Mendengar ini, Char hampir terguling dari kursinya. Setelah berusaha duduk kembali, ia mengamati orang yang dikirim Kavhill ini. Melihat ekspresi lawan yang serius tanpa sedikitpun canda, Char mulai merasa bersalah dan mencoba bertanya, “Apa… apa kau bilang tadi? Coba ulangi.”
“Tuan kami berkata, tiga puluh ribu terlalu mahal, bagaimana kalau diberi diskon 20%?”
Kali ini Char mendengar jelas! Setiap kata terucap gamblang tanpa ambiguitas. Tapi mulut si kampungan langsung menganga, dagu nyaris menyentuh tanah, bola mata melotot.
Sialan… Kavhill si tua ini sedang main akal apa?
Katanya tiga puluh ribu mahal, terus minta diskon?
Apa saraf si tua Kavhill ini sudah kacau? Hal seperti ini saja dia mau lakukan?
Selama ini cuma ada yang bayar untuk budak, perempuan, atau pesinden… Baru pertama kali ada yang mau membayar untuk mendapatkan murid!”
“Anu……” Char terbata-bata berkata, “Ini… soal uang… sebenarnya aku yang memberinya, atau dia yang memberiku?”
Pertanyaan ini membuat sang pelayan memandang Char dengan tatapan seperti melihat orang idiot, balik bertanya, “Baron, bukankah Tuan yang meminta uang dari majikan kami?”
Oh, berarti tidak salah.
Hati Char langsung lega! Dia khawatir kalau Kavhill salah paham, malah jadi dirinya yang harus membayar untuk jadi murid—jaraknya dari kebangkrutan hanya selangkah lagi, mana ada uang untuk belajar?
Tapi kemudian hatinya kembali cemas: Kavhill memberiku uang? Orang tua itu benar-benar akan memberiku uang?
Sekalipun… sekalipun dia benar memberi, beranikah aku menerimanya?
Char terkekeh getir sambil memegang dagunya, bimbang lama sampai dagu yang bagus hampir jadi pipih. Akhirnya dia nekat: Sial, kalau dia mau memberiku uang, gratis kok ditolak! Habis terima uang, Sang Master langsung kabur ke perbatasan, surga tinggi kaisar jauh, bisa apa dia!
Si kampungan ini memberanikan diri, menunjukkan kelicinan preman khas Wildfire Town: “Oke! Bawa uangnya kesini, aku akan tulis surat permohonan jadi murid!”
Melihat Char setuju, sang pelayan seperti lega. Ekspresi polosnya tiba-tiba menampakkan kilat licik: “Tak perlu bolak-balik buang waktu, Baron. Uangnya sudah kubawa.”
Setelah berkata, dia memberi hormat pada Char, berbalik dan berlari keluar dari kamar menerobos pelataran. Tak lama kemudian, dari sudut jalan muncul sebuah kereta besar yang ternyata sudah menunggu lama di belokan jalan. Kereta itu berhenti di depan kediaman Char, dua pelayan turun dan mengangkat sebuah peti masuk melalui pintu.
Saat ini Char juga sudah keluar dan berdiri di pelataran. Matanya menyaksikan lawannya menurunkan peti besar dengan penuh hormat di hadapannya. Saat peti dibuka, cahaya emas langsung memancar - peti itu dipenuhi tumpukan kepingan emas sebesar telapak tangan yang tersusun rapi! Namun kepingan ini bukan emas biasa, melainkan emas ungu yang jauh lebih berharga. Menilai dari kurs penukaran di Kekaisaran, satu keping emas ungu bisa ditukar dengan enam keping emas biasa dengan berat yang sama.
"Baron," pelayan itu membungkuk hormat pada Char, "Ini adalah uang yang diperintahkan Tuan kami untuk hamba antarkan. Total seribu keping emas ungu, setara dengan 24.000 koin emas Kekaisaran. Silakan diperiksa."
Char: "..."
Si kampungan terdiam sejenak, tiba-tiba menatap pelayan itu: "Uang ini sudah kamu bawa sejak tadi? Diberikan begitu saja, tidak takut aku menerimanya lalu mengingkari janji?"
Wajah polos pelayan itu menampakkan senyum tipis, yang bagi Char terlihat sangat menjengkelkan: "Tuan kami berkata, Mengingkari janji... Tuan tidak berani."
"......" Char benar-benar menyerah.
Dia sebelumnya murni mengamuk tanpa alasan, lalu menyesal, bahkan khawatir membuat marah Kavhill si siluman itu. Tapi tak disangka orang tua itu justru ikut menggila bersamanya?
24.000 koin emas! Setara dengan penghasilan tujuh delapan tahun seorang bangsawan kecil sepertinya!
（Orang tua ini, benar-benar kaya raya.）Pikiran Xia Ya mulai bekerja. Menjadi murid guru sekaya ini, sepertinya... juga tidak buruk.
Entah karena tergiur atau penyesalan, tapi situasi di lapangan saat ini telah memaksanya ke sudut ruangan, tak ada pilihan selain menyetujui.
Si kampungan itu pun bertindak tegas. Dengan menutup mata melompat ke sungai, tak memikirkan apapun, langsung berlari kembali ke kamar mencari kertas dan pena. Dengan gerakan cepat menulis beberapa baris:
“Dengan ini Baron Kekaisaran Xia Ya Leiming, yang mengidolakan keilmuan Tuan Kavhill, bersedia menjadi murid di bawah bimbingannya. Catatan: Biaya pembelajaran 24.000 koin emas telah diterima, tidak dapat dikembalikan!”
Setelah mengeringkan tinta, langsung keluar menyodorkan surat itu ke tangan pelayan sambil melambaikan tangan: "Sudah! Bawa ini untuk lapor!"
Sang pelayan melirik surat permohonan murid di tangannya, sudut matanya berkedut dua kali. Dalam hati: Benar-benar orang bodoh. Di seluruh Kota Kekaisaran, murid-murid Tuan kami semuanya berasal dari kalangan kaya dan terhormat, orang biasa bahkan tak bisa mendapat kesempatan ini. Surat permohonan nak ini ditulis seperti surat utang, mana ada bau-bau rasa hormat dan penghargaan?
Char menulis surat permohonan menjadi murid ini, tapi setelah menunggu sebentar, dia melihat pelayan Kavhill ini tidak menunjukkan tanda-tanda pergi. Ia melotot sambil berkata: "Kamu masih menunggu apa? Menunggu makan malam di sini?"
Pelayan ini menggerutu dalam hati, tapi wajahnya tersenyum penuh harap: "Karena sudah menjadi murid, maka Baron sudah keluarga kami. Hmm, sebelum berangkat Tuan sempat berpesan ada beberapa hal lagi."
Ternyata... Uang Kavhill tidak mudah didapat!
Jantung Char berdebar: "Baiklah, katakanlah."
"Baik." Pelayan itu semakin sopan: "Yang pertama, menurut kebiasaan Orang Bizantium, murid yang menjadi murid harus memberikan biaya pengajaran. Jumlahnya tidak perlu banyak, hanya sebagai simbol. Tapi ini tidak boleh dihapus, kalau tidak, yang dipermalukan bukan wajah Tuan kami, melainkan wajah Baron. Orang lain akan bilang Baron tidak tahu menghormati guru dan menjunjung kebajikan..."
Wajah Char memucat: "Ini... Biaya pengajaran? Bagaimana hitungannya?"
"Tidak perlu banyak, hanya simbolis." Kalimat pertama pelayan itu membuat Char lega, tapi kemudian dia mendengar lanjutannya: "Secara umum, Tuan kami punya aturan untuk menghindari persaingan antar murid. Biaya pengajaran semua murid sama rata. Artinya, Anda bayar sesuai jumlah yang dibayarkan murid-murid Tuan yang lain, tidak lebih tidak kurang, demi keadilan."
Jantung Char langsung berdebar kencang: "Sebutkan angkanya."
“Ini... Tuan adalah sarjana ternama di Kota Kekaisaran selama beberapa puluh tahun, pejabat dekat Sang Kaisar, guru Putra Mahkota. Sebelumnya pernah menerima beberapa murid, soal kualitas pengajaran...” Sambil berkata, pelayan itu mengacungkan dua jari.
“Dua ratus?” Char dengan muka tebal bertanya.
Pelayan itu memutar matanya: “Baron bercanda, jangankan Tuan kami, bahkan jika Anda berani melapor dengan angka ini ke akademi pelatihan di Kota Kekaisaran, pasti akan diusir dengan pukulan.”
Wajah Char berkedut: “Dua ribu?”
“Benar.” Pelayan itu mengangguk.
Char merasa kesal, tapi kemudian berpikir: Bulu domba tetap berasal dari dombanya sendiri. Lagipula 20.000 koin emas ini didapat secara gratis, memberikannya kembali sedikit tidak masalah. Dua ribu ya dua ribu.
“Baik! Biaya pengajarannya aku tanggung, langsung ambil sebagian dari sini.” Char pura-pura bermurah hati.
“Baron memang paham cara menghormati guru dan menjunjung tinggi jalan kebenaran.” Pelayan itu memuji, lalu melanjutkan: “Ada hal kedua...”
“Yang kedua?” Hati Char berdebar-debar.
Pelayan itu tersenyum manis: “Sebentar lagi Hari Raya Musim Semi, menurut tradisi Orang Bizantium kami, inilah saatnya bersemangat dalam belajar. Setiap keluarga harus memberi hadiah kecil kepada guru untuk keberuntungan.”
Wajah Char menjadi pucat: “Ini... berapa?”
“Tidak banyak, masih angka ini.” Pelayan itu tetap mengacungkan dua jari.
Char meremas-remas rambutnya: “Baiklah! Ambil juga sebagian dari peti ini.”
“Terima kasih, Tuan Baron.” Pelayan itu tersenyum, melanjutkan, “Dan untuk barang ketiga ini…”
“Masih ada?!” Char melotot.
“Sebenarnya tidak perlu disebutkan, tapi mengingat Anda sekarang sudah menjadi murid Tuan, lebih baik saya jelaskan. Kebetulan dalam beberapa hari lagi adalah ulang tahun Tuan. Menurut adat Bizantium, murid wajib memberikan ucapan pada hari ulang guru. Sesuai tradisi, nominal hadiah biasanya mengikuti ‘kelipatan bulat’. Tuan tahun ini berusia 54 tahun, dianggap ‘mendekati 60’, jadi uang hadiahnya disesuaikan dengan angka ‘6’.”
“Maksudmu… enam ribu?” Char menarik napas tajam.
“Tepat. Tahun lalu saat ulang tahun ke-53 Tuan, Yang Mulia Putra Mahkota dan murid lainnya masing-masing memberi enam ribu. Tahun ini mengikuti contoh yang sama.” Senyum pelayan itu membuat Char ingin meninju hidungnya sampai kempot.
“Ambil saja! Langsung ambil!” Char berteriak sambil melotot.
“Terima kasih, Tuan Baron.” Pelayan itu membungkuk lagi, “Masih ada…”
“Cukup!!” Char teriak panik memotong pembicaraan, “Jangan lanjut! Jika kau terus bicara, mungkin uang ini malah tidak cukup, sampai aku harus menambah dari kantong sendiri!”
Melihat ekspresi Char, si pelayan tersenyum dalam hati sambil berkata dengan wajah sopan: "Tidak ada... Yang ingin kukatakan, Tuan menyuruhku menyampaikan pesan untukmu: Selamat jalan, sampai di tempat, berhati-hatilah dalam segala urusan politik dan pemerintahan. Jika ada yang tidak dimengerti, kirimlah surat ke sini."
Setelah mengucapkan itu, si pelayan melambaikan tangan. Bersama temannya, mereka mengangkut sebagian kecil koin emas dari peti itu ke kereta kuda di luar, lalu pergi dengan langkah cepat.
Char memandangi peti yang isinya langsung berkurang hampir sepertiga, perihnya terasa sampai ke tulang sumsum.
Jadi, 24.000 koin emas - biaya pendidikan 2.000, upacara musim semi 2.000, hadiah ulang tahun 6.000... Seketika 10.000 langsung dikembalikan!
Masih tersisa 14.000. Syukurlah reaksiku cepat memotong pembicaraan si lawan. Kalau tidak, hari ini bukannya dapat uang, malah harus keluar kocek sendiri. Char menghela napas, mengambil beberapa kepingan ungu-emas sambil memeriksanya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, wajahnya berubah pucat!
"Sial!" Char menghentakkan kaki, keringat mengucur deras: "Kena tipu!"
Biaya pendidikan 2.000 itu hanya sekali bayar! Tapi upacara musim semi dan hadiah ulang tahun - tahun ini sudah dibayar, tahun depan harus bayar lagi!!
Itu berarti 8.000 koin emas per tahun!! Kalau si tua bangka itu berumur panjang, setelah 60 tahun menurut aturan "pembulatan", masuk kategori "mendekati 70 tahun" - hadiah ulang tahun tahunan bertambah 1.000!
"Meski masih ada 14.000 koin emas di tangan ini... Masih kurang buat memberi hadiah dua tahun ke orang tua itu!! Paling lambat tahun depan, aku harus mulai mengeluarkan uang sendiri!"
"Kesalahan strategi! Guru ini benar-benar sialan mahal! 8.000 koin emas per tahun, di mana aku bisa cari? Sebagai Baron kecil, penghasilanku cuma 2-3 ribu koin emas setahun..."
Xia Ya menghentakkan kaki, berputar-putar di pelataran, menatap langit sambil menghela napas panjang. Hatinya dipenuhi penyesalan.
Tiba-tiba terlintas pikiran: Ternyata Kavhill si tua ini benar-benar kaya raya!
"Dengan cara menarik uang seperti ini, beberapa murid saja bisa menghasilkan puluhan ribu koin emas per tahun! Kalau merekrut 100-80 murid lagi, bukankah gunung emas dan perak akan mengalir deras ke rumahnya?"
"Sial... Ternyata bisnis pendidikan semenguntungkan ini!"
Mata si kampungan berkilau emas: "Aku jadi Baron ini harus bertarung di medan perang dan mempertaruhkan nyawa, cuma dapat 2-3 ribu koin emas setahun. Tapi si tua ini cuma baca buku dan mengajar murid, minimal dapat puluhan ribu..."
"Mungkin... Aku juga harus cari beberapa orang bodoh yang tertipu untuk jadi murid..."
※※※
Syukurlah, setelah menerima surat permohonan menjadi murid dari Xia Ya, Kavhill tidak pernah lagi mengganggunya.
Selesai mengemas barang bawaan. Kepergian kali ini dari Kota Kekaisaran berbeda dengan kedatangan dulu. Saat pertama kali datang, hanya tiga orang dengan dua bungkusan kecil di punggung. Kali ini status sudah berbeda, orang-orang di sekeliling juga berbeda. Dikelilingi puluhan pengawal, ditambah berbagai barang bawaan dan harta dari rumah, baju zirah dan pelana kuda, semua diatur dalam tiga empat kereta kuda. Terutama Yulia yang sedang hamil. Meski ibu hamil sebenarnya tidak cocok untuk perjalanan jauh, tapi Char sama sekali tidak tenang meninggalkannya di ibu kota. Akhirnya menyewa kereta kelas atas yang dilapisi selimut tebal berlapis-lapis, dilengkapi dua tempat tembaga berisi arang, bahkan jendela kereta dipasang tirai tebal. Memilih dua kuda tangguh untuk menarik kereta. Kereta semacam ini nyaman dan stabil tanpa guncangan, hangat seperti musim semi di dalamnya.
Sebelum berangkat, ada beberapa perwira yang datang atas perintah Putra Mahkota Pangeran Garcia, mengantarkan anak panah untuk Char.
Jika mereka tidak datang, Char hampir melupakan hal ini. Meski Kaisar tua sudah memerintahkan Putra Mahkota membuat anak panah di area berburu, tapi beberapa hari tidak ada kabar, Char mengira sang Putra Mahkota sengaja melupakan. Tak disangka sebelum keberangkatan, mereka tetap mengirimkannya.
Setelah menghitung, ada seratus anak panah berlapis besi dengan mata panah segitiga dan ekor bulu besi. Dari segi kerajinan dan kualitas, semuanya memang kelas atas, bahkan lebih bagus daripada sepuluh anak panah pertama yang dibuat orang Landis Guruo untuknya. Terlihat meski Putra Mahkota itu mendendam padanya, dia tidak berani melanggar perintah Kaisar dengan taat palsu, melaksanakannya dengan jujur tanpa mengurangi material.
Bagaimanapun, mendapat tambahan pasokan anak panah berlapis besi membuat Xia Ya senang. Busur Juxiao miliknya hanya bisa menunjukkan kekuatan sejati dengan anak panah khusus ini.
Akhirnya semua urusan telah selesai ditangani, barang-barang dimuat ke kereta kuda. Keberangkatan dari Kota Kekaisaran ini total membawa 53 orang (sebagian adalah prajurit Pasukan Taring Serigala yang dipanggil Afrecarter melalui surat ke kampung halamannya setelah tiba di ibu kota).
Lima puluh tiga orang, tiga kereta kuda, lebih dari enam puluh ekor kuda, berarak keluar dari Kota Kekaisaran. Melewati gang-gang, keluar melalui Gerbang Kemenangan di barat, melintasi jembatan batu di kanal buatan.
Saat turun dari ujung jembatan, Xia Ya menoleh memandang tembok kota megah setinggi lima puluh meter di kejauhan, Gerbang Kemenangan yang seperti pintu istana dewa—dalam hati ia menghela napas. Melihat pengawal berkuda dengan pakaian mewah di sekelilingnya, ia sadar: keluar dari ibu kota ini, dirinya sudah menjadi pahlawan berpengaruh.
Emosi berkecamuk dalam hatinya, tanpa sadar ia tertawa terbahak tiga kali.
Satu rombongan berjalan menyusuri jalan besar ke arah barat, menuju kota benteng di sebelah barat dekat Kota Kekaisaran. Dalam rombongan ini juga terdapat penyihir Duoduo Luo.
Duoduo Luo selama ini setiap hari berlatih teknik bela diri di rumah. Sharba, Cato, dan Afrecarter telah melatih si penyihir malang itu dengan sangat keras, hampir setiap hari selain makan dan tidur hanya berlatih habis-habisan. Untungnya meski penyihir ini memiliki sifat pemalas, namun keyakinannya terhadap prinsip ini sangat gigih, bahkan ia mampu mengatupkan gigi dan bertahan. Hanya saja bakatnya terbatas, sementara tiga orang yang melatihnya pun bukanlah jagoan sejati. Meski sudah mengalami banyak babak belur, pencapaian teknik bela dirinya tetap sangat terbatas, meski tubuhnya menjadi lebih kuat. Walau masih terlihat kurus dan pendek, tapi tampak lebih berotot.
Setelah keluar dari Kota Kekaisaran dan sampai di kota benteng sebelah barat, Duoduo Luo harus berpisah dengan rombongan. Ia akan pergi sendirian ke timur, melewati perbatasan Kekaisaran, menuju Chaotic Territory, menyelami Hutan Lautan ras spirit untuk mencari "Ubi Ajaib Iblis" itu.
Namun saat benar-benar harus berpisah dan berangkat sendirian, hati si penyihir akhirnya menjadi ciut. Keberanian yang sudah dikumpulkannya mulai goyah. Meski dalam hidupnya ia selalu bisa bersikap pengecut dalam segala hal, tapi gelar "penyihir" adalah tujuan hidupnya. Setelah goyah sesaat, akhirnya ia kembali mengatupkan gigi dan memantapkan tekad.
Sampai di jalan besar kota benteng, terdapat sebuah persimpangan. Jalan utama bercabang ke kiri (barat) dan kanan (timur). Ke arah barat laut menuju County Moore, sedangkan ke timur adalah perjalanan Duoduo Luo.
Char menatap pengawal yang telah mengikutinya selama beberapa hari ini, akhirnya menghela napas: "Kamu benar-benar yakin, tidak menyesal? Aku bukan mencoret semangatmu, kemungkinan berhasil kali ini sangat kecil, apalagi..."
"Tuan, aku sudah mengerti semuanya." Duoduo Luo memasang wajah menderita: "Jangan lanjutkan. Aku sudah susah payah bulatkan tekad. Bila Tuan bicara lebih banyak, khawatirnya aku goyah lagi."
Char tertawa terbahak, merogoh sebuah bungkusan dari punggung kuda lalu melemparkannya ke Duoduo Luo: "Sihir kehidupan ala kamu itu sampai sekarang belum pernah digunakan, tidak tahu seberapa besar kekuatannya. Hmm... bungkusan ini untukmu. Isinya barang-barang hasil rampasan dari para penyihir di Padang Api Liar waktu itu. Bagiku tak ada gunanya, lebih baik untukmu, mungkin bisa membantu." Di dalamnya juga ada dua sisik naga, tapi Char sengaja tidak menyebutkannya.
Mata Duoduo Luo memancarkan secercah rasa terima kasih. Ia hanya membuka mulut, lalu mengangguk hormat ke arah Char sebelum memacu kudanya ke timur.
Melihat si mesum yang biasanya selalu menghindar ini begitu teguh mengejar keyakinannya, orang-orang di sekitarnya tak bisa menahan decak kagum. Meski Duoduo Luo sehari-hari dikenal pemalas dan licik, namun saat ini ia benar-benar layak dihormati.
“Bahkan pengawal Char yang lain, Soit, yang biasanya sering mengintimidasi Duoduo Luo, kali ini tak tahan menyeka beberapa tetes air mata diam-diam saat berpisah.”
※※※
“Setelah terharu sejenak, rombongan akhirnya melanjutkan perjalanan. Mereka tidak memasuki kota benteng, langsung belok ke barat laut di persimpangan jalan, menyusuri jalan besar perlahan. Setelah berjalan sekitar satu jam, Char sesekali masih menunggang kuda mendekati kereta mewah tempat Yulia duduk di tengah rombongan, mengetuk kaca jendela untuk menanyakan kabar. Sedangkan mantan prajurit Pasukan Prajurit Taring Serigala bertugas sebagai pengawal, berjaga di sekitar konvoi.”
“Tengah berjalan, tiba-tiba terdengar teriakan dari jauh di belakang. Awalnya suara itu masih sangat jauh, tertiup angin yang membuatnya samar-samar, belum jelas terdengar.”
“Namun beberapa saat kemudian, Char dan yang lain akhirnya tersadar. Menoleh ke belakang, mereka melihat debu beterbangan di kejauhan jalan raya, disertai derap kuda yang tergesa. Dari sela angin, terdengar teriakan melengking yang kacau:”
“Char... Tuan... Tolong... Tolong...”
“Char kini mendengar jelas. Terdiam sejenak, tangannya melambai. Konvoi langsung berhenti. Char bersama Afrecarter dan Sharbacate berkuda menuju bagian belakang rombongan. Dari balik debu, terlihat puluhan penunggang kuda mendekat dengan cepat seperti kilat!”
Berlari di depan adalah seekor kuda dan kereta kuda, baik penunggang maupun kereta tersebut melaju sekuat tenaga. Penunggang kuda itu merundukkan tubuhnya, melarikan diri dengan tergesa-gesa. Di belakang mereka, puluhan penunggang kuda berkerumun mengejar. Para pengejar itu semuanya prajurit, dalam derap kuda yang bergemuruh, tangan mereka masih mengibaskan kilau senjata yang mengerikan. Beberapa bahkan menarik busur dari atas kuda, melesatkan anak panah tajam ke arah penunggang dan kereta di depan.
Syukurlah kereta kuda itu berlari di belakang, gerbongnya yang luas berhasil menahan semua panah.
Ketika penunggang dan kereta itu semakin mendekat, penunggang kuda di depan itu membuka suaranya dan berteriak: "Tuan Xia Ya... Tolong... Tolong..."
Saat jarak semakin dekat, Xia Ya dan yang lain melihat wajah pelarian itu, mereka semua terdiam terkejut.
"Duoduo Luo?!"
Xia Ya tertegun sebentar, melirik ke orang di sampingnya, lalu berkata bingung: "Sial, baru saja berpisah dengan penuh air mata, bagaimana dia bisa menyelesaikan quest secepat ini?"
"Eh... Jangan-jangan dia menyerah di tengah jalan dan kembali mencari kita."
Melihat Duoduo Luo melarikan diri dengan kacau, sebuah anak panah melewati kereta belakang dan langsung menusuk pantat kuda Duoduo Luo. Kuda itu menjerit kesakitan lalu oleng jatuh. Menyaksikan ini, Xia Ya berteriak marah: "Diam saja apa! Selamatkan orang dulu!"
Dia meneriakkan perintah: "Sharba Cato bawa pasukan jaga konvoi! Afrecarter, ikut aku menyelamatkan mereka!"
Suara belum reda, dia sudah melesat maju dengan kudanya. Afrecarter juga berteriak kencang, menghunus Pedang salib perak dan mengejar.
Kedua pihak saling mendekat, jarak segera menyempit. Xia Fei meluncur ke sisi Duoduo Luo. Penyihir malang itu berdebu dengan noda darah di tubuhnya, masih tiarap di tanah. Saat kendaraannya roboh, salah satu kakinya tertindih. Saat ini dia menjerit kesakitan, tiba-tiba melihat Xia Fei datang menghampiri bagai juru selamat. Air mata dan ingus mengalir di wajahnya sambil berteriak histeris: "Tuan! Hampir saja tak bisa bertemu lagi!"
Xia Fei tertawa marah: "Dasar kau, kenapa kembali lagi?"
Duoduo Luo panik menunjuk ke belakang: "Cepat! Selamatkan kereta kuda itu!! Jangan sampai dirampok!"
Di belakang jalan besar, kereta kuda yang melarikan diri akhirnya tertinggal karena berat. Lima puluh pengejar berpengalaman mengepungnya. Beberapa langsung menikam kuda penarik hingga tewas, membuat kereta terhenti oleng. Pasukan berkuda dengan tombak dan pedang pendek mengerumuni kereta, menusuk dan membelah tanpa ampun ke arah penumpangnya.
Seseorang duduk di posisi pengemudi kereta kuda, samar-samar terlihat mengenakan pakaian kain longgar dengan jubah, memegang pedang panjang. Di tengah kekacauan pasukan, dia bertahan mati-matian. Tiba-tiba tubuhnya bergetar, semburan aura tempur perak meledak dari tubuhnya! Para prajurit pengepung di sekitarnya langsung berteriak kaget dan mundur. Tapi terdengar teriakan: "Takut apa! Dia sudah cacat!"
Setelah berkata demikian, seorang penunggang kuda melompat keluar. Orang di atas kuda itu memegang pedang panjang yang memancarkan aura tempur abu-abu, langsung menghujam ke arah pria di kereta kuda!
Aura abu-abu ini jelas kalah kuat dibanding aura perak. Tapi yang membuat Char heran, sais kereta itu mengangkat pedangnya untuk menahan serangan namun tampak kewalahan. Penyerang semakin ganas menghujani pedangnya. Sais kereta itu limbung tak berdaya. Para prajurit lain segera mengepung sambil menikamkan tombak dan pedang.
Sais kereta itu terus bertahan kiri-kanan. Akhirnya beberapa serangan mengenai tubuhnya. Meski refleknya cepat menghindari titik vital, bahu dan pahanya terluka parah. Dengan jerit kesakitan, dia terjatuh dari kereta ke tanah berdebu.
Para pengejar itu bersorak gembira, orang yang memimpin langsung menusukkan pedangnya ke bawah. Kusir yang terbaring di tanah mengangkat pedangnya untuk menahan, terdengar suara "Klak!", pedang di tangannya terlempar ke udara.
"Ha ha ha! Sudah di ambang kematian, masih melukai beberapa anak buahku!"
Pemimpin itu terlihat sangat puas diri.
"Cih! Anak buahmu?! Ini semua dulunya adalah orang-orangku!" Suara pria di tanah penuh kebencian: "Saville! Brengsek! Dulu aku memperlakukanmu dengan baik, menganggapmu sebagai tangan kananku, tak kusangka kau malah mengkhianatiku! Pengkhianat tak tahu balas budi, bajingan tak punya hati!"
Pria itu terbaring di debu, darah segar mengalir dari tubuhnya bercampur lumpur. Dengan gerakan cepat dia melepas jubahnya, memperlihatkan wajah aslinya.
Dari kejauhan, Char memandang ke arah itu dan langsung terdiam kaku.
Yi?? Itu dia?
Afrecarter juga membeku: "Tuan Char... Itu... Itu Philip si brengsek!"
Orang yang dikejar-kejar dan kini terluka terbaring itu tak lain adalah pemimpin Pasukan Prajurit Ular Perak, Philip yang pernah dihancurkan Char dalam pertarungan di Koloseum Kota Kekaisaran!
"Pada saat ini, di mana lagi kesombongan dan kemewahan Philip yang dulu? Ia mengenakan baju kasar dari kain, wajah tampannya kini kurus kering nyaris berubah bentuk, janggut tidak terurus, rambut acak-acakan. Selain itu, kedua tangannya dibalut perban tebal, di area ibu jari terlihat darah merembes keluar dari balutan."
Baru sekarang Char mengerti—pantas aura tempurnya satu tingkat di atas lawan tapi tetap kalah. "Ibu jarinya kupotong, tangannya tak bisa memegang pedang. Meski membawa senjata, kekuatannya jauh berkurang."
Philip dengan wajah penuh kemarahan dan kepedihan: "Brengsek berhati ular dan kalajengking! Shavel, kau membunuhku hari ini, di masa depan nasibmu akan lebih buruk!"
Shavel itu tersenyum sinis: "Philip, manusia mati karena harta, burung mati karena pakan! Untuk merangkak naik, tak peduli cara—semua ini kupelajari darimu selama bertahun-tahun! Lagipula kau sekarang sudah jadi sampah masyarakat. Pasukan Prajurit Ular Perak ini mulai sekarang secara alami menjadi milikku!"
Wajah Philip pucat pasi, melihat ujung pedang yang hanya berjarak selebar jari dari tenggorokannya. Akhirnya ia takut: "Kau... kau benar-benar ingin menghabisiku?"
"Hah! Kalau tidak kubunuh, para veteranmu di bawah akan terus mengganggu. Selama kau hidup, pikiran orang-orang tak akan padam. Bagaimana aku bisa menekan yang lain!"
Meski berada jauh, setelah mendengar dialog ini Char sudah bisa menebak situasinya. Ia menggelengkan kepala, melirik ke Afrecarter: "Kejahatan berbalas kejahatan. Mari kita pergi, jangan ikut campur."
Afrecarter ragu sejenak, namun melihat dari kejauhan Philip terbaring di tanah dengan kondisi menyedihkan, tiba-tiba timbul perasaan iba dalam hatinya. Ia menggelengkan kepala: "Tuan! Seperti musang yang berduka saat kelinci mati, aku... lebih baik aku sendiri yang menebasnya dengan pedang, daripada melihatnya berguling-guling di lumpur seperti anjing liar tak bertuan."
Setelah berkata demikian, Afrecarter menarik napas dalam dan memacu kudanya maju, Pedang Salib Perak di tangannya menyala dengan aura tempur: "Pasukan Prajurit Taring Serigala di sini! Pasukan Ular Perak, minggir kalian semua!"
Saat ia memacu kudanya, orang-orang di kejauhan langsung tersentak. Sebenarnya Saville sudah lama melihat orang di depannya, tapi mengandalkan jumlah pasukan yang besar. Melihat ada yang menyerbu dengan kuda, ia berteriak keras: "Pasukan Prajurit Ular Perak sedang bertugas, yang ingin hidup minggir!"
Tapi sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, mendengar teriakan Afrecarter yang menyebut "Taring Serigala", wajahnya langsung berubah pucat!
Permusuhan antara Pasukan Prajurit Ular Perak dan Pasukan Prajurit Taring Serigala sangat mendalam. Sebagai mantan wakil Philip, mana mungkin dia tidak tahu? Kehancuran Philip kali ini semua karena jago yang dibawa Pasukan Taring Serigala ke Ibu Kota waktu itu!
Pada saat melihat Afrecarter berlari mendekat, setelah diamati lebih seksama ternyata benar-benar pemimpin Pasukan Prajurit Taring Serigala, jantung Xavier langsung berdebar kencang. Pikiran pertamanya adalah melarikan diri. Tapi segera ia berpikir: "Aku yang memberontak merebut kekuasaan ini, kalau di pertempuran pertama langsung kabur, bagaimana mungkin bisa memimpin para bawahan sebagai Bos nantinya? Lagipula lawan hanya dua tiga orang, pasukan besar mereka masih jauh dari sini. Mungkin kita bisa manfaatkan jumlah personel yang lebih banyak untuk menghabisi Afrecarter ini..."
Begitu pikiran jahatnya muncul, ia mengayunkan pedang sambil berteriak: "Saudara-saudaraku, serbu bersama! Habisi si..."
Teriakannya belum selesai, tiba-tiba terdengar desingan tajam menusuk udara!
Syu! Bang!!!
Seberkas cahaya merah melesat dari kejauhan. Seorang prajurit bawahan di sampingnya yang sedang menunggang kuda langsung tertembak di dada! Dengan suara gedebuk, seluruh bagian depan tubuhnya meledak menjadi kabut darah! Saat jasadnya terjatuh, bagian dari pinggang ke atas sudah hampir tidak berbentuk manusia lagi!
Kekuatan panah sehebat ini belum pernah disaksikan Xavier sebelumnya. Seketika keberaniannya menguap bagai asap. Melihat ke kejauhan, terlihatlah Char di atas kuda dengan busur panjang berpenampilan aneh di tangannya, menyeringai sinis ke arahnya.
Ia menyipitkan matanya untuk melihat jelas sosok Char, langsung tangan dan kakinya terasa dingin! Selama ini ia mengikuti Philip, mana mungkin tidak mengenal wajah Char? Setelah Philip dilengserkan, ia juga mencari kabar dan tahu bahwa orang ini adalah jago baru kekaisaran! Char yang bahkan berhasil melukai Dewa Perang Odin, Hasting! Lagi pula sekarang ia sudah menjadi bangsawan, memegang kekuasaan besar, mana mungkin bisa diusik oleh prajurit-prajurit swasta seperti mereka? Meski mereka juga sudah bergabung dengan bangsawan, tapi cuma bisa bersembunyi di belakang sang majikan, menindas kelompok prajurit swasta seperti Afrecarter. Hadapi orang berkedudukan tinggi seperti Char? Mana berani?
Begitu melihat Char, langsung jiwa nyaris terlepas dari badan, teriaknya: "Mundur!!"
Ia memimpin putar balik kudanya dan kabur. Para prajurit di sekitarnya bingung, hanya melihat seorang teman ditembak jatuh di tempat, pemimpin mereka lari ketakutan seperti melihat hantu. Seketika, semua orang berbalik arah, mengejar sang pemimpin yang melarikan diri.
Afrecarter memacu kudanya mendekat. Sejak mendapatkan Pedang Salib Perak, ia belum pernah menguji di medan perang. Sedang berniat membuka 'pasar' pedang ini dengan darah musuh. Tak disangka saat sampai di depan, lawan sudah kabur seperti kelinci ketakutan. Afrecarter membuka mulutnya, memandang para pengecut yang lari tercengkang-cengkang di kejauhan, hanya menyisakan debu yang berterbangan...
“Cih!” Afrecarter meludah, melirik Philip yang masih terbaring di tanah, ragu sejenak sebelum akhirnya turun dari kuda. Ia berdiri di hadapan pria itu sambil mengerutkan kening, "Hmph, kau belum mati?"
Philip menatap Afrecarter dengan sorot mata kompleks. Ekspresi wajahnya sulit terbaca, antara dendam atau kecewa. Wajahnya berubah beberapa kali sebelum akhirnya diselimuti kegelapan. Perlahan ia duduk sambil bergumam, "Saat ini aku masih hidup... Tak ada salahnya kau menuntaskan dengan tusukan pedangmu."
Pada saat itu Char tiba dengan cepat menunggang kuda. Ia membawa Duoduo Luo yang terluka di pelana kudanya. Setelah turun, Char tersenyum lebar melihat Philip di tanah, "Aha, bukankah ini pemimpin Pasukan Prajurit Ular Perak? Hari ini kostummu sangat sederhana. Ada apa, cuaca cerah begini bawa anak buah main petak umpet di luar kota?"
Philip malu dan marah sampai ingin mati. Napasnya tersengal melihat Char. Tiba-tiba ia muntah darah sebelum merebahkan diri sambil membungkuk hormat, "Terima kasih Tuan Char telah menyelamatkan nyawa hina ini! Tapi bagaimanapun akhirnya aku harus mati. Jika Tuan ingin mengambil nyawaku, silakan lakukan sekarang!"
Char mendengus keras. Sebelum sempat bicara, Duoduo Luo yang di atas kuda sudah berteriak, "Tuan, jangan dibunuh! Tidak boleh dibunuh! Dia... dia tahu..."
"Apa?"
“Dia tahu di mana bisa menemukan Ubi Ajaib Iblis！！” Duoduo Luo dengan wajah cemas.
“Ubi Ajaib Iblis？” Char mengangkat alisnya: “Quest ujianmu itu?”
Duoduo Luo terlihat tegang, meski lukanya di paha membuat wajahnya pucat, ia tetap mengangguk keras.
