Malam yang penuh nafsu membunuh ini menyembur ke langit, bahkan matahari pagi pun seakan berwarna merah darah.
Char berdiri menghadapi angin pagi, hendak mengungkapkan kekaguman pada matahari terbit ketika tiba-tiba tersenyum dalam hati: Darah para goblin itu pasti berwarna hijau... Kalau ini benar pembantaian berdarah, seharusnya fajar pun berwarna hijau.
Memikirkan ini, Char tak tahan menghela napas dan bergumam pelan. Tiba-tiba suara Dora yang penuh ejekan bergema di benaknya: "Hmph, hanya manusia sepertimu yang suka berpura-pura muluk. Perang tetaplah perang, pembunuhan tetaplah pembunuhan. Tapi kalian malah menghiasinya dengan kata-kata romantis. Apa dengan begitu kekejaman itu jadi terlihat indah?"
Char menggeleng: "Hmph, jangan selalu 'kalian manusia' 'kalian manusia'. Tidak semua orang suka kemunafikan seperti ini."
Setelah jeda sebentar, Char berbisik: "Aku hanya merasa terharu. Masih kuingat katamu dulu, puluhan ribu tahun yang lalu... Goblin pernah menjadi penguasa dunia... Tapi sekarang..."
"Peradaban musnah dilalap api, elit dibantai habis-habisan—andai tragedi seperti ini menimpa manusia, pasti keadaanmu sekarang lebih mengenaskan dari para goblin. Setidaknya mereka masih bertahan hidup gigih, belum benar-benar punah. Kalau manusia yang mengalaminya, mungkin sekarang kalian masih tinggal di pohon seperti monyet."
"Aku tidak mau berdebat denganmu soal hipotesis yang tak berarti ini." Char menggeleng: "Aku hanya merasa... nasib goblin terlalu menyedihkan. Dulu ras penguasa benua, sekarang jadi kelompok primitif. Satu gerobak makanan saja sudah bisa membuat mereka saling bunuh."
Dora terdiam setelah mendengarnya.
※※※
Pagi harinya, para goblin akhirnya muncul lagi. Setelah pembantaian semalam, jumlah mereka berkurang lebih dari setengah. Tampak jelas wajah-wajah mereka yang mengenaskan seperti hantu gentayangan, tubuh penuh darah, sementara sebagian lain gemetaran menjauh dari kelompoknya, hanya mengamati dari kejauhan.
"Jumlahnya jauh berkurang." Hawk berdiri di samping Char, bertanya pelan: "Kelihatannya paling banyak tinggal 700-800. Bagaimana kalau... aku pimpin pasukan untuk menyerbu? Dengan sisa jumlah segini, sudah tidak terlalu mengancam. Sekali serangan bisa membubarkan 200-300 lagi, kita tidak perlu khawatir dengan para pengganggu ini."
Hawk mengatupkan gigi, tangan mencengkeram erat kapak.
Char menatap Hawk sebentar, tapi tidak menjawab. Pandangannya langsung melompati para hadirin dan tertuju pada Philip: "Bagaimana menurutmu, Philip? Ini ide kamu. Sekarang, langkah apa berikutnya?"
Philip tetap tenang, nada suaranya datar: "Usulan Hawk masuk akal. Jumlah mereka sudah jauh berkurang. Dengan kekuatan kita, bisa langsung membubarkan mereka. Tapi... cara seperti itu terlalu merugikan."
Char tersenyum, sorot matanya mengandung makna tersembunyi, menatap Philip: "Jadi maksudmu?"
"Goblin-goblin ini, biarkan hidup, mungkin masih ada gunanya." Philip juga tersenyum pada Char: "Tuan, kita masih harus pergi ke suku Tian Gong... Jadi, goblin-goblin ini masih berguna, paling-paling hanya menghabiskan sedikit persediaan makanan saja, bagi kita ini tidak ada kerugian."
Mata Char berbinar, dia kembali memandang Philip: "Kau bisa memikirkan sejauh itu?"
Philip tersenyum, meski saat tersenyum sorot matanya tetap suram: "Sebagai pasukan, wajar jika ingin meringankan beban sang tuan. Tujuan perjalanan kita ini adalah membantu Tian Gong kembali ke sukunya. Jika nanti lawan menolak tunduk, hanya dengan seratus orang di sini, memaksa mereka dengan kekuatan fisik pasti sulit... Goblin-goblin ini adalah umpan meriam yang datang sendiri."
"Maksudmu?"
"Merekrut." Philip mengucapkan kata yang membuat para hadirin tertegun.
Merekrut? Merekrut sekumpulan goblin?!
"Tuan, Anda sudah berjanji memberi saya tiga gerobak bahan makanan, saya baru pakai kurang dari dua gerobak, masih banyak yang tersisa. Jadi, untuk pekerjaan selanjutnya, izinkan saya menyelesaikannya." Sikap Philip tegas tanpa kesombongan.
Saat ini, orang lain tak bisa berdebat lagi. Bahkan Sharba yang sebelumnya masih belum tunduk, kini memandang Philip dengan tatapan was-was. Beberapa kali dia melototi Philip, tapi tak mengucapkan sepatah kata pun.
Pekerjaan selanjutnya menjadi jauh lebih sederhana.
Para goblin yang telah bertempur sengit semalaman, pada pagi hari mulai mengangkut tumpukan mayat ke tanah lapang. Mereka menunggu kedatangan Philip untuk melakukan transaksi.
Philip tetap membawa satu mobil dan dua puluh pengawal. Meski para pengawal itu adalah tentara bayaran yang sudah terbiasa melihat darah, mereka tetap terkejut menyaksikan ratusan bahkan ribuan mayat goblin yang bertumpukan di tanah lapang. Makhluk hijau buruk rupa itu mati dalam kondisi menyedihkan - ada yang tewas oleh senjata tumpul, ada yang sobek menjadi fragmen, dan beberapa terpotong menjadi beberapa bagian...
Di bawah perintah Philip, para tentara bayaran itu mengambil pedang masing-masing. Mereka membungkus mulut dan hidung dengan kain, lalu memasuki tumpukan mayat. Semua kepala goblin dipenggal, persediaan makanan di mobil dikosongkan dan dibuang di pinggir jalan. Kepala-kepala itu kemudian dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung.
Beberapa tentara bertanya-tanya: "Apa gunanya mengumpulkan kepala goblin ini?" Tapi Char telah memerintahkan untuk menaati semua instruksi Tuan Philip.
Ratusan kepala yang terkumpul dimasukkan ke karung besar. Bau amis darah yang menyengat membuat banyak tentara bayaran wajahnya pucat seperti kertas.
Philip yang berdiri di samping menyeringai sinis: "Takut apa! Anggap saja kalian sedang jadi tukang jagal babi! Makhluk-makhluk ini bukan manusia, perlakukan seperti binatang ternak saja!"
Satu mobil penuh persediaan makanan dilempar keluar, sisanya yang dimiliki para goblin masing-masing hanya mendapat sedikit saja. Meski nafsu makan goblin terbilang kecil, jatah yang mereka dapatkan cuma cukup untuk bertahan satu dua hari. Dengan kuantitas segitu, para goblin tampak sangat tidak puas, masih berkumpul di sana enggan bubar.
Philip menunjukkan senyum jahat, berdiri di situ sambil menunjuk-nunjuk dan menggerakkan tangan ke arah goblin hampir setengah hari. Para goblin hanya bisa melongo, akhirnya setelah lama terdiam, tiba-tiba mereka bersorak gegap gempita.
Philip juga menyuruh Char memanggil Si Pan dari Galens untuk membantu. Ahli dalam mengawasi budak ini sangat dibutuhkan untuk merekrut para goblin.
Menurut Philip: "Lagipula kita tidak perlu benar-benar membentuk pasukan dari goblin untuk membantu perang. Cukup kumpulkan mereka sementara, saat tiba di lokasi, ratusan goblin berbaris di depan, suku Tian Gong yang melihatnya pasti akan terpana."
Soal biaya perekrutan... ternyata sangat murah. Setelah berkomunikasi lama dengan goblin plus meminta Tian Gong jadi penerjemah, akhirnya disepakati harga: setiap goblin yang patuh dijamin kenyang tiap hari.
Bagi goblin, makanan manusia adalah barang paling didambakan. Roti pipih wangi, daging sapi-kambing-babi lezat, jelas jauh lebih enak daripada daging goblin yang anyir.
Lagi pula, syarat yang diajukan manusia ini membuat para goblin tidak bisa menolak: Tanpa perlu menanggung risiko apapun, juga tidak harus bertarung habis-habisan, hanya perlu patuh mengikuti mereka, setiap hari sudah bisa kenyang... Kehidupan seperti ini, dibandingkan mengembara seperti anjing liar di Padang Merah, benar-benar perbedaan yang sangat besar!
Dua kereta besar pakaian dan senjata goblin yang ditukar beberapa hari lalu akhirnya bisa digunakan.
Philip memimpin pasukannya memilih barang-barang yang masih lumayan dari tumpukan rongsokan itu, lalu membagikannya ke para goblin. Meski masih berupa besi tua yang rusak, setidaknya setiap goblin kini memiliki senjata yang agak layak, tidak ada lagi yang menggunakan tongkat kayu. Peralatan seperti ini di antara kelompok goblin Padang Merah sudah bisa dianggap cukup "elit".
Kemudian Tian Gong didorong ke hadapan para goblin - Saat itu juga, goblin-goblin yang sebelumnya masih menunjukkan gelagat ingin memberontak langsung menjadi sunyi senyap.
Popularitas Tian Gong di Padang Merah, jika harus dibuat perbandingan serupa, sama seperti kewibawaan Hasting di antara orang-orang Odin!
Para goblin ini begitu mengetahui bahwa sesama mayat berpostur gagah di hadapan mereka ternyata adalah Tuan Tanah Tian Gong yang termasyhur, semua langsung membeku ketakutan, tidak berani bertindak sembarangan.
Meskipun kondisi sakit Tian Gong belum pulih sepenuhnya, setidaknya secara lahiriah terlihat bahwa ia sudah tidak mengalami kesulitan berarti saat berjalan. Selama tidak terlibat perkelahian fisik, dari penampilan luar saja sudah cukup untuk mengancam orang. Apalagi, di mata para goblin, betapa hebatnya Tuan Tanah Tian Gong ini sampai bisa bersama para prajurit manusia kuat ini... Dan sesuai instruksi sengaja Char, semua pengawal tentara bayaran bersikap sopan kepada Tian Gong, secara tidak langsung membuat para goblin berhalusinasi: Jangan-jangan, para pengawal manusia ini adalah pasukan bawahan Tuan Tanah Tian Gong?
Tuan Tanah Tian Gong benar-benar Yang Agung! Bahkan prajurit manusia sekuat ini setia pada goblin yang begitu perkasa!!
Bisa kenyang setiap hari. Ada pahlawan goblin agung yang memimpin mereka. Ditambah sekutu berupa kelompok prajurit manusia kuat - siapa yang akan berkeberatan dengan situasi seperti ini?
Demikianlah, rombongan bertambah dengan ratusan goblin. Dibawah pimpinan Philip dan Tian Gong, mereka segera diorganisir menjadi beberapa kompi seratus orang. Membawa berbagai senjata, mereka berperan sebagai gelombang kedua, berjalan perlahan di belakang.
Bukan Char tidak mau berjalan bersama goblin-goblin ini, tapi... Bau tubuh goblin dari Padang Merah ini benar-benar tak tertahankan! Kebiasaan tidak mandi selama bertahun-tahun, ditambah berkumpulnya ratusan mereka, aroma itu cukup untuk membuat seseorang pingsan karena saking menyengatnya!
