Ekspresi Green serius, matanya mengawasi Char, dengan suara yang direndahkan perlahan berkata: "Nenei memimpin pasukan untuk bergabung, tentu merupakan hal baik bagi kita. Aku yakin dalam hati Nenei sama sekali tidak punya niat buruk. Tapi Char, kau harus paham, dalam merekrut pasukan, yang paling penting dan kompleks adalah masalah bagaimana 'mengatur' mereka! Pasukan berkuda dua ribu bawahan Nenei, meski ada lansia, wanita, dan anak-anak, tapi semua bisa menunggang kuda, semua bisa menghunus pisau, dan setiap orang punya kuda... Ini dua ribu orang! Dua ribu bekas perampok berkuda yang terbiasa hidup bebas tanpa aturan, terbiasa hidup di ujung pedang! Tapi coba pikir, kita hanya punya kurang dari seribu orang - terang-terangan saja, pasukan kita cuma tiga empat ratus, yang benar-benar bisa diandalkan atau setara kualitasnya dengan gerombolan perampok ini, cuma beberapa tim tentara bayaran yang kau bawa pulang. Selain itu, pasukan penjaga daerah lainnya, kalau bukan karena tiba-tiba orang Odin menyerang dari selatan, aku ingin mengganti mereka semua! Apa kau pernah memikirkan situasi ini? Jika kita tidak bisa merekrut dan menata ulang dua ribu orang ini dengan baik, menguasai dan mengontrol mereka, maka... Hmph, izinkan aku berkata jujur, sebenarnya siapa yang merekrut siapa? Kita yang merekrut mereka, atau mereka yang menelan kita?"
Beberapa kalimat yang diucapkan Green ini disampaikan dengan nada lambat dan berat, sementara konten pembicaraannya benar-benar menusuk jantung! Meski mengerti perkataan Green cukup masuk akal, Char yang mendengarnya tetap merasa tidak nyaman di hati, wajahnya pun secara alami menunjukkan perubahan ekspresi.
Green memperhatikan perubahan ekspresi wajah Char, dalam hatinya dia tahu pikiran si nak ini. Dia hanya tertawa pahit: "Aku mengerti, kau pasti menganggap pemikiranku ini tidak cukup mulia. Aku juga percaya Nenei tidak punya niat buruk. Tapi meski dia datang dengan tulus untuk mengabdi padamu, bagaimana dengan bawahannya? Dua ribu orang ini sudah terbiasa tanpa pengaturan, terbiasa menyerbu sekaligus lalu bubar kacau-balau, terbiasa makan daging dan minum alkohol sepuasnya. Tiba-tiba kita rekrut mereka lalu mengatur dengan disiplin ketat militer, apakah mereka akan tunduk?"
Saat mengatakan ini, Green mendengus dan berbisik pelan: "Apa arti pasukan elit? Persatuan, keberanian, komando atasan-bawahan yang ketat! Hanya tentara seperti ini yang bisa satu lawan sepuluh! Kalau tidak, sekelompok orang sembrono dengan komando tak jelas dan pemberontakan bawahan, meski mengerahkan ribuan pasukan, tetap tak berguna!"
Char akhirnya menghela napas: "Aku mengerti maksudmu, tapi..."
"Nenei adalah orang pintar." Green tersenyum: "Untuk menata ulang gerombolan perampok ini, kita harus mengalihkannya. Jika tidak, dengan dia di sini, para perampok hanya akan tunduk padanya. Besok aku akan bicara langsung dengannya. Tak perlu dijelaskan terang-terangan, cukup katakan kita mengundangnya dan Rossi untuk pergi ke Padang Api Liar. Dia pasti paham maksud tersembunyi ini."
Char masih terdiam. Green sudah mendekat dan menepuk bahunya sambil berkata perlahan: "Sebenarnya, menurut rencana asliku, perekrutan seperti ini sama sekali tidak boleh dilakukan!"
"Hmph? Kenapa?"
Green tersenyum sinis: "Para perampok kuda ini, tentara bayaran, maupun berbagai kelompok suku besar kecil di Padang Api Liar... Meski banyak prajurit gagah berani di antara mereka, tapi semua bajingan ini liar dan penuh pembangkangan! Bahkan jika mau merekrut, caranya tidak boleh asal. Rencana awalku butuh setahun lebih untuk mempersiapkan pasukan di County Moore, melatih pasukan elit, baru kemudian menyerbu Padang Api Liar untuk membasmi perampok, menaklukkan suku demi suku! Taklukkan satu, baru rekrut satu! Perekrutan selalu butuh kombinasi kebaikan dan intimidasi! Hanya berbuat baik tanpa kekuatan, meski mereka bergabung, tidak akan benar-benar tunduk. Harus bertarung habis-habisan dulu, membuat mereka takluk, timbulkan rasa hormat dalam hati, baru benar-benar patuh perintahmu. Tapi... ah, situasi sekarang memaksa kita harus cepat membentuk pasukan untuk melawan orang Odin, jadi semua rencana ini harus dikorbankan."
Keesokan harinya, Green benar-benar menemui Nenei. Entah apa yang dibicarakannya, setelah diskusi berdua, Nenei menerima perintah dengan senang hati tanpa menunjukkan ketidakpuasan.
Sorenya, dia bersama Green dan Char pergi ke Barak Garnisun di tengah kota, mengumpulkan semua kepala perampok kuda bawahan untuk rapat.
Langsung dia jelaskan akan pergi ke Padang Api Liar atas perintah. Begitu kata-kata ini keluar, para kepala perampok kuda langsung ribut bersahutan.
“Pemimpin pergi ke Padang Api Liar？Baik, kita akan pergi lagi sekali！”
“Haha, apakah ini untuk merampok beberapa tiket？”
“Baru sampai di sini, harus balik lagi？Tapi perintah nona besar, kami tidak berani melanggar.”
Setelah keributan ini berlangsung sejenak, Nenei melambaikan tangan dan membentak, “Diam semua, tenang！Kali ini ke Padang Api Liar, kalian tidak perlu ikut. Aku hanya akan membawa beberapa orang saja. Sisanya tetap di sini patuhi perintah Komandan Perlengkapan Militer！”
Begitu kata-kata ini keluar, perdebatan di bawah langsung memanas.
“Apa？Nona besar, meninggalkan kami di sini？”
“Ngaco！Kami hanya mendengarkan nona besar！”
“Betul！Pasukan Bizantium ini payah, kenapa kami harus patuh？”
Melihat keributan ini, Green hanya diam dengan wajah tenang. Char yang diam-diam mengamati Green berpikir dalam hati: Kekhawatiran Green ternyata beralasan.
Melihat reaksi bawahan, Nenei merasa muka-nya mulai hancur. Ia mencabut pedang dengan sruuut dan memotong sudut meja, “Diam！！！”
Dengan suara mengaum keras, Nenei langsung meredam keributan di seluruh ruangan. Ujung pedang shuriken di tangannya memancarkan kilau dingin. Sorot matanya menyapu para hadirin satu per satu, lalu membentak: "Sekarang kita sudah bergabung dengan pasukan, mulai saat ini kita adalah tentara resmi Bizantium! Di sini tidak ada lagi nona besar atau pemimpin! Hanya ada komandan dan bawahan! Siapa yang masih berpikir macam-macam di otak, silakan julurkan leher untuk dimakan pisauku!"
Setelah jeda sejenak, Nenei memperlambat kecepatan bicaranya. Dengan perlahan berkata: "Sebelum memutuskan bergabung dengan militer, aku sudah menanyakan pendapat kalian semua! Saat itu sudah kujelaskan, jika ada yang tidak mau, aku tidak akan menghalangi. Kekayaan yang kita kumpulkan selama bertahun-tahun bisa dibagi, berpisah dengan baik. Jika bertemu lagi di kemudian hari, tetap Saudara! Tapi yang memilih ikut denganku, harus mengubah pikiran dan cara hidup! Kalian semua pria sejati, jangan sampai kata-kata yang sudah diucapkan jadi omong kosong! Hari ini kukatakan sekali lagi: jika ada yang menyesal, masih ada kesempatan terakhir. Mengaku sekarang, boleh langsung pergi dengan membawa uang pesangon! Tapi kalau tidak pergi sekarang, nanti masih berani main-main dan membuat masalah... Hmph!"
"Serangkaian perkataannya yang tegas seperti memenggal, langsung membuat para pemimpin diam dan tunduk. Beberapa saat kemudian, barulah seseorang berbicara: "Sudahlah! Dulu kita mengikuti kepala tua, sekarang kita ikut nona besar. Bagaimanapun juga kita semua sudah mantap mengikuti nona besar! Kalau nona besar sudah bulat tekad, mulai sekarang kita ganti seragam militer dan terima gaji tentara saja! Saudara-saudara semua sudah punya keputusan di hati, takkan berubah lagi! Jika ada yang mau mundur, kalau tidak bilang sekarang, nanti bikin masalah, kita semua akan penggal dia bersama-sama!"
"Bagus!" Melihat para hadirin diam, Nenei segera memberi perintah. Beberapa nama pemimpin perampok berkuda dipanggil - mereka adalah orang-orang yang paling pembangkang di antara para pemimpin. Setelah menunjuk mereka, ia memerintahkan mereka untuk ikut ke Padang Api Liar, sementara yang lain tetap di Kota Danzeer.
"Setelah kepergianku, semua perintah harus mengikuti Jenderal Char! Bahkan aku sendiri hanya akan patuh pada perintah Jenderal Char! Apapun yang diperintahkan Jenderal Char, kalian harus taati tanpa syarat! Jika ada yang berani melawan, tidak hanya aku yang takkan mengampuni, hukum militer pun takkan memberi ampun!"
Salah satu pemimpin yang ditunjuk ikut ke Padang Api Liar tak tahan bertanya: "Nona besar, apakah kami perlu mengatur dulu anak buah kami sebelum berangkat? Agar saat kami pergi, bawahan tidak kehilangan kendali..."
Nenei segera meliriknya dengan tajam, berkata dingin: "Mengatur apa? Mulai sekarang di sini semua adalah pasukan Jenderal Char! Untuk apa kau mengatur? Ingat, mulai sekarang kalian semua bukan lagi kepala maling! Bawahanmu atau bawahanku, semuanya sudah tidak ada, mulai sekarang semuanya adalah bawahan Jenderal Char!"
Perkataannya terdengar tegas, para kepala perampok kuda itu langsung paham, sang nona besar rupanya benar-benar sudah bulat tekadnya.
Lagipula sejak memutuskan masuk militer, semua sudah berdiskusi dan sepakat, tidak ada perbedaan pendapat besar. Saat ini ada yang sengaja tertawa mengejek: "Sama saja! Bagaimanapun Jenderal Char nanti juga akan menjadi menantu kita. Mendengar perintah menantu sama dengan mendengar nona besar. Toh nanti nona besar kita juga harus patuh pada suaminya, ha ha ha ha..."
Perkataan ini langsung membuat wajah Nenei memerah, matanya memandang Char dengan ekspresi kompleks. Char sendiri tetap tenang, berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa.
Setelah keluar dari markas, Nenei berkata pada Char dan Green: "Aku membawa beberapa saudara yang paling keras kepala. Dengan membawa semua pengacau ini, sisanya bisa kalian kelola dengan tenang." Dia berhenti sejenak lalu tersenyum: "Di antara pemimpin yang tersisa ada Paman Hakan, mantan bawahan ayahku yang paling setia dan bijaksana, kewibawaannya besar. Jika ada yang membuat masalah setelah kepergianku, mintalah bantuan Paman Hakan, pasti bisa meredam mereka."
Green dengan wajah tulus: "Yang Mulia Nenei, terima kasih banyak!"
Setelah berhenti sejenak, Green berpikir sejenak lalu berkata: "Masalah perekrutan, sepertinya harus membubarkan formasi pasukan Anda, dan kami memiliki formasi terbatas, hanya satu regu bendera saja. Tapi bagaimanapun pengaturannya, kami akan mengundang Anda untuk menjabat sebagai Komandan garnisun. Semua mantan bawahan Anda bisa dikumpulkan dalam satu batalion..."
Nenei langsung melotot: "Tuan Green, apakah Anda masih meragukanku? Aku sudah datang dengan tulus, tidak perlu jadi Komandan garnisun, apalagi menyimpan mantan bawahan! Kedepannya aku juga tidak ingin memimpin pasukan lagi. Aku..."
Tiba-tiba wajahnya memerah, melirik ke arah Char.
Green segera paham, tertawa terbahak-bahak: "Ah, benar, benar, ini salah pikiranku. Kedepannya... dengan statusmu sekarang, memang tidak pantas lagi memimpin pasukan."
Ekspresi Nenei menjadi canggung. Meski berwatak blak-blakan, kali ini ia hampir tak tahan menunjukkan sisi malu-malu khas perempuan. Dengan cepat ia mencari alasan dan berlari menjauh.
Setelah Nenei pergi, Green memandangi Char dari atas ke bawah: "Hei, Char..."
"Hmph." Char terlihat frustrasi.
"Kurasa... lebih baik kau nikahi saja dia."
Char: "..."
※※※
Saat makan siang, setelah menyantap hidangan, Nenei membawa beberapa orang bersama Rossi keluar kota ke utara menuju Padang Api Liar. Belum lama meninggalkan kota, tiba-tiba terdengar suara derap kuda tergesa dari belakang. Nenei menoleh dan melihat seorang penunggang kuda berlari kencang dari arah Kota Danzeer. Dari posturnya, ternyata itu Char.
“Para hadirin menghentikan kuda mereka, menunggu Char tiba di depan. Melihat Char masih menunggang kuda dengan ekspresi canggung, Rossi di samping langsung tertawa: "Ayo kita berangkat duluan. Tampaknya Sang Jenderal punya urusan militer rahasia untuk dibahas dengan Nyonya Nenei."”
“Para kepala perampok kuda lainnya saling paham, serentak tertawa seram. Barulah rombongan perlahan melanjutkan perjalanan.”
“Setelah para hadirin menjauh, Char baru menarik napas panjang. Matanya melototi Nenei——pada saat ini keduanya sama-sama memerah wajah, seolah bingung bagaimana memulai pembicaraan.”
“Mereka saling melotot cukup lama, tatapan saling bertaut, lalu tiba-tiba tertawa berbarengan.”
“Tawa itu seketika mencairkan suasana. Nenei menghela napas setelah tertawa: "Hei, untuk apa kau mengejar?"”
“Char menggaruk ubun-ubunnya, ragu-ragu sebelum akhirnya menggeleng: "Aku punya sesuatu yang harus kukatakan. Jika tidak kusampaikan, rasanya sesak di dada."”
“Sorot mata Nenei berubah: "Kalau ada yang mau diomongkan... katakan saja."”
“Char tertawa pahit: "Aku hanya tahu ada yang ingin kubicarakan, tapi setelah sampai sini baru kusadari... aku sendiri tak tahu apa yang ingin kukatakan."”
“Nenei 'Cih' meludah kesal: "Kau cuma main-main?"”
“"Tidak!" Char mengerutkan kening, menggeleng berulang. Setelah berpikir keras, tiba-tiba ia menarik napas panjang. Sepasang matanya menatap wajah Nenei: "Yang... itu... aku ingin mengucapkan... terima kasih!"”
Sorot mata Nenei menunjukkan sedikit kekecewaan, tapi segera ia tertawa pendek: "Hanya ucapan terima kasih? Tak perlu. Aku bergabung dengan pasukan juga untuk mencari jalan keluar bagi saudara-saudaraku. Setelah orang Odin menyerang ke selatan, tak akan ada lagi tempat bagi kami di Padang Api Liar. Bahkan jika tak bergabung denganmu, aku harus mencari tempat tinggal lain."
Char terus menggelengkan kepala: "Tidak, aku harus berterima kasih padamu!"
Nenei menjawab kesal: "Hmph! Sudah kudengar! Baiklah, kau sudah berterima kasih. Jika tak ada urasan lain, aku pergi dulu!"
Setelah mengucapkan itu, ia memutar kepala kuda, tapi tiba-tiba mendengar Char berteriak: "Tunggu, tunggu sebentar!"
"Ada lagi yang mau dikatakan?" Nenei menoleh.
Wajah Char memerah karena malu. Setelah lama ragu, akhirnya ia memaksakan satu kalimat: "Sebenarnya... sebenarnya... aku bukan karena kamu..."
Nenei segera menyelanya, sepasang matanya menatap wajah Char: "Sudah! Aku tahu maksudmu. Kau ingin bilang bahwa penolakanmu bukan karena wajahku jelek. Benar kan?"
"Hmm." Char mengangguk, tapi tiba-tiba merasa jawaban ini tidak tepat: "Ah bukan! Maksudku... kau tidak jelek! Maksudku... seperti yang kau katakan... ah bukan, bukan itu maksudku..."
Melihat Char yang kikuk dengan keringat mengucur deras, Nenei merasa lucu. Tiba-tiba hatinya terasa hangat, lalu berbisik pelan: "Sudahlah, aku mengerti. Aku tahu kau bukan menolakku karena rupaku, kan?"
“Hmph, maksudku memang begitu.” Akhirnya Char tampak lebih santai.
Nenei menyorotkan pandangannya, bertanya lembut: “Lalu, apa alasannya?”
Char menghela napas dengan wajah menderita: “Ini... aku sendiri juga tidak tahu.”
Seolah akhirnya memantapkan hati: “Akan kujelaskan padamu, diriku ini... pikiran sendiri selalu kacau dan tidak karuan. Hmph, kalau kuungkapkan, jangan kau menertawakanku... Sebenarnya, aku...” Char mengepal gigi: “Sebenarnya, aku sendiri tidak bisa membedakan cantik atau tidaknya rupa perempuan. Atau bisa dibilang, bagiku penampilan perempuan itu sendiri samar-samar. Makanya, sungguh aku tak pernah menolakmu karena rupa. Bahkan, kadang... kadang kurasa kau cukup cantik.”
Seketika wajah Nenei memerah: “Aku... cantik? Kapan ‘kadang-kadang’ yang kau maksud itu?”
Char tertawa kering: “Itu... aku tak ingat persis, misalnya sekarang, ekspresi wajahmu saat ini sama sekali tidak jelek.”
Nenei menjerit “Ah!” lalu langsung menundukkan kepala.
“Aku ingin mengucapkan terima kasih... dan juga maaf.” Char menghela napas: “Aku tahu, penolakanku pasti menyakitkan hatimu, tapi bukan karena merendahkanmu, hanya...”
“Hanya apa?”
“Aku... aku tidak tahu.” Char terdiam lama, lalu menghela napas panjang, sorot matanya tampak kebingungan: “Aku sendiri pun tidak mengerti apa yang terjadi. Aku, aku bahkan tidak tahu, wanita seperti apa yang seharusnya kusukai. Atau, aku sama sekali tidak tahu, bagaimana rasanya menyukai seseorang.”
Dia tampak kembali kikuk, berpikir sejenak lalu tertawa pahit: “Kurasa, kamu orang yang baik, sungguh.”
“...Terima kasih.” Suara Nenei tiba-tiba menjadi lembut sekali.
“Sebenarnya... orang-orang di sekitarku, Sharba, dan Green, mereka dua hari ini terus membujukku agar aku menikahimu saja. Sebenarnya... aku sendiri mulai goyah, hanya saja, aku benar-benar tidak mengerti isi hatiku sendiri, jadi, maaf, aku tidak bisa berjanji padamu. Aku...”
“Sudahlah.” Nenei perlahan melambaikan tangan, matanya menyapu wajah Char, nada suaranya kini sangat lembut: “Green membujukmu menikahiku, aku paham maksudnya. Tapi, terima kasih atas kejujuranmu, meski kau menolakku, aku tetap senang. Jika kau benar-benar menikahiku karena..., aku justru tidak akan bahagia, malah akan meremehkanmu. Hmm...”
Mendengar perkataan Nenei, Char akhirnya lega: “Ya Tuhan! Dengan ucapanmu itu, aku jadi tenang.”
“Nenei tersenyum tipis: 'Aku pergi, nanti setelah aku kembali kita bicara lagi...' Dia mengendarai kudanya beberapa langkah, tiba-tiba berhenti lagi: 'Ah iya, hampir lupa satu hal. Ada kenalan lamamu yang menyampaikan salam untukmu. Kemarin terlalu buru-buru sampai lupa memberitahumu.'”
“Kenalan lama? Siapa?”
“Nenei tersenyum manis: 'Bibi Sofia.'”
“Setelah mengucapkan kalimat ini, sorot matanya menyapu Char, lalu memutar kepala kuda sambil berteriak, langsung memacu kudanya pergi.”
“Char membeku di tempat. Ucapan 'Bibi Sofia' dari Nenei memang membuatnya terkejut, tapi... harus diakui, yang benar-benar membuat Char terpaku adalah sorotan mata terakhir Nenei sebelum pergi.”
“Perempuan ganas ini, sorotan mata terakhirnya yang tertangkap oleh Char, justru terasa seperti kehangatan yang belum pernah ada sebelumnya...”
“Char tetap diam di tempat cukup lama, hatinya bingung tak tahu perasaan apa yang sedang dialami, akhirnya dengan lesu memutar kepala kudanya kembali ke Kota Danzeer perlahan-lahan.”
“Di perjalanan, pikirannya kacau. Saat sedang pusing memikirkan apa yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba terdengar suara tertawa sinis dari dalam benaknya, penuh ejekan - suara Dora.”
“'Kau tertawa apa?' gerutu Char kesal.”
“'Tentu saja menertawakan kau si pemuda polos ini.' Nada suara Dora penuh penghinaan.”
“Apa yang lucu dariku?” Char mendengus, lalu menarik napas panjang: “Hah, bagaimanapun juga, aku sudah bicara jelas dengannya, setidaknya ini menghilangkan beban di . Kalau tidak, terus-terusan dipendam seperti ini, benar-benar menyiksaku.”
“Aha!” Nada ejekan Dora semakin tajam: “Kau pikir dengan jujur semuanya selesai? Hmph! Dengan ucapanmu itu, mungkin -mu lega, tapi ada orang yang justru akan terus gelisah!”
“Apa... maksudmu?”
Dora mendengus: “Kalau dibilang bodoh, kadang kau licik dan curang sampai membuat orang kagum. Tapi kalau dibilang pintar, kadang kebodohanmu benar-benar bikin kesal!”
Tanpa memberi kesempatan Char marah, Dora melanjutkan: “Kudengar ada pepatah : 'Perempuan harus dibujuk dengan '. Tapi ada juga kebenaran lain: Bujukan hanya efektif sementara, sedangkan kejujuran bisa menipu seseorang .”
“......” Char terpaku: “Kejujuran bisa menipu seumur hidup? Bagaimana maksudnya?”
Dora tertawa terpingkal-pingkal: “Pemuda polos! hanya bertahan sebentar. Tapi dengan -mu yang terdengar tak bersahabat, justru membuat orang menganggapmu tulus dan semakin berharga!”
“Aku?”
“Hmph, bukankah kau tahu? Ucapan ‘tulus dari paru-paru’-mu tadi malah semakin mengikat erat jantung sang perempuan!”
