Meski terpisah saluran air, aura penuh ketegangan seakan mampu membuat sesak nafas. Di seberang saluran di daerah merah, pasukan penjaga berjaga-jaga di jembatan dengan gugup, kuda-kuda pertahanan bertumpuk di ujung jembatan. Pasukan penjaga dan penjaga kota kekaisaran saling berpandangan melintasi sungai.
Kedua pihak seolah menanti sesuatu. Semua tahu, begitu perintah turun, pertempuran sengit tak terelakkan akan pecah.
Udara malam penuh dengan bau yang mencekam, dinginnya logam seolah bisa terendus oleh hidung. Di kedua ujung jembatan kecil ini, terkumpul setidaknya lebih dari dua ribu prajurit, namun saat ini sunyi senyap tanpa sedikitpun suara.
Sebaliknya, pasukan penjaga Zona Merah lebih tegang. Pasukan penjaga kota di seberang masih melakukan mobilisasi. Dalam kegelapan malam, suara derap kaki prajurit dan bunyi kuda-kuda terus terdengar samar-samar dari kejauhan. Semakin banyak pasukan penjaga kota berduyun-duyun ke sini. Di seberang saluran air, banyak bangunan telah diduduki pasukan penjaga kota. Di tempat tinggi, dalam kegelapan terlihat para pemanah yang telah siap siaga.
Pada saat ini, udara seakan telah membeku!
Cahaya bulan samar-samar turun, menyinari kota. Pantulan cahaya bulan di permukaan air memancarkan kilau dingin yang sama dengan perisai di tangan para prajurit. Satu-satunya suara yang bisa didengar sekarang adalah bunyi kretek-kretek tali busur yang terlalu lama ditarik.
Akhirnya, dari ujung jembatan Zona Merah di seberang, terdengar teriakan rendah diikuti suara prajurit penjaga yang membuka penghalang di atas jembatan. Dengan bunyi roda berderit, dua kereta kuda perlahan keluar.
Roda kereta mengeluarkan bunyi berderit-derit seolah as roda yang terlalu lama tidak diolesi minyak hampir berkarat. Sepanjang perjalanan, suaranya seperti rintihan orang tua sekarat. Kuda penarik kereta penuh lumpur di seluruh tubuhnya, langkah kaki kuda terasa berat.
Dalam suasana yang hampir memanas antara kedua belah pihak, dua kereta kuda ini justru melaju perlahan menuju seberang. Baru dihentikan oleh pasukan penjaga kota setelah setidaknya dua puluh panah busur mengarah ke sekelilingnya.
Beberapa anggota pasukan penjaga kota maju dengan tegang untuk memeriksa, baru kemudian menghela napas lega.
"Ini gerobak pengangkut air." Seorang prajurit yang telah memeriksa tong-tong besar di gerbong itu melompat turun, bertukar pandang dengan perwira: "Dua waktu yang ditentukan lalu kereta ini pernah masuk untuk mengantar air. Kami sudah memeriksanya."
Perwira pemimpin tim tampak ragu.
Di bawah larangan keras atasan, Daerah Merah telah dikepung selama beberapa hari. Namun karena perintah akhir tak kunjung turun, pasukan penjaga kota hanya melakukan blokade. Setiap hari kendaraan pengangkut bahan makanan dan air masih diizinkan masuk-keluar meski melalui pemeriksaan ketat - bahkan kayu bakar yang dikirim pun ditusuk-tusuk dengan tombak oleh prajurit.
Prajurit di kereta telah membuka semua tong air, isinya masih kosong. Hanya lapisan karat air yang tersisa di dinding besi tong.
Perwira itu mengangguk setelah beberapa saat ragu: "Lepaskan!"
Bagaimanapun... perintah serangan terakhir belum turun dari atasan. Bahkan banyak prajurit penjaga kota yang masih ragu - mungkin Sang Kaisar akan mengubah keputusan di detik-detik terakhir.
Semua tahu Daerah Merah adalah batas akhir! Melewati garis ini berarti pernyataan perang dan pemutusan hubungan terakhir.
"Lepaskan!"
Para prajurit berteriak dengan tegang, lalu antrian pasukan penjaga kota terpisah, membuka lorong di balik barisan perisai tebal, mengizinkan kereta tua yang rusak itu lewat perlahan.
Perwira pemimpin menatap kereta yang melintas pelan itu, tiba-tiba hati kecilnya merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia menyambar bawahan di sampingnya: "Bawa catatan hari ini!"
Dengan cepat ia membalik-balik catatan masuk-keluar di jembatan hari ini: "Ini mobil keberapa hari ini?"
"Enam kali," jawab prajurit bawahannya. "Tiga kali mengangkut makanan, sekali kayu bakar dan batu bara, dua kali lagi mengangkut air. Total 33 mobil keluar-masuk. Sudah kucocokkan, jumlah mobil yang masuk bawa barang sama dengan yang keluar. Semua gerbong juga sudah diperiksa, tidak ada barang selundupan atau mencurigakan."
Perwira itu menghela napas lega. Ia tertawa pahit sambil menggelengkan kepala. Rupanya dirinya terlalu tegang. Situasi terkutuk ini membuat orang hampir menjadi gila!
Sampai kapan blokade seperti ini akan berakhir?
※※※
Si Pan memimpin satu regu pasukan berkuda menyusuri persimpangan menuju saluran air. Jenderal komandan pasukan penjaga kota ini wajahnya suram, perasaan berat di dadanya bagai batu yang membuatnya sesak napas. Bahkan mengendarai kudanya dengan kencang pun tak bisa meredakan tekanan di hatinya.
Dada terasa sesak dan tidak nyaman... Sepertinya hari ini akan hujan?
Keripan bajunya di dalam armor dada sudah basah kuyup oleh keringat, namun di balik armor dada itu tersembunyi perintah tertulis langsung dari Kaisar Cantos Agung!
Pada detik ini, Jenderal Pan tiba-tiba merasakan beban sejarah dalam misinya!
Dia sangat paham, perintah yang dijalankannya ini mungkin... tidak, bukan mungkin, tapi pasti! Akan mengubah takdir kekaisaran ini!!
"Penabuh lonceng kematian..." Pan yang sedang menunggang kuda tiba-tiba merasa ironi tragis: "Seratus tahun kemudian, saat keturunan mencatat sejarah, apakah namaku akan dikenang? Aku... Pan, penabuh lonceng kematian bagi kekaisaran berusia ribuan tahun ini?"
Memikirkan hal itu, suasana hati sang jenderal menjadi muram, tapi segera dia menggigit ujung lidahnya keras-keras, menendang perut kuda dengan kasar, memaksa diri untuk bersemangat kembali.
Bagaimanapun... dia adalah seorang tentara! Dia harus menjalankan perintahnya!
Pasukan berkuda Pan berbelok di persimpangan, ujung jalan di depan adalah jembatan saluran air. Di persimpangan angka sembilan, dua gerobak air kosong perlahan mendekat. Kedua pihak bertemu di persimpangan dengan jarak hanya puluhan langkah. Dua gerobak air itu pun berbalik arah, menuju sisi lain persimpangan empat.
Secara refleks Pan memperlambat kecepatan kudanya. Mungkin suara roda berkarat yang berderit-derit itu memutus alur pikirannya. Dengan santai sang jenderal mengangkat kepala melihat kedua gerobak air itu.
Pasukan berkuda di belakangnya berhenti.
Di jalanan, hanya terdengar suara roda gerobak yang kreek-kreek, serta derap kaki kuda yang menarik gerobak, menginjak permukaan jalan berbatu hijau hingga mengeluarkan suara berat "dak-dak".
Tiba-tiba, Si Pan merasa agak iri dengan dua gerobak air itu... Karena saat ini, mereka bisa beruntung pergi menjauh dari tempat yang akan segera dinyalakan apinya!
Suara derap kuda yang dak-dak terdengar dari kejauhan, menyatu dengan gemuruh roda gerobak. Si Pan terlihat termenung, hatinya dilintasi perasaan aneh yang samar. Ia mengerutkan kening, lalu menggelengkan kepala, baru kemudian menarik tali kekang untuk perlahan menuju saluran air.
Sesampainya di tepi saluran air, Si Pan turun dari kuda lalu segera memanggil perwira setempat. Setelah mendengar laporan sang perwira, ia mengangguk.
Segalanya tampak tidak ada yang tidak normal.
Di Zona Merah tidak terlihat gerakan mencurigakan, pasukan penjaga hanya berjaga ketat di sepanjang saluran air - persis seperti yang diperkirakan.
(Mungkin, baik mereka maupun aku... tidak menyangka Sang Kaisar akan jadi gila sampai segitu.)
Si Pan sangat paham, meski Zona Merah dijaga seribu pasukan elit, dan menurut intelijen yang dimilikinya, kualitas pasukan ini jauh melampaui pasukan penjaga kotanya - baik dalam hal peralatan zirah senjata maupun kualitas prajurit individual.
Tapi, bagaimanapun juga terkepung di satu daerah, di dalam Kota Kekaisaran, pasukan penjaga kotaku memiliki keunggulan mutlak dalam jumlah pasukan. Seribu pasukan elit lawan sehebat apapun, dengan mengorbankan pasukan cadangan pasti bisa menutupi kekuatan lawan!
Jika hanya merebut Daerah Merah... maka Quest ini sepertinya sama sekali tidak memiliki tingkat kesulitan yang berarti.
Tapi berdiri di atas jembatan, memandang "Daerah Merah" di seberang sana, mengapa perasaan tertekan dan gelisah dalam hatiku semakin menjadi-jadi?
Apakah ini ketakutan? Takut setelah merebut Daerah Merah, kekacauan Mingmo keruntuhan Kekaisaran yang akan segera tiba?
Sepertinya tidak...
Hmph, sudahlah! Serang duluan tempat ini! Meski akhirnya Kekaisaran ini harus binasa, setidaknya penggal dulu kepala jaringan pendukung warlord seperti Salvatore! Bahkan jika Jenderal harus mati, pedangnya harus ternoda darah musuh agar tidak sia-sia!
Si Pan perlahan menghunus pedangnya, berbisik dengan nada mengerikan: "Berbaris rapi!"
Mendengar perintah ini, para perwira bawahannya tertegun sejenak, melototi Jenderal Pan: "Yang Mulia, apakah ini berarti..."
Si Pan memandang pasukannya dengan tatapan kompleks: "Jalankan perintah... Berbaris!"
Menyaksikan pasukannya patuh dalam diam, memandangi prajurit-prajurit bersenjata lengkap di sekelilingnya, tombak yang menjulang seperti hutan, perisai yang berbaris seperti tembok, semua memantulkan kilau dingin di bawah cahaya bulan, bibir Si Pan terasa pahit: Andai bisa pergi dari sini, alangkah baiknya?
Pergi...
Si Pan berjalan dua langkah, mengangkat pedang panjang, hendak mengucapkan kata-kata penyemangat. Tiba-tiba, pikiran itu dalam hatinya meluas tak terbatas! Secara samar, pemandangan yang dilihatnya di perjalanan tadi mendarat dalam hatinya, semakin dalam!
Seketika, wajah Si Pan berubah drastis!!
Sejak perjalanan tadi, hatinya telah dipenuhi keanehan dan kegelisahan. Saat melewati persimpangan terakhir, kegelisahan itu tiba-tiba meningkat berkali-kali lipat! Awalnya dia mengira dirinya terlalu tegang menghadapi situasi, namun kini menyadari itu bukanlah penyebabnya!!
Suara... suara derap kuda itu!!
Suara derap kuda penarik gerobak air itu!!!
Dalam kegelapan malam, di sepanjang jalan panjang, bercampur dengan gemuruh roda gerobak—suara "tek-tek" derap kuda itu!!
Dalam sekejap, Jenderal Pan menyadari sumber kegelisahannya yang sebenarnya!
Suara derap kuda itu sama sekali bukan suara yang pantas dimiliki kuda pengangkut biasa yang lamban!!
Derap kuda yang penuh tenaga dan pendek menunjukkan kuda itu berotot dan penuh kekuatan! Suara "tek-tek" yang mendarat di tanah—hanya kuku kuda yang dipasang dengan tebal di telapak kaki yang bisa mengeluarkan suara seperti itu! Sebagai tentara berpengalaman, Si Pan sangat paham! Hanya kuku kuda baru berkualitas tinggi yang baru saja dipasang, yang bisa menghasilkan suara sejernih itu!!
Kuda pengangkut gerobak yang lamban jelas tak perlu dipasangi kuku kuda baru berkualitas tinggi semacam itu!
Bahkan di dalam pasukan berkuda, hanya akan dilakukan pemasangan bekas kuku terbaik pada kuda perang sebelum pertempuran besar-besaran, untuk mempertahankan mobilitas kuda dalam perjalanan jauh!
Setelah memahami hal ini, Si Pan tiba-tiba berubah pucat. Yang semula sudah berdiri di depan antrian, tiba-tiba menerjang seperti orang gila, menarik pasukannya dan berteriak: "Catatan keluar-masuk! Mana catatan keluar-masuknya?!"
Perwira bawahan tertegun melihat ketidaksopanan Si Pan, menjawab dengan gagap. Seketika keringat dingin Si Pan mengucur deras!
"Brengsek!! Kalian para tolol!"
Si Pan berteriak kencang: "Pasukan berkuda naik kuda! Cepat!! Salvador kabur!!"
"Je-Jenderal..." Pasukan masih termenung, tapi Si Pan sudah menghantam dengan cambuk sambil menggeram: "Tolol betul! Kuda penarik gerobak itu adalah kuda perang pilihan! Dipasangi bekas kuku terbaik! Mereka sudah mau kabur!!"
Sebelum pasukan sadar, Si Pan sudah berada di samping barisan prajurit berkuda. Naik kuda dan berseru: "Pasukan berkuda ikut aku kejar! Kejar gerobak pengangkut itu!! Cepat!!"
Tapi persis saat itu, tiba-tiba dari seberang jembatan di Zona Merah, terdengar suara terompet nyaring membahana!
Dalam kegelapan malam, pasukan penjaga di seberang telah mengeluarkan beberapa kereta busur yang sudah dipersiapkan. Panah-panah busur yang telah dibalut kulit berminyak itu dinyalakan dengan obor, lalu dalam deru suara yang menderu, beberapa roket berapi melesat menyeberangi sungai!
Panah busur yang memiliki daya tembus dahsyat menghujam dengan cepat, langsung menembus tembok sebuah rumah di dekat jembatan! Boom! Atap bangunan itu runtuh seketika, debu kapur beterbangan bersama teriakan kaget pemanah yang bersembunyi di atap.
Serangan beruntun panah busur langsung menerjang formasi pasukan penjaga kota yang telah berbaris rapi di ujung jembatan. Selusin lebih prajurit tertembus panah perkasa, jerit kesakitan segera memenuhi udara.
Si Pan yang sedang murka diselamatkan oleh bawahannya yang menyambar pinggangnya dan berguling di tanah, menghindari panah busur yang melintas di atas kepala. Namun perwira yang menyelamatkannya justru kehilangan kepala akibat panah yang melesat!
Wajah Si Pan berlumuran darah. Begitu bangkit melompat, suara teriakan perang sudah bergema dari daerah merah di seberang!
Satu detasemen kavaleri menerjang keluar dari ujung jembatan. Kuku kuda menggedor kayu jembatan, prajurit berkuda itu mengayunkan pedang panjang sambil berteriak, diikuti pasukan infantri bertali merah yang berduyun-duyun menyusul!
“Hadang musuh! Hadang musuh!! Musuh melakukan breakout!! Pemanah!! Blokir permukaan jembatan!!”
Si Pan mengayunkan pedang panjang sambil berteriak keras! Suaranya yang nyaring bergema di tengah malam, langsung menjadi tulang punggung prajurit pasukan penjaga kota. Pemanah di atap rumah di kedua sisi mulai bereaksi dari serangan panah busur tadi, hujan panah lebat menutupi permukaan jembatan!
Dari atas jembatan di kegelapan malam terdengar jerit kesakitan prajurit berkuda yang tertembak panah dan terpelanting dari kuda, diselingi lolongan kuda yang terjatuh.
Namun di tengah hujan panah yang padat, sejumlah prajurit berkuda masih berhasil menerobos. Dengan teriakan keras, Si Pan mengayunkan pedang panjangnya yang sudah menyala bercahaya aura tempur. Dalam satu tebasan, ia membelah seorang prajurit berkuda berikut kudanya menjadi dua bagian di depan matanya, berteriak dengan auman harimau di tengah hujan darah: "Berbaris!! Hentikan mereka!! Giring mereka kembali!!"
Pasukan penjaga kota memang memiliki keunggulan jumlah mutlak. Infanteri menyusun formasi rapat menghalangi ujung jembatan. Serangan membabi buta prajurit berkuda hanya berhasil membuat beberapa celah di barisan yang segera ditutup oleh tambahan pasukan. Semakin banyak prajurit berkuda yang tewas di bawah pedang-pedang tak beraturan, bahkan tidak menyisakan mayat utuh!
Pasukan infanteri yang berhasil menerobos dari belakang, di atas jembatan dihadang oleh pemanah sehingga korban jiwa sangat besar. Hanya kurang dari separuh yang berhasil menyeberangi jembatan. Kini pasukan penjaga kota telah sepenuhnya menguasai posisi. Di bawah teriakan para perwira, formasi mereka maju selangkah demi selangkah, perlahan-lahan telah mendesak hingga separuh jembatan!
Semakin banyak prajurit yang mencoba menerobos melihat situasi semakin buruk. Ada yang berteriak lalu lari mundur, ada yang melemparkan senjata lalu melompat ke saluran air.
Tapi pertarungan di sini telah menimbulkan kegaduhan terlalu besar. Di saluran air sudah ada perahu kecil yang disiapkan pasukan penjaga kota yang mendayung mendekat. Di permukaan sungai, prajurit di perahu mengayunkan tombak panjang, menikam satu per satu orang yang melompat ke air mencoba kabur. Ada juga regu pasukan penjaga kota yang telah melepas zirah, menggigit pisau pendek lalu melompat ke air. Setelah suara plung-plung, permukaan air segera dipenuhi mayat yang mengapung.
Si Pan telah mencapai ujung formasi. Ia menangkap seorang ajudan, berteriak: "Serahkan ini padamu! Tutup jembatan, habisi para brengsek itu!"
Ia langsung melompat ke kuda perangnya, meraung: "Prajurit berkuda ikut aku! Sial! Salvador kabur!!"
※※※
Penilaian Jenderal Pan tidak salah, hanya agak terlambat sedikit.
Pada titik ini, Salvador memang sudah tidak ada di wilayah merah lagi.
Selama beberapa hari blokade ini, meskipun pasukan penjaga kota telah mengepung daerah merah dengan rapat, Salvador yang licik telah lama menyiapkan strategi pelarian untuk dirinya sendiri.
Dalam beberapa hari ini, karena Kaisar belum mengeluarkan perintah, pasukan penjaga kota hanya mengepung daerah merah tanpa menyerang, dan masih mengizinkan kendaraan pengangkut masuk-keluar setiap hari meskipun dilakukan pemeriksaan.
Masalahnya justru terletak pada kendaraan-kendaraan pengangkut ini.
Kendaraan pengangkut yang masuk-keluar, baik yang mengangkut bahan makanan, air minum, maupun kayu bakar, muatannya sendiri tidak bermasalah - masalahnya justru ada pada kuda-kudanya!
Setiap kendaraan kosong yang keluar, kudanya telah diganti! Di dalam daerah merah, mereka mengganti dengan kuda perang yang memiliki daya tahan terbaik untuk lari jarak jauh, lengkap dengan tapal kuda kelas atas.
Setiap kali masuk dan keluar, sais yang menarik gerobak juga diganti dengan prajurit paling elit dari daerah merah!
Meskipun prajurit penjaga kota memeriksa gerbong dengan ketat, mereka tidak memperhatikan kuda-kuda perang yang menarik gerobak. Kuda-kuda berkualitas tinggi ini sengaja dilumuri lumpur dan noda - untuk mengelabui penglihatan, bulu-bulu kuda ini sengaja tidak dipotong sehingga terlihat lusuh dan kotor. Bahkan sais-saisnya pun sengaja dikotori wajahnya, membuat orang tidak tertarik memperhatikan para pekerja kasar kampungan ini.
Selama beberapa hari berturut-turut, dengan tiga puluh lebih kendaraan setiap hari, mereka telah berhasil menyelundupkan lebih dari seratus pasukan kavaleri elit keluar dari daerah merah secara diam-diam!
Pada titik ini, yang ditinggalkan untuk bertugas di Zona Merah adalah bawahan lama Salvatore yang telah mengikutinya selama beberapa puluh tahun. Satu-satunya tugasnya adalah memimpin sisa pasukan penjaga di Zona Merah melakukan perlawanan mati-matian, menciptakan keributan sebesar mungkin untuk menarik perhatian pasukan penjaga kota.
Strategi ini hampir berhasil!
Saat pertempuran sengit terjadi di saluran air itu, dua kereta pengangkut air terakhir telah membuang kereta kudanya dengan cepat di gang setelah melewati persimpangan!
Lebih dari seratus pasukan berkuda yang diam-diam meninggalkan Zona Merah selama beberapa hari sebelumnya telah bersembunyi di dua puluh lebih basis dekat permukiman penduduk di sebuah blok kota bagian barat.
Saat ini, ketika pertempuran sengit sedang berlangsung di saluran air, tak terhitung pasukan penjaga kota yang mendengar suara terompet militer mulai berduyun-duyun bergerak ke Zona Merah. Di jalanan, kelompok demi kelompok pasukan berkuda melintas dengan cepat, suara sepatu bot kulit infanteri bercampur dengan derap kaki kuda.
Kemudian, di sebuah jalan di bagian barat kota, sekitar seratus pasukan berkuda diam-diam berkumpul. Mereka semua telah mengenakan armor dan peralatan standar pasukan penjaga kota. Memanfaatkan kekacauan, mereka dengan congkak berjalan di jalanan lalu menuju ke arah berlawanan... Gerbang Barat Kota!
Di tengah formasi pasukan pemberontak ini, yang dikepung di bagian paling pusat adalah Salvatore sendiri!
Salvador baru saja tiba, dia bersembunyi di dalam tong air di dua mobil terakhir. Tong-tong tersebut dirancang khusus dengan ketinggian internal yang lebih dangkal dari badan tong, di bagian bawahnya terdapat ruang rahasia. Meski sempit, seseorang bisa dipaksakan untuk meringkuk dalam posisi tegang di dalamnya.
Selama bertahun-tahun mengelola sumber daya di Kota Kekaisaran, strategi pelarian di saat genting ini telah dipersiapkan Salvador sejak lama. Kuda perang yang sengaja tidak dipotong bulu tengkuknya sudah disiapkan sehari-hari. Bahkan cara meringkuk paling efisien di dalam tong khusus ini pun telah dilatih secara intensif oleh Salvador sendiri!
Lebih dari seratus pasukan berkuda melesat melewati gang-gang menuju gerbang kota barat! Di tengah kegelapan malam, meski teriakan perang menggema dari daerah merah di belakang, yang menghangatkan hati Salvador adalah gerbang barat di depan yang tetap sunyi seperti biasa!
※※※
Gerbang kota barat.
Di bawah malam kelam, obor-obor di gerbang menyala terang bak siang hari. Sebuah kereta kuda hitam ditarik empat ekor kuda perlahan mendekati bawah menara gerbang. Penjaga yang berjaga mulai berkerumun.
Kaca jendela kereta terbuka, suara merdu terdengar: "Saya ingin menemui Tuan Giuseppe." Sebuah lencana berkilauan cepat ditunjukkan.
Dengan cepat, perwira yang menjaga gerbang kota barat segera berlari keluar, berdiri di samping kereta kuda. Perwira bernama Giuseppe ini melihat lencana tersebut, dengan cahaya obor, ia jelas melihat wajah di dalam kereta. Seketika ia terkejut: "N...Nona..."
Di dalam kereta, Dafeny yang mengenakan jubah tersenyum tipis, berbisik: "Aku ingin mengantar seorang teman keluar kota."
Meski ada larangan keras dari Jenderal penjaga kota, Giuseppe yang merupakan murid Klan Minas sama sekali tidak ragu. Tanpa berpikir dua kali ia mundur dua langkah, lalu berbalik dan berteriak pelan: "Buka gerbang!"
Meski beberapa bawahan sempat mempertanyakan, perwira ini hanya melotot ke arah mereka. Di bawah pengaruh sisa wibawanya yang biasa, tak ada yang berani lagi mempertanyakan perintahnya.
Dafeny di dalam kereta turun dari kuda, sais melepaskan dua ekor kuda penarik kereta.
Dafeny melirik sang perwira, berbisik: "Maaf sudah merepotkanmu."
"Melayani Nona adalah kehormatan bagiku." Giuseppe mengangguk tanpa ragu-ragu.
Dafeny kemudian berdiri di tepi jendela kereta, berbicara ke dalam: "Hati-hati di perjalanan... Langsung ke utara, jangan berhenti di tengah jalan... Hmm... Aku..."
Dari jendela kereta terlihat separuh wajah memilukan. Adeline matanya berkaca-kaca: "Dafeny..."
"Cepatlah pergi..." Dafeny menghela napas pelan.
