Di Kota Osgilia, tepatnya di distrik keluarga ternama di sisi barat kota, sekumpulan bangunan yang tak terlalu mencolok tampak seakan diselimuti warna abu-abu di bawah langit yang gelap gulita.
Jalan panjang sudah sepi dari pejalan kaki, hanya sesekali terlihat sekelompok prajurit melintas dengan langkah tergesa-gesa.
Pintu gerbang tinggi tertutup rapat, hanya menyisakan pintu samping terbuka. Seorang pelayan tua duduk di kursi dekat pintu, memandang langit dengan malas sambil berdesah pelan: "Datang dan pergi, pergi dan datang... Sudah puluhan tahun perang ini, tak kunjung ada perdamaian."
Seluruh pejabat dan rakyat jelata di kota diliputi kecemasan akan takdir masa depan, namun pelayan tua berbaju linen ini justru tampak tenang dan acuh. Tak ada jejak ketakutan, yang ada hanyalah kebijaksanaan yang telah melampaui dan memahami segalanya.
Ironisnya, di saat sepuluh ribu nyawa melayang ini, beberapa kereta mewah berhenti di depan gerbang. Beberapa orang berbaju indah berdiri di luar pintu dengan wajah cemas menunggu sesuatu.
“Para rombongan ini, dari penampilannya, sepertinya di hari biasa adalah orang-orang yang berdiri di atas awan. Jika ada yang mengenal mereka, mungkin akan berteriak kaget melihat kehadiran mereka. Gelar kebangsawanan dan jabatan mereka, jika di hari biasa, hampir seperti versi mini dari pemerintah pusat Kekaisaran.”
“Tapi pada saat ini, mereka berdiri dengan kepala tertunduk di ambang pintu ini, memandangi sikap angkuh pelayan tua itu tanpa berani melawan, hanya bisa menunggu dengan gelisah.”
“Silakan menunggu jika mau, Tuanku Adipati Tua tidak mau menemui siapa pun!” Pelayan tua itu menghela napas, tetap meringkuk di kursinya sambil menyipitkan mata menikmati angin sejuk. Angin menerbangkan rambut acak-acakannya, memperlihatkan luka parut mengerikan di dahinya.
※※※
Di dalam sebuah rumah besar di kompleks kediaman, berdiri seorang tua berambut perak yang tampak perkasa. Ekspresinya dingin menusuk sambil mencengkeram cambuk di tangan, ia mendengus keras dari lubang hidungnya!
Cambuk di tangannya sudah berlumuran darah, bahkan tersangkut beberapa sobekan kain baju!
Prak!
Cambuk itu dilempar keras ke lantai. Sang tua akhirnya terlihat mereda amarahnya saat menatap orang di hadapannya: “Kau mengerti sekarang?”
Di hadapan, seorang pemuda dengan wajah tampan namun memiliki alis yang melengkung angkuh, memberikannya aura bawaan yang gagah dan sikap semena-mena. Tubuhnya terikat erat dengan beberapa tali kulit sapi, bajunya sudah compang-camping akibat cambukan, di beberapa bagian terlihat luka menganga berdarah. Tapi sorot matanya masih memancarkan kekecewaan dan keteguhan, berani menatap sang kakek.
"Ayah, apapun yang kau katakan, aku tak mengerti!" Setelah jeda, ucapannya semakin pedas: "Kesulitan negara menguji kesetiaan! Segala yang kulakukan hanya agar diriku layak menyandang marga Minas!!!"
Adipati Minas limbung, tatapan keras putranya bagai menusuk jantung sang kakek tua.
Sang adipati tua akhirnya menarik napas, perlahan duduk di kursi sambil memegangi sandaran. Memandangi sorot mata pemberontak putranya, tiba-tiba ia tersenyum getir tanpa suara.
..."Bodoh!"
Satu kata pendek itu baru meluncur dari mulut Adipati Minas setelah jeda panjang.
Rody menatap ayahnya, melihat veteran pasukan yang reputasinya terjaga selama puluhan tahun ini, memandangi adipati kekaisaran yang dengan hentakan kakinya saja membuat faksi warlord yang beraura angkuh pun harus memberi muka——Kepikunan ayah dalam beberapa tahun terakhir, kelemahan ayahnya, sikap ayah yang sengaja menyembunyikan kemampuan, ketidakpuasan yang terakumulasi selama ini, tiba-tiba meledak di bawah stimulasi cambuk dan darah ini.
“Ayah! Aku tidak bodoh!!” Rody menegakkan tulang punggungnya, menatap Adipati Minas, berteriak keras: “Apa yang kupikirkan, Ayah sudah tidak bisa mengerti! Apa yang kuinginkan, Ayah juga tak pernah paham!”
Adipati tua menyipitkan mata, sorot matanya menyimpan banyak pikiran yang tak terbaca. Mendengar dua kalimat Rody itu, ia tetap perlahan menggelengkan kepala.
“Bodoh... dan... sok tahu!”
Jakun si kakek tua bergerak. Ia mengangkat kelopak matanya kembali, memandangi putra di hadapannya. Suaranya tiba-tiba menjadi lembut, seolah sedang berbicara sendiri:
“Kamu pikir aku sudah tua, pikir aku tak punya keberanian lagi... Kau kira dengan bahumu yang masih hijau ini bisa memikul kemuliaan Klan Minas... Kau selalu menentangku, tahun-tahun sebelumnya kau berperilaku tak karuan, mengotori diri sendiri untuk menunjukkan ketidakpuasanmu, aku pun menahannya. Kau ingin membangun bisnis, aku memikirkannya, dan membantumu menyelesaikannya. Baik, kau ingin berjasa, aku mengirimmu ke Utara! Anak muda bernama Xia Ya Leiming itu, aku menempatkanmu di sisinya. Hah... Satu-satunya kesalahanku adalah tak memaksamu segera pergi! Perubahan besar ini sudah kuantisipasi, Kota Kekaisaran yang menjadi pusaran ini juga sudah kutebak. Hmph, si tua bangka Kavhill itu, terjebak seumur hidup, meski tak sepenuhnya kuketahui isi hatinya, tapi bisa kutebak sebagian. Bertahan dari kematian, hehe! Tak lebih dari sekadar bertahan dari kematian! Aku hanya ingin melemparkanmu jauh dari Kota Kekaisaran, menjauhkanmu dari pusaran yang akan melahap tak terhitung orang ini!! Hmph, anak muda bernama Xia Ya Leiming itu, Kavhill sangat menghargainya, pasti sudah menyiapkan jalan mundur. Hanya di sisinyalah tempat paling aman... Sayangnya, kau tak paham, tak paham rencanaku. Kau hanya mengira semangat berapi-api dan kecerobohan disebut keberanian? Kebodohan... Kebodohan sok tahu!”
Di sini, Adipati Tua seakan kelelahan, mengangkat tangannya, ingin menyentuh cangkir teh di atas meja, tapi hanya meraih udara kosong. Baru teringat bahwa cangkir itu sudah hancur berkeping-keping akibat amarahnya sebelumnya. Setelah menjilat bibirnya yang kering, ia kembali menatap Rody di hadapannya.
“……Kau marah karena kukurungmu di rumah. Hei! Baik! Saat negara dalam krisis, si Minas kecil ini ingin naik ke tembok kota untuk bertempur! Kau ingin membuktikan kesetiaan pada Kekaisaran, menjadi pahlawan sejati! Mengayunkan pedang sendiri untuk menjaga ibu kota!! Kau benci padaku, dendam karena kukurungmu, karena laranganku keluar, karena kulempar dan keringkukkanmu, karena ikatan ini menghalangi langkah pengabdianmu! Hari ini kau mencoba kabur diam-diam, memakai zirah yang kusembunyikan di bawah tempat tidur, mengambil pedang pemberianku dulu, bahkan membawa 18 pengawal pribadimu! Hah! ! Begitu kakimu menginjak tembok kota, pedangmu akan berlumuran darah. Dengan teknik bela dirimu, pasti bisa menebas beberapa prajurit pemberontak. Nanti orang-orang akan berseru 'Adipati Minas kecil perkasa, sungguh layak menjadi anggota Klan Minas'... Hei! Begitukah isi kepalamu, ya?!”
Rody terpaku, membuka mulut, menatap ayahnya tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.
"Apa yang dikatakan ayah, memang persis seperti yang ada dalam hati. Seharusnya aku yang mengucapkan kata-kata ini dengan sikap sok benar, tapi malah ayah yang mewakiliku. Itu pun dengan nada datar, bahkan... bahkan terdengar merendahkan!" Setiap suku kata yang keluar, mengapa terasa begitu pahit? Mengapa seolah mengandung bau ketidakwajaran?!
"Kau masih muda, penuh darah muda, aku si kakek tua tidak menyalahkanmu. Bahkan malah merasa senang." Adipati Minas menggelengkan kepala: "Sayangnya, perkataan yang diucapkan Kavhill dulu, ternyata benar seratus persen!"
Dia mengangkat kepala menatap Rody: "Beberapa tahun lalu, setelah pesta minum, penilaian Kavhill tentangmu, masih ingat?"
Rody membuka mulut, wajahnya langsung memerah padam, mengatupkan gigi, akhirnya mengeluarkan kata dengan enggan: "Guru Kavhill bilang aku... bilang aku..." Ia menarik napas dalam-dalam: "Tata letak dan kapasitasnya timpang, tidak layak jadi panglima, mungkin cocok sebagai jenderal andal!"
Penilaian ini, jika berasal dari orang lain, dengan semangat tinggi Rody pasti akan diabaikan. Tapi ini keluar dari mulut Kavhill yang hampir menjadi legenda...
Tidak layak jadi panglima, mungkin cocok sebagai jenderal andal!
Kalimat ini, jika ditujukan pada orang lain, sudah termasuk pujian langka. Tapi untuk Rody...
...Ini jelas-jelas hinaan!!
"Ayahnya Adipati Minas adalah veteran militer Kekaisaran, benar-benar panglima sejati Kekaisaran! Tapi sampai ke diriku sendiri, hanya bisa menjadi seorang perwira, tak bisa jadi panglima... Bukankah ini menuding hidungku sendiri dan menyebutku tak berbakti?!"
"Walau si tua bangka Kavhill sudah tak akur denganku selama puluhan tahun, tapi cara pandangnya memang kukagumi. Sekarang jelas, wawasanmu memang kurang... Hmph, menyebutmu berat sebelah masih terlalu halus! Mungkin masih mempertimbangkan muka-ku! Menurutku, kau benar-benar bodoh! Kebodohan yang sok tahu!"
Suara orang tua itu semakin berubah serius dan dalam.
Ia melirik ke kiri-kanan. Di dalam rumah hanya ada ayah dan anak, di luar pintu hanya beberapa prajurit besi klan yang berjaga di pelataran, tak ada orang lain. Barulah si kakek tua itu menyeringai dingin.
"Kemuliaan keluarga Minas... Hmph, lelucon, semuanya cuma lelucon. Dasar anak bodoh! Kau kira ayahmu ini tak memikirkan kejayaan klan Minas? Sejak adikmu menikahi Putra Mahkota, aku jadi pengecut, tak lagi mengurus urusan militer, cuma jadi patung pajangan di kedudukan tinggi. Kau sebut aku lemah, tua, berbau kematian... Hmph! Tak bisakah kau pahami? Yang sebenarnya tak ingin kemuliaan klan Minas bersinar lagi bukanlah aku si tua ini, melainkan... Sang Kaisar!"
Adipati Minas akhirnya mengucapkan kata terakhir itu, tubuhnya tak kuasa menunduk seolah menghela napas: "Kemuliaan keluarga Minas, di tanganku, telah mencapai puncaknya. Veteran pasukan pertama Kekaisaran, Hmph, sebutan itu sudah cukup gemilang. Tapi kejayaan ini, setelah mencapai puncak, akan menjadi apa?"
Sorot mata si kakek tua tiba-tiba berubah dingin menusuk, menatapi putranya sendiri, nada suaranya penuh hawa es: "Apa kau benar-benar ingin menjadikan keluarga kita seperti Klan Tulip yang terputus keturunannya?!"
Wajah Rody pucat, matanya melototi sang ayah.
“Kekaisaran tidak membutuhkan ‘kemuliaan Klan Minas’ lagi! Sang Kaisar lebih tidak membutuhkan ‘sinar Klan Minas’!! Masuk akalkah ini? Dulu kau tidak mengerti, sekarang pun masih belum mengerti? Adikmu menikahi Putra Mahkota, ini adalah garis yang ditarik Sang Kaisar untuk kita, sebuah lingkaran yang digambar! Di dalam garis dan lingkaran ini, keluarga kerajaan masih bisa menerima kita! Begitu melangkah keluar, malapetaka lautan darah menanti! Kebodohan! Kebodohan! Sudah kusuruh kau banyak baca buku, pelajari Sejarah Umum Benua... tak bisakah kau melihat sedikit solusi?!” Adipati Tua menggeleng: “Selama seribu tahun sejak pendirian kekaisaran, kecuali masa pendirian... pernahkah ada kaisar yang mengizinkan keluarga istri memimpin pasukan saat berkuasa?! Kau tak paham maksud Sang Kaisar! Adikmu menjadi putri mahkota, kelak akan jadi permaisuri! Selama Kekaisaran Bizantium tetap berdiri, keluarga Minas kita tak perlu khawatir soal kemakmuran! Tapi sama sekali tak boleh pegang kendali militer lagi!! Kau malah dipenuhi semangat pengabdian berapi-api... Hmph, tak bisakah kau pahami bahwa Klan Minas tak boleh lagi punya hubungan dengan tentara?!”
"Pernikahan tahun itu, kau tak puas, aku paham. Kau kira aku menjual putriku sendiri demi keamanan. Hmph..." Adipati Tua menggelengkan kepala: "Perang melawan Odin tahun lalu, kau berlutut seharian di luar ruang perpustakaanku memohon agar kulemparkan ke tentara, ke utara, ke garis depan. Aku tak mengabulkan permintaanmu, lalu kau jadi semakin tak karuan, menghancurkan reputasimu sendiri: mabuk, main perempuan, bersama para playboy ibukota terus membuat masalah... Di hatiku kupikir, sudahlah, meski kau jadi playboy sungguhan, selama adikmu dan aku masih ada, kita pasti bisa menjaga posisi keluarga. Logika yang tak kau pahami, adikmu justru mengerti!! Dia lebih jeli darimu!
Belakangan, perang berakhir. Atas perintah Sang Kaisar, Adrik datang ke ibukota. Kau malah buru-buru minta audiensi, merengek ingin dimasukkan ke ketentaraan... Hmph, kian pintar kau! Tahu tak ada gunanya memohon padaku, beralih ke orang lain! Tapi meski Adrik jujur, dia bukan orang bodoh.
Haihh... Saat adikmu dinikahkan dengan Putra Mahkota, kau tak paham alasannya.
Lalu awal tahun ini, Sang Kaisar mengangkat Adrik jadi Menteri Urusan Militer, bahkan menempatkan dua anak buahnya di posisi Jenderal Korps, memunculkan 'faksi Adrik'. Masih belum jugakah kau mengerti?!
Kekaisaran... tak perlu Klan Minas lagi membela!! Inilah kehendak Sang Kaisar!!"
Rody sudah terdiam, menatap ayahnya dengan melotot, memandangi sang ayah yang sepuh itu yang seolah berbicara sendiri.
"Tak perlu lagi... Sungguh tak perlu. Haha... Kau masih ingat? Malam sebelum Adrik dilantik, dia datang menemuiku, dia muridku. Tapi, dia berdiri di luar pintu sepanjang malam, aku tak mau menemuinya. Dia cuma memberi hormat ke pintu rumah kami, menyuruh bawahanku menyampaikan pesan bahwa dia paham. Aku si orang tua ini baru lega... Hmph, meski Adrik polos, tapi dia lebih pintar darimu! Dia mengerti Sang Kaisar mengangkatnya untuk menggantikanku!"
"A-ayah, aku tak mengerti, Sang Kaisar..." Rody membuka mulut dengan gagap.
"Tak mengerti apa? Tak mengerti kenapa Sang Kaisar mengorbankan klan Minas kami demi mengangkat Adrik? Kenapa tak memilih veteran pasukan sepertiku yang sudah mapan? Atau kenapa tak melatih bintang baru sepertimu?" Adipati Minas tersenyum tipis, namun senyumnya terasa berat!
Dia menatap anaknya dalam-dalam, menarik napas panjang. Dua kalimat terakhir itu menusuk jantung Rody hingga gemetar hebat!
"...Renungkan baik-baik! Jika Sang Kaisar mengangkat Adrik, dia bisa mengangkat orang lain untuk menyeimbangkun! Nanti, entah mengangkat Salemboniri atau memilih keluarga bangsawan loyal lainnya. Meski Adrik sedang naik daun, tapi belum sebanding pengaruhku dulu. Dengan mengangkatnya, keluarga kerajaan masih punya kekuatan untuk membatasinya!
“Tapi kalau… Kaisar mendukung klan Minas kita… Di seluruh Kekaisaran, mana mungkin ada orang yang cukup berkualifikasi dan punya bobot untuk membatasi gerak-gerikku dengan bertarung di arena melawan orang tua sepertiku?”
Plung!
Mendengar kalimat itu, Rody yang semula bersimpuh di lantai tiba-tiba terduduk limbung. Matanya membelalak lebar menatap ayahnya, tak bisa mengucapkan sepatah kata pun untuk waktu yang lama!
“Kalau mau menyalahkan… salahkanlah dirimu yang terlahir dalam keluarga Minas. Jangan lagi menyebut-nyebut kejayaan Klan Minas. Hehe, justru karena margamu Minas, seumur hidupmu sebaiknya jangan sentuh lagi urusan kekuasaan militer. Inilah misimu sebagai anggota Klan Minas!”
Kedua ayah dan anak ini saling memandang lama. Namun kali ini, tak tersisa sedikit pun api semangat dalam sorot mata Rody. Yang tertinggal hanyalah kesepian yang dalam dan keputusasaan.
Akhirnya, suara langkah kaki tergesa terdengar dari koridor luar. Seorang pelayan berbaju jubah prajurit bergegas masuk dengan wajah serius: “Yang Mulia Adipati… Di luar pintu…”
Wajah Adipati Minas senior langsung berubah muram. Ia menatap pelayan itu dengan dingin: “Bukankah sudah kukatakan, siapapun yang minta audiensi, harus ditolak!”
Sejak kabar kekalahan pasukan bantuan dari selatan tadi malam tersebar, suasana di Kekaisaran jadi gonjang-ganjing. Banyak yang mulai mencari koneksi dan menyiapkan rencana cadangan. Melihat kapal Bizantium yang mulai tenggelam ini, memang masih ada yang setia sampai mati, tapi tak sedikit pula yang sudah punya pikiran lain.
Faksi warlord di kota sudah lama dibersihkan, pada saat ini ingin mencari koneksi untuk menjalin hubungan dengan pihak sana, juga sangat sulit.
Beberapa orang, setelah berpikir-pikir, tiba-tiba teringat pada Adipati Minas sang veteran ini.
Entah Kekaisaran bertahan atau pemberontak masuk kota, orang lain mungkin dalam bahaya, tapi adipati tua ini tetap kokoh bagaikan batu karang.
Bukan tanpa alasan, karena sepanjang hidup adipati tua berkecimpung di militer, reputasinya di pasukan sangat terkenal. Bahkan para gubernur dari kesatuan militer Thema di pihak pemberontak, banyak yang dulunya pernah mengabdi di bawahnya, bahkan beberapa memiliki hubungan guru-murid.
Sekalipun bencana datang, kediaman adipati tua tetap menjadi jalan keselamatan!
Sejak tadi malam, banyak orang berpengaruh mulai berdatangan ke kediaman Adipati Minas, tapi sang adipati tua memerintahkan untuk menutup semua pintu dan menolak semua tamu.
Pelayan yang berhasil masuk ini, setelah dimarahi adipati tua, segera berbisik: "Tuan... yang datang adalah utusan Salemboniri, putra sulung Perdana Menteri!"
Salemboniri mengirim putranya?
Adipati Minas terdiam sejenak, perasaan gelisah langsung membanjiri hatinya!
“Orang lain yang datang meminta audiensi mungkin hanya mencari koneksi untuk hari esok. Tapi... Salemboniri pasti tidak akan! Klan Sorom adalah Pemimpin faksi bangsawan, musuh bebuyutan faksi warlord. Orang lain mungkin goyah... Tapi satu-satunya jalan Salemboniri hanyalah terus memeluk kapal besar Kekaisaran Bizantium ini! Sama sekali tidak ada jalan lain!”
“"Orangnya!" Si kakek tua bertanya secara refleks.
“"Sudah pergi." Pelayan itu menundukkan kepala menjawab, "Putra Perdana Menteri hanya menyampaikan satu pesan yang dititipkan Sang Perdana Menteri untuk disampaikan pada Tuan..."
“"Apa?"
Wajah pelayan itu penuh hormat, "Sang Perdana Menteri berpesan, Sang Kaisar telah, telah... telah..."
“"Sebenarnya apa!" Adipati Tua tiba-tiba melotot, wibawanya yang menyengat membuat pelayan itu langsung membungkuk, cepat-cepat berkata, "Sang Kaisar memberinya kekuasaan menahan diri atas semua pertahanan kota. Perdana Menteri bilang dia tidak paham strategi militer, jadi ingin merekrut Tuan Muda Rody sebagai konsultan militer jabatan nominal di sekretariatnya."
Mendengar ini, wajah Adipati Tua langsung runtuh seketika!
Dia mundur terhuyung beberapa langkah, seolah ingin duduk di kursi, tapi duduknya meleset. Dalam kekacauan perasaan, justru dengan memalukan jatuh terduduk di lantai!
Si tua itu refleks ingin bangkit, baru menggerakkan lengan tiba-tiba membuka mulut, dor-dor darah muncrat!!
Di samping, Rody yang semula masih terikat tali kulit sapi, melihat ayahnya terjatuh sambil memuntahkan darah, berteriak kaget. Kedua tangannya bergetar, terdengar suara "prak-prak" nyaring. Tali kulit sapi di tubuhnya remuk berkeping-keping. Dengan langkah gagah ia menerjang ke sisi ayahnya, mengangkat tubuh si kakek tua dan membaringkannya di kursi sambil buru-buru menggosok dada untuk menenangkan pernapasan.
"Ayah! Ayah!!"
Adipati Minas membuka kelopak matanya dengan susah payah, jenggot di sudut mulutnya masih bernoda merah darah. Setelah menatap putranya, ia menarik napas dalam-dalam dan berkata dengan suara lemah: "Bantu aku bangun..."
"Ayah, baru saja muntah darah..." Rody tampak cemas.
"Bajingan!!!" Si kakek tua tiba-tiba melotot, sorot matanya tajam bagai bisa menembus jiwa: "Bantu aku bangun!!!"
Rody mana berani membantah? Ia segera menyangga tubuh ayahnya hingga duduk tegak. Sang kakek menutup mata, terdiam selama beberapa detik. Saat membuka mata kembali, sorot matanya berkilat tajam - meski wajahnya semakin pucat!
"Siapkan kuda, kumpulkan pasukan... Ambil jubahku!! Dan... orang-orang di luar pintu itu, usir mereka! Yang masih bertahan, pukul dengan tongkat! Bubarkan semua! Cepat!!" Si kakek mengeluarkan serangkaian perintah kilat. Para pelayan yang ragu langsung ditegur dengan dengusan keras: "Ini perintah militer!"
“Pelayan segera membusungkan dada, memberi hormat dengan keras prak, berbalik lalu melangkah gagah keluar, membawa aura pembunuhan yang menyengat! Jelas, semua pelayan di Klan Minas ini dulunya adalah pengawal pribadinya di pasukan.”
“Sang Kaisar mengotorisasi Salemboniri... Perdana Menteri mempekerjakanmu sebagai konsultan strategi militer tanpa wewenang...” Adipati Tua menatap putranya: “Apa kau tahu artinya?”
Rody menggelengkan kepala gelisah.
“Ini... penitipan yatim!” Tiba-tiba air mata mengalir di mata Adipati Tua: “Sang Kaisar... akan pergi!”
