Angin pagi yang dingin menerpa padang Wildfire. Mentari pagi masih tersembunyi di balik cakrawala, hanya menyisakan semburat putih samar. Sinar pertama belum juga muncul. Bendera elang kekaisaran berkibar-kibar ditiup angin di tiangnya.
Ini adalah pos terdepan di utara Wildfire Town, ditempati oleh Divisi Kedua Kekaisaran Bizantium.
Sebagai salah satu divisi reguler Kekaisaran Bizantium, Divisi Kedua merupakan pasukan infanteri murni sekaligus bagian tengah dari tiga jalur pasukan dalam rencana operasi militer Kekaisaran Bizantium untuk menghadapi invasi orang Odin di Padang Api Liar.
Pagi itu, markas besar yang luas masih sunyi. Hanya tim patroli penjaga malam yang masih berkeliling. Prajurit di menara pengawas pos pemeriksaan membungkus diri rapat-rapat dengan jubah kulit, menundukkan kepala dalam hembusan angin dingin, terlihat lesu dengan mata penuh garis-garis darah setelah berjaga semalaman. Satu-satunya pikiran mereka saat ini adalah bertahan sampai waktu pergantian penjagaan agar bisa pulang dan tidur nyenyak.
Terkutuklah Padang Api Liar ini, pagi hari benar-benar terlalu dingin...
Jenderal Perizoli, komandan Divisi Kedua, telah bangun dan berpakaian rapi. Baru saja keluar dari tenda besar, ia melihat pengawal penjaga di ambang pintu yang tertidur sambil memeluk tombak dengan kepala miring. Jenderal berusia empat puluh tahun ini hanya tersenyum ringan, mendekati dan menendang pengawal tersebut sekali. Di bawah tatapan tegang pengawal yang tersentak bangun, ia hanya membalas dengan senyum lebar sebelum bergegas pergi.
Jenderal Perizzoli yang kini berusia empat puluh tahun, meskipun berasal dari keluarga besar dengan status bangsawan terkemuka, tetap dapat dianggap sebagai tentara Kekaisaran yang kompeten. Gaya kepemimpinannya di pasukan sederhana dan mantap, tidak pernah kekurangan keberanian dalam pertempuran. Selama dua puluh tahun mengabdi, meskipun tidak pernah mencatatkan jasa besar, juga tidak pernah melakukan kesalahan fatal. Ulasan paling objektif untuk orang seperti dia mungkin adalah "tidak punya jasa tapi ada jerih payah".
Perizzoli tidak menuntut kelalaian tugas pengawalnya yang tertidur di pos jaga. Setelah menarik beberapa napas dalam-dalam, udara pagi yang dingin menusuk paru-parunya dengan rasa nyeri samar. Dia hanya mengumpat pelan, lalu mengajak beberapa perwira dan dengan wajah santai memulai inspeksi perkemahan.
Faktanya, pada saat ini semua anggota Divisi Kedua memiliki mental yang sama ringannya dengan jenderal mereka.
Menurut rencana militer kali ini, tiga koridor dibentuk untuk menghalangi invasi orang Odin. Divisi Kedua ditempatkan di lokasi paling strategis: posisi berkemah mereka tepat di tengah Padang Api Liar. Di utara lokasi, melewati dua hutan dengan jarak tempuh sekitar dua hari, berhadapan langsung dengan wilayah kekuasaan ras kurcaci. Sedangkan di sayap kanan timur laut, terdapat Padang Merah yang diduduki goblin.
Letak geografis seperti ini memberikan perasaan aman: Bahkan jika orang Odin benar-benar ingin menyerang, kecil kemungkinan mereka memilih arah ini - dengan wilayah ras kurcaci dan goblin menghalang di depan, pasukan Odin harus melewati wilayah kurcaci terlebih dahulu yang berisiko memicu konflik dengan ras tersebut. Seorang komandan yang waras pasti tidak akan melakukan hal bodoh seperti ini. Semua tahu kemampuan tempur kurcaci tidak main-main, tak ada jenderal yang akan mengorbankan pasukan di tempat seperti ini. Keberadaan kurcaci dan goblin di garis depan menjadi penghalang alami bagi Divisi Kedua.
Faktanya, Divisi Kedua di Kekaisaran Bizantium juga bukan pasukan elite andalan yang terkenal akan kekuatan tempur. Kemampuan mereka mungkin berada di tingkat menengah garis dua, sehingga ditempatkan di posisi yang relatif aman ini.
Menurut dugaan Jenderal Perizzoli, markas besar menempatkan pasukan kami di sini hanya untuk mencegah pasukan kecil Odin menyusup melalui celah wilayah kurcaci lewat jalur sempit dan melakukan serangan mendadak - meskipun kemungkinan serangan kecil seperti itu pun sangat minim.
Meskipun demikian, Perizzoli tetap melakukan beberapa pengaturan yang menurutnya sudah sangat aman: Di sebelah utara markas, dia mendirikan empat pos pemeriksaan dengan jarak beberapa li antara satu sama lain, dimana pasukan penjaga akan dirotasi setiap dua hari - Jika pasukan Odin benar-benar mencoba menyusup melalui jalur sempit dengan pasukan kejutan kecil untuk menyergap, pasti tidak akan luput dari penglihatannya. Namun dalam hati Perizzoli menganggap kemungkinan ini kecil, pendirian empat pos pemeriksaan juga memiliki pertimbangan lain, yaitu untuk mencegah apakah ras kurcaci dari utara itu tiba-tiba gila dan datang untuk memprovokasinya.
Mengenai orang Odin... Menurut kebiasaan sebelumnya, mereka mungkin akan bergerak ke selatan dari Dataran Alba. Di sana ada Pasukan ke-13 yang berjaga, sesuai tradisi Kekaisaran, pertarungan paling sulit selalu diserahkan pada tentara besi itu.
Pagi yang sunyi, Jenderal Perizzoli berpatroli di sekitar markas bersama anak buahnya. Ini bukan kebiasaannya, tapi dia tahu setelah pertempuran ini, dia akan dipindahkan dari pasukan ini. Setelah bekerja di sini selama empat tahun, Perizzoli masih memiliki perasaan yang dalam terhadap pasukan ini. Sebelum pergi... memandangnya beberapa kali lagi.
Saat dia selesai berputar dan tubuhnya mulai berkeringat ringan, melihat barisan prajurit yang sudah keluar dari tenda dan bersiap untuk latihan pagi, senyuman longgar menghiasi wajah Perizzoli.
Namun, senyumannya hanya mekar sekejap sebelum mengeras!!
Karena, dia melihat sesuatu...
Api Sinyal！！！
Di pos pemeriksaan sebelah utara, menara pengawas terbakar mengeluarkan api yang menyala-nyala! Pilar asap hitam menyembur ke langit, diterpa angin dingin hingga mencapai ketinggian puluhan meter sebelum akhirnya dihembuskan hingga menghilang!
Dan pos pemeriksaan ini, ternyata adalah yang paling dekat dengan markas militernya sendiri!!
Perizoli baru saja melihat sinyal api itu, wajahnya kaku. Keterkejutan dalam hatinya belum reda, telinganya sudah mendengar suara mengerikan...
※※※
Auman! Ini adalah auman binatang buas yang bersahut-sahutan, entah berapa jumlahnya—mungkin puluhan, atau bahkan ratusan? Raungan berat penuh keganasan itu berpadu, terbawa angin dingin hingga membuat bulu kuduk merinding!
Dentuman auman ini seketika merusak kesunyian pagi yang tenang.
Perizoli terdiam sejenak, lalu wajahnya berubah liar. Dengan panik ia berlari gila-gilaan ke pintu masuk markas, menendang prajurit yang masih terpaku mendengar auman itu, lalu memanjat menara pengawas untuk melihat ke utara.
Tiba-tiba, otot wajah jenderal Kekaisaran ini terdistorsi. Butiran keringat sebesar kacang mengalir deras dari dahinya...
Di utara, menara pengawas terdekat sudah dilalap api berkobar, di sebelah kiri menara tersebut di dataran tinggi, muncul deretan bayangan gelap berkerumun dengan cepat. Dalam cahaya fajar yang remang-remang, kumpulan bayangan hitam itu semakin banyak, bagaikan awan hitam yang menutupi lereng bukit...
Suara mengaum yang membuat hati bergidik berasal dari sana. Jenderal Perizzoli yang berdiri di menara pengawas segera menyadari wujud "awan hitam" itu...
Beruang-beruang hitam ganas berjejalan di lereng bukit, berbaris rapi dalam formasi padat. Setiap individu beruang hitam ini jauh lebih besar dan kekar dari beruang biasa. Bulu hitam mereka dilapisi zirah hitam kasar dan berat, dengan bilah tajam di pelindung bahu dan lengan! Makhluk-makhluk ini berdiri tegak seperti manusia, berbaris dalam beberapa barisan, jumlah di belakang mereka tak terhitung, semakin banyak berkumpul...
Yang lebih menakutkan, di punggung beruang-beruang yang mengenakan zirah tebal dan kasar ini, dekat leher setiap beruang terdapat semacam pelana yang menggantung. Di atas punggung beruang itu duduk manusia! Orang Odin! Para penunggang beruang itu mengenakan zirah logam yang sangat langka di kalangan Odin, terbuat dengan kasar namun tampak sangat berat. Setiap orang terlihat perkasa namun disiplin, satu tangan mencengkeram kapak perang besar, tangan lain memukul-mukul dada mereka dengan garang. Lengan mereka yang botak dipenuhi bulu tubuh hitam, dan raungan mereka hampir menyamai deru beruang hitam yang mereka tunggangi.
Perizoli menyadari semua ini, jantungnya langsung jatuh ke dasar perut. Matanya berkunang-kunang, detak jantungnya mendadak menjadi liar. Napasnya tersengal, dia membuka mulutnya lebar-lebar dan menggigit lidahnya sendiri. Rasa sakit yang tajam akhirnya membebaskannya dari keterpanaannya yang luar biasa untuk sementara waktu.
Di menara pengawas, sang Jenderal tiba-tiba memutar kepala. Ekspresinya terdistorsi sambil berteriak histeris.
"Serangan musuh!!! Mereka adalah 'Berserker' Odin!!!"
Teriakan mengerikan itu seketika menggema di seluruh pos...
※※※
Tanpa terompet perang, tanpa genderang. Kelompok Orang Odin pengendara beruang di bukit itu tiba-tiba menerjang turun di tengah raungan liar!
Xiong Hitam berlari sekuat tenaga, ratusan Xiong berkumpul dan mengalir deras ke bawah seperti awan hitam yang diterbangkan angin, dengan kecepatan gila mereka menerjang markas tentara Bizantium.
Semboyan perang yang terburu-buru baru saja ditiup, suara teriakan panik segera bergema di seluruh perkemahan Bizantium. Perwira dengan pakaian tidak rapi mengusir prajurit yang sama-sama tidak rapi, lebih banyak prajurit yang baru saja merangkak keluar dari tenda dengan panik sudah didesak histeris oleh perwira untuk berbaris. Sebagian besar prajurit hanya memakai jubah, beberapa bahkan tidak membawa senjata di tangan.
Perizoli dengan ekspresi wajah terdistorsi telah memerintahkan penutupan pintu perkemahan. Teriak cemas sang Jenderal terus bergema tanpa henti.
Jarak terlalu dekat! Dengan menguras tenaga, ketika pasukan penjaga pintu baru bisa mengumpulkan seratus lebih pemanah, hanya sempat melakukan satu ronde tembakan serentak, para prajurit Xiong Hitam itu sudah berlari mencapai ambang pintu perkemahan!
Tembok pagar kayu pos yang tingginya hanya setara satu orang, di hadapan Xiong Hitam yang liar, dengan mudah ditabrak hingga hancur. Prajurit Xiong Hitam menerjang masuk ke dalam perkemahan dengan kegilaan. Formasi lingkaran darurat yang disusun pasukan penjaga di pintu gerbang perkemahan, dalam sekejap hancur berkeping-keping di bawah serangan gila selusin lebih Xiong Hitam yang pertama menerobos gerbang. Di bawah telapak tangan raksasa Xiong Hitam, tubuh daging prajurit terlihat sangat rapuh. Beberapa prajurit bahkan tak sempat berteriak sebelum kepalanya langsung dihancurkan oleh tepukan. Barisan kedua prajurit segera tercabik-cabik! Beberapa perwira masih berusaha mengorganisir pasukan untuk membalas, tapi prajurit Xiong Hitam yang kemudian masuk sudah menerjang ke kerumunan. Pedang seorang perwira baru terayun, langsung ditabrak hingga terlempar oleh Xiong Hitam. Di udara, tulang dadanya remuk redam. Seorang perwira lain meski berhasil menebas Xiong Hitam, pedang panjangnya patah dengan mudah di ayunan telapak raksasa itu. Prajurit Odin yang duduk di punggung beruang langsung mengayunkan kapaknya, kepala manusia melesat ke langit...
Formasi ratusan pasukan penjaga di pintu gerbang perkemahan, hanya dalam beberapa tarikan napas sudah hancur. Ratusan prajurit Bizantium tewas di pertarungan pertama! Pintu kayu tebal gerbang perkemahan sudah rubuh dengan suara boom. Setelah puluhan prajurit Xiong Hitam menerobos paksa, pagar sepanjang lima puluh meter itu bergemuruh runtuh dengan suara ledakan dahsyat.
Semakin banyak prajurit Xiong Hitam yang membanjiri masuk melalui celah, menerjang tentara Bizantium yang sedang kacau...
Bisa dibayangkan, sebagian besar prajurit Bizantium bahkan baru saja terbangun dari mimpi. Kebanyakan tidak sempat mengenakan zirah, bahkan tanpa senjata dan perisai. Tubuh daging mereka tercabik-cabik tanpa perlawanan di bawah hantaman prajurit Xiong Hitam.
Pembawa bendera Resimen Bendera Pertama Divisi Kedua yang membawa tim patroli yang kebetulan sedang bertugas mencoba membalas serangan, hanya bisa bertahan sebentar. Pembawa bendera itu mahir dalam teknik bela diri, pedang panjangnya bercahaya aura tempur berhasil menebas seekor Xiong Hitam. Tapi kemudian dia diterjang empat Xiong Hitam yang menyerbu secara liar, tubuhnya tercabik menjadi beberapa bagian setelah jeritan mengerikan! Jeroan dan potongan mayat beterbangan...
Di bawah serangan ratusan prajurit Xiong Hitam, mereka bagai kerikil kecil yang dilempar ke banjir bandang, hanya menyembulkan sedikit cipratan sebelum akhirnya ditelan gelombang...
Secara keseluruhan, Divisi Kedua tidak bisa membentuk perlawanan efektif. Meski prajurit Xiong Hitam hanya berjumlah ratusan, tapi dengan mengandalkan dampak jatuh ganas Xiong Hitam, mereka dengan mudah menghancurkan pertahanan dadakan yang dipaksakan di garis depan Divisi Kedua. Sedangkan di belakangnya... pada dasarnya hanya bisa disebut sebagai pembantaian!
Markas Divisi Kedua berubah menjadi medan konflik cinta tingkat tinggi, di mana prajurit-prajurit yang sudah histeris berlarian tak tentu arah bagai lalat tanpa kepala. Mereka saling menginjak, bertabrakan, lalu dengan mudah dibantai oleh prajurit Xiong Hitam yang mengejar dari belakang.
Cakar tajam Xiong Hitam dan kapak besar prajurit Odin di punggung beruang, memanen nyawa-nyawa dengan liar...
Kekacauan sudah tak terelakkan.
Serangan ratusan prajurit Xiong Hitam menghancurkan keberanian Divisi Kedua. Tak lama kemudian, di belakang gelombang pertama serangan, pasukan berkuda rusa Odin berjumlah ribuan mengalir deras melalui celah pagar markas, lalu menyebar dengan suara boom memburu sisa-sisa pasukan yang tercerai berai...
※※※
Di atas bukit, siluet punggung seorang lelaki memandang medan pembantaian di kejauhan. Sepasang mata sipitnya memancarkan kedinginan yang tak tergoyahkan.
Postur lelaki ini tidak terlalu gagah. Di antara orang-orang Odin yang umumnya bertubuh tegap, perawakannya justru terlihat kurus dan pendek. Bahkan di antara orang Bizantium pun, fisik seperti ini hanya akan dikategorikan sedang.
Namun siluet punggung kurus ini yang berdiri di atas bukit kecil, dengan jubah hitamnya yang meliuk-liuk diterpa angin dingin, justru memancarkan aura wibawa dan energi jahat yang menggetarkan. Seolah-olah pemilik siluet ini, meski bertubuh lemah di kaki bukit, telah menginjak-injak seluruh bumi di bawah kakinya!
Di belakang siluet itu, ratusan prajurit Odin berdiri diam-diam. Sorot mata setiap prajurit Odin yang memandang ke arah siluet tersebut dipenuhi pemujaan fanatik.
“Tiuplah terompet.”
Setelah mengamati sejenak, siluet itu berbalik. Wajahnya biasa-biasa saja: bibir tipis, hidung pesek - rupa yang mungkin akan tenggelam di kerumunan. Tapi matanya yang sipit dan panjang dengan sudut mata yang sedikit terangkat justru memberi kesan lembut. Sorot matanya dingin bagai es, tanpa sedikit pun gelombang emosi, saat ia memberi perintah dengan suara berat.
Sambil berkata, ia perlahan mendekati pasukannya. Tak lama kemudian, seekor kuda perang setinggi lebih dari dua meter dihadapkan padanya. Kuda sakti ini yang seharusnya gagah perkasa, memiliki bekas luka panjang di kepala yang membelah mata kirinya.
Kuda yang mengenakan zirah ringan, orang ini naik ke pelana, mengambil tombak trisula dari bawahan, menarik tali kekang dengan lembut. Kuda perang meringkik panjang, berdiri di kaki belakang sebelum melesat turun dari bukit menuju markas Divisi Kedua!
※※※
Saat ini markas Divisi Kedua telah benar-benar kacau. Perlawanan terakhir terkonsentrasi di kemah panglima. Jenderal Perizoli langsung berlari ke belakang saat pintu kemah ditembus. Dia mengumpulkan semua Pasukan Pengawal dan wakil komandan, menyusun sekitar dua ratus prajurit kacau di sekitar tiang bendera utama, membentuk formasi pertahanan lingkaran yang dipaksakan.
Dalam kekacauan, dua formasi Pasukan Berkuda Rusa dan belasan Perusak Xiong Hitam bergiliran menyerang tiga kali. Namun pasukan sisa ini terdiri dari Pasukan Pengawal terkuat Divisi Kedua, ditambah Perizoli dan beberapa perwira yang merupakan prajurit tingkat menengah bahkan tinggi.
Semua kini menyadari ini pertarungan hidup-mati. Ujung pedang beberapa perwira menyala-nyala dengan aura tempur, membentuk lingkaran pertahanan yang gigih menahan serbuan orang Odin. Lingkaran itu terus menyusut, dari 200 prajurit kini tinggal kurang dari 50 orang.
Pedang panjang Jenderal Perizzoli sudah tumpul dan tertekuk, zirahnya robek. Di dadanya terdapat luka dalam yang menembus tulang, ditinggalkan oleh kapak Beruang Hitam Ganas. Dia telah membunuh enam Beruang Hitam Ganas dan lebih dari sepuluh kavaleri rusa. Bawahannya yang tewas atau terluka sudah lebih dari setengah. Lingkaran pertahanan terus menyusut. Di tanah berserakan mayat manusia, kuda, dan beruang. Potongan daging dan darah berceceran di mana-mana. Wajah Perizzoli pucat, kehilangan darah berlebihan membuat cahaya aura tempur di ujung pedangnya semakin redup.
Setiap orang tahu tak mungkin selamat hari ini. Di saat seperti ini, satu-satunya akhir adalah bertarung habis-habisan.
Sebuah jeritan pecah. Pedang seorang perwira menancap di tubuh Beruang Hitam, tapi kekuatan gila beruang itu mengunci pedang di tulangnya. Dengan liar ia menghantam. Pedang langsung patah. Telapak beruang itu menghancurkan bahu perwira. Prajurit Odin di atasnya sudah mengangkat kapak untuk memenggal kepala. Tiba-tiba pedang Perizzoli menderu dengan aura tempur, memisahkan pisau cahaya yang membelah orang Odin itu jadi dua bagian.
Perizzoli terengah-engah, tubuhnya goyah. Kakinya limbung, disangga sekuat tenaga oleh pedang panjangnya.
Sekitar terdengar beberapa jerit kesakitan lagi, lingkaran pertahanan kembali muncul dua celah. Dia mengaum keras, tiba-tiba seluruh tubuhnya bersinar cahaya perak, rambutnya berkibar-kibar. Dalam teriakannya yang menggelegar, pedang panjangnya menghantam bagai angin kencang dan badai, seketika berubah menjadi gumpalan cahaya yang menghujam ke segala penjuru. Boom boom boom! Cahaya ledakan aura tempur membungkus jarak lebih dari sepuluh langkah di depannya. Prajurit berkuda rusa Odin di kiri-kanan langsung hancur berkeping bersama kudanya. Seorang Xiong Hitam ganas terlempar mundur beberapa meter oleh gumpalan cahaya, saat mendarat dadanya bolong besar menganga, jeroannya hancur berkeping-keping. Bagian atas tubuh prajurit Odin di punggung beruang itu sudah lenyap!
"Ayo! Lihat siapa yang bisa memanen kepala manusiaku, Perizzoli!!" Perizzoli oleng namun tetap tegap menyangga tubuhnya dengan pedang. Matanya tertutupi darah yang mengalir dari luka di dahinya. Di tubuhnya masih menempel beberapa fragmen jeroan, di bawah kakinya genangan darah membentuk kolam, semburan darah terus mengalir deras sepanjang kedua kakinya.
Perizzoli terkekar tertawa gila, sepasang mata penuh aura kematian membelalak ke arah musuh. Jelas-jelas dia bahkan tak bisa berdiri tegak, namun cahaya aura tempur di tubuhnya masih berkilauan menyilaukan!
Bagaimanapun juga seorang komandan korps pertama, dengan kekuatan prajurit tingkat tinggi yang dimilikinya, kegilaan bertarungnya saat ini seperti harimau gila. Puluhan prajurit rusa kutub di kejauhan seolah tertegun oleh kewibawaannya, ragu beberapa saat untuk maju...
Tepat pada momen ini, suara derap kuda terdengar dari kejauhan! Ringkikan kuda, bayangan terbang melompat tinggi, kuku kuda melayang di atas kepala prajurit rusa kutub, dalam satu langkah sudah mendarat di depan!
Tombak perang segitiga menghembuskan aura hitam yang menderu, bagaikan pusaran angin menyapu melintas!
Di pupil mata Perizoli tercermin dua bola api hitam. Dengan jeritan histeris, seluruh tubuhnya memancarkan cahaya perak aura tempur yang berkilauan, menerjang langsung ke arah aura hitam itu...
Bang!!
Suara gedebuk berat. Di dalam aura hitam, tubuh Perizoli langsung terbelah dua di pinggang! Bagian bawah pinggangnya seketika menghangus lenyap dalam nyala hitam, bahkan darah yang muncrat pun langsung menguap oleh aura hitam!
Pedang pendek yang terpotong jatuh ke tanah, berdenting, lalu segera patah menjadi beberapa bagian!!
Separuh tubuh atas Perizoli yang cacat terjatuh ke tanah. Di bagian pinggang yang terputus, jeroan dan usus telah mengalir keluar berdarah-darah. Dari mulutnya mengucur deras darah hitam, sepasang mata kosong bagai ikan mati menatap tajam lawannya yang masih menunggang kuda sambil memegang tombak perang segitiga hitam.
“Hei……Heis……” Sayangnya, dia tidak sempat menyelesaikan nama itu sebelum napasnya terhenti.
Hasting berdiri tegak di atas kuda, sorot mata sipitnya menyapu musuh-musuh yang sudah jadi mayat di tanah. Tak ada secercah emosi terpancar, tatapannya tetap dingin membeku seperti abu. Tombak perangnya diayunkan pelan, sunyi senyap. Tiang bendera di samping langsung terpenggal, roboh dengan suara boom. Aura hitam menggulung naik, dalam sekejap tiang dan bendera itu pun hancur jadi debu dalam kobaran energi gelap!
Dewa perang Odin ini baru memutar badan, menatap dingin para prajurit Odin di belakangnya.
“…Sampaikan perintah! Tanduk dibunyikan tiga kali. Saat bunyi berhenti, jika belum merebut markas musuh——seluruh pasukan garda depan dipenggal semua!”
※※※
(Dipaksa! Dipaksa habis-habisan! Saat rasa takut yang menggigil itu muncul di hatiku… Hmph, seperti itulah sensasinya…)
Char menggendong kepalanya sambil berpikir keras. Di depannya tergeletak garpu api dan kristal sihir. Matanya penuh garis-garis darah, mulutnya komat-kamit seperti orang idiot sambil bergumam tak jelas.
Dia tiba-tiba melompat berdiri, mencabut garpu api dan menikam dua kali. Lalu duduk lagi sambil mengerutkan kening. Setelah berpikir beberapa saat, tiba-tiba berteriak keras sebelum melompat dan menebas kosong dua kali.
“Tolol! Kendalikan hatimu! Kuasai kemauanmu! Aura Merah Darah bukan untuk jadi gila! Tapi memakai niat membunuh itu untuk membangkitkan kekuatan!”
Char mendengar suara di otaknya, wajahnya menunjukkan tawa gila yang semakin menjadi-jadi. Tiba-tia dia melompat sambil memaki:
"Mengontrol! Mengontrol! Kontrol apaan sih?!"
Seperti orang gila, dia mengayunkan garpu api ke kiri dan kanan puluhan kali hingga akhirnya kehabisan tenaga. Dengan suara 'plung', dia terjatuh duduk sambil terengah-engah.
Setelah beberapa saat, ekspresi gilanya perlahan menghilang. Dengan tawa pahit, dia mengusap wajahnya: "Sial, tetap tidak bisa ya..."
"Sudah berapa kali kubilang, jangan benar-benar mengamuk! Tapi cobalah mengendalikan diri tepat di ambang batas kegilaan! Jika bisa melakukan ini, berarti kau sudah mulai menguasai kekuatan ini."
Char menutup matanya, alisnya berkerut-kerut. Perlahan ekspresi beringas mulai muncul lagi di wajahnya. Jarinya gemetar seolah ingin menyambar garpu api, tapi tangannya mengepal erat sampai pembuluh darah menonjol dan tulang-tulang putih terlihat. Seluruh tubuhnya menggigil seperti kedinginan, otot wajah berkedut, kelopak mata berdenyut-denyut...
Akhirnya dia menarik napas dalam-dalam. Meski masih gemetar, perlahan dia berdiri dengan gerakan lambat dan berat.
Kelopak mata perlahan terbuka, sepasang mata itu telah berubah sepenuhnya menjadi merah menyala!!
Sorot mata Char bergantian antara keganasan dan kewarasan, akhirnya berhenti berubah dan perlahan menjadi tenang. Namun ketenangan ini yang dipadukan dengan bola mata merah terlihat sangat aneh.
Dia menggertakkan gigi, lengannya masih gemetar tapi perlahan menggenggam garpu api. Setelah menarik napas dalam, dia melakukan gerakan mencangkul ke depan secara perlahan...
Tepat lima langkah di depannya, sebuah tiang kayu sebesar paha terbelah menjadi dua bagian tanpa suara...
Char berdiri di tempat, gemetar di tubuhnya perlahan mereda. Darah mengalir dari sudut bibirnya, jelas menunjukkan upayanya menahan rasa sakit dengan menggigit keras sampai gusi berdarah!
Warna merah di matanya cepat menghilang. Char memandang garpu api di tangannya, lalu menatap tiang kayu yang terbelah di depan. Setelah mendekat, bagian potongannya terlihat sangat rapi!
"......" Char menelan ludah, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak ke langit: "Ha ha ha! Berhasil! Begini caranya!!!"
Tapi kemudian dia mengerutkan alis: "Tapi... kekuatannya jadi jauh berkurang. Tadi cahaya merah yang menyelimuti area luas seperti dua kali sebelumnya tidak muncul..."
Suara di otak itu berbunyi: "Begini baru benar. Meski kekuatannya sedikit berkurang, itu karena saat ini kekuatan yang bisa kamu kendalikan hanya sebanyak ini. Jika membiarkan kegilaan menguasai kesadaranmu, mungkin aura merah yang lebih kuat bisa muncul, tapi kesadaranmu juga akan menjadi gila dan kehilangan kewarasan. Kecuali kamu idiot, kalau tidak, apa kamu tidak mengerti? Dalam pertarungan, jika bertarung dalam keadaan tidak sadar, sekalipun jurus pamungkasmu sangat kuat, saat menghadapi musuh yang benar-benar hebat, kamu pasti mati."
Xia Long berkedip: "Hm, ini aku paham. Seperti orang mabuk mengayunkan pedang besar sembarangan, meski kekuatannya luar biasa, cukup untuk melawan orang normal. Tapi kalau ketemu lawan yang hebat, mereka bisa menemukan banyak kelemahan..."
"...Meski bodoh, kamu belum sepenuhnya idiot."
"...Cih!" Xia Long meludahkan dahak berdarah dengan kesal: "Jangan kira jadi Long bisa seenaknya menghina Laozi! Sekarang kamu cuma hantu! Kalau bikin Laozi kesel, aku..."
"Kamu mau apa?" Suara itu dingin penuh ejekan: "Bunuh aku? Untuk membunuhku, kamu harus menghancurkan batu ini. Tapi aura mengerikan merah ini, untuk mengaktifkannya harus ada kristal sihir berukuran jiwa milikmu! Berani?"
Xia Long terdiam.
"Dia baru saja menemukan sedikit cara mengetuk pintu, merasakan sedikit manisnya. Aura mengerikan merah ini sangat kuat. Jika dia tidak pernah mempelajarinya mungkin tidak masalah, tapi sekarang dia sudah mulai menguasai dasar-dasarnya. Memintanya menghancurkan batu dan meninggalkan teknik rahasia ini, sungguh berat di hatinya."
Si kampungan tidak bicara, suara naga itu seakan menghela napas.
"Manusia, bagaimana kalau kita melakukan transaksi?"
"Transaksi?"
※※※
"Fajar yang sangat merah..."
Di lereng bukit lembah, Kekelan dengan malas menggerakkan pinggangnya. Sinar matahari pagi menyinari tubuhnya, meski musim dingin, tetap terasa hangat samar.
"Ah, di sini memang lebih baik. Di Odin, musim seperti ini, pagi hari bisa membuat orang mati kedinginan." Kekelan menggoyangkan jubahnya, menatap fajar berwarna darah. Kilau aneh terpantul di matanya: "Fajar berdarah seperti ini... Sepertinya di timur baru saja terjadi pembantaian..." Dia menunduk berpikir, bibirnya tersungging: "...Heisiting, kau menang lagi? Dewa Perang Odin, hmph, catatan pertandinganmu yang gemilang bertambah lagi. Tapi sayang, kehormatan yang diwarnai darah pada akhirnya..."
Bangsawan Odin ini tersenyum sinis: "...pada akhirnya membawa sial."
Sambil berbicara, dia berbalik dan turun dari bukit, memandangi sekelompok squire yang gemetar di kaki bukit.
"Hmm... Ada gerak-gerik dari Korps ke-13?"
“Tidak, tidak ada... Yang Mulia, mereka telah mundur, sepertinya tidak ada niat untuk menyerang kembali.”
Keke Lan tersenyum puas, berjalan mendekat dan menepuk bahu sang pengawal. Lawan bicaranya langsung tersanjung dan bersimpuh.
“Sudah, jangan tegang... Biarkan para prajurit beristirahat dengan baik. Setidaknya hingga besok malam, orang-orang Bizantium itu takkan berulah. Manfaatkan waktu untuk menikmati ketenangan terakhir ini.” Senyum Keke Lan semakin lebar, namun sorot matanya dingin. Ia menoleh memandang langit merah darah...
“Ah, fajar yang begitu indah, aku ingin mendengar alunan harpa...”
Setelah jeda sebentar, ia tertawa terbahak: “Hai, pengawal!”
“Yang Mulia!”
“Hmm... Pergi, carikan harpa untukku! Sang Pangeran ingin memainkan melodi!”
“......” Para bawahannya saling pandang dalam diam.
Meski sudah terbiasa melayani sang pangeran yang berperangai aneh ini, tapi... tapi...
Perintah-perintah ngawur yang kadang dikeluarkan sang pangeran benar-benar membuat jengkel!
※※※
"Kau telah mendapatkan sisik nagaku, tapi tanpa kekuatan magis klan naga, sisik ini di tanganmu hanya menjadi perlengkapan pertahanan yang sedikit lebih keras. Tapi aku, sisa arwah ini masih membawa kekuatan atribut naga. Aku bisa mengisi sisik ini dengan kekuatan magis, meningkatkan resistansi sihirnya. Selain itu, kehidupan panjang klan naga telah mengumpulkan banyak pengetahuan mendalam. Maukah kau mempelajari teknik bertarung dan seni bela diri klan naga? Bahkan aku bisa mengajarkanmu beberapa mantra naga! Asalkan aku meninggalkan cap jiwa di kristal magismu, nanti kau bisa menggunakan kristal ini sebagai konduktor untuk menggunakan sebagian kecil sihir mantra naga. Meski hanya sedikit, itu benar-benar sihir mantra naga asli! Dan...aku bisa memberitahumu rahasia kehidupan, termasuk cara menggunakan kekuatan jiwa! Bagi semua makhluk, manusia rendahan atau makhluk superior seperti kami klan naga, kekuatan jiwa jauh melampaui kekuatan fisik. Bahkan saat menghadapi kematian, selama kau mempelajari caraku ini, jiwamu bisa tetap abadi. Selalu ada kesempatan menemukan tubuh baru untuk bangkit kembali......"
Si kampungan itu sama sekali tidak terlihat bersemangat, justru sorot matanya penuh kewaspadaan.
"Sial! Bicara manis sekali. Apa yang kau inginkan dariku? Dari awal kuperingatkan, jangan bicara soal pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa. Tuan besar ini masih sangat menikmati kehidupannya!"
