelompok bayaran sembarangan.
Namun tak lama kemudian, matanya menangkap bendera yang berkibar di tembok kota.
Bendera itu menampilkan lencana: dua pedang panjang bersilangan dikelilingi bunga iris, membentuk salib miring. Di puncak salib, seekor elang gagah perkasa berdiri tegak.
Meski pengalamannya terbatas, Char langsung mengenali ini sebagai bendera elang militer resmi Kekaisaran Bizantium!
"Apa selama aku pergi, Wildfire Town sudah berganti penguasa lagi?" gumam Char kebingungan.
