Wildfire Town telah berubah menjadi kekacauan total.
Pembunuhan Bonfret mengguncang markas besar wilayah operasi. Bersama bangsawan itu, semua perwira senior di garnisun Wildfire Town juga tewas. Kengerian di TKP membuat semua yang menyaksikan tak sanggup melihat untuk kedua kalinya.
Jasad Bonfret hancur lebur, tubuh indahnya berubah menjadi gumpalan daging hangus oleh api hitam Hasting. Para penjaga garnisun hancur separuh badan oleh tembakan. Tim pengambil jenazah menghabiskan setengah hari mengumpulkan puluhan potong daging dari lantai, meja, dan dinding ballroom, namun tetap gagal menyusun mayat utuh. Tiga perwira lainnya pun bernasib sama - tiga mayat cacat itu baru bisa membentuk satu tubuh manusia lengkap setelah disatukan.
Kasus ini membuat markas besar militer Kekaisaran kehilangan muka.
Awalnya, kabar kekalahan ini sampai ke Markas Besar Militer Kekaisaran membuat mereka panik. Kehilangan dua setengah korps reguler sekaligus, bahkan Korps Ketiga Belas yang terkenal sebagai pasukan terkuat Kekaisaran kehilangan lebih dari separuh pasukannya. Kekalahan telak seperti ini sangat langka terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Di saat seperti ini, performa gemilang Bonfret jelas menjadi "kain penutup aurat" terakhir bagi Markas Besar Militer Kekaisaran.
Mampu menantang Heisting, Dewa Perang paling termasyhur di antara orang Odin, dalam duel satu lawan satu di medan perang, lalu melukainya dalam pertarungan yang adil.
Bisa dikatakan sejak kebangkitan Heisting, yang selalu dibawanya untuk Kekaisaran Bizantium adalah catatan kekalahan memalukan berturut-turut. Tak pernah ada yang bisa mengalahkan mimpi buruk orang Bizantium ini secara frontal di medan perang. Tapi kali ini, seseorang akhirnya berhasil melukai dewa perang kejam dari Odin ini!
Kesempatan emas seperti ini mana mungkin dilewatkan oleh markas besar militer? Mereka memanfaatkannya untuk propaganda besar-besaran guna mengembalikan moral pasukan yang jatuh pasca kekalahan, sekaligus menjawab kemurkaan Sang Kaisar Agung di Istana Kekaisaran Osgilia.
Rencana propaganda sebenarnya sudah disusun rapi. Laporan pertempuran berbahasa bombastis telah dikirim ke ibukota dan bahkan dipampang di tempat umum. Duel epik antara Sir Bonfret dan Heisting digambarkan dengan sangat dramatis, seolah setiap sorot mata dan jurus pamungkas kedua jagoan itu terekam detail dalam laporan tersebut!
Tingkat dramatisasi seperti ini, jika kamu tidak menyaksikan langsung dan hanya membaca laporan pertempuran itu, pasti akan membuatmu berpikir: bahkan duel terakhir antara Dewa Iblis dan Ksatria Naga terkuat manusia sepuluh ribu tahun lalu mungkin tidak sehebat ini.
Markas besar militer bertekad menjadikan Bonfret sebagai bintang baru, setidaknya sebagai dewa pintu yang ditempel di papan pintu! Mereka butuh idola, rakyat butuh idola, tentara butuh idola!
Masalah ini sudah dipublikasikan. Awalnya begitu Bonfret tiba di markas wilayah operasi, Wakil Menteri Urusan Militer Kekaisaran sendiri akan menyematkan medali untuk pahlawan ini dengan upacara penghargaan yang khidmat.
Kemudian ketika pahlawan ini kembali ke Ibu Kota Kekaisaran, akan diadakan upacara kemenangan unik. Bahkan Yang Mulia Putra Mahkota telah berjanji hadir dan akan memberikan bendera militer Kekaisaran kepada pahlawan ini di hadapan ribuan warga.
Tapi sekarang...sekarang...Bonfret tiba-tiba mati!
Itu pun dibunuh dengan cara yang memalukan!
Hasting, si Hasting terkutuk dan menakutkan itu! Mimpi buruk pasukan Bizantium ini! Dengan tombaknya sendiri ia menerobos masuk ke Kediaman Penjaga Wildfire, ratusan pengawal berbaju besi tak mampu menahan sergapannya! Ia masuk ke aula pesta dan menembak mati Bonfret terang-terangan, sekaligus membantai habis semua perwira penjaga Wildfire!
Kemudian menunggang kuda menerobos jalan panjang, membuka jalan darah di tengah blokade ribuan prajurit, bahkan dengan kesombongan puncak meninggalkan pesan: "Hasting dari Odin, menghabisi prajurit Bizantium Bonfret di sini!!"
Lalu menginjak-injak jalan panjang dengan kuda, di hadapan ratusan pasukan penjaga, memaksa menghancurkan gerbang kota dan melesat pergi!!
Sungguh memperlihatkan keperkasaan yang menyentuh awan, kesombongan yang mencapai tingkat tak tertandingi!!
Bonfret yang mengklaim "berhasil melukai Hasting di medan perang", dibantai seperti anak ayam, hasil seperti ini bagaimana markas besar melanjutkan propaganda?
Segala upaya dan propaganda sebelumnya, kini berubah menjadi tamparan keras yang terus menerus menghantam muka markas besar!!
Belum lagi Sang Kaisar di ibu kota yang menuntut jawab: Bukankah kalian yang bilang orang ini melukai Hasting? Kenapa bisa terbunuh dengan begitu memalukan?!
Bagaimana menjawab?!
Kemarahan rakyat ibu kota yang sudah tersulut minat dan pemujaannya, dengan cara apa bisa diredam?!
Sandiwara, ini benar-benar sebuah sandiwara!!
Selain itu, di internal markas besar juga merasakan murka pribadi Yang Mulia Putra Mahkota...
※※※
Saat Char kembali ke Wildfire Town, kota itu sudah dalam pengamanan ketat, pasukan dalam jumlah besar menguasai sudut-sudut jalan, memeriksa setiap orang yang lewat.
Tindakan ini sungguh menggelikan - Hasting sudah pergi setelah membunuh, masakan dia akan kembali? Tapi tindakan pura-pura seperti ini tak dianggap lucu oleh pihak militer sendiri.
menghabiskan banyak tenaga untuk masuk ke kota, terutama karena dia membawa seorang goblin yang terluka. Akhirnya dengan susah payah membuktikan identitasnya, masuk ke dalam kota, dia tiba di markas dan bertemu dengan pasukan kavaleri bawahannya. Sharba dan yang lain sudah lama menunggu dengan gelisah. Jika bukan karena larangan keras militer yang melarang satu prajurit pun keluar kota, mungkin para teman yang sudah dekat dengan ini sudah pergi mencari dan menyelamatkannya.
Penjelasan militer atas larangan keras pasukan keluar kota untuk pencarian adalah: Perwira penjaga tewas, kota dalam kekacauan besar. Untuk mencegah Hasting memimpin pasukan menyerbu dan merebut kota, mereka memerintahkan pasukan tetap di posisi dan bertahan, tidak boleh bergerak sembarangan!
Perintah sialan seperti ini benar-benar membuat Sharba dan yang lain marah sampai memaki-maki.
"Otak para petinggi markas besar ini pasti penuh jerami!! Hasting pasti datang sendirian! Kalau kita kirim orang sekarang, mungkin ada kesempatan menghabisi orang ini!!"
Sambil membalut luka , Sharba terus menggerutu dengan wajah masam.
akhirnya kembali di antara sekutunya, hatinya tenang. Dia menghela napas dan tersenyum: "Mereka ketakutan oleh Hasting. Jangan lupa, Resimen ke-2 dan ke-9 tewas karena serbuan mendadak Hasting."
Malam sebelum kembali, utusan markas besar wilayah operasi sudah datang dengan 1.000 pasukan kavaleri. Mereka bergerak cepat ke Wildfire Town dan mengambil alih pertahanan di sini.
"Situasi agak tidak baik." Sharba bergumam, melirik ke ambang pintu sambil menurunkan volume suaranya: "Sejak utusan pengamat itu tiba tadi malam, hal pertama yang dilakukannya adalah menyuruh orang mengepung tempat kita. Meski tidak melarang keluar-masuk, tapi jelas sedang dalam posisi pengawasan waspada. Sialan, nggak ngerti! Bonfret si brengsek itu yang mati, ngapain mengawasi kita?! Bukan kita yang bunuh orang!"
Char mendengus keras. Ia menggeleng sambil menarik napas berdesis, tertawa sinis: "Jangan lupa, perintah kita adalah melindungi si wajah tampan penjual pantat itu. Sekarang dia sudah mati... Tugas kita..."
Sharba meledak marah: "Si brengsek itu sendiri begitu sampai di kota langsung masuk ke kediaman komandan, kita bahkan tidak pernah bertemu wajahnya! Sekarang dia mati, masa kesalahan juga ditimpakan ke kita?!"
"Kalau bukan kita, siapa lagi?" Char memaki: "Komandan penjaga sudah mati. Urusan sebesar ini, pasti butuh kambing hitam."
Prediksi Char ternyata akurat. Baru kurang dari dua jam sejak ia pulang dan berbaring, saat sedang beristirahat di tempat tidur kamarnya, suara ribut-ribut di luar sudah terdengar. Teriakan kemarahan Sharba yang paling keras menggema.
Xia Ya beranjak turun dari tempat tidur, mendorong pintu kamar dan keluar. Di pelataran, sepuluh lebih prajurit kavaleri bawahannya sedang berhadapan dengan satu tim tentara Kekaisaran. Suasana tegang seperti pedang dan busur yang siap melesat, dengan Sharba berdiri kaku di tengah-tengah sambil menggenggam palu bermata, berteriak: "Bajingan! Siapa berani sentuh orang Pasukan Kavaleri Roderia kami! Coba nekat masuk, Laozi bakal bantai!!"
Perwira pemimpin pihak lawan tak kalah garang: "Aku bawa perintah militer! Pasukan Kavaleri Roderia! Sekalipun Pengawal Kerajaan, tetap kami tangkap!"
Xia Ya maju, menepuk bahu Sharba pelan lalu mendorongnya ke samping. Matanya menyapu rombongan tentara di seberang: "Ada urusan apa?"
Perwira itu memasukkan pedang ke sarungnya, mengamati Xia Ya: "Xia Ya Leiming, Komandan Kavaleri?"
"Laozi memang." Dengus Xia Ya singkat.
"Kau dan anak buahmu punya tanggung jawab melindungi Keselamatan Sir Bonfret. Karena yang dilindungi terbunuh musuh, kau dicurigai lalai berat. Aku diperintah membawamu pulang untuk interogasi investigasi militer! Kalau melawan, menurut hukum militer Kekaisaran, aku berhak eksekusi di tempat! Siapapun yang menghalangi, dihukum sama!"
Amarah membara dalam hati Xia Ya, matanya menatap tajam sang perwira. Bagaimanapun dia telah mengalami perang, membunuh tanpa ampun. Bahkan pernah berhadapan langsung dengan Hasting. Saat ini, aura yang terpancar darinya sungguh berbeda. Sorot mata penuh murkanya menyapu lawan, membuat perwira itu langsung kehilangan keberanian. Namun setelah ragu sejenak, dia tetap mengangkat pedang panjangnya, menggenggam erat, siap menghunuskan senjata jika terjadi perselisihan.
Xia Ya menahan amarah sambil memperhitungkan jumlah pasukan kedua belah pihak. Musuh jelas sudah mempersiapkan diri. Puluhan orang membanjiri pelataran, sementara di luar gerbang terbuka, terlihat bayangan manusia berkerumun, kilau pisau dan kilatan pedang berkelebat, zirah berjejer rapi.
"Hmph, tak bisa mengalahkan musuh, tapi sangat berani terhadap sekutu!" Nada merendahkan Xia Ya membuat wajah perwira itu memerah. Aliran energinya melemah, namun tetap nekat berkata: "Cukup omong kosong! Tuan Xia Ya Leiming, apakah Anda berniat menolak perintah?"
Saat mengucapkan ini, matanya tak lepas mengawasi Xia Ya.
Ucapan ini langsung memicu teriakan para prajurit berkuda. Pasukan yang berhadap-hadapan menjadi tegang, semua mata tertuju pada Xia Ya, menunggu bagaimana sikap pria ini.
