Tiga puluh tahun lalu pada pertemuan terakhir di Istana Kekaisaran Odin, terjadi pertarungan... Peristiwa itu, detail kejadiannya tidak diketahui orang luar, namun hasilnya tersebar luas. Konon, meski Kaisar Suci sempat dikendalikan sementara, Santo Roland Garros dan para pendekar lainnya tetap merasa khawatir. Akhirnya semua membuat perjanjian... Jika Kaisar Suci berani melanggar perjanjian, para pendekar seantero benua bisa bersama-sama menyerang Odin! Meski Kaisar Suci hebat, dia hanya seorang diri. Sekalipun punya kemampuan terkuat di dunia, jika semua pendekar di benua bersatu melawannya, kurasa dia pun takkan sanggup bertahan.
Jadi...
Sampai di sini, Dax tersenyum tipis: "Selama hampir tiga puluh tahun terakhir, Kaisar Suci Odin yang legendaris itu hanya duduk di Istana Odin, tak melangkah keluar sedikitpun! Bahkan saat Kekaisaran Odin dan Bizantium berperang berkali-kali, dengan kekuatan sehebat itu dia tak pernah turun tangan sendiri... Tidakkah kalian merasa aneh? Andai Kaisar Suci Odin turun langsung... Hmph, pasukan Kavaleri Rodrian pasti sudah punah."
Penjelasan ini terdengar masuk akal.
Terutama Dafeny dan Adeline yang berasal dari keluarga kerajaan, tentu lebih banyak mengetahui beberapa rahasia antara dua kerajaan.
Setelah dipikir-pikir, selama tiga puluh tahun ini, antara Odin dan Kekaisaran Bizantium telah terjadi banyak perang besar-kecil, kedua pihak saling menang-kalah. Hanya dalam beberapa tahun terakhir, Kekaisaran Bizantium yang menderita akibat Sistem Themata, kekuatan negara perlahan menurun, akhirnya bisa dikendalikan oleh Kekaisaran Odin. Namun secara keseluruhan, belum bisa dikatakan berada dalam posisi benar-benar lemah.
Legenda mengatakan Kaisar Suci Odin memiliki kekuatan tak tertandingi, namun orang terhebat di zaman ini dalam beberapa tahun terakhir hampir tidak pernah keluar dari istana, juga tidak ada catatan lagi tentang dirinya memimpin pasukan secara langsung.
Kemampuan yang bisa mengguncang langit-bumi seperti ini, tapi hanya duduk menjaga istana, terbuang sia-sia selama tiga puluh tahun... Andai saja dia mau bertindak...
Meski dunia tidak tahu seberapa hebat sebenarnya Kaisar Suci Odin ini, tapi ada patokan Merlin. Dulu Merlin saja bisa sendirian melawan satu armada Angkatan Laut Bizantium, konon kemampuan Kaisar Odin bahkan lebih tinggi dari Merlin. Jika dia mau bertindak, meski tidak bisa langsung membasmi Bizantium, setidaknya dalam perang bisa membuat pasukan Odin mendominasi.
Tapi Kaisar Suci Odin dalam beberapa tahun terakhir sama sekali tidak bertindak, membiarkan kemampuannya yang luar biasa itu tidak digunakan.
Rupanya, alasan sebenarnya ada di sini.
“Selain itu, kalian pikir lagi, di dunia saat ini, selain Kaisar Suci Odin, tentu ada juga beberapa jago besar yang sangat hebat. Tapi para jago ini, jejaknya tidak menentu, jarang muncul di dunia, dan hampir tidak pernah ikut campur dalam konflik apa pun.” Dax tersenyum lebar: “Satu-satunya pengecualian adalah Merlin di masa lalu. Tapi setelah kejadian itu, Merlin juga sempat babak belur. Sejak saat itu, tidak ada lagi catatan dia ikut campur urusan duniawi.”
Dua gadis itu terdiam setelah mendengarnya.
Sementara Philip yang duduk di meja sebelah, diam-diam memutar otak.
Rahasia-rahasia ini sama sekali belum pernah didengarnya. Hari ini tiba-tiba mendengar penjelasan ajaib seperti ini, meski penasaran bagaimana lawan bisa tahu sebanyak itu tentang hal yang sangat rahasia. Tapi melihat penjelasan Dax yang masuk akal, perlahan ia mulai percaya.
Setelah dipikir-pikir, memang sepertinya benar seperti itu.
Di Benua ini memang ada beberapa grandmaster top-tier, tapi sehari-hari hampir tidak pernah terdengar mereka ikut campur urusan duniawi. Cerita tentang para jago yang beredar di masyarakat, kebanyakan terjadi saat mereka masih muda atau sedang berkelana di dunia.
Kalau dipikir lagi... seolah semua yang kuat, setelah mencapai level tertentu, berhenti ikut campur dalam urusan dunia fana.
“Pada awalnya, dunia hanya akan menganggap para yang kuat ini sebagai sosok yang terisolasi di tebing tinggi. Setelah kekuatan mereka mencapai tingkat pencapaian tertentu, wawasan mereka juga meningkat, sehingga enggan terlibat dalam konflik urusan duniawi. Tapi dari penjelasan ini, tampaknya alasannya tidak sesederhana itu.”
Ekspresi Adeline semakin kompleks, terutama saat mendengar Dax berbicara tentang urusan Kaisar Suci Odin. Wajahnya langsung berubah sangat serius, sorot matanya terlihat penuh perhatian, dan dia menyimak dengan saksama. Setelah Dax selesai berbicara, Adeline bertanya dengan keraguan: “Semua ini seharusnya merupakan rahasia tingkat tinggi, bagaimana kamu bisa mengetahuinya?”
Dax tersenyum kecut: “Sudah kukatakan, hal-hal yang ingin kuketahui jarang bisa disembunyikan dariku.”
Dafeny menghela napas pelan: “Kalau begitu, aturan 'para kuat tidak boleh berebut pengaruh dengan urusan duniawi' ini sebenarnya sangat baik. Hmm, kuharap Kaisar Suci Odin juga bisa mematuhi perjanjian ini.”
“Oh? Begitukah pendapatmu?” Dax memiringkan matanya, menatap Dafeny dengan sinis.
Dafeny menunjukkan sedikit kekhawatiran di wajahnya, dengan nada suara penuh belas kasih kepada dunia, berkata lembut: "Yang kuketahui, mereka yang berdiri di atas awan tinggi kebanyakan telah menempatkan diri di atas dunia ini. Raja begitu, pejabat berkuasa begitu, dan para yang disebut kuat itu, kira-kira juga demikian. Orang seperti ini, mengangkat tangan bisa menghilangkan satu kota, melangkah kaki bisa menentukan hidup mati jutaan orang. Di mata para kuat seperti ini, manusia biasa yang fana sudah tak berbeda dengan serangga. Semakin seperti ini seseorang, semakin dingin hatinya. Bahkan ada yang menganggap nyawa manusia setara debu dan kerikil rendahan. Jika orang seperti ini ikut campur urusan dunia... Dengan kekuatan mereka, langsung bisa menghancurkan negara dan kota, membuat ribuan mayat bergelimpangan... Jika orang seperti ini menguasai kekuatan seperti itu tanpa ada aturan yang membatasi, mungkin... dunia ini benar-benar akan kacau, tak terhitung makhluk yang akan menderita siksaan."
"Ha ha ha!"
Dax mendengarnya, tertawa terbahak-bahak tiga kali dengan penuh penghinaan, menuding Dafeny sambil berkata: "Ucapanmu meski penuh belas kasih kepada dunia, tapi ini kebajikan wanita! Hmph..."
Matanya bersinar terang, tersenyum penuh kebanggaan: "Jika aku Kaisar Suci Odin, aturan apapun takkan kuhiraukan! Memiliki kekuatan di tangan namun tak bisa digunakan? Lalu untuk apa kekuatan ini?! Punya kekuatan tapi tak dipakai, apa bedanya dengan orang biasa? Jika aku punya kekuatan sehebat itu, takkan kupedulikan hal remeh! Hancurkan Bizantium di selatan, sapu bersih Landis di barat! Terakhir gempur Babilonia hingga rata dengan tanah! Menyatukan dunia manusia, itulah karya agung sepanjang masa!! Hidup di dunia dengan senjata pamungkas penyapu kerajaan di genggaman, tapi ragu-ragu takut menggunakannya, itu namanya kekanak-kanakan!"
Dafeny mendengarkan sambil memperhatikan ekspresi dingin Dax, mencerna kata-kata lawannya... Menghancurkan Bizantium di selatan, menyapu Landis di barat, meratakan Babilonia...
"Ah! Apakah kamu orang Odin?!" Dafeny menuding Dax.
Dax terdiam sejenak, lalu menggeleng sambil tertawa: "Lihatlah rupaku, apakah seperti orang Odin? Suku Odin memang terkenal eksklusif, baik terhadap orang Bizantium maupun Landis mereka selalu merendahkan. Aku bukan orang Odin."
“Kalau begitu...” Dafeny terus menebak latar belakang pria ini. Sepanjang perjalanan, dia melihat betapa misteriusnya pria ini. Setiap kali tiba di suatu tempat, selalu ada faksi tersembunyi yang menyambutnya. Sebagai anggota keluarga kerajaan, Dafeny diam-diam terkejut, tak menyangka di dalam negaranya sendiri ternyata tersembunyi jaringan kekuatan bawah tanah yang begitu megah! Awalnya Dafeny menduga pria ini mungkin mata-mata dari negara musuh, namun nada bicaranya seolah meremehkan Kekaisaran Bizantium dan Landis. Bahkan hari ini dia mengucapkan kata-kata "menginjak-injak Babilonia", sementara dia menyangkal dirinya adalah orang Odin...
Apa sebenarnya latar belakang orang ini?
"Aku?" Sorot kompleks melintas di mata Dax. Dengan sengaja mengangkat gelas anggur untuk menutupi ekspresi matanya, dia berkata datar: "Aku... bisa dibilang orang tanpa negara."
Setelah mengatakannya, dia tertawa terbahak-bahak menutupi kegelapan yang baru saja melintas di matanya. Menepuk meja, berteriak: "Sudah kenyang, saatnya pergi! Mana bosnya? Ayo selesaikan pembayaran!"
Pemilik toko yang sudah ketakutan pada Dax langsung berlari gemetaran ketika mendengar teriakannya. Dengan wajah pahit dia tersenyum: "Tuan baru saja memberi koin perak saat masuk, sudah cukup untuk membayar, ini..."
"Hah! Sisa uangnya tidak usah dikembalikan. Minuman kerasmu cukup baik, bawakan satu tong untukku, masukkan ke tas, akan kubawa untuk diminum di perjalanan."
Bos itu tidak berani banyak bicara, cepat lari ke bagian belakang. Tak lama kemudian, dia keluar sambil menggendong tong minuman berbahan kayu ek.
Tong minuman itu volumenya cukup besar, mungkin bisa menampung dua puluh kati minuman. Sang bos menggendongnya sendirian dengan susah payah, langkahnya tertatih-tatih seperti kepiting yang merangkak ke samping.
Philip yang duduk di belakang tiba-tiba mendapat ide. Dia berdiri sambil tertawa: "Hati-hati jangan tumpah, aku bantu kamu."
Begitu katanya, dia pun berjalan mendekat.
Meskipun jempol telapak tangan Philip sudah tak berdaya—ini hanya mempengaruhi teknik memegang pedangnya—sebagai mantan prajurit senior, tenaganya masih cukup kuat. Dengan mudahnya dia mengambil tong itu dari tangan bos, lalu pura-pura kesulitan sambil melangkah beberapa kali ke arah Dax. Tiba-tiba dia berteriak "Aduh!" sambil melepaskan tong besar itu ke arah Dax, sementara tubuhnya sengaja kehilangan keseimbangan dan menabrak Adeline di samping!
Di dalam hatinya sudah direncanakan: gunakan tong untuk menerobos Dax. Asal bisa menghambatnya sebentar, dia akan menarik Adeline ke sisinya. Begitu berhasil merebut Adeline, akan lebih mudah melindunginya untuk melarikan diri.
Mengenai perempuan lain di sebelahnya, Dafeny... Philip toh tidak mengenalnya. Lagipula, dia hanya mendengar Adeline yang mengaku sebagai Char. Targetnya hanya menyelamatkan Adeline, nyawa orang lain tidak bisa dia pedulikan.
Melihat tong minuman berguling ke arah Dax, Dax tetap duduk diam seperti patung, hanya senyuman sinis yang mengembang di sudut mulutnya. Tong itu langsung menghantam dada Dax. Dengan wajah puas diri, Philip berteriak "Aduh aduh!" sambil pura-pura panik dan oleng mendekati Adeline. Diam-diam dia mengulurkan telapak tangannya untuk mencengkeram pergelangan tangan Adeline!
Cengkeraman itu langsung berhasil. Namun begitu menyentuh, jantung Philip berdebar kencang. Perasaan pergelangan tangan yang digenggamnya kokoh berotot, ukurannya pun tidak ramping seperti tangan perempuan. Saat menunduk melihat, wajahnya langsung berubah pucat!
Dax berdiri di hadapannya. Entah gerakan apa yang dilakukannya, seolah dalam sekejap mata dia sudah berpindah secara spontan di depan Philip.
Dax menatap jari Philip yang masih mencengkeram pergelangan tangannya, berkata dingin: "Saudara, untuk apa kau menangkap tanganku?"
Begitu melihat sorot mata lawannya, Philip segera menyadari dalam hati bahwa tipuannya telah terbongkar. Sebagai orang yang cepat mengambil keputusan, ia memilih untuk meneruskan meski salah. Dengan tenaga mendadak, ia menekan tangan lawannya sambil mencabut pedang pendek dari pinggang dengan gesit dan menusuk dengan garang!
Saat pedang pendek hendak menikam, tiba-tiba terasa ada yang menahan. Dacks telah menjepit ujung pedang Philip dengan ibu jari dan telunjuk tangan kirinya. Disertai tawa pendek, terdengar suara "Klak!" yang nyaring. Mata pedang itu pun patah sepotong ditangan kosong Dacks!!
Jantung Philip berdebar kencang. Kemampuan mematahkan mata pedang dengan tangan kosong ini, di masa kejayaannya mungkin juga bisa dilakukannya. Tapi melakukannya dengan santai bahkan tanpa aura tempur? Itu mustahil baginya. Apalagi sekarang dengan cacat di telapak tangan, kemampuan itu sudah hilang.
Padahal awalnya ia berhasil mencekik pergelangan tangan lawan. Tapi sekuat apapun ditekan, pergelangan tangan Dacks keras seperti besi. Dengan senyuman sinis, Dacks memutar pergelangan tangannya dengan mudah malah mencengkeram tangan Philip. Rasanya seperti dijepit besi, keringat dingin langsung mengucur di dahi Philip.
“Aku sudah lama curiga pada orang sepertimu!” Dax tersenyum tipis, seolah dengan santai mendorong ke depan. Philip langsung terlempar ke belakang, gemerisik, mejanya yang dulu hancur berkeping-keping.
Philip terbaring di lantai, menyadari dirinya telah terbongkar. Meski jatuh itu membuat dadanya sakit luar biasa, ia menahan gigi, bangkit melompat, meraih pedang panjangnya dan menghunusnya, membentak keras: "Philip dari bawahan Xia Ya Leiming di sini!!! Cepat bebaskan istri Jenderal kami!!"
Mendengar ini, Adeline di samping langsung terpekik "Ah!", wajah penuh keterkejutan, refleks menutup mulut, menatap Philip. Setelah terdiam sejenak, ia berkata: "Kau, kau, kau adalah bawahan si kampungan itu?!"
Ekspresi Dax yang semula tersenyum manis langsung berubah saat mendengar Philip menyebut asal-usulnya. Begitu mendengar nama "Xia Ya Leiming", matanya langsung menyipit...
