BANG!!!!!
Sebuah bayangan manusia menabrak pintu keluar, dua daun pintu kayu tebal yang awalnya utuh langsung hancur berkeping-keping. Seorang pria berotot berbaju zirah kulit sapi terlempar keluar di antara serpihan kayu, mendarat di tangga luar pelataran, berguling-guling hingga kepalanya menghantam lempengan batu jalanan. Darah muncrat dari mulutnya seolah hendak mengucapkan sesuatu, sebelum akhirnya kepalanya terkulai—pingsan tak sadarkan diri.
Sebilah pedang kuda berbilah lebar melesat keluar dari pelataran, mendarat di tanah dengan suara 'klak' yang memercikkan bunga api, menancap di celah-celah lempengan batu.
Di sepanjang jalan, dari ujung ke ujung, termasuk di depan toko-toko seberang pelataran, telah berdiri puluhan orang berpenampilan prajurit. Melihat sosok yang terlempar dari pelataran itu, ekspresi mereka berubah. Banyak yang sudah menggenggam pedang dan pisau, namun hanya saling melirik ke kiri-kanan sambil ragu-ragu...
Di dalam pelataran, Char berdiri dengan kapak panjang di tangan, wajahnya dipenuhi aura menyeramkan, mata melotot penuh wibawa...
Sebenarnya...
Sebenarnya...
Sebenarnya si kampungan ini hampir muntah darah akibat emosi!
Karena pria yang baru saja ditendangnya keluar ini sudah menjadi yang ke-EMPAT BELAS hari ini!
Sejak ia menetap di rumah kecil yang diatur Ruhr ini, dalam waktu singkat sekitar satu jam lebih, sudah datang EMPAT BELAS "penantang" yang membobol pintu masuk.
Sialan, benar-benar seperti melihat hantu!!
"Makhluk-makhluk ini seperti lalat, setiap yang datang dengan aura mengintimidasi sambil berteriak 'Di mana Xia Ya yang mengalahkan Hasting? Terima tantangan XXX-ku ini!"
Hanya dalam sepuluh jam lebih, "XXX" ini sudah berganti nama lebih dari sepuluh kali. Kemampuan mereka cuma Ma Mahu, dengan skill Xia Ya sekarang, tiga pukulan tinju bisa dengan mudah mengalahkan mereka—tapi jumlah mereka terlalu banyak!!
Sejak menetap sampai sekarang, Tuan Besar Xia Ya belum istirahat, belum minum seteguk air, belum makan sesuap nasi...
Bahkan waktu buang air besar pun tak ada!! Si kampungan ini sudah perut kembung, pipis tertahan setengah jam, wajahnya memerah, akhirnya menyepak brengsek keempat belas keluar sampai muntah darah. Akhirnya kedua kakinya gemetar, berbalik lari ke kamar—tapi baru dua langkah, naik tangga, di luar pintu seorang prajurit bawa pedang panjang sudah melompat masuk, berteriak gagah:
"Di mana Xia Ya yang mengalahkan Hasting? Aku XXX datang menantang!"
Xia Ya marah campur sedih, dalam hati berteriak: Aku menyetubuhi ibumu!!
Bang——bang, Prak! Kreek! Aduh...
Dengan jerit ketakutan, sang pahlawan gagah itu terbang dengan gaya pasir datar, gigi depan menghantam tangga, bangun sambil nutup mulut kabur.
Di pelataran, Xia Ya satu tangan menutupi perut bawah, kedua kaki menggigil, akhirnya teriak penuh kemarahan dan kepedihan, berbalik lari ke pintu kamar.
Di luar pintu melompat masuk seorang pahlawan: "Yang mengalahkan Hasting..."
Char berputar ke toilet di belakang pintu kamar, baru saja membuka celana dan duduk, langsung memaki marah: "Tunggu! Laozi sebentar lagi keluar menghajar kamu!!"
※※※
Tantangan seperti ini terus berlangsung hingga malam tiba, Char kelelahan sampai tak sempat makan. Sepotong daging sapi dipanggang berulang kali, setelah terus-menerus diganggu, si kampungan benar-benar meledak!!
Dengan mengangkat kapak penuh amarah, dia berlari keluar gerbang pelataran. Melihat banyak kepala manusia berserakan di jalan, dia mengaum: "Laozi ini adalah Char!"
Dengan auman menggelegar, si kampungan menerjang ke kerumunan. Kapak berkelebat, langsung mengalahkan tujuh delapan orang. Para prajurit yang tersisa berhamburan lari pontang-panting. Char menyepak dua orang, satu tangan memegang kapak satunya menyilangkan pinggang: "Sial! Berani ganggu Laozi lagi, Laozi akan bunuh kalian semua! Pikir Laozi ini lembek?!!"
Melihat para lalat di luar pintu akhirnya bubar, Char baru bisa tenang. Dia meludah keras-keras lalu kembali ke pelataran.
Duoduo Luo dan Soit saling pandang, lalu mengangkat pintu yang sudah roboh dan menempelkannya longgar di kusen pintu...
(Hmph, pasti mereka-merekanya sudah tak berani datang lagi...) Si kampungan lega dalam hati. Kembali ke kamar, menyuruh Duoduo Luo mengambil ember air panas. Saat sedang melepas baju untuk mandi, celana baru setengah terbuka, tiba-tiba terdengar teriakan dari luar. Gerbang pelataran kembali ditendang hancur: "Yang mengalahkan Hasting..."
Xia Ya runtuh...
Akhirnya dia mengerti makna sebenarnya dari ucapan Ruhr si gemuk "carilah berkahmu sendiri".
Para brengsek yang datang mengunjungi untuk tantangan ini benar-benar seperti permen karet yang lengket! Kalau tidak bisa mengalahkanmu, mereka akan menjijikkanmu! Jika tidak berhasil, mereka akan melelahkanmu!
Meski kemampuan mereka jauh di bawah Xia Ya, mereka dengan kepala batu terus mengganggu - dengan kekompakan, mereka menggunakan taktik pertarungan bergiliran untuk mengepung.
Sebagian besar tampaknya berpikir: Jika terus begini, pasti suatu saat Xia Ya akan kelelahan. Saat giliranku menantang, mungkin aku bisa mendapat keuntungan gratis!
Xia Ya yang jengkel menyambar celananya dan berlari keluar kamar. Si pengincar untung itu bahkan belum sempat memperkenalkan diri sebelum hidungnya dikepruk tinju Xia Ya, lalu tulang pahanya ditendang hingga patah sebelum dilempar keluar.
Di jalan luar, jumlah prajurit yang berkumpul justru bertambah lebih banyak dibanding siang hari.
Melihat "burung pertama" berikutnya dilempar keluar, para sisa saling pandang. Yang cerdik sengaja berteriak di belakang, sementara yang gegabah mulai berharap: "Dia pasti sudah lelah..." Lalu terdorong oleh yang lain, mereka mengayun pedang-pisau masuk ke pelataran, hanya untuk dilempar kembali beberapa saat kemudian...
※※※
Xia Ya benar-benar menyerah!
Si kampungan benar-benar menyerah! Lapang dada sepenuhnya!!
Hampir sepanjang malam dia tidak bisa memejamkan mata, setiap kali baru saja membalikkan badan di tempat tidur, sudah ada orang-orang nekat baru yang berlari masuk dari luar pintu.
Menjelang dini hari, si kampungan akhirnya mulai membunuh, satu pukulannya menghancurkan tulang dada seorang penyerang hingga orang itu terlempar sambil memuntahkan darah, nyaris tidak bernyawa lagi. Aksi ini membuat yang lain terpana sejenak, memberikannya waktu tidur setengah jam. Tapi tak lama, setelah tiga puluh menit, para penyerang di luar mengubah strategi!!
Boom!
Sebuah batu entah dari mana dilemparkan ke pelataran, menghancurkan pintu gerbang untuk kesekian kalinya. Para penyerang di jalan terus melempari pelataran dengan batu. Saat Char akhirnya tak tahan dan berlari keluar, mereka langsung bubaran, hanya dua-tiga yang lambat lari sampai muntah darah dihajar Char.
Ketika Char mengumpat dengan kasar kembali ke kamar untuk tidur—para penyerang akhirnya tidak berani mendekat lagi untuk melempar batu.
Dari kejauhan sekitar seratus langkah dari pintu gerbang, para preman itu berteriak-teriak dan memaki-maki, mulai dari menyumpahi delapan belas generasi leluhur si kampungan, lalu beberapa di antara mereka yang kreatif bahkan mengeluarkan genderang dan terompet dari entah mana, meniup dan memukulnya hingga suara riuh menggelegar. Di dalam, Xia Ya menutupi telinganya dengan bantal, berguling-guling di tempat tidur namun tak kunjung bisa terlelap...
Niat mereka jelas: membuatmu kelelahan! Tak membiarkanmu tidur, tak memberimu istirahat! Begitu lelahnya, kewaspadaanmu akan kendur dan celah untuk menyerang pun terbuka!
※※※
"Tuan, sebenarnya tadi malam sebagian besar preman itu dibayar untuk mengganggu istirahatmu..." Duoduo Luo yang juga tak bisa tidur semalaman menatap Xia Ya dengan mata panda, "Masalahnya... setelah satu kelompok diusir, pasti akan datang kelompok baru..."
"Sialan! Tak adakah yang mengatur ini? Di mana prajurit patroli keamanan kota? Membiarkan mereka berbuat onar seperti ini..." Xia Ya hampir menangis.
Duoduo Luo yang pernah tinggal di Ibu Kota memahami situasi, tertawa pahit: "Preman jalanan ini punya hubungan gelap dengan tim patroli. Lagipula, Tuan tak punya sanak saudara di sini... mereka takkan membantumu..."
"Lalu... tak adakah cara lain?" Xia Ya menggigit bibir penuh kepedihan.
“Tantangan sah antar prajurit dilindungi oleh hukum kekaisaran.” Duoduo Luo membuat wajah masam: "Hukum kekaisaran mengizinkan prajurit untuk saling menantang demi kehormatan. Begitu pula tantangan antar penyihir dilindungi hukum. Bahkan kematian tidak akan dituntut... kecuali Anda menolak tantangan, yang dianggap sebagai pengakuan kekalahan."
Menyerah?
Jika kemarin Char mendengar ini sejak awal, pasti dia akan memilih menyerah - Brengsek! Gelar 'Pengalah Hasting' bukanlah keinginannya! Lagipula dia benar-benar tidak mengalahkan siluman itu. Gelar ini... bisa membunuhmu! Menyerah pun tak apa, si kampungan bukan tipe yang mengejar reputasi kosong. Asal dapat keuntungan nyata, cukup!
Tapi sekarang... dia tidak bisa menelan hinaan ini!
Memikirkan para brengsek di luar yang mengganggunya hingga membuat kekacauan besar - Menyerah sekarang? Laozi tak mau kehilangan muka!! Mana mungkin membiarkan sampah-sampah ini puas diri!!
Pagi itu, saat Char baru keluar dari pintu halaman ke jalan, terdengar teriakan: "Char keluar!!"
Bung! Orang-orang yang berkumpul di jalan luar langsung bubar. Char mengamati seksama. Ternyata seperti kata Duoduo Luo, sebagian besar berpakaian biasa, hanya sedikit yang berkostum prajurit. Mungkin banyak yang disewa untuk mengganggunya.
Sarapan sudah tidak mungkin dimakan. Pagi ini entah siapa brengsek yang membungkus kotoran dengan kertas kulit sapi dan melemparnya ke pelataran. Char terpaksa menjepit hidungnya dan pergi mencari tempat makan bersama dua pengawalnya.
Baru berbelok di sudut jalan utama, sudah terlihat banyak pejalan kaki menunjuk-nunjuk ke arahnya. Beberapa sosok mencurigakan bersembunyi di balik kerumunan sambil mengintai.
Char mendengus keras, melanjutkan langkah dengan dada membusung. Tiba-tiba kerumunan itu berteriak histeris. Para pejalan kaki di Kota Kekaisaran seolah sudah memprediksi ini, berhamburan menyelamatkan diri.
Boom! Hujan batu menghujam dari segala arah, diselingi beberapa kantong kotoran. Char mengayunkan senjatanya untuk memblokir, melompat ke pinggir jalan sambil menyambar papan pintu toko yang baru dibuka. Papan itu diangkatnya sebagai perisai. Ding-ding-dang-dang! Papan itu kini penuh lubang, sisa-sisa bahan menjijikkan menempel di tubuhnya dan tanah.
Duoduo Luo dan Soit tertelungkup di samping dengan wajah pucat. Penyihir malang itu kepalanya pecah berdarah, hampir menangis.
Saat Char mengejar, para penyerang sudah kabur jauh. Meski darahnya mendidih, tidak ada yang bisa dilakukannya.
Akhirnya dia menarik Duoduo Luo dan Soit masuk ke restoran yang baru buka. Baru saja duduk, teriakan menggelegar dari luar: "Char! Beraninya keluar hadapi aku!"
Char duduk di posisi dekat jendela lantai dua, memandangi seorang pria besar berdiri di jalanan di bawah. Langsung mengambil kursi dari dalam ruangan dan melemparkannya ke bawah, menghantam pria itu hingga terjatuh di sana.
Saat makan, pelayan toko yang membawa piring makanan tiba-tiba membalikkan piringnya, mengambil sekantong debu kapur dari bawah dan menyemburkannya.
Saat keluar pintu, beberapa orang bertopeng tiba-tiba muncul dari persimpangan jalan membawa busur silang pendek dan mulai menembaki Char secara membabi buta.
Saat berjalan di jalan raya, anak panah licik tiba-tiba melesat dari kerumunan orang di depan dan belakang.
Char semula merasa dirinya sudah mengalami situasi besar. Meski dalam pertempuran di Padang Api Liar, di medan perang dengan puluhan ribu pasukan, dirinya bisa bolak-balik membunuh musuh. Bahkan dalam kepungan prajurit ganas Odin pun bisa keluar dengan selamat...
Tapi sekarang, berjalan di jalanan Kota Kekaisaran, setiap langkah seperti ancaman maut, setiap orang di sekitar terlihat mencurigakan...
Satu-satunya kesempatan istirahat pagi itu adalah saat bertemu tim patroli. Kehadiran prajurit patroli ini membuat para penyergap akhirnya mereda sebentar. Char yang cerdik segera memanfaatkan kesempatan dengan mengikuti rombongan patroli sambil membeli dua bubur untuk Duoduo Luo dan Soit, makan sambil berjalan.
Para prajurit patroli itu memandang Xia Ya dengan sorot mata penuh kasihan. Beberapa yang berhati lemak hampir tak tahan mengingatkan dengan suara pelan: "Lain kali berhati-hatilah saat membeli makanan, bisa saja mereka meracunimu... Bukan kau yang pertama ahli bertarung keracunan di kota ini."
Xia Ya: "..."
Pagi itu, Xia Ya yang berkeringat deras nyaris kabur bersama Duoduo Luo dan Soit dengan tergesa-gesa di dalam kota. Melewati jalan-jalan besar dan gang-gang sempit, akhirnya di persimpangan dekat dermaga selatan kota, dari kejauhan terlihat sosok gemuk Jenderal Ruhl dengan satu tim pengawalnya. Air mata Xia Ya langsung bercucuran sambil menerjang sang gemuk dan memeluknya erat-erat.
Melihat Xia Ya yang terengah-engah seperti hampir tak bernyawa, Ruhl menahan tawa sambil menepuk punggung Xia Ya keras-keras: "Sudah-sudah! Dari tadi pagi aku mengirim orang menjemputmu. Ketika tahu kau tak ada di rumah, sudah kutebak separuhnya - kali ini mereka keterlaluan! Kubayangkan setidaknya masih ada batasan, tapi ternyata berani terang-terangan begini! Tenanglah, dengan pasukan pengawalku di sini, mereka takkan berani main-main."
Xia Ya masih terengah sambil menggeleng kuat: "Sialan! Baru kusadari betapa dasyatnya samurai bajingan ini! Mereka bagaikan belalang! Serangan terbuka atau licik masih bisa kutahan, tapi dasar mereka sampai menggunakan jurus menyiram tinja!"
"Ruhr langsung mendorong Char ke belakang sambil menutup hidung dan memaki: 'Menyiram tinja! Sial! Kenapa tidak bilang dari tadi! Baju ini baru kuganti pagi ini!'"
Char berseru marah: "Kamu sudah tahu, kenapa tidak mengingatkanku!"
"Omong kosong! Kemarin sudah kuingatkan, bukankah kamu dengan gagah berani bilang 'datang satu lawan satu, datang dua lawan sepasang'?"
"..." Wajah Char memerah karena marah: "Sial! Aku tidak menyangka mereka begitu ulet! Kukira dengan membunuh dua orang, yang lain akan takut... Tapi... Nenek! Memang benar 'dua lawan sepasang', tapi kalau datang ratusan, mana bisa kutangani?!"
Si kampungan itu meluapkan emosi, lalu tiba-tiba tersadar: "Tidak masuk akal! Kota Kekaisaran ini penuh orang-orang hebat yang tersembunyi. Kenapa mereka hanya mengejarku? Apakah para jago bela diri lain di sini juga hidup seperti ini setiap hari?!"
Mata Ruhr berkilat licik sambil tersenyum: "Hmph, akhirnya mulai paham."
Char panik, mencengkeram leher si gemuk dengan kuat: "Cepat jelaskan! Apa yang sebenarnya terjadi!!"
Ruhr melepaskan genggaman tangan Char, tersenyum dingin: "Kau pikir jadi jago itu semudah ini? Di dunia ini, yang ingin kaya, terkenal, atau menonjol itu bertebaran bagai bulu kerbau! Kau kira semua orang baik dan luhur? Orang licik dan mesum ada di mana-mana, yang menggunakan cara tak terpuji lebih banyak lagi! Demi bisa menonjol, mereka benar-benar mau melakukan apa saja. Seorang jago sekalipun, sekuat apa pun kau, pasti tetap perlu makan, tidur, BAB, pipis kan? Gangguan terus-menerus sampai kau lelah, di saat itulah mereka akan menyergap! Jadi, kau pikir para legenda di cerita bisa menguasai dunia sendirian? Hmph!"
"……" Dahi Char dipenuhi urat nadi yang menonjol: "Maksudmu……"
"Harus punya backer, punya faksi, baru bisa jamin diri, saudaraku." Si gemuk menepuk bahu Char, tertawa: "Kisah petualangan sendirian itu cuma ada di legenda, kesepian seorang jago... Cih! Di toilet pun masih waspada serangan licik, mana ada waktu untuk kesepian! Meski tubuhmu sekuat besi, berapa paku bisa kau tahan? Para pengecut ini, meski kau bunuh seribu, saat kau lelah, yang ke seribu satu akan menjatuhkanmu lalu teriak 'Aku mengalahkan Char sang legenda!' Naik jabatan dengan menginjak bahumu!"
"Lalu... bagaimana cara orang lain?" Char menghela napas.
“Jalannya ya cuma beberapa itu. Para jago yang sudah terkenal, ada yang merekrut banyak murid, punya bawahan dan pembantu agar tidak kewalahan saat diganggu. Ada juga murid-muridnya yang akan turun tangan menyelesaikan masalah. Ada juga yang langsung bergabung dengan orang besar atau klan bangsawan. Kekuatan kelompok bangsawan itu sangat besar, tentu tidak ada orang sembarangan yang berani mengganggu atau mencari mati. Kalau ada yang... menolak merekrut murid dan tidak mau bergabung dengan faksi mana pun, ya terpaksa menyembunyikan identitas dan mengasingkan diri di tempat terpencil.”
“Sialan!” si kampungan memaki, “Ternyata para jago yang mengasingkan diri itu semuanya dipaksa, sialan!”
