“Ekspresi Char yang aneh, tiga poin cengar-cengir kikuk, tiga poin canggung, tiga poin mesum... Satu poin sisanya justru terlihat seperti lega yang besar.”
“Di wajah si kampungan, terlihat jelas cap lima jari bekas tamparan. Cap jari yang ramping itu membentuk Gunung Lima Jari kehitaman di wajahnya. Tapi dia hanya menutupi pipinya dengan gentar, tak berani memandangi Si Menyedihkan.”
“Adeline yang kena serangan dada, reaksi insting bawaan langsung menampar. Tapi setelah tamparannya melayang, gadis itu langsung menyesal. Melihat si kampungan memegangi wajah dengan sorot mata menghindar, Adeline menarik tangannya sambil wajah memerah: 'Aku... Aku tidak sengaja memukulmu...' Suaranya hampir tak terdengar di akhir kalimat.”
“Sorot mata Char tiba-tiba berputar-putar, lalu tiba-tiba kembali tertawa aneh beberapa kali, sambil bergumam sendiri dengan suara tidak jelas.”
“Jika mendekat, baru bisa terdengar si kampungan yang berbicara sendiri itu ternyata berkata:”
“‘Aku tidak sakit jiwa! Ternyata Laozi tidak sakit! Ha ha ha ha! Laozi memang bukan kelinci...’”
“Dua musuh bebuyutan ini masih berdiri di sini, saling merasa canggung. Bicara pun bukan, diam pun bukan.”
“Justru saat itu, terdengar keluhan dari samping: ‘Hey! Tadi berkelahi aku juga mengeluarkan tenaga! Blood bottle sudah keluar segini banyak. Kamu si gadis berkaki panjang tak berhati nurani! Cuma menolong dia, tidak mau menolong aku?’”
“Dax memamerkan senyuman licik, duduk di tanah. Gunting besar itu tergeletak di sampingnya. Satu tangannya menutupi dada, seolah tak peduli luka di dadanya yang retak, darah mengalir deras bagai air terjun tanpa henti.”
“Seandainya ini terjadi dulu, Adeline takkan peduli meski Dax mati! Tapi sekarang, terus duduk di sebelah Char yang sedang termenung terasa sangat canggung dan menyiksa. Mendengar ucapan Dax, Adeline segera melompat bangkit, lari ke sisi Dax dan membantunya bangun, lalu buru-buru mengeluarkan obat luka.”
“Dax menatap Adeline yang wajahnya memerah, lalu melirik Char yang masih terduduk memeluk wajahnya di kejauhan. Dengan suara pelan ia berbisik: ‘Kekasihmu ini... kelihatannya agak dungu?’”
“Cih! Kau sendiri yang dungu!” Wajah Adeline langsung menjadi muram.
“Sorot mata Dax jelas dipenuhi niat jahat saat melirik ke dada Adeline: ‘Cuma sentuh sedikit saja sudah menampar... Hah, sepadan juga sih.’”
“Melihat brengsek ini mulai menunjukkan ekspresi tidak sabar dan penuh semangat, Adeline langsung menyambar gunting besar di sampingnya. Dengan dua kali gerakan krak-krak, ia menatap dingin ke arah Dax: ‘Berani kau sentuh aku sedikit saja, akan kugunting habis...’”
Saat itu, Adeline tiba-tiba merasa ditusuk dari belakang. Setelah menoleh, dia melihat Char berdiri di belakangnya dengan wajah penuh kesedihan, jarinya menyentil bahu sang putri.
"Hei." Suara Char terdengar sangat serius.
"...Hmph?" Pipi Adeline memerah, matanya berbinar penuh perasaan.
"Kamu... itu... benarkah kau perempuan?"
“……”
"Bagaimana mungkin kau jadi perempuan?"
"..." Percikan api mulai muncul di matanya.
"Bagaimana bisa ada perempuan yang terlihat sepertimu?"
"..." Pembuluh darah di dahinya mulai menonjol.
"Apakah kau memang perempuan dari awal? Atau baru berubah belakangan ini?" Char bertanya dengan hati-hati.
"..." Adeline akhirnya meledak, melompat lalu melayangkan tendangan: "Matilah kau, bajingan kampungan!!!!"
Melihat tendangan itu, Char berpikir: Jika di masa lalu, mana mungkin si lemah ini bisa mengenainya? Jurus-jurus lemahnya itu bisa ditepis hanya dengan sekali tampar. Tapi sekarang saat tendangan itu datang, Char yang hendak membalas teringat: Dia sekarang perempuan! Tinjunya yang sudah terkepal pun ragu untuk melayangkan pukulan.
Bang!
Tendangan itu mendarat tepat di hidung Char, keras dan akurat.
……
Melihat wajah Char yang kini selain ada bekas telapak tangan juga tercap sepatu, Adeline pun menyesal. Tapi amarah yang masih menggelegak membuatnya bingung harus berkata apa.
Si kampungan ini, ucapan-ucapannya benar-benar keterlaluan!
Apalagi, aku... aku dan dia bahkan sudah melakukan hal memalukan itu, bagaimana mungkin dia bisa berkata seperti itu tentangku?
Jangan-jangan dia berani tidak bertanggung jawab?!
Begitu memikirkan ini, Adeline tiba-tiba merasa terhina. Tanpa sadar, di malam yang kacau balau di Kota Kekaisaran itu, Tuan Besar Xia Ya sendiri bahkan tidak menyadari kejahatan apa yang telah diperbuatnya malam itu.
Sekarang, di antara mereka berdua, satu merasa bersalah dan satu lagi kecewa, namun sama-sama memendam perasaan tanpa berkata-kata.
Xia Ya sempat berbasa-basi sebentar dengan Dax. Awalnya saat mendengar si Menyedihkan teriak "Tolong!", dia mengira orang ini tidak baik (sebenarnya sekarang Xia Ya juga agak kesal melihat Dax yang selalu menyunggingkan senyum aneh menjengkelkan ini. Ekspresinya mirip secara spiritual dengan Darwin yang telah memberinya babak belur.)
Tapi, tadi dia sudah membantu melawan Hasting, setidaknya bisa dianggap sebagai teman seperjuangan yang sudah berdarah-darah bersama.
Setelah bertukar salam dengan sopan, tiba-tiba Xia Ya melihat Dafeny!
Dafeny yang sedang sakit itu kadang pingsan kadang bangun, belum sepenuhnya pulih kesadarannya. Dia hanya terbaring tak bergerak di tanah.
Meski sedang sakit, kecantikan nomor satu di antara para bangsawan Kekaisaran ini tetap tak kehilangan pesona. Wajah pucatnya justru semakin menonjolkan kelembutan yang menyentuh hati, tetap memancarkan keindahan yang membuat orang tak tahan ingin melindunginya.
Baru saja Char mendekat, dia langsung mengenali identitas si cantik yang sedang sakit ini!
Hmm... Sepertinya...
Sepertinya ini lagi-lagi perempuan yang pernah kuserang dadanya?
Ah! Benar! Saat acara berburu di pinggiran Kota Kekaisaran... Di tepi sungai, aku bahkan menyelamatkan nyawanya dan menahan tusukan pembunuh bayaran.
Saat itu, Char sudah tahu bahwa Dafeny adalah putri mahkota. Tapi si kampungan ini sadar ini urusan rumit yang tak boleh dia sentuh, jadi di hadapan Kaisar tua dia sengaja berpura-pura bodoh.
Tapi sekarang, putri mahkota yang cantik ini terbaring lemah di depan matanya.
Dia memalingkan pandangan ke Adeline: "Dia..."
Adeline sudah tak sempat marah pada Char. Dia bergegas memeluk Dafeny dengan wajah cemas: "Kakakku sakit, huh... Sepanjang perjalanan, kalau bukan karena dia menemani dan merawatku, mungkin aku sudah... Char, kau harus menyelamatkannya!"
"Kakak?" Kilatan cahaya tak sengaja muncul di mata Char: "Yang Mulia Putri Mahkota adalah kakakmu? Kalau begitu kau..."
Wajah Adeline memerah, belum sempat bicara, Dax sudah berjalan mendekat perlahan sambil tertawa: "Status si gadis jenjang itu, hehe, yang bisa disetarakan dengan permaisuri masa depan kekaisaran, tentu bukan orang biasa... Dia adalah putri kerajaan dari Kekaisaran Bizantium, Yang Mulia Putri Adeline."
Yang Mulia Putri... Putri Mahkota...
Char bukan orang bodoh, segera teringat momen ketika mereka berdua bersama sebelumnya, semua kejadian itu terbayang jelas!
Pasukan ksatria elit yang mengejar mereka, prajurit berkuda yang membawanya pergi...
(Sialan, urusan keluarga kerajaan ini memang aneh. Putri Mahkota dibunuh, sang putri juga ingin dibunuh...)
Char bergumam sejenak: "Bagaimana kalian bisa sampai ke sini? Kota Kekaisaran... Apa kota kekaisaran masih utuh?"
Adeline menggeleng: "Aku... Kami sudah ditawan pemberontak beberapa hari lalu, Tuan Dax ini yang membawa kami kabur. Tentang Kota Kekaisaran... Kami juga tidak tahu keadaan Kota Kekaisaran sekarang."
“Kota Kekaisaran masih utuh.” Dax menjawab pertanyaan Char, sorotan mata pria ini berkilat saat menatap si kampungan: “Saat ini Jenderal Adrik sedang memimpin situasi besar di Osgilia, Kerajaan Randis telah mengirimkan armada untuk membantu Osgilia. Di luar kota masih ada kavaleri Rodrian yang dipimpin Jenderal Ruhl, serta Korps Kedua dan Ketujuh. Situasi sementara belum mencapai titik terburuk, kurasa, meskipun pasukan pemberontak berkekuatan besar, setidaknya bertahan selama beberapa bulan seharusnya tidak masalah.”
Char mengangguk, namun tetap menatap Dax: “Lalu bagaimana denganmu? Bolehkah Tuan memberitahu identitasmu sebenarnya?”
Dax tertawa: “Aku? Namaku Popov Dax, anggap saja aku tentara bayaran! Ha-ha, aku menerima uang untuk mengerjakan tugas seperti membunuh dan membakar.”
Jawaban samar ini jelas mengindikasikan keengganan Dax untuk berbicara lebih lanjut. Char tidak memaksa. Setelah mengangguk, dia merasakan tatapan tajam si menyedihkan di sampingnya membuat bulu kuduknya merinding. Dengan cepat dia memalingkan wajah ke arah Dafeny yang terbaring: “Ah, putri mahkota ini benar-benar menyedihkan.”
Adeline menghela napas dalam: “Benar... Kakak awalnya bermaksud baik mengantarku keluar kota, tapi tertangkap pemberontak dan menderita begitu banyak dalam perjalanan...”
“Hmm, aku bukan membicarakan ini.” Xia Ya menggaruk kepalanya: “Itu, dia adalah Putri Mahkota, kan? Ya ampun... Menikahi seekor kelinci, bukankah itu sudah cukup menyedihkan?”
Si Menyedihkan: “……”
Dax melihat Xia Ya, lalu menatap Adeline, tiba-tiba tersenyum tipis: “Hmm, Tuan Xia Ya Leiming, ya? Bisakah kita berbicara?”
“Oh?”
Xia Ya menatap pria ini, senjata di tubuhnya selalu mengeluarkan aura yang membuatnya merasa tidak nyaman.
“Nama Tuan juga pernah kudengar, seharusnya Tuan adalah bintang militer Kekaisaran yang bersinar setelah duel dengan Odin's War God Hastings dalam perang melawan Odin, lalu mendapat penghargaan dari Kekaisaran.” Dax tersenyum santai: “Keberanian Tuan pun termasyhur. Di usia muda sudah mendapat apresiasi seperti ini, masa depan Tuan pasti akan naik pangkat cepat. Belakangan kudengar Tuan ditugaskan mengurus urusan militer satu county sendirian, di usia muda sudah memikul tanggung jawab sebesar ini…”
“Cukup, cukup.” Xia Ya melambaikan tangan, memandang Daks dengan sinis: “Aku tidak suka bicara berbelit-belit – Akulah Xia Ya Leiming yang kau maksud. Tak perlu menyebutkan riwayat hidupku… Langsung saja katakan maksudmu.”
Daks menarik napas, nada suaranya semakin serius: “Bagaimana situasi pertempuran di Utara?”
“Char menatap orang ini: ‘County Syltan sudah jatuh ke tangan Mannings, tapi County Moore masih di tangan Laozi.’”
Dax mengangguk, matanya tiba-tiba berbinar, tatapannya memancarkan keanehan yang semakin kuat: “County Moore masih di tanganmu?”
Char menggeleng: “Apa anehnya? Laozi menolak menyerah, jadi mau tak mau harus bertarung dengan orang Odin sialan.”
Dax tersenyum tipis dengan ekspresi aneh, sedikit membungkuk memberi hormat pada Char.
“Tuan... aku punya ide, ingin melakukan transaksi denganmu. Apa tertarik?”
Char menyipitkan mata: “Transaksi? Hah! Transaksi apa? Apa yang bisa kau tawarkan padaku?”
“Banyak...” Nada Dax datar seolah membicarakan hal remeh, tapi kontennya mengguncang: “Lahan subur ribuan li di perbatasan utara Bizantium, jutaan rakyat, puluhan kota besar-kecil, kekayaan tak terhitung! Ditambah pasukan elit Salju Merah Odin... Semua ini bisa jadi konten transaksi kita!”
※※※
Salemboniri berdiri di luar pintu, merapikan baju dan menyisir rambut. Seorang pelayan istana memegang cermin bundar di sampingnya. Perdana menteri tua itu memeriksa penampilannya di cermin – baju sudah rapi, rambut tersisir sempurna – baru mengangguk puas.
Pintu terakhir di aula depan perlahan terbuka. Perdana menteri tua menarik napas dalam-dalam lalu melangkah gagah masuk.
"Memasuki ruangan ini, langsung tercium bau obat yang tajam, seolah-olah bahkan udara di sini mengandung tiga bagian kepahitan."
"Di ruangan luas ini, udara yang begitu menyengat membuat si orang tua sedikit mengerutkan kening."
Ini adalah kamar tidur Kaisar Cantos Agung. Di samping tempat tidur megah nan mewah di tengah ruangan, sang kaisar tua sedang duduk di tepi ranjang. Rambut putihnya yang jarang terurai, jubah putih lebar yang menutupi tubuh kurusnya justru memberikan kesan beraura hantu.
Tempat lilin besar yang terang di sekelilingnya bukannya menerangi ruangan, malah memperkuat atmosfer energi Yin yang pekat.
Kaisar Cantos baru saja menghabiskan obat hari ini. Napasnya masih terengah-engah. Mendengar suara langkah kaki, sang kaisar berbalik dan memandang Salemboniri: "Akhirnya kau datang."
Salemboniri membungkuk memberi hormat. Wajah kaisar berubah suram. Ia mengangkat tangan: "Pergilah kalian semua."
Beberapa pelayan berbaju linen di sekelilingnya segera mundur dengan membungkuk. Hanya pria paruh baya yang diam bagai bayangan di sudut ruangan yang masih berdiri di sana.
"Bagaimana... keadaan di luar?"
Wajah sang kaisar tua seperti berkedut.
"...Cukup baik." Salemboniri ragu sejenak: "Sudah kuhibur mereka semua dan kusuruh bubar... Kurasa..."
“，。”，，：“！！……！”
Pipi pucat Kaisar tua memerah dengan warna kemerahan yang sakit: "Hmph, jika sebelum kemarin, wilayah selatan masih dalam kendali kami, secara nominal masih ada empat korps reguler pusat, dan pasukan penjaga belasan county. Meskipun semua orang sebenarnya tahu bagaimana keadaan kekuatan-kekuatan ini. Tapi selama satu hari masih berdiri di sana, itu masih menjadi hiburan, masih secercah harapan! Dengan harapan ini, mereka masih bisa terus membohongi diri sendiri, menghibur diri sendiri. Memaksakan diri berdiri di sampingku... karena mereka tahu, mereka semua adalah bangsawan! Sedangkan pemberontak di luar kota itu adalah warlord! Warlord yang telah menjadi bangsawan! Begitu langit ini runtuh, negara berubah! Para bangsawan di dalam kota ini akan sulit mempertahankan identitas mereka! Para pemberontak itu tidak akan mempertahankan posisi mereka, hanya akan menghancurkan dan menggantikan mereka! Karena itu, para bangsawan ini akan tetap kokoh di sampingku, setia padaku! Bukan karena kesetiaan mereka, tapi hanya sebuah pilihan. Selama aku masih punya secercah harapan, mereka akan memilih mendukungku! Tapi begitu aku benar-benar jatuh... tanpa harapan terakhir, maka loyalitas para bajingan ini pun akan lenyap. Di situasi sekarang ini, pilihan yang mereka hadapi sudah berubah! Satu, mengikutiku, di hari kota jatuh, keluarga hancur lebur, segalanya menjadi abu! Dua... mengkhianatiku, bergabung dengan para pemberontak, meski di masa depan status mereka tidak terjaga, tapi setidaknya nyawa bisa diselamatkan, paling-paling menyerahkan semua kekuasaan dan posisi, pulang menjadi tuan tanah lokal tanpa pengaruh, hidup seadanya! Tapi dalam situasi seperti sekarang, bisa memiliki jalan kedua ini saja sudah dianggap cukup baik!"
Perkataan Kaisar tua benar-benar menusuk jantung. Salemboniri mendengarnya, sudut matanya berkedut beberapa kali. Saat hendak berbicara, sang Kaisar sudah melanjutkan dengan senyuman sinis: "Lihatlah, Salembo... Malam ini, setelah rombongan ini kembali, mereka akan mulai bergerak. Ada yang akan menulis surat kepada pemberontak di luar kota, ada yang menyiapkan jalan mundur, dan sebagian lagi... Hmph!"
Perdana menteri tua dengan muka suram mengangkat wajah: "Yang Mulia Adrik sudah mengirim pasukan untuk memberlakukan status darurat militer di seluruh kota. Sekalipun ada yang ingin main tangan atau kaki, situasi takkan kacau!"
Kaisar tua terdiam. Ia duduk di tepi tempat tidur, tetap menyampingkan tubuhnya ke Salemboniri. Setelah lama tertegun, barulah ia bertanya: "Benarkah pasukan dari Selatan sudah benar-benar habis sama sekali?"
“Sudah habis.” Perdana menteri tua hampir menggertakkan gigi mengucapkan kalimat ini: “Yang Mulia, ini adalah pasukan terakhir yang bisa kita kerahkan. Sebenarnya, sejak awal saya sangat menentang penarikan empat korps dari selatan... Keempat korps selatan sudah terlalu lama dibiarkan rusak. Puluhan ribu pasukan itu, pelatihan dan peralatannya tidak memadai! Biarkan mereka di sana, menjaga posisi dan melindungi diri, masih bisa mempertahankan belasan county selatan tetap milik kita. Bahkan... jika suatu saat Osgilia benar-benar jatuh, kita masih bisa meninggalkan ibu kota, mundur ke selatan, menggunakan belasan county selatan sebagai fondasi, terus bertahan melawan pemberontak ini! Tapi sekarang... memaksa menarik delapan puluh ribu pasukan itu, langsung mengosongkan semua kekuatan selatan. Dengan hilangnya delapan puluh ribu tentara, belasan county selatan mungkin bahkan tidak punya kemampuan bertahan. Jika pemberontak mengirim beberapa pasukan pengalih untuk melingkari Osgilia dan menuju selatan...”
“Tidak mungkin.” Kaisar tua kali ini tiba-tiba menunjukkan ketegasan "Kaisar Tombak Berkuda". Ia mengepalkan tinju, sorot matanya tajam, tanpa ragu berucap tegas: “Pemberontak pasti tidak akan membagi pasukan ke selatan! Karena justru akan membuat mereka terpecah belah!”
Napas berat kaisar tua terus terdengar. Setiap tarikan napas, paru-parunya seperti bellow yang rusak mengeluarkan suara berat. Namun nada suara Kaisar Cantos Agung tetap begitu teguh!
