Gubernur Hughes yang agung ini berdiri, tersenyum tipis: “Lalu apa rencanamu, Tuan Salvador?”
“Dalam rencanaku, kamu adalah kunci.” Salvador berkata dengan serius: “Meskipun kekuatan kolektif kita memiliki keuntungan absolut, tapi kita juga memiliki kelemahan terbesar: kita bukan kesatuan utuh, kita adalah grup! Kita memiliki terlalu banyak anggota, aku tidak bisa memastikan apakah semua anggota kita memiliki kemauan yang teguh! Perlu diketahui, beberapa orang mudah goyah, sebagian lagi tak punya ambisi, hanya ingin mempertahankan status quo. Tapi sekarang, sudah saatnya kita harus membuat keputusan! Tidak ada lagi 'mempertahankan status quo' atau 'menjaga keseimbangan'! Semuanya sudah berakhir! Kita menghadapi perang, aku harus memastikan semua anggota dalam kolektif kita melakukan tindakan yang sama! Sekarang Kaisar sudah nekat, dia telah melakukan tindakan paling gila! Kita harus menunjukkan sikap keras dan tegas! Jika kita ragu, atau bersikap lemah, maka semua anggota internal mungkin akan goyah... Bagaimanapun, beberapa gubernur di wilayah timur laut yang kau tahu, memang tidak punya ambisi besar, mereka sama sekali tidak memiliki ketegasan untuk menggulingkan kekaisaran ini, mereka hanya ingin menjadi tuan tanah lokal. Kita harus menghancurkan fantasi mereka!”
“Tidak perlu Bapak menjelaskan hal-hal yang masuk akal ini padaku, aku bukan orang bodoh.” Hughes menggelengkan kepala: “Aku perlu mendengar lebih banyak... Kondisi yang menguntungkan bagiku.”
"Dia menatap mata Salvador, sorot mata ramah di dalamnya perlahan menghilang, sergapan maut mulai terlihat: 'Osgilia untukku, terdengar memang bagus, tapi...apakah Anda pikir ini sudah cukup? Jangan terlalu naif, Salvador. Osgilia sangat dekat denganku, tepat di ujung telapak tanganku! Saat kita menggulingkan Kekaisaran ini di masa depan, tak peduli apakah Anda berjanji atau tidak, tak peduli orang lain setuju atau tidak, tempat ini tetap milikku! Karena lokasinya terlalu dekat dengan wilayah kekuasaanku! Selain aku, tak ada orang lain yang bisa menguasai tempat ini! Artinya, bagaimanapun juga, tempat ini akan menjadi milikku di masa depan!'"
Nada suaranya penuh ejekan: "Anda tidak bisa menyogokku dengan 'sesuatu yang memang sudah menjadi hakku' kan? Ini terlalu menggelikan."
Salvador tertegun sejenak, dia menghela napas lalu menatap mata Hughes: "Apa yang kamu inginkan?"
Hughes tersenyum, matanya sedikit melengkung saat tersenyum, kemudian dia mengeluarkan selembar kertas dari lengan bajunya yang berisi beberapa jenis daftar, perlahan mendorongnya ke sisi lain meja.
Salvador melirik sekilas lalu menarik napas dalam: "Kamu sampai membuat daftar tertulis?"
"Tentu." Hughes tersenyum: "Apa menurutmu yang kulakukan selama minum teh sore tadi?"
Salvador mendengus keras, mengambil kertas itu dan melihat tulisan di atasnya. Tinta di kertas itu ternyata masih baru, terutama baris terakhir yang jelas-jelas baru ditulis tak lama sebelumnya.
Salvador membaca sekilas, wajahnya langsung suram sampai puncak: "Permintaanmu terlalu tinggi, harus kau tahu, semua yang kau lakukan ini juga untuk dirimu sendiri."
"Tapi tombak mengincar burung yang paling depan." Hughes tertawa malas: "Aku yang pertama maju, pasti akan mendapat serangan habis-habisan dari pasukan royalis! Lagipula, kalian semua terlalu jauh, akulah yang akan jadi sasaran pertama, menanggung serangan terkuat mereka. Jadi, meminta kompensasi, menurutku ini wajar."
"Anggaran militer... persediaan makanan... senjata... Hmph, Armenia-mu punya tambang besi terbaik, masih perlu kami menyediakan senjata?" Salvador mengerutkan kening tidak puas.
"Oh, senjata boleh tidak usah, tapi aku butuh kuda perang." Sikap Hughes mengeras: "Sepuluh ribu ekor kuda perang kelas atas! Perhatikan, yang kumaksud kuda perang! Jika ada satu pun kuda lemah atau bagal, aku tidak bisa menjamin tidak melakukan tindakan tidak bijaksana dalam keadaan marah."
"Sepuluh ribu, ini bukan angka kecil. Kau ingin mempersenjatai resimen kavaleri?" Salvador menghela napas: "Aku hanya bisa menjamin akan berusaha meyakinkan anggota sekutu lain untuk menyetujui syaratmu."
"Bagus, kalau begitu apakah kita bisa merayakan kerja sama yang sukses dulu." Hughes tersenyum.
Salvador mendengus keras, melihat tulisan tambahan terakhir di bagian bawah: "Dafeny dan Adeline, kedua gadis ini kau mau semuanya? Seleramu memang luar biasa, teman lamaku!"
“Tentu saja, kabar kedatanganmu membuatku sangat senang. Apalagi kau juga membawa dua hadiah berharga ini, benar-benar di luar dugaan. Jadi, saat minum teh sore tadi, aku menambahkan beberapa item kecil ke dalam daftar ini.”
“Dafeny…” Salvador tersenyum sinis: “Gelar putri mahkota itu hanya lelucon bagi kami. Tapi… dia anggota Klan Minas, bagaimanapun juga menyandera anggota keluarga Minas adalah tawaran yang kuat! Hmph… Rencanamu cukup licik. Lalu Adeline… apa maksudmu? Orang Odin kah?”
“Jangan lupa, ‘gelar putri’ yang dimiliki Yang Mulia ini bukan hanya dari Bizantium! Konon, Kaisar Suci Odin yang perkasa di Kekaisaran Odin sangat memperhatikan keponakannya ini.”
“Baiklah, aku setuju. Lagipula meski kuberkeberatan, kau takkan mengizinkanku membawa mereka pergi.” Salvador menggeleng, namun akhirnya menatap Hughes: “Sebagai nasihat baik, kerja sama dengan orang Odin boleh dilakukan dalam kondisi terpaksa… Tapi jika kau ingin berteman dengan mereka, kau pasti akan menyesal!”
“Nasihatmu akan kuingat.” Hughes mengangkat kelopak matanya.
Salvador merasa lega, ia menyimpan daftar itu: “Tak ada waktu untuk berlama-lama di sini. Aku harus segera pergi… Masih banyak pekerjaan yang menunggu.”
“Aku bisa menjamin, tentaraku akan segera bergerak besok pagi, menunjukkan sikap mengancam terhadap Osgilia.” Hughes segera memberikan janji yang konkret: “Tapi, aku tidak akan mengirim orang untuk mati sia-sia! Sepuluh hari! Aku butuh respon dari kalian dan sekutu lain dalam sepuluh hari. Jika tidak...kau tahu konsekuensinya.”
Salvatore menatap Hughes sejenak, lalu beranjak dan melangkah gagah ke arah pintu. Saat sampai di ambang pintu, ia tiba-tiba berhenti dan memalingkan pandangan: “Ubah syaratnya.”
“Apa?”
“Daerah Armenia yang kau sebutkan tadi, kurasa... Kerajaan Armenia mungkin nama yang lebih tepat, Yang Mulia Raja Hughes!”
Hughes tersenyum, sorot matanya sama rumitnya saat menatap Salvatore: “Ide bagus... Hmm, begitu pula dengan Kerajaan Rodria. Yang Mulia Raja Salvatore!”
※※※
Lapangan latihan bergemuruh dengan semangat tempur.
Di kejauhan, para pemuda mengendalikan kuda perang dengan lincah, membentuk formasi-formasi taktis dalam kelompok-kelompok kecil.
Di dekat, para rekrutan sedang berlatih teknik tusukan dasar - keahlian inti kavaleri. Ada perbedaan signifikan antara teknik menyerang di atas kuda dengan infanteri. Latihan intensif selama beberapa hari ini telah mengubah para pendatang baru di Divisi Ketiga Belas menjadi mirip prajurit berkuda sejati.
Setelah perang besar terakhir, Divisi Ketiga Belas yang menderita kerugian cukup parah kembali melakukan reorganisasi — bagi pasukan dengan tingkat kerusakan tertinggi dalam sejarah militer Kekaisaran, hal ini sudah menjadi rutinitas. Sebagian besar prajurit yang direkrut dari pasukan lain adalah veteran. Dengan cara pengisian seperti ini, kerugian kekuatan tempur bisa diminimalkan. Bagi para pendatang baru ini, mereka bukanlah newbie. Satu-satunya yang dibutuhkan hanyalah berintegrasi ke dalam kolektif Divisi Ketiga Belas.
Tapi masalah terbesar adalah... banyak dari rekrutan baru tersebut bukanlah prajurit berkuda — meski beberapa pernah menjadi kavaleri di pasukan sebelumnya, tapi menurut standar Divisi Ketiga Belas, level mereka masih belum memadai.
Strategi Ruhr adalah memindahkan sebagian dari "pasukan infanteri berkuda" di bawah komando Divisi Ketiga Belas untuk mengisi pasukan kavaleri sejati, sementara rekrutan baru dari luar akan mengisi regu bendera "pasukan infanteri berkuda" yang asli.
Pada saat ini, Ruhr yang gemuk berdiri di tepi lapangan latihan, menyipitkan matanya mengamati sekelompok prajurit yang sedang berlatih di arena. Di bawah bimbingan pelatih, para prajurit tersebut melakukan gerakan menusuk standar sambil meniru posisi berkuda.
Sorot mata Ruhr tertuju pada bayangan ramping yang berdiri di baris pertama sebelah kiri.
Sosok bertubuh langsing itu tak lain adalah pengamat khusus yang dikirim dari ibu kota Kekaisaran: Yang Mulia Garcia, Putra Mahkota Kekaisaran.
Tidak tahu kegilaan apa yang melanda Yang Mulia ini, di hari pertama hamba tiba di pasukan, beliau mengajukan permintaan aneh: ingin turun ke unit paling dasar, tinggal dan berlatih bersama prajurit, benar-benar merasakan kehidupan militer.
Ruur awalnya mengira ini hanya keinginan sesaat Sang Pangeran. Tapi setelah beberapa hari, ia menyadari Yang Mulia benar-benar serius!
Sang Putra Mahkota yang legendaris dikenal sangat memperhatikan penampilan dan etiket ini, kini bergulat di barisan depan bersama prajurit. Setiap hari di lapangan latihan, tubuhnya penuh tanah dan debu, tidur di tenda seadanya, makan dari kuali yang sama dengan prajurit, bahkan berhari-hari tidak mandi hingga bau keringat bercampur dengan tentara lain di tenda.
Memandang pemuda yang sedang memegang tombak kavaleri di lapangan latihan, Ruur menghela napas dalam hati: Siapa berani bilang Yang Mulia ini cuma wajah tampan tak berguna, pasti matanya buta!
Dari seluruh pasukan, tak sampai sepuluh orang yang mengenali Sang Pangeran. Prajurit biasa tak menyadari rekrutan baru di samping mereka... Lagipula belakangan ini banyak sekali tambahan pasukan baru.
Ruur menyuruh ajudannya memanggil Sang Putra Mahkota yang sedang berlatih. Di hadapan seluruh prajurit yang terpana, dengan khidmat ia melepas jubahnya sendiri dan mengenakannya ke pundak Sang Pangeran, lalu memberi hormat penuh resmi. Keriuhan seketika melanda formasi pasukan.
Putra Mahkota menghela napas, ia menyeka keringat di dahinya, menatap Ruhr: "Sepertini karier prajuritku sudah berakhir?"
"Ya, berakhir lebih awal." Ruhr tersenyum pahit: "Maafkan hamba, Yang Mulia. Mulai sekarang, Yang Mulia tak bisa lagi merasakan kehidupan prajurit di lapisan terbawah pasukan garis depan. Kami membutuhkanmu di posisi yang lebih penting..."
Garcia mengangguk, tak langsung berkata apapun. Ia lebih dulu mencuci wajah dengan air yang dibawakan ajudan pengawas, menyeka sisa air di wajahnya, baru kemudian menghela napas: "Ibu Kota... terjadi masalah?"
"Ya." Ruhr mengeluarkan perintah darurat yang baru datang dari ibu kota: "Yang Mulia... Perang, telah tiba!"
Ekspresi Garcia sama sekali tak menunjukkan kejutan. Ia hanya mengangguk, menerima perintah itu dan meliriknya sebentar sebelum menghela napas: "Ternyata ayahanda benar-benar bertindak. Pembunuh guru hamba belum ditemukan?"
Ruhr mengerlingkan mata: "Isi laporan militer sudah Yang Mulia baca. Hamba tak tahu lebih banyak dari Yang Mulia."
Dalam hati si gemuk menyindir: Buat-buat aja! Mungkin Kavhill si tua beneran mati? Ngaco!
Meski begitu, si gemuk tetap menjaga penampilan serius di luar: "Kita harus segera bergerak dengan kecepatan tertinggi, lalu bergegas ke ibu kota untuk membantu Sang Raja! Sang Kaisar telah mengeluarkan perintah mobilisasi, semua pasukan yang setia pada keluarga kerajaan harus berkumpul di ibu kota, membentuk pasukan sekutu pemberantas pemberontak... Nasib negara bergantung pada pertarungan ini."
Di sini, si orang gemuk berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan wajah kaku: "Perintah ini, Sang Kaisar secara pribadi mengirimkannya ke berbagai daerah... Semuanya tertulis jelas di sini, Yang Mulia Garcia. Sang Kaisar menegaskan, jika terjadi situasi tidak normal selama perang, maksudku jika terjadi kemalangan... Jika Sang Kaisar sendiri tiba-tiba mangkat... Maka Yang Mulia berhak langsung dinobatkan sebagai Kaisar di tempat, memimpin Kekaisaran ini menuju kemenangan terakhir."
"Menuju... kemenangan terakhir." Garcia menekan bibirnya, senyumannya terlihat kompleks.
(Kemenangan terakhir, kalau hal semacam itu benar-benar ada, kita bicarakan nanti!)
※※※
Kota Kekaisaran, Distrik Dermaga Selatan.
Ini adalah markas Galens di ibu kota, daerah dekat dermaga merupakan distrik komersial penting di Kota Kekaisaran. Semua serikat dagang besar di benua memiliki basis dan gudang mereka sendiri di sini.
Saat ini, penanggung jawab Galens di ibu kota, Guruo yang posturnya mirip Jenderal Ruhl, sedang cemberut memikirkan suatu urusan.
Kota Kekaisaran sudah sepenuhnya dikepung, dermaga ditutup, gerbang kota ditutup. Ditambah dengan kejadian dua hari lalu dimana Salvador melakukan breakout dari Zona Merah dan kabur ke barat dengan merusak gerbang kota, tingkat penjagaan di dalam kota tiba-tiba meningkat drastis.
Konon di Zona Merah sudah terjadi pembantaian berdarah, tidak ada satu pun tawanan terakhir yang dibiarkan hidup. Atas perintah Sang Kaisar yang sedang murka, semuanya dihukum mati tanpa melalui proses pengadilan.
Karena membiarkan musuh terbesar Salvador melarikan diri secara tak terduga, Jenderal Pan dari pasukan penjaga kota menerima amarah besar dari Sang Kaisar. Jenderal Pan dicabut gelar kebangsawaannya dan langsung diberhentikan dari jabatannya - namun Sang Kaisar mengizinkannya tetap berada di pasukan penjaga kota sebagai wakil jenderal untuk menebus dosa dengan prestasi. Sedangkan komandan baru pasukan penjaga kota sementara dipegang oleh Wakil Menteri Urusan Militer, mantan jenderal Divisi Ketiga Belas, Yang Mulia Adrik. Dengan kewibawaan Adrik di kalangan militer, dia cukup mampu memikul tanggung jawab besar ini.
Masalahnya adalah, saat ini Jenderal Adrik sendiri tidak berada di ibu kota kekaisaran. Dia sedang melakukan inspeksi di timur laut kekaisaran untuk menata ulang urusan militer daerah.
Bagi Guruo, kesulitan terbesarnya adalah karena pemblokiran menyeluruh di ibu kota - dan dilakukan secara sangat total - sekarang dia mengalami kesulitan luar biasa dalam mengirimkan intelijen ke luar. Sebagai supervisor intelijen, dia sangat paham bahwa Kekaisaran Bizantium sedang menghadapi perubahan besar! Perubahan ini juga akan memberikan pengaruh mendalam pada Kerajaan Randis!
Dia harus melakukan sesuatu... Harus melakukan sesuatu!!
Dan tepat hari ini, seorang tamu tak terduga datang mengunjungi.
Yang duduk di depan Guruo adalah seorang perempuan yang terlihat paling tidak dua puluh tahun, mengenakan jubah putih dengan sedikit bintik-bintik di wajah. Penampilannya cukup anggun, tapi hanya sekadar anggun biasa, tidak bisa disebut sebagai gadis cantik.
"Tian tahu bagaimana gadis kecil yang lemah lembut ini, dengan aura intelektual yang rapuh, bisa melintasi kawasan kota yang kacau balau di ibu kota ini sendirian untuk menemui aku di selatan kota."
Satu-satunya alasan Guruo menemui gadis ini adalah karena gadis itu mengklaim "Aku murid dari Tuan Kavhill!"
Kavhill! Segala hal yang terkait dengan nama ini pasti akan menjadi rumit.
Maka Guruo segera menemui gadis yang terlihat tenang ini.
"Kamu tak perlu tahu namaku. Cukup tahu bahwa aku murid Tuan Kavhill." Gadis itu duduk di hadapan Guruo: "Aku tahu namamu Guruo, orang Landis, 36 tahun, perwira militer level satu di bawah Badan Intelijen Kerajaan Landis. Menurut data yang kumiliki, kamu kandidat peringkat kelima untuk posisi Menteri Utama Badan Intelijen Landis dalam 20 tahun ke depan."
Mendengar ini, wajah Guruo langsung berubah.
"Jangan khawatir. Data ini sudah ada di meja guruku bahkan sebelum kamu tiba di ibu kota." Gadis itu berkata dengan santai seolah sedang menceritakan fakta sederhana.
"Kavhill... Tuan Kavhill, apa yang beliau inginkan dariku..." Guruo menelan ludahnya, lalu mengajukan pertanyaan yang ingin diketahui semua orang: "Apakah Tuan Kavhill... Masih hidup?"
“……”Alis gadis itu berkerut, ekspresinya tetap tenang: “Masalah ini, sejujurnya, juga membingungkan saya. Saya hanya bisa mengatakan, saya juga tidak berharap guru benar-benar mati… Dan saya akan jujur padamu, terakhir kali saya bertemu guru adalah beberapa jam sebelum pembunuhan itu. Jadi… Saya tidak bisa memberitahumu apakah guru benar-benar mati, meski dalam hati saya masih ada fantasi… Jadi, Tuan Guruo, kalau kau ingin menangkap dan membunuhku untuk membungkam, silahkan saja.”
“……”Keringat mengucur dari dahi Guruo: “Jangan bercanda, saya yakin orang sepenting Tuan Kavhill tidak akan mudah mati. Sekarang katakan, untuk apa Anda mencari saya? Ada yang perlu saya bantu?”
“Sangat sederhana… Kekaisaran kita sedang mengalami perubahan besar. Dalam situasi ini, di posisi seperti apa Kerajaan Landis akan berdiri?”
