Pasukan berkuda berat yang dipimpin Soxia di sayap kanan menerjang histeris dari sebelah kanan! Formasi charge berbentuk baji menghantam keras kerumunan orang Odin dari rusuk! Kuda perang berzirah tebal, zirah berat prajurit, dan tendangan kuda yang garang membuat arus baja ini langsung membelah celah di kerumunan padat orang Odin saat bertabrakan!
Momentum pasukan berkuda berat bagai halilintar! Prajurit terdepan dengan mudah melabrak orang Odin di depan. Mereka mencengkeram tombak erat, membungkukkan badan serendah mungkin. Tanpa perlu mengayun senjata, hanya mengandalkan daya benturan kuda yang perkasa, mereka langsung merobek-robek musuh di depan!
Hanya dalam satu kedipan, prajurit Odin tertembus pasukan berkuda! Persis seperti pisau panas yang menusuk mentega!
Di sayap kiri, Adrik sendiri memimpin pasukan, membawa satu tim kavaleri baju zirah ringan yang membawa palu runcing berlari keluar. Mereka bergerak maju dengan manuver di sisi kiri medan perang, membuat lingkaran besar dan menerobos ke tengah pertempuran, menabrak kerumunan orang Odin di pinggiran!
Meskipun pasukan kavaleri ini bukan pasukan berat, formasi orang Odin di pinggiran relatif lebih longgar. Kuda perang tetap menggunakan daya benturan untuk dengan mudah menembus formasi orang Odin. Para prajurit mengayunkan palu runcing, menggunakan tenaga kuda untuk menerbangkan musuh di depan, dan menghantam kepala orang Odin dari posisi superior. Segera, medan perang dipenuhi kilauan darah!
Dua kelompok kavaleri yang bermanuver bagai capit menjepit medan perang, dari kedua sisi menghancurkan kerumunan orang Odin dengan kejam!
Ternyata orang-orang Odin ini bukan pasukan elit Kekaisaran Odin. Meski memiliki sifat liar khas orang Odin, mereka kekurangan keberanian untuk bertahan dalam kondisi inferior. Ketika kedua sayap ditembus, formasi orang Odin langsung jatuh dalam kekacauan.
Pasukan berat di lapisan dalam dengan ganas menusuk dan menghancurkan formasi mereka, sementara Adrik di pinggiran memimpin kavaleri ringan yang membantai histeris para prajurit yang sudah tercerai-berai!
Hanya dalam waktu satu jam, orang-orang Odin akhirnya benar-benar hancur. Mereka dihancurkan sepenuhnya oleh pasukan kavaleri yang melakukan manuver dari kedua sisi. Ketika prajurit Odin pertama mulai mundur, segera muncul yang kedua, ketiga... kesepuluh, keseratus...
Kuku kuda menginjak-injak tubuh orang Odin menjadi bubur daging. Daging dan darah beterbangan, di medan perhatian terlihat mayat-mayat orang Odin yang mati mengenaskan di mana-mana.
Dibandingkan penetrasi pasukan kavaleri berat, pasukan kavaleri ringan yang dipimpin langsung oleh Adrik di pinggiran lebih lincah. Mereka lebih gesit, dengan cepat mengubah formasi tim, berulang kali "menghabisi" formasi orang Odin yang sudah kacau lapis demi lapis. Di tempat yang dilalui pasukan kavaleri, selalu tersisa rintihan kesakitan.
Begitu kekalahan dimulai, tak mungkin dihentikan. Orang-orang Odin yang semula garang saat menyerang, kini mundur dalam kekacauan seperti air bah. Jenderal Adrik membawa pasukan kavalerinya bolak-balik dua putaran di medan perang, memanen cukup banyak nyawa orang Odin. Bahkan pada serangan terakhir hampir mencapai mulut lembah, sebelum akhirnya dipukul mundur oleh hujan panah dari kedua sisi gunung.
Menyaksikan sisa pasukan Odin yang kalah mundur ke lembah, Adrik tidak rakus mencoba mengejar. Dengan arogan, dia mengarahkan pasukan kavalerinya berlari horizontal mengitari lembah, lalu berbalik arah di bawah hujan panah yang jarang-jarang dari musuh.
Di medan perang, orang Odin meninggalkan setidaknya lebih dari dua ribu mayat, sementara yang terluka tapi belum mati berjumlah minimal tiga hingga lima ratus orang.
Di bukit kecil yang jauh, Kekelan berdiri di bawah jumbai besar, memandang dingin ke arah teriakan ketakutan dan rintihan kesakitan di medan perang. Wajahnya tak berubah, seolah kekalahan telak itu tak menyentuhnya sama sekali, bahkan sorot matanya tetap dingin.
Yang Mulia dari Odin ini, menyaksikan pasukan berkuda Adrik mundur perlahan, akhirnya menghela napas seolah tak terjadi apa-apa.
"Ah... Tampaknya hanya kavaleri yang bisa menangani kavaleri. Hmm, mungkin jika Yang Agung Kaisar Ayahanda mengizinkanku memimpin pasukan elit seperti siluman Hesiting itu, aku punya persen peluang untuk mengalahkan Tentara Besi Bizantium ini. Tapi sekarang..."
Ia berpaling membelakangi kekacauan di medan perang, justru menyunggingkan senyum feminin dengan aura yin: "Saat ini... Syukurlah aku tak perlu mengerahkan pasukan kacangan ini untuk bertarung habis-habisan melawan Adrik. Hmph... Singa Bizantium? Biarlah jadi urusan Hesiting."
※※※
Di medan perang, prajurit Bizantium membunuh orang Odin terakhir. Dengan bersemangat mereka mengangkat senjata, meninju-ninju perisai, lalu bersorak dan mengaum penuh kemenangan.
Adrik membawa pasukan berlari kembali, tidak turun dari kuda, malah berbalik menatap lembah di kejauhan beberapa saat.
"Jenderal, orang-orang Odin ini benar-benar tak berdaya, jauh berbeda dengan pasukan siluman Hestings itu." Soxia mendekati Adrik. Tubuhnya penuh darah, di bahu masih menempel serpihan daging, kumis tebalnya telah memerah. Asap panas keluar dari mulutnya, sorot mata dipenuhi kegembiraan.
Melihat Adrik diam seribu bahasa terus menatap lembah itu, Soxia hampir tak tahan berteriak: "Ayo kita serbu langsung! Kekuatan tempur orang Odin ini dibanding kita sama sekali..."
Adrik akhirnya menarik kembali pandangannya, melototi Soxia dengan tatapan penuh wibawa yang membuatnya segera menutup mulut.
"Berbaris rapi... Kita... mundur sepuluh li!!"
"Apa?!" Soxia terdiam! Ia langsung meneriakkan ketidakpuasan: "Kenapa? Kita sudah mengusir bajingan Odin itu kembali ke lembah, malah harus..."
Adrik tersenyum sinis, menunjuk ke mulut lembah di belakang: "Kau lihat? Tidakkah kau merasa mulut lembah ini seperti raksasa yang menunggu kita masuk ke perutnya?"
Ia menggelengkan kepala dengan tegas: "Kami mundur! Topografi lembah terlalu sempit, tidak menguntungkan bagi kavaleri kita! Jangan lupa bagaimana Butler tertipu! Hari ini orang-orang Odin jelas datang untuk menguji dan mencari kematian, prajurit roh binatang terkuat mereka tidak muncul, kalau tidak, kau pikir kami bisa menang dengan mudah begini?!"
"……" Sofia mengatupkan giginya.
"Mundur sepuluh li! Lihat apakah mereka berani keluar! Selama di luar lembah, dengan topografi datar dan terbuka, Kavaleri Rodrian tidak takut lawan apapun!" Pandangannya yang penuh wibawa menyapu Sofia, Adrik berkata dingin: "Jalankan perintah!"
(Orang Odin di dalam seharusnya tidak akan keluar... Pertempuran tadi hanya untuk meningkatkan moral dengan kemenangan sekaligus menunjukkan kekuatan kita pada orang Odin, bahwa keuntungan dari kami tidak mudah diambil. Ini baru uji coba pertempuran pertama, benturan sesungguhnya akan datang kemudian. Tapi... Jika pasukan Odin ini tidak mengejar keluar... Lalu... Apa tujuan mereka sebenarnya……)
Alis Adrik berkerut keras, tiba-tiba sorot matanya menyala tajam.
"Pengawal! Panggil kurir perintah!"
※※※
Ratusan li dari medan perang, di dalam tenda, Char memegang garpu api sambil menatap tajam kristal merah darah itu.
Sejujurnya, si kampungan ini merasa gelisah – Naga! Ini naga sungguhan!
Jika naga ini benar-benar tidak mati... Maka... Dendam antara dia dan naga ini akan sangat besar!!
“Menguliti, mengambil urat... lalu mengorbankan darah untuk mandi...”
Yang terpenting, kekuatan yang ditunjukkan Long ini sebelumnya sangat membekas di ingatan Char! Jika naga ini belum mati dan sekarang membalas dendam, meski Char selalu percaya diri, dia tidak sombong sampai mengira bisa bertarung satu lawan satu melawan seekor naga sendirian.
Dia mencengkeram garpu api, matanya menatap tajam ke arah batu itu, dalam hati bertekad: Bagaimanapun cara Long bersembunyi di sini—jika berani... Laozi akan segera memenggal batu ini menjadi pecahan!
Akhirnya, suara dingin di otaknya kembali terdengar, dengan sedikit penghinaan tersembunyi.
“Hmph, makhluk rendah yang hina, mana mungkin kalian memahami Ougi kehidupan makhluk superior!”
Pikiran Char berputar cepat. Matanya berkedip, dengan nyali baja dia tertawa terbahak: “Ha ha ha! Meski kau adalah Long itu sendiri, lalu apa? Kau sudah terbunuh! Yang berbicara denganku sekarang hanyalah arwah! Saat masih hidup saja Laozi tidak takut, apalagi setelah mati—apakah aku akan takut pada hantu!?”
Dia menggenggam kristal itu, menyandarkan garpu api di atasnya sambil mengatupkan gigi: “Bicara! Apa niat jahatmu mengganggu Tuan Besar? Ah, iya! Dulu kau menyelinap ke dalam batu ini untuk bersembunyi, bukan? Hmph!! Jangan kira aku takut! Katanya, meski permata sihir bisa menampung jiwa sementara, tapi begitu permata ini dihancurkan—jiwa tanpa tempat berlindung akan segera hancur lebur!!”
Diam sejenak, suara di dalam otak perlahan muncul.
“Kau bisa membunuhku…… Tapi, bukankah kau ingin mempelajari ‘aura mengerikan merah’?”
Kalimat ini membuat Char terbelalak, tangannya yang memegang garpu api tak terkendali sedikit longgar: “Kau, kau bisa menggunakan aura mengerikan merah?”
“……Aku tidak bisa.” Suara itu menjawab.
Si kampungan murka, matanya melotot, meludah keras: “Sial! Berani-beraninya mempermainkanku! Sang Master paling benci dipermainkan!”
Hatinya mengeras, garpu api di tangannya menyambar turun, hendak menghancurkan batu ini—meski sayang melihat batu ajaib ini hancur, tapi naga di dalamnya jelas punya permusuhan mendalam dengannya! Tian tahu apakah naga ini punya kesaktian untuk memulihkan kekuatan di dalam batu—daripada mengambil risiko, lebih baik habisi sampai tuntas!
Tepat saat garpu api hendak menghantam, suara dingin di otaknya terdengar.
“Meski tidak bisa, tapi aku bisa mengajarkanmu.”
