Saat para ahli sejarah militer masa depan meneliti pertempuran terpenting era ini, hampir semua sepakat bahwa pertempuran penentu dalam Perang Saudara Bizantium di Osgilia adalah serbuan masuk kota oleh Pasukan Kavaleri Rodria ini.
Pertempuran menyerbu yang epik dan brutal hingga puncak ini, dalam penelitian dan penceritaan tak terhitung generasi penerus, setelah seluruh prosesnya direkonstruksi, hampir tak ada yang tidak terpana oleh kekuatan mengagumkan yang dipancarkan Resimen Kavaleri Rodria yang bertekad bulat hingga titik darah penghabisan.
Meski dalam proses ini, terkadang muncul keraguan atas beberapa detail, misalnya pertanyaan paling mencolok: mengorbankan pasukan sepentig tulang punggung tentara Kekaisaran, mempertaruhkan risiko musnah seluruh tim, dengan kurang dari sepuluh ribu pasukan terisolasi bahkan kelelahan, menyerbu musuh yang jumlahnya berkali-kali lipat - hanya untuk mengawal Putra Mahkota mereka masuk kota mewarisi tahta, apakah pengorbanan sebesar ini sepadan?
Bahkan ada yang beranggapan, meski keberanian Kavaleri Rodria patut dihormati, namun itu adalah pengorbanan sia-sia yang tidak layak diteladani.
Atau, beberapa penggemar militer membuat berbagai hipotesis: bagaimana jika saat itu Kavaleri Rodria tidak menyerbu langsung, tapi melakukan manuver memutar, apakah bisa menghindari pasukan utama pemberontak, atau khususnya menghindari pasukan pemberontak Armenia?
Atau lagi, meski daratan penuh rintangan, bagaimana jika memilih jalur laut? Bukankah di laut masih ada sekutu Landis?
Singkatnya, pengorbanan dengan keberanian patut dipuji ini, apakah tidak terkesan loyal buta...
Yang mengejutkan, di antara semua pertanyaan yang diajukan para sarjana tersebut, orang pertama yang bangkit mempertahankan kehormatan Rodria justru seseorang yang tak terduga.
——Rhinehardt, si senjata yang kelak menjadi anggota penting kelompok militer bawah Raja Char, karena jasa luar biasa dan bakat militer gemilang, dijuluki jenderal "Lion Heart" oleh generasi mendatang——Noda terbesar dalam karier sang jenderal dianggap terjadi saat pasukan kavaleri Rodrian menyerbu masuk kota itu, dia tidak ikut dalam serbuan utama Rodria. Catatan ini membuatnya lama dicap sebagai "yang mundur di tengah pertempuran".
Tapi ketika ada yang mempertanyakan peran kavaleri Rodrian dalam pertempuran itu, justru Rhinehardt-lah yang pertama kali bangkit mempertahankan kehormatan kavaleri Rodria dan menyanggah tuduhan orang.
Bertahun-tahun kemudian, saat Tuan Rhinehardt pensiun dan menjadi profesor sejarah perang di Akademi Militer Kekaisaran, pernah menulis artikel berjudul 《Sekelumit Ingatan Perang Pembelaan yang Kualami——Cahaya Terakhir Rodria》, dalam tulisannya tercantum kalimat:
“Mungkin di masa depan, ketika keturunan telah melihat tak terhitung map, memeriksa tak terhitung data, lalu menghabiskan tak terhitung waktu, kemudian membuat tak terhitung hipotesis——mungkin dalam situasi seperti ini, banyak orang bisa merancang lebih banyak rute pergerakan pasukan yang lebih baik, bahkan merancang berbagai taktik berbeda untuk menghindari korban terbesar, dengan berbagai cara pintar agar rute pergerakan pasukan bisa menghindari pasukan utama pemberontak... Tapi menurutku, semua ini omong kosong.
Ya, Tuan-tuan, semua ini omong kosong.
Karena saat itu, setelah mengetahui Kaisar Cantos sedang sekarat, kami harus mengantar Putra Mahkota masuk ke kota dalam waktu sesingkat dan secepat mungkin. Jadi, Jenderal Ruhl yang terhormat, tidak ada 'waktu tak terbatas untuk melihat map dan memeriksa data'——waktu yang tersisa untuknya saat itu hanyalah kurang dari satu jam! Dan dalam satu jam ini, harus dibuat keputusan yang menyangkut hidup-mati Kekaisaran!
Harus dipahami, saat itu kami berkemah di lokasi sekitar tiga puluh li di barat laut Osgilia, di bawah gerbang kota Osgilia semuanya adalah pemberontak, dan pasukan kami lemah, bahkan radius pengintaian pengintai kami tidak mencapai lima li! Kami tidak punya Mata Langit, tidak mungkin seperti para sarjana peneliti sejarah perang di kemudian hari yang mengetahui semua detail data medan perang secara utuh! Seperti misalnya saat itu mata kami ditutupi kain! Sedangkan para sarjana peneliti, kalian setelah membaca banyak data dan menelusuri banyak informasi di kemudian hari, kalian jelas mengetahui distribusi pasukan setiap markas tentara pemberontak, mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap garis pertahanan - tapi saat itu, kami tidak tahu semua ini!
Selain itu, kalian bisa mengajukan berbagai hipotesis. Tapi saat itu, bagi kami... Kami tidak punya pilihan! Kami harus sukses sekali langsung, kami tidak boleh kalah!!
Jadi, Jenderal Ruhl memilih metode paling aman namun dengan pengorbanan terbesar: mendorong maju dengan kekuatan paksa! Menggunakan kemampuan serangan frontal terkuat di kerajaan dari Kavaleri Rodrian, dengan rute pergerakan pasukan terpendek jarak lurus, langsung menerjang maju.
Adapun hipotesis memasuki kota melalui rute laut, pandangan seperti ini, saya lebih suka menyebutnya sebagai fantasi romantis.
Tuan-tuan, ingatlah bahwa Resimen Kavaleri Rodria tidak dilengkapi kapal dalam peralatan logistik kita! Saat itu, hampir semua dermaga pelabuhan sipil di pesisir luar Kota Osgilia telah dikuasai pemberontak... Usulan untuk merebut kapal dengan menyerang suatu dermaga terlebih dahulu justru lebih berisiko! Mengenai gagasan menghubungi Angkatan Laut Landis, selain faktor ketidaksigapan situasi darurat saat itu, sekalipun bisa dihubungi, dari sudut politik kita tidak mungkin menyerahkan Putra Mahkota kepada orang Landis! Meski saat itu kita sekutu, di hadapan kepentingan negara, tidak ada perjanjian aliansi yang benar-benar bisa diandalkan!"
Artikel yang ditulis Rhinehardt ini dimasukkan ke dalam dokumen kumpulan sejarah perang Akademi Militer Kekaisaran.
Dalam pertempuran tersebut, kerugian terbesar dialami oleh Legiun Kedua Resimen Kavaleri Rodria. Regu bendera dengan lebih dari dua ribu prajurit berkuda ini, dengan keberanian luar biasa dan kekuatan tempur yang dahsyat, berhasil menghancurkan sebuah resimen kavaleri Armenia, lalu memaksakan diri menerjang formasi pasukan infanteri berat utama Armenia. Meski menghadapi formasi pasukan infanteri berat musuh yang sepuluh kali lipat jumlahnya, mereka justru berhasil memaksa musuh mundur bertahap hingga di ambang kehancuran! Walau akhirnya seluruh pasukan musnah, menurut statistik pascaperang, dua ribu lebih kavaleri Rodria ini berhasil membunuh setidaknya enam ribu prajurit infanteri pemberontak, ditambah dengan resimen kavaleri pemberontak yang sebelumnya telah kalah, total korban mencapai hampir sepuluh ribu orang!
Namun penelitian tentang perang serbuan kavaleri Rodrian terus berlanjut. Bahkan ada yang berhasil merekonstruksi rute pergerakan dan distribusi pasukan kavaleri Rodrian saat itu: Resimen Bendera Kedua memimpin serangan, diikuti Resimen Bendera Pertama, kemudian Resimen Bendera Ketiga mengawal Putra Mahkota, sementara Resimen Bendera Keempat bertugas mengawal di belakang.
Namun belakangan ditemukan perintah militer Jenderal Ruhl saat itu: "Resimen Bendera Kedua membuka jalan. Jika terhambat, bubarkan kedua sayap dan biarkan kavaleri zirah berat Resimen Bendera Pertama yang menerobos formasi musuh."
Namun saat Resimen Bendera Kedua menghadapi formasi infanteri pemberontak Armenia yang rapat dan kokoh, serta gagal dalam serangan pertama, mereka tidak menjalankan perintah ini. Atau lebih tepatnya, Juru Bendera Resimen Kedua yang gugur tidak menjalankan perintah tersebut, malah memerintahkan pasukan untuk terus maju.
Detail ini juga memicu perdebatan sengit. Pandangan utama menyatakan bahwa kecerobohan komandan dalam memaksa serangan tanpa strategi. Seandainya sayap dibubarkan setelah gagal, membuka ruang bagi kavaleri berat Resimen Pertama yang datang belakangan untuk menyerbu formasi pertahanan infanteri Armenia, mungkin hasilnya akan lebih baik. Mungkin Resimen Kedua tidak perlu musnah seluruhnya.
Meskipun prestasi 2.000 kavaleri ringan yang memaksa 20.000 infanteri berat pemberontak terus mundur hingga hampir kolaps memang luar biasa, namun kerugian semacam ini sebenarnya bisa dihindari.
Untuk masalah ini, yang kemudian tampil membela kehormatan Rodria justru adalah sosok yang sama sekali tak terduga—seorang jenderal bawahan gubernur pemberontak Armenia saat itu, Hughes! Jenderal pemberontak ini kemudian membelot ke Kekaisaran sebelum kehancuran kelompok pemberontak Armenia, diadili oleh pengadilan militer, dan dibebaskan dari hukuman mati berkat jasanya membelot, lalu diasingkan di pulau Sicilia selama lima belas tahun sebelum akhirnya mendapat pengampunan khusus dan pulang ke tanah air dalam dekret pengampunan nasional saat pernikahan Kaisar Imperium.
Setelah kembali ke tanah air, mantan jenderal pemberontak ini pernah menjabat sebagai peneliti sejarah perang luar biasa di akademi militer, menulis artikel berjudul 《Hujan Lebat yang Kusaksikan dengan Mataku Sendiri》.
Dalam tulisannya, dia menggambarkan:
“Saat menyaksikan dua ribu kavaleri ringan mendesak formasi infanteri beratku terus-menerus mundur, sebagai seorang jenderal komandan, rasa aib yang mendalam menggelora di hatiku. Legiun Kedua adalah pasukan dengan keberanian paling luar biasa, paling heroik yang pernah kusaksikan sepanjang hidupku.
Mungkin ada yang menganggap, mengerahkan dua ribu kavaleri ringan untuk menyerbu formasi infanteri berat yang sepuluh kali lipat lebih besar merupakan tindakan tak bijaksana. Mereka mungkin menyarankan untuk membuka sayap kiri-kanan dan menunggu bala bantuan kavaleri berat...
Namun dari sudut pandangku saat itu, taktik Legiun Kedua justru merupakan pilihan paling cerdas.
Topografi saat itu, sisi kiri adalah tepi sungai berlumpur yang setengah mengering, sebelah kanan terdapat lereng bukit, sedangkan jalan besar di tengah hanya memiliki lebar lima puluh meter. Lebih dari 20.000 infanteri berat Armenia yang dilengkapi zirah senjata elit terkenal dari kerajaan. Dalam medan yang tidak terlalu luas, formasi padat dan kokoh dari 20.000 infanteri berat ini mampu menahan gempuran kavaleri.
Alasan mengapa serangan Legiun Kedua Rodria saat itu mampu memukul mundur infanteri Armenia secara bertahap, selain karena keberanian dan kekuatan tempur mereka, yang lebih penting adalah formasi pasukan infanteri kami belum sepenuhnya terbentuk!
Ketika kabar tentang kehancuran pasukan kavaleri perintis sampai, seluruh pasukan gempar dan semangat tempur goyah. Dalam kesibukan, meski berhasil membentuk formasi secara terpaksa, namun ketebalan pertahanannya kurang memadai!
Bisa dikatakan, jika Legiun Kedua tidak langsung menyerang, mereka akan memberi kami waktu cukup untuk menyusun formasi persegi! Jika diberi waktu untuk menyempurnakan formasi, maka... sekalipun kavaleri berat Legiun Pertama Rodria datang, belum tentu bisa menghancurkan kami dari depan... Mungkin bisa, tetapi kerugian akan jauh lebih besar!
——Praktik Legiun Kedua bukanlah tindakan yang tidak bijaksana, melainkan pengorbanan diri untuk menukar momentum tempur yang paling berharga! Aku sangat menghormati Juru Bendera Legiun Kedua, menurutku dia adalah komandan yang luar biasa! Pasti dia dengan tajam menangkap momen krusial itu - andai saat itu dia memerintahkan penundaan serangan dan menunggu kedatangan kavaleri berat, tentu akan memberi waktu berharga bagiku untuk menata ulang pasukan! Tapi dia tidak melakukannya - dengan tekad bakal mati, dia langsung memerintahkan charge, perintah seperti ini sama sekali tidak memberiku waktu cukup untuk menyusun formasi dengan tenang. Di bawah gempuran terus-menerus kavaleri Legiun Kedua, meski tidak benar-benar mengalahkan kami, telah membuat infanteri kami kehilangan nyali.
Kedatangan kavaleri berat Legiun Pertama berikutnya langsung mengakhiri pertempuran ini dengan cepat!
Bisa dikatakan, andai komandan Legiun Kedua saat itu tidak segera memerintahkan charge, maka sekalipun Kavaleri Rodrian bisa menghancurkan pasukanku, kerugian dan biaya yang harus dibayar akan meningkat setidaknya 50%.
Hingga hari ini, penyesalanku masih begitu mendalam.
Seperti keluh kesah yang kulumurkan di medan perang dulu: Pasukan besi seperti ini, seharusnya membuka wilayah untuk Kekaisaran, malah mati dalam perang saudara... Ini adalah dosa kita semua, juga ketidakberuntungan terlahir di era ini."
——Ini adalah penilaian dari "perwira musuh".
“Sayangnya, artikel ini tidak bisa dimasukkan ke dalam dokumen sejarah perang Akademi Militer Kekaisaran karena masalah identitas penulisnya, hanya beredar secara pribadi.”
※※※
Hujan lebat bagai ditumpahkan terus berlangsung selama. Langit seolah telah bocor, tirai hujan padat mengalir deras dari langit yang diselingi kilatan-kilatan listrik di balik lapisan awan hitam pekat.
Pembantaian malam ini seakan telah mewarnai hujan menjadi merah menyala.
Sungguh sebuah hujan darah!
Seluruh tubuh Hughes basah kuyup. Tetesan hujan menghantam zirahnya menimbulkan suara prak-prak.
Gubernur Armenia ini terlihat letih dan panik. Ekspresinya bagai binatang buas yang ketakutan. Hujan telah membersihkan bekas darah di zirahnya, namun rambutnya masih menempel di dahi berjuntai di kelopak mata.
Tangan Hughes menekan pinggang... Sayangnya yang tersisa di pinggangnya hanyalah sarung pedang kosong. Pedang panjang tajam itu telah hilang entah ke mana. Sepatu bot kulitnya dipenuhi tanah merah - ya, tanah berwarna merah!
Hujan seakan membuat Hughes tak mampu berdiri tegak. Posturnya membungkuk bagai orang tua renta. Sorot matanya yang mati rasa tak menyisakan secercah aura kehidupan.
“Yang Mulia, di depan, di depan...”
Suara terdengar dari samping, disusul sebuah tangan yang masih terhitung stabil memegang Hughes, menunjuk ke depan tirai hujan. Di samping jalur sempit, terdapat sekumpulan rumah kumuh.
Para prajurit yang kacau di sekitarnya sudah berlari melewati. Beberapa langsung menendang pintu kamar dan menerobos masuk. Sebagian prajurit masih memiliki kuda, sementara lainnya terpaksa berlari dengan dua kaki. Pada momen ini, seolah semua lupa akan hirarki. Setiap orang terburu-buru menyelamatkan diri, tak ada lagi yang memperhatikan Gubernur Hughes yang terhormat.
Di sekeliling Hughes kini hanya tersisa beberapa pengawal pribadi dan seorang jenderal berbaju zirah Gunung.
Saat para hadirin menopang Hughes masuk ke dalam rumah itu, para pemberontak yang kalah di sekeliling hanya memandangnya dengan mata kebas. Sang jenderal tiba-tiba berteriak dengan suara berenergi: "Gubernur ada di sini, apa kalian semua buta? Pergi dua orang menyalakan api!"
Setelah ia berjalan mendekat dan memaki beberapa kali, barulah cahaya kehidupan kembali muncul di mata prajurit-prajurit yang kebas ini. Perlahan mereka berkumpul, lalu membubarkan diri di bawah perintah sang jenderal untuk melaksanakan tugas.
Api segera menyala, menghangatkan ruangan lembab beraura dingin ini dengan sejumput kehangatan.
Di sini mungkin adalah sebuah penginapan kecil yang sudah ditinggalkan——sebenarnya di berbagai jalan di luar Kota Osgilia, penginapan seperti ini cukup banyak. Namun setelah pecahnya perang, sebagian besar penduduk di sini telah mengungsi, hanya menyisakan bangunan-bangunan rusak parah yang kosong.
Seorang prajurit melepas helmnya, mengambil sedikit air hujan di luar, lalu mulai memasak di atas api unggun.
Hughes duduk di depan api unggun, sepertinya dia belum tersadar.
Perwira di sampingnya menyadari tubuh Sang Gubernur agak gemetar——bukan karena kedinginan, tetapi rasa takut dan putus asa yang masih belum hilang!
Jenderal ini menghela napas perlahan, menepuk bahu Hughes dengan kuat, menggunakan tubuhnya sendiri sebagai perisai di depan Hughes, lalu berbisik pelan di telinganya: "Yang Mulia Gubernur, harap bangkit——semua pasukan sedang memperhatikan Anda!"
Kalimat ini diucapkan dua kali berturut-turut sebelum akhirnya sorot mata Hughes menunjukkan sedikit aura kehidupan. Dia mengangkat kepala, memandang perwira di sampingnya, tiba-tiba meregangkan sudut bibirnya dengan senyum getir: "Pasukan... Hah! Di mana pasukanku? Di mana puluhan ribu prajurit tangguh itu? Semua... semua hilang, hilang..."
Hilang! Semua hilang!!
Hilang!!
Kurang dari satu jam yang lalu——Hughes seolah baru saja mengalami mimpi buruk paling mengerikan dalam hidupnya!!
Resimen kavaleri pelopor telah dihancurkan, sekitar dua ribu kavaleri ringan Rodria nyaris mengejar mereka sampai ke pantat.
Dua puluh ribu lebih infanteri berat milikku yang terburu-buru membentuk formasi, menghalangi di tengah jalan besar, terjadi pertempuran sengit yang brutal. Dua ribu kavaleri ringan Rodria justru berhasil memukul mundur pasukan infanteri beratku selangkah demi selangkah, bahkan sempat berada di ambang kehancuran!
Namun akhirnya berkat keunggulan jumlah pasukan yang sangat besar, dua ribu kavaleri Rodria yang sudah seperti panah terakhir dari busur besar itu, gagal menembus formasi tebal infanteriku.
Tapi, keberanian dan momentum pantang menyerah yang ditunjukkan kavaleri Rodria ini telah membuat seluruh pasukanku kehilangan nyali!
Tak lama kemudian, ketika gelombang berikutnya kavaleri Rodria datang, situasi pertempuran langsung berubah menjadi satu arah.
Garis pertahanan formasi pasukanku yang sudah goyah sejak awal, kini harus berhadapan dengan Resimen Bendera Kavaleri Berat Rodria yang paling kuat dalam hal kekuatan tempur!
Serangan pertama langsung merobek celah besar di garis pertahananku. Saat celah itu semakin melebar, bahkan pasukan pengawas pun dikerahkan untuk menutupinya, namun tetap gagal. Begitu pertahanan runtuh, seluruh pasukan kolaps. Gempuran kavaleri berat menghancurkan beberapa lapis pertahanan dalam sekejap!
Akhirnya infanteriku benar-benar kocar-kacir. Tak terhitung prajurit yang seperti orang gila melemparkan senjata dan berlarian menyelamatkan diri, sementara kavaleri berat Rodria terus menerobos masuk...
Tidak bisa dihadang, sama sekali tidak bisa dihadang!
Pada saat paling berbahaya, kavaleri Rodrian hampir sampai di bawah hidung Hughes. Berkat perlawanan mati-matian dari sekitar seratus prajurit besi setianya yang masih bertahan, sisa pasukan berhasil membawa Hughes yang sudah histeris kabur secepat mungkin.
Hughes dan pengawal pribadinya memiliki kuda perang. Begitu mulai berlari, mereka secara alami lebih cepat daripada pasukan infanteri yang kalah di bawah komandonya. Sedangkan kavaleri berat Rodria yang sedang memburu pasukan yang kocar-kacir, dengan kecepatan tempur yang relatif lambat, memberi Hughes kesempatan untuk melarikan diri.
Namun peristiwa yang terjadi berikutnya membuat Hughes bahkan hampir tak bisa menangis.
Dalam pelariannya, dia bertemu dengan dua resimen kavaleri cadangannya yang terlambat datang. Karena perintah untuk bergerak malam itu terlalu mendadak, kedua pasukan berkuda ini perlu mempersiapkan peralatan terlebih dahulu sehingga justru tertinggal di belakang pasukan utama.
Setelah bergabung dengan kavaleri, Hughes sedikit mendapatkan kembali keberaniannya. Namun saat itu, akal sehatnya sudah benar-benar hilang. Dalam keadaan gila, dia melakukan kesalahan fatal——seperti penjudi yang sudah kehilangan kendali setelah kalah bertaruh, dia sama sekali tak lagi berpikir rasional dalam upaya nekat membalikkan keadaan!
Dia mengamuk dan memerintahkan ribuan pasukan berkuda di sekitarnya untuk segera membalas serangan ke depan! Dalam kesadaran yang liar, Hughes secara ekstrem menganggap bahwa kavaleri Rodria yang telah menghancurkan pasukan infanterinya adalah "panah terakhir dari busur besar". Kini dengan dua pasukan kavaleri segar di tangannya, dia yakin bisa membalikkan kekalahan menjadi kemenangan dengan serangan balik.
Hasilnya, setelah mengabaikan nasihat orang-orang di sekitarnya dan memaksa pasukan untuk membalas serangan, mereka justru mengalami kekalahan yang lebih menghancurkan!
Setelah pasukan berkuda maju, mereka tidak langsung bertemu dengan kavaleri berat Rodria, malah berhadapan dengan gelombang besar pasukan infanteri sekutu yang sedang kocar-kacir!
Pasukan infanteri yang kalah ini telah kehilangan nyali sepenuhnya, membuang perlengkapan perang, dan melarikan diri seperti orang gila. Dari kejauhan, terdengar gemuruh terompet charge Rodria.
Pada saat ini, semua orang telah kehilangan akal budi. Satu-satunya pikiran di hati setiap orang adalah: LARI!
Akibatnya, para pelarian yang mengamuk ini justru menghancurkan formasi kavaleri Armenia!!
Formasi yang dihancurkan oleh sekutu sendiri awalnya masih mencoba berteriak untuk menata ulang barisan. Namun ketika mengetahui para pelarian tak mau patuh, dan terompet charge Rodria mulai bergema dari kejauhan, komandan kavaleri Armenia akhirnya mengambil keputusan: Dia memerintahkan pasukannya mengayunkan pisau pembantaian untuk membersihkan jalan!
Saat pasukan berkuda dalam keadaan frustasi, mengangkat pedang kuda ke arah pasukan mereka sendiri yang tercerai-berai, situasi di lapangan semakin jatuh dalam kekacauan.
Kavaleri Rodria segera menyerang balik, sementara pasukan berkuda Armenia justru terperangkap dalam pusaran kekacauan pasukan sekutu mereka sendiri. Di bawah serangan satu kali dari kavaleri Rodria, mereka sepenuhnya runtuh!
Hughes benar-benar histeris! Dia sudah mempertaruhkan sisa pasukan kavaleri terakhirnya, namun tak menyangka kekalahan datang begitu cepat.
Syukurlah para perwira dan bawahan di sekitarnya cepat tanggap. Mereka memaksa mengawal Hughes yang sudah gila untuk segera melarikan diri. Di antara bawahan ini ada yang cerdik - melihat kavaleri Rodria bergerak cepat di jalan raya, mereka segera membawa Hughes meninggalkan jalan utama dan kabur melalui jalur sempit di padang terbuka. Ternyata benar, kavaleri Rodria tampaknya tak berniat membagi pasukan untuk mengejar, hanya bergerak dalam formasi besar menyusuri jalan raya menuju Osgilia.
Kini, duduk di rumah terbengkalai di tepi jalur kecil ini, tubuh Hughes terbungkus selimut - ditemukan oleh pengawal dari dalam rumah. Selimut ini sudah berjamur dan mengeluarkan bau tak sedap, tapi Hughes tetap membungkusnya erat sambil duduk menggigil di samping api unggun.
Akhirnya air dalam helm yang dipanaskan di atas api mendidih. Seorang pengawal menghadap Hughes: "Tuan, minumlah sedikit air hangat..."
Hughes mengangkat kepalanya dengan bingung, menerima helm secara tak sadar, lalu meminum beberapa teguk—seolah sudah tidak merasakan panasnya. Setelah menelan dua tegukan besar air panas berturut-turut, gubernur pemberontak ini tiba-tiba mengencangkan lehernya!
Dor!!
Mulutnya terbuka, seonggok cairan merah menyala muncrat keluar, membasahi helm di tangannya! Bintik-bintik darah berceceran di permukaan air dalam helm, perlahan menyebar.
Muntah darah Hughes seakan sedikit membubarkan beban pikiran yang menyumbat hatinya. Sorot matanya akhirnya menunjukkan secercah cahaya—tiba-tiba tangannya melepaskan helm yang jatuh ke tanah.
Sang "Gubernur Bangsawan" ini menangis tersedu-sedu: "Pasukanku! Pasukanku!!!"
Malam ini Hughes terburu-buru menggerakkan pasukan demi menyambar kesempatan. Sebuah regu bendera pasukan berkuda pertama yang kalah, disusul pasukan infanteri 20.000 orang yang dihancurkan total dari depan, lalu dua regu bendera pasukan berkuda tambahan yang juga binasa... Hanya dalam sekejap, kerugiannya hampir mencapai 30.000 pasukan!
Pasukan cadangan yang datang belakangan tanpa komando, ditambah tentara yang kalah terus melarikan diri, orang Rodria bahkan tak perlu mengayunkan senjata. Cukup dengan berkuda mengiringi seperti menggiring domba-domba gemuk!
“Di bawah rencanaku yang matang, aset Armenia yang kuraih dengan susah payah, puluhan ribu pasukan tangguh yang dilengkapi senjata zirah terbaik, semuanya hilang seketika bagai debu beterbangan！”
Bagaimana Hughes tidak memuntahkan darah？！
“Dewasa... Dewasa！”
Jenderal di sampingnya menekan bahu Hughes dengan kuat, berseru: "Pasukan hilang, kita bisa rekrut lagi! Senjata habis, kita bisa tempa baru! Armenia kaya raya! Selama kita masih punya wilayah kekuasaan, tambang, dan populasi, tak sulit membangun tentara baru! Tapi jika Yang Mulia tumbang, ke mana kami pengikut setia ini harus berlabuh!"
Setelah tubuhnya terguncang beberapa kali, Hughes perlahan berhenti menangis—sebagai pahlawan sejati, guncangan dahsyat ini sempat membuat mentalnya kacau balau. Perlahan ketenangan kembali, akal budinya pulih selangkah demi selangkah.
Mengangkat kepala memandang sang jenderal, Hughes menarik napas dalam.
Setelah hening sejenak, suaranya yang mulai tenang terdengar: "Kerahkan seluruh pasukan patroliku! Setiap orang kibarkan bendera, jelajahi jalur sempit di padang terbuka untuk mempersiapkan prajurit tercerai-berai! Lalu, berapa sisa prajurit berkuda kita?"
"Tak sampai seribu di sekitar sini," jawab sang jenderal dengan tertawa pahit.
“Semua sudah kuserahkan padamu!” Hughes menggigit giginya: “Pasukan kavaleri ini untukmu, bawa mereka, ikuti jalan besar... Aku yakin orang Rodria sudah menuju Osgilia. Sekarang kau pergi, seharusnya tidak akan bertemu mereka. Susuri jalan besar untuk mengumpulkan pasukan kita yang tercerai-berai, lalu bawa semua ke sini untuk berkumpul.”
Melihat Gubernur akhirnya menunjukkan semangat, para pengikut di sekitarnya akhirnya bisa menarik napas lega.
Sang jenderal itu ragu sejenak: “Yang Mulia... Bawahan semuanya dikirim bersamaku, Baginda di sini tetap perlu menyisakan beberapa orang untuk perlindungan...”
“Perlindungan?!”
Hughes tiba-tiba tersenyum getir: “Aku sudah sampai di titik seperti ini, apa artinya perlindungan? Jika kalian tidak bisa mengumpulkan kembali pasukan kita, Laozi (Aku) bahkan jika hidup pun hanya jalan buntu! Pergilah! Hanya dengan pasukan, kita punya harapan! Ingat, cepat pergi!”
Setelah semua bawahan menerima perintah dan pergi, rumah bobrok itu tiba-tiba hanya menyisakan kurang dari dua puluh prajurit luka. Hughes malah sudah berdiri di ambang pintu kamar. Pintu terbuka, angin kencang di luar bertiup masuk bergelombang.
Di antara Langit dan Bumi (), tirai hujan yang tebal mulai menipis. Seperti setelah lebih dari satu jam curahan deras, hujan lebat ini akhirnya mereda. Tapi pandangan ke sekeliling hanya menunjukkan kubangan lumpur, beberapa tempat bahkan sudah berubah menjadi rawa-rawa...
Tiba-tiba mata Hughes berbinar, menatap ke kejauhan!
Di kejauhan, arah Osgilia, terlihat di ujung cakrawala, cahaya api menyala-nyala membakar langit! Meski jaraknya sangat jauh dari sini sehingga tak terlihat jelas, namun kilatan api itu sangat mencolok di tengah kegelapan malam yang pekat ini!
Hughes menghantam pintu dengan tinjunya, menghela napas: "Pasukan Kavaleri Rodrian sudah menyerbu markas besar pasukan sekutu kita! Aduh... Aku lengah, terlalu lengah! Jika saja aku bisa mengetahui kabar kematian Kaisar tua, tentu pasukan Rodrian juga sudah mengetahuinya. Mereka berjuang mati-matian menerjang ke Osgilia, mungkin untuk melindungi Putra Mahkota masuk kota dan naik tahta... Aku salah hitung satu langkah, cuma satu langkah saja..."
Memang, seandainya malam ini Hughes tidak memaksa pasukannya untuk menyergap Kavaleri Rodrian, tapi dengan tenang mengatur pasukan di jalan besar menuju Osgilia, bersiap untuk penyergapan...
Hughes tersenyum getir, tiba-tiba menatap langit. Awan hitam tebal yang menyertai hujan deras mulai sedikit berlalu, meski di ujung cakrawala masih terdengar gemuruh guruh yang samar.
"Dewa di langit..." Hughes menghela napas, dengan putus asa bersandar di pintu: "Apakah kau masih melindungi Kekaisaran kuno ini? Apakah Tian masih menyayangi Bizantium?!"
Cahaya api di kejauhan memerahkan separuh langit malam. Meski terpisah jarak jauh dan tak terdengar suara pertempuran, namun mengingat pertempuran sengit malam ini, kita sepenuhnya bisa membayangkan betapa dahsyatnya pertarungan yang sedang terjadi di garis pertahanan perkemahan gabungan pemberontak di luar Osgilia saat ini!
Para orang gila Rodria itu akan nekat menyerbu garis pertahanan perkemahan pemberontak. Mereka takkan berhenti... Bahkan jika tersisa satu orang terakhir, mereka takkan berhenti.
Tidak akan!
※※※
Malam itu, Kavaleri Rodria dengan sisa pasukan tak sampai delapan ribu kuda menghadapi perkemahan gabungan pemberontak berjumlah lebih dari dua ratus ribu. Mereka melakukan serangan mematikan. Pemberontak yang tak siap terpaksa menyusun pertahanan darurat. Kavaleri Rodria terus menyerbu dengan gigih, melakukan sebelas kali charge berturut-turut. Dalam kekacauan pertempuran sengit, mereka berhasil menewaskan empat belas perwira tinggi pemberontak termasuk Gubernur Distrik Militer Kartago, serta tiga puluh tiga perwira menengah tingkat resimen bendera ke bawah. Total korban pemberontak mencapai hampir tiga puluh ribu. Seluruh pasukan Divisi Ketiga Belas Kekaisaran menunjukkan keberanian tanpa takut mati, tak seekor kuda pun mundur! Akhirnya pemberontak kehilangan nyali dan garis pertahanan berhasil ditembus.
Seluruh pasukan Rodria memasuki kota. Jenderal Korps Ruur menderita tujuh luka berat. Semua perwira tingkat resimen bendera di bawah komandannya gugur. Pasukan hanya tersisa kurang dari enam ratus kuda, sebagian besar luka berat.
Pada malam yang sama, Kaisar Cantos Agung Kekaisaran mangkat karena sakit. Putra Mahkota Garcia naik tahta dan memerintahkan pengangkatan Ruhr sebagai Wakil Menteri Urusan Militer Kekaisaran. Ruhr menolak dengan alasan luka parah. Dalam upacara penobatan, sang jenderal Kekaisaran itu menangis tersedu-sedu setelah acara berakhir: "Kesetiaan Rodria kepada Kekaisaran, hari ini telah terkuras bersama darah! Jiwa loyal yang bersinar, Jangan Yang Mulia lupakan hari ini!!"
Setelah berkata demikian, sang jenderal itu memuntahkan darah dan pingsan di aula besar tempat upacara penobatan.
※※※
Berbeda dengan upacara penobatan penuh darah namun terkenal di seluruh kerajaan yang terjadi di dalam kota, di luar kota barat laut sejauh tiga puluh li, pada malam yang sama, terdapat pasukan pengalih berjumlah kurang dari 4.000 personel dengan kuda-kuda lemah yang berdiri diam dalam hujan hingga menjelang subuh.
4.000 pasukan melepas seragam militer Rodria yang menjadi simbol kehormatan mereka. Di bawah pimpinan seorang perwira muda, mereka bergerak menuju utara.
"Setelah hari ini, Rodria tak akan ada lagi."
