Char koma selama beberapa jam sebelum akhirnya sadar. Pagi itu Ruhr si gemuk sudah datang dengan pasukannya untuk berkunjung. Mendengar Char pingsan, si gemuk juga cukup terkejut. Setelah mendengar penjelasan bawahan tentang proses kejadian dan melihat langsung reruntuhan rumah yang ditempati Char, sorot mata si gemuk tampak ganjil. Ia berjongkok di antara puing-puing sambil meraba-raba kiri kanan, akhirnya keluar dengan ekspresi aneh. Sambil lalu ia memerintahkan anak buah untuk membersihkan area, tanpa menyebut soal memanggil pengrajin untuk membangun ulang rumah, langsung pergi menemui Char.
Saat Char terbangun, ia melihat si gemuk duduk di kepala tempat tidurnya. Dirinya sudah dipindahkan ke kamar Duoduo Luo dan Soit. Begitu meraba sisi tempat tidur dan menemukan garpu api tidak ada di sampingnya, jantungnya langsung berdebar kencang. Ia langsung terduduk dari tempat tidur.
"Mencari apa?" Ruhr tersenyum tipis, mengambil garpu api dari kepala tempat tidur dan menyerahkannya pada Char: "Yang ini?"
Char terkekeh kecut, menerimanya dan memeriksa sebentar.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Ruhr mengerutkan kening: "Kupinjamkan rumah bagus untukmu, malah kau hancurkan."
“Aku akan mengganti rugimu.” Si kampungan beranjak turun dari tempat tidur, masih merasa tubuhnya agak lemah. Dalam hatinya tertegun: Garpu api sialan ini benar-benar menghisap semua tenaganya, masa setelah istirahat begitu lama masih belum pulih?
“Apa tadi malam kau latihan bela diri di kamar?” Ruhr memegangi bahu Char, berbisik: “Aku sudah periksa reruntuhannya, sepertinya dihancurkan oleh aura tempur yang sangat kuat secara langsung.”
Char menjawab sambil lalu. Ruhr yang melihatnya tak mau menjelaskan detail pun tak memaksa. Setelah istirahat sebentar, si gemuk berkata: “Aku khawatir padamu, makanya datang menjenguk. Markas besar belum mengirim kabar, ini wajar. Tapi yang aneh Sang Kaisar juga belum mengirim utusan untuk memanggilmu menghadap. Aku takut ini pertanda masalah.”
Char menatap si gemuk: “Tak menghadap ya sudah. Kalau Kaisar tak ingin menemuiku, bukan masalah besar.”
Ruhr mengerutkan kening: “Kau tak paham! Nak, markas besar sudah lama ingin menjatuhkanmu! Alasan mereka belum memberimu kambing hitam atau sepatu kecil hanyalah karena sebelumnya Kaisar bilang ingin menemuimu. Selama Kaisar masih memperhatikanmu, markas besar tak berani bertindak. Tapi jika Kaisar sampai melupakanmu, kau akan kehilangan perlindungan. Nanti bukan cuma markas besar - bahkan Putra Mahkota pun takkan membiarkanmu!”
Char tetap tak peduli: “Mau ditemui atau tidak, itu keputusan Kaisar. Aku tak bisa mengontrolnya. Masa aku harus nekat masuk istana sendiri untuk menemuinya?”
“Aku justru merasa pekerjaan ini agak bernuansa kejahatan.” Ruhl menggeleng: “Secara logika, panggilan Sang Kaisar seharusnya sudah tiba sejak lama, tapi... Yi? Mungkinkah ini ada hubungannya dengan Kavhill?”
Char hanya menggeleng, si gemuk menebak-nebak sebentar tanpa hasil, akhirnya berhenti membahas. Setelah beberapa saat, Char baru berkata: “Ada satu hal lagi yang kumohon padamu... Jenderal Ruhl, aku telah membawa pulang janda Kevin. Dia sedang hamil, anak Kevin yang lahir setelah kematiannya. Bagaimanapun, aku harus merawatnya dengan baik. Jika markas besar bisa lebih cepat mengeluarkan perintah, menetapkan jabatan dan penghargaanku—meski ditempatkan di desa terpencil sekalipun—aku tak keberatan. Aku akan langsung pergi menjalani hidup bebas bersama mereka.”
“Kamu... sama sekali tak khawatir dengan masa depanmu?” si gemuk mengerutkan kening.
“Khawatir apa? Adakah tempat yang lebih terpencil daripada Wildfire Town?” Char tertawa terbahak, lalu berwajah serius: “Aku mohon bantuanmu untuk menanyakan kabar ke markas besar. Aku tak ingin jadi kaya raya, hanya butuh kepastian hasil. Setelah itu, akan kutinggalkan semua ini dengan legawa.”
Orang gemuk ragu-ragu sejenak, seolah ada sesuatu yang ingin dikatakan, namun akhirnya menahan diri. Ia menatap Char dalam-dalam, duduk sebentar lalu beranjak pamit pergi. Hari ini dia mengirimkan beberapa kebutuhan pakaian dan makanan. Konon saat Char masih koma, orang gemuk ini sudah menemui Yulia. Kini dia adalah Jenderal Divisi Ketiga Belas. Secara nominal, jika Kevin masih hidup, dialah atasan langsungnya. Pertemuannya dengan Yulia benar-benar menghiburkannya. Saat pergi, dia juga meninggalkan sejumlah uang.
Char bangun, makan siang, dan beristirahat sebentar. Tenaganya mulai pulih sedikit. Melihat Duoduo Luo yang sudah beberapa kali menjulurkan kepala ke dalam ruangan mengintip, Char tahu pikiran si penyihir ini. Tanpa menunggu, Char langsung keluar dan mencengkeram Duoduo Luo: "Apa yang kau sembunyi-sembunyi lihat?"
Menyaksikan si penyihir terbata-bata, Char tertawa terbahak: "Ayo, aku temani kau ke serikat penyihir itu. Biar urusanmu selesai, supaya hatimu tak gelisah lagi."
Duoduo Luo girang bukan main. Pujian menjilatnya mengalir deras seperti air bah, ludahnya beterbangan saat bicara. Char awalnya masih tersenyum puas diam-diam, tapi lama-lama jengkel mendengar kata-kata yang itu-itu saja dari Duoduo Luo. Ia menendang si penyihir sekali: "Jangan banyak cakap! Depan memimpin jalan!"
Kali ini pergi keluar, Char sudah lebih bijak. Dia tidak ingin merepotkan para pengawal yang ditinggalkan Ruhr untuk ikut lari ke sana-sini. Akhirnya dia dan Duoduo Luo sama-sama mengganti baju, memanjat tembok ke gang sebelah, lalu cepat-cepat menyelinap keluar.
Char mengenakan jubah linen biasa dengan jubah bertudung, sepatu kulit pasukan diganti dengan sepatu kain sederhana. Bahkan garpu api yang selalu dibawanya pun disembunyikan dalam jubah longgar. Penampilannya persis seperti warga Osgilia biasa. Sedangkan Duoduo Luo yang kali ini kembali ke guild penyihir, hatinya dipenuhi kegembiraan. Entah dari mana dia menemukan jubah gaya penyihir abu-abu, wajahnya dicuci hingga bersih. Kecuali tidak memakai Lencana Penyihir di dada, penampilannya sudah persis seperti saat pertama kali bertemu Char di Wildfire Town dulu.
Keduanya berjalan menyusuri gang-gang sempit, bergerak menuju utara kota. Osgilia merupakan kota yang sangat luas. Sepanjang perjalanan mereka melewati alun-alun pusat, melintasi beberapa blok permukiman ramai. Kali ini Char tidak ditemani pengawal, juga tidak diganggu oleh orang lain hingga merasa kacau. Ia justru bisa tenang menikmati pemandangan kota Osgilia yang legendaris ini. Kota ajaib termasyhur di benua ini benar-benar luar biasa. Sepanjang jalan, mereka menyaksikan berbagai arsitektur bersejarah megah - menara kokoh, patung-patung agung, batu nisan kuno. Jejak sejarah terukir di setiap sudut kota, bahkan saluran air yang membentang utara-selatan beserta jembatannya diperkirakan telah berusia ratusan tahun.
Saat tiba di daerah utara kota, jumlah pejalan kaki semakin berkurang. Yang terlihat sesekali hanyalah para penunggang kuda yang sengaja memperlambat laju kendaraannya, tak berani berkuda kencang di area ini. Kereta-kereta kuda yang melintas tampak mewah dan penuh hiasan indah, dikawal pengawal berkuda di depan-belakang. Kusir kereta pun berpakaian rapi, menunjukkan bahwa penumpangnya pasti orang-orang berstatus tinggi.
Dari kejauhan, terlihat puncak menara lonceng dan lonceng raksasa yang tergantung di bagian tertingginya. Sebuah jalan lurus nan lebar mengarah ke bawah menara tersebut. Saat berjalan di jalan itu, dentang lonceng yang dalam terdengar dari menara, bergema penuh kesan kuno, seakan membersihkan jiwa manusia. Char yang mendengar suara khidmat itu tak bisa menghindar dari perubahan ekspresi menjadi lebih serius.
Di bawah menara lonceng itulah markas Gereja Bizantium berdiri - Katedral Santo Sophia, bangunan gereja terbesar di seantero benua, markas pusat Gereja Kekaisaran Bizantium!
Di ujung jalan, beberapa anak tangga mengarah ke alun-alun luas. Jalan ini bercabang mengitari alun-alun begitu sampai di dasarnya. Luas alun-alun di atas tangga itu mungkin mencapai ratusan langkah. Permukaannya dilapisi marmer abu-abu kebiruan, dikelilingi pilar-pilar Corinthian berbentuk lingkaran. Setiap pilar begitu besarnya hingga perlu tiga empat pria berotot untuk memeluknya. Tubuh pilar dipenuhi ukiran relief karya grandmaster seni kuno, beberapa sudah rusak tapi masih memancarkan aroma sejarah.
Alun-alun megah itu sepi pengunjung. Hanya beberapa petugas gereja berbaju hitam yang lalu lalang dengan kepala tertunduk. Beberapa merpati berkeliaran dengan bebas, bahkan saat ada yang lewat pun mereka tanpa reaksi. Sesekali beberapa terbang, menari-nari di bawah dentang lonceng dan genderang khidmat, memperkuat aura kesucian tempat ini.
Katedral Hagia Sophia terletak di ujung alun-alun, fasadnya tersusun dalam formasi tinggi di tengah dengan bagian samping lebih rendah. Menara tengah tertinggi bergema dengan dentang lonceng, atap oval dipadukan dengan menara runcing, deretan jendela besar berjejer di atas gereja yang menggunakan kaca patri langka. Dari kejauhan, di bawah sinar matahari, seluruhnya berubah menjadi warna-warna yang berkilauan.
Menara sentral gereja ini mungkin mencapai ketinggian ratusan meter dari tanah. Saat berdiri di bawah pintu utama gereja dan menengadah ke atas, terasa aura wibawa yang menekan. Pintu gerbang itu sendiri setinggi lebih dari sepuluh meter, di kedua sisinya berjajar prajurit penjaga kuil berbaju zirah kuno. Desain zirah mereka sangat berbeda dengan gaya prajurit Bizantium yang pernah diliat Char - armor dada berbentuk lingkaran berlapis lempengan emas, pelindung bahu dan lengan yang menonjol tinggi, serta kapak panjang bundar di tangan mereka, menciptakan kesan agung dan sakral.
Para prajurit ini berdiri tegak di bawah dinding dengan tatapan lurus ke depan, seolah mengabaikan kehadiran Char di depan pintu. Penjaga di kedua sisi mengangkat kapak panjangnya membentuk silangan di depan pintu, menciptakan "gerbang kapak" yang harus dilewati di bawah kilauan mata pisau yang mengerikan jika ingin memasuki pintu utama.
Pintu gereja ini terbagi menjadi tiga bagian. Selain pintu utama di tengah, dua pintu samping di sisi kiri dan kanan tidak dijaga oleh prajurit kapak kuil. Namun kedua pintu samping tersebut jauh lebih kecil dan hanya setengah terbuka.
Char hendak melangkah menuju pintu utama, tiba-tiba ditarik oleh Duoduo Luo. "Tunggu! Pintu utama tidak boleh dimasuki! Hanya pada tahun baru dan hari raya besar, pintu ini boleh dilewati. Di hari biasa, selain Paus dan Yang Mulia Kaisar, siapapun dilarang lewat sini."
Char bergumam, melihat para prajurit zirah emas kuil suci di bawah pintu utama. "Buat pintu besar tapi tidak boleh dilewati, bukannya percuma?"
Ucapannya membuat Duoduo Luo wajahnya memucat ketakutan. Takut si kampungan ini mengeluarkan kata-kata berbahaya, ia segera menariknya menuju pintu samping.
Pintu samping meski tak semegah pintu utama, tetap setinggi beberapa meter. Daun pintu berlapis besi itu diukir relief malaikat turun ke dunia manusia. Dua petugas gereja jubah hitam berdiri kaku di ambang pintu, hanya melirik sekilas sebelum membiarkan mereka masuk.
"Aula gereja biasanya terbuka untuk umum. Secara teori, baik bangsawan maupun rakyat biasa boleh masuk berdoa. Tapi bangsawan bisa datang kapan saja, sementara rakyat hanya diizinkan dua hari khusus tiap bulan. Untuk hari biasa, orang miskin harus ke gereja kecil lain di kota Osgilia," bisik Duoduo Luo sambil menjelaskan.
Masuk ke dalam aula besar, Char langsung menarik napas dalam-dalam.
Bagian dalam aula ini jika dilihat ke atas tingginya lebih dari sepuluh meter, lebar di kedua sisi mencapai puluhan meter, dan kedalamannya setidaknya seratus meter!!
Char belum pernah melihat aula sebesar ini seumur hidupnya. Untuk menopang struktur sebesar ini, terdapat dua baris pilar batu persegi di kedua sisi yang menyangga atap. Di kedua sisi dinding setinggi lebih dari sepuluh meter, terdapat karya para grandmaster seni dari berbagai generasi berupa relief bertema religi, lukisan dinding, dan berbagai patung yang tersebar di seluruh dinding. Di bagian atas dinding dekat atap, terdapat ukiran bunga dan awan melayang yang melambangkan "surga di atas".
Di beberapa bagian, dinding dihiasi kaca berwarna-warni dengan motif lukisan dinding aneh, umumnya menggambarkan malaikat turun menyelamatkan umat dari penderitaan, dewa memberikan mukjizat menyinari bumi, atau langsung memahat patung dewa-dewa.
Di dalam aula besar tidak ada lampu yang dinyalakan, tetapi pencahayaannya tetap terang. Saat Domi mengingatkan, Char mengangkat kepala dan melihat langit-langit atap yang ternyata merupakan satu lukisan dinding utuh raksasa!
Lukisan dinding itu memiliki lebar puluhan meter dan kedalaman ratusan meter, membungkus seluruh langit-langit aula besar. Gambarnya menunjukkan awan yang harmonis, sinar matahari yang menyinari, serta ribuan malaikat bersayap hitam dari utara yang terbang melayang di antara awan. Di bawah matahari, sosok keemasan samar-samar terlihat di balik lapisan awan, jelas merupakan perwujudan dewa yang sebenarnya...
Seluruh lukisan dinding diukir dengan detail dan khidmat. Yang paling menakjubkan, ini seolah merupakan semacam lingkaran sihir! Awan yang melayang dalam lukisan, jika diamati lebih dekat, ternyata benar-benar tampak bergerak perlahan! Para malaikat dalam lukisan juga terlihat membentangkan sayapnya dan terbang dengan anggun, menyusuri awan. Matahari emas itu memancarkan cahaya keemasan yang tidak hanya menerangi aula, tetapi saat menyinari tubuh Xia Ya, terasa kehangatan lembut sekaligus kesan suci dan penuh wibawa!
Lingkaran sihir ini tidak hanya menyediakan pencahayaan, tetapi juga secara otomatis memancarkan aura suci untuk menciptakan kesan megah!
Pantas saja sejak pertama masuk ke aula, Xia Ya langsung merasakan aroma kesucian yang menyelimuti setiap sudut. Bahkan relief-relief di dinding terlihat begitu mengagumkan, ternyata semua itu adalah efek dari lingkaran sihir di langit-langit ini.
Aula besar terasa khidmat dan hening. Di dalam ruangan, sesekali terlihat beberapa bangsawan yang berpakaian rapi berdiri di depan relief lukisan dinding sambil memandang dengan khusyuk. Ada juga para pengikut bangsawan yang taat bersimpuh di depan relief patung dewa di dinding, memeluk erat kedua tangan sambil memejamkan mata berdoa. Beberapa perempuan bangsawan, tanpa memandang usia, baik yang berpakaian mewah maupun sederhana, semuanya mengenakan jubah dengan cadar menutupi wajah. Saat sesekali melewati Char dan Duoduo Luo, mereka semua menunjukkan ekspresi tegas dengan tatapan tenang dan serius, sama sekali tidak ada komunikasi verbal antar satu sama lain.
Jelas terlihat, di aula khidmat ini setiap orang bersikap sangat terkendali. Bahkan ketika langkah Char agak terlalu keras saat berjalan, orang-orang sekitar langsung melirik dengan pandangan tidak puas. Beberapa mengerutkan kening menatap Char dua kali sebelum mengalihkan pandangan, tidak lagi menghiraukan keduanya.
Bagi orang kampungan seperti Char, karya relief dan lukisan dinding bernilai tak ternilai karya grandmaster seni di dinding samping tentu sama sekali tidak bisa dia apresiasi. Dia hanya penasaran: apakah lempengan emas yang menonjol pada lukisan keemasan itu benar-benar terbuat dari emas murni? Kalau iya, kenapa dibiarkan begitu saja di dinding tanpa penjaga, padahal setiap hari banyak orang berlalu lalang? Tidak takut dicuri??
Adapun hal-hal seperti Kabar Suci Cahaya Suci, bagi si senjata ini sama sekali tidak ada pemahaman spiritual yang tersisa.
Dengan cepat berjalan sampai ke ujung aula besar, di depan terhampar dua pintu kayu tebal dan berat. Pada kusen pintu bagian atas berbentuk lengkung terdapat kaca berwarna-warni, sementara sudut bawah pintu dibalut besi berwarna emas. Dari balik pintu kayu lebar itu, samar-samar terdengar alunan kidung pujian. Char mendengarkan beberapa bait, sama sekali tidak memahami maknanya, akhirnya berbalik pergi dan mengikuti Duoduo Luo menuju pintu samping.
Setelah keluar dari pintu samping, Duoduo Luo menjelaskan bahwa ruangan di balik pintu kayu itu sebenarnya adalah ruang utama gereja. Di dalamnya terdapat patung dewa dan altar suci yang konon telah berusia seribu tahun. Ruang utama gereja tersebut mampu menampung hingga tiga ribu orang untuk berdoa bersama. Setiap bulan, sepuluh pendeta berlevel uskup agung secara bergiliran memimpin ritual doa. Sedangkan untuk meminta Paus sendiri yang memimpin upacara, hanya bisa dilakukan saat tahun baru setiap tahunnya.
Dari pintu samping, kami memasuki alun-alun dalam gereja. Area ini dikelilingi oleh bangunan utama gereja yang menjulang tinggi, membentuk isolasi sempurna dari dunia luar. Luas alun-alun dalam ini bahkan melebihi lapangan di depan gereja. Dinding-dinding setinggi menara kota mengitarinya dalam formasi lingkaran sempurna, dengan dua belas menara yang masing-masing merupakan milik seorang uskup agung. Menara tertinggi di bagian depan adalah tempat tinggal Sang Paus sendiri.
“Gedung di utara tepat milik hierarki gerejawi tinggi. Di dalamnya terdapat ruang doa, tempat penyimpanan relik suci dan artefak suci dari generasi ke generasi, ruang rapat dewan tetua gereja, serta lokasi pengelolaan urusan gerejawi oleh klerus berbagai tingkatan dari seluruh wilayah.
Gedung di selatan tepat adalah milik tribunal... Hmph, sebaiknya jangan sering mendatangi tempat itu jika tak urgen. Tribunal merupakan entitas paling horor dalam gereja, bertugas menyelidiki para bidah di seluruh benua serta memantau urusan gerejawi. Begitu ditemukan penyimpangan ajaran atau elemen pemberontak, tribunal akan bertindak melakukan hukuman... Hmph! Tiang-tiang di alun-alun luar tadi kau lihat, tapi dalam gereja, semua orang tahu pilar paling termasyhur bukanlah relief-relief itu, melainkan... tiang hukuman bakar! Selama ribuan tahun, tak terhitung berapa banyak orang yang tewas dibakar di sana.
Gedung di barat tepat merupakan perpustakaan gereja yang menyimpan kitab suci kuno, dokumen literatur ajaran dari masa ke masa, serta dekret dan kanon gerejawi. Tempat itu juga berfungsi sebagai akademi pelatihan kaderisasi rohaniwan.
Zhengdong... maka itu adalah guild penyihir. Guild penyihir berada di bawah kepemimpinan langsung gereja, bertanggung jawab memverifikasi identitas dan level semua penyihir di Kekaisaran, serta melakukan beberapa manajemen terhadap dunia sihir, menetapkan aturan industri. Di sini juga terdapat akademi sihir, namun hanya melatih magang tingkat rendah yang diajari mulai dari teori sihir dasar dan ilmu obat-obatan magis. Setelah lulus bisa dianggap sebagai magang sihir yang memenuhi syarat. Bagi yang ingin naik level menjadi penyihir, harus mencari cara menjadi murid di bawah seorang penyihir tertentu untuk mempelajari sihir sejati yang lebih tinggi."
Duoduo Luo menjelaskan cepat sambil berbisik: "Tapi aturan guild menyatakan hanya penyihir tingkat menengah yang berhak menerima murid. Dulu saya lulus dari akademi sihir sini, mendapatkan kualifikasi magang sihir, lalu dipilih guru saya sebagai murid dan diajari beberapa sihir sejati. Sayangnya bakat saya terlalu jelek, kemampuan magis hanya sampai level satu dan tidak bisa naik lagi... Akhirnya guru pun meninggalkan saya..."
Mengenang masa lalu, Duoduo Luo menghela napas sedih, jelas masih sangat kecewa dengan pengalaman ditinggalkan guru karena bakatnya yang buruk.
"Akademi Sihir, murid sihir..." Xia Ya mengusap dagunya, penasaran: "Apakah semua lulusan akademi ini bisa menjadi murid sihir? Apa yang dilakukan para murid sihir setelah lulus? Bagaimana jika ada yang lulus tapi tidak ada penyihir yang mau menerimanya sebagai murid? Apakah harus berganti profesi?"
Duoduo Luo tersenyum: "Tuan, situasi seperti itu sangat langka. Serikat Sihir sendiri membutuhkan staf untuk pekerjaan rutin. Orang biasa tidak bisa bekerja di Serikat Sihir! Bayangkan mempekerjakan orang awam di sana - itu akan mempermalukan serikat! Setiap tahun, murid sihir yang tidak bisa mendapat guru tetap bisa bekerja di Serikat Sihir, meski hanya sebagai pesuruh. Setidaknya statusnya tetap anggota serikat! Lagipula, ada bangsawan yang ingin terlihat berbudaya dengan merekrut murid sihir walau tak bisa dapat penyihir sejati. Minimal lulusan akademi ini menguasai teori sihir dan ilmu obat-obatan magis dengan baik. Menguasai farmasi magis sangat berguna, baik untuk menjadi dokter atau bekerja di pasukan bayaran dan kesatuan prajurit."
Sambil berbicara, keduanya telah sampai di kompleks gedung di sisi timur alun-alun. Melihat relief hexagram simbol sihir yang melayang di permukaan dinding gedung, Char menoleh sebentar sebelum akhirnya bergegas masuk ke dalam pintu gedung setelah didesak Duoduo Luo.
Char tidak tahu bahwa siluet punggungnya dan Duoduo Luo yang memasuki Serikat Sihir itu sedang diamati dari kejauhan.
Di seberang alun-alun, sesosok tubuh ramping tinggi bersembunyi di balik pilar dekat dinding. Dengan satu tangan menekan dadanya, separuh kepalanya menyembul dari balik pilar sambil menatap dengan tajam ke arah pintu Serikat Sihir di seberang!
Setelah melihat Char dan Duoduo Luo masuk, sosok ramping itu baru berani keluar dengan hati-hati. Di belakangnya terdapat pintu perpustakaan gereja, tempat seorang pria berjubah hitam keluar. Di bawah jubahnya terlihat baju zirah lentur yang melekat di tubuh. Pria berjenggot rapi ini mengenakan jubah hitam berpinggiran emas megah. Ia mendekati sosok ramping itu sambil tersenyum: "Adeline, kau sedang mengawasi apa?"
Adeline—si menyedihkan—terkejut hebat oleh suara di belakangnya, hampir berteriak. Setelah menoleh dan mengenali sang paman, ia mengelus dadanya sambil berdesah: "Paman Chip, kau hampir membuatku mati ketakutan."
Orang di belakang ini, tentu saja adalah Ksatria Chip yang dulu menjemput si Menyedihkan di Padang Api Liar. Sebagai ksatria andalan Putra Mahkota, hari ini Chip mendapat perintah untuk melindungi Yang Mulia Adeline ke gereja berdoa. Sang putri yang selama ini dikurung di istana pinggir kota oleh Putra Mahkota hampir gila karena bosan. Setelah merengek berkali-kali, akhirnya hari ini diizinkan ke gereja. Putra Mahkota masih menatap tajam sambil memerintahkan Chip harus ekstra hati-hati, terutama melarang Adeline berbicara dengan siapapun.
Begitu bisa keluar, Adeline bagai burung lepas sangkar. Meski dilarang bicara dengan orang, setidaknya bisa menghirup udara kebebasan. Walau hanya diizinkan ke tempat membosankan seperti gereja, baginya bisa keluar rumah saja sudah kebahagiaan besar.
Barusan di ruang baca pribadi perpustakaan gereja, dia membuka-buka kitab suci sebentar. Keluar ingin berjemur, tapi tak disangka di tempat ini justru melihat bayangan yang tak bisa dilupakannya!!!
Wajah Adeline dipaksakan tersenyum menanggapi pertanyaan Ksatria Chip, tapi dalam hatinya pertanyaan yang sama terus berputar:
Bagaimana mungkin itu dia?
Kenapa bisa dia?
Ngapain dia lari ke Kota Kekaisaran?
Si kampungan ini... dia, dia... apa dia mencari aku?
Memikirkan hal ini, wajah ayu yang pucat itu tiba-tiba memancarkan semburat kemerahan...
Sorot matanya menjadi samar, hampir tak tahan untuk melirik ke arah Serikat Sihir beberapa kali.
Ah... Benar! Dia ternyata bersama penyihir bernama Duoduo Luo itu... Mungkin Duoduo Luo telah memberitahukan identitasku padanya. Apakah... apakah dia benar-benar datang ke Kota Kekaisaran untuk mencariku?
Dia... dia datang mencariku?
Dalam pergolakan batin, antara suka dan khawatir, tiba-tiba dia mengajukan pertanyaan pada dirinya sendiri.
Seandainya... seandainya benar-benar bisa bertemu, bisakah aku kabur bersamanya? Dia... dia...
Ah, seandainya bisa bertemu walau sekadar bertukar dua patah kata...
Hatinya bagai rusa ketakutan, berdebar tak karuan.
