Di musim panas ini, begitu suhu mulai naik, setiap hari terasa semakin panas.
Tadi malam masih berangin semalaman, tapi begitu matahari terbit di subuh, suhu tiba-tiba melonjak. Saat tengah hari, udara terasa mengandung panas menyengat. Angin hangat membuat orang malas-malasan, ingin sekali mencari tempat teduh untuk tidur siang.
Ini adalah jalan besar di utara County Siltan. Jalan besar ini dibangun oleh Kekaisaran beberapa puluh tahun yang lalu, dan setelah pemeliharaan oleh para administrator county sebelumnya, kini telah mencapai skala yang cukup besar. Jalan utara-selatan yang dibangun Kekaisaran ini awalnya dimaksudkan untuk memfasilitasi mobilisasi pasukan kuda dan perbekalan dari selatan ke utara selama masa perang. Dalam berbagai konflik sebelumnya, jalan lintas utara-selatan ini telah memberikan kontribusi signifikan dalam mengalirkan perbekalan dari wilayah selatan Kekaisaran Bizantium ke front utara secara lancar.
Posisi County Siltan di utara Kekaisaran agak canggung. Luas wilayahnya hampir sama dengan County Moore, namun kurang makmur dibandingkan - County Moore terletak di perbatasan dengan keuntungan perdagangan lintas batas dan produksi pangan yang melimpah. Sementara County Siltan, selain iklimnya yang nyaman dan produksi pangan yang cukup, nyaris tidak memiliki sumber pendapatan lain. Wilayah utara yang didominasi dataran juga minim pegunungan besar, sehingga jarang ditemukan tambang mineral.
Meski bukan county perbatasan, dengan persediaan pangan yang melimpah dan situasi damai yang bertahan lama, populasi di sini justru lebih banyak dibanding County Moore di utara.
Sebelum perang, County Siltan berada di bawah pemerintahan langsung pemerintah pusat Kekaisaran, termasuk dalam sedikit wilayah administratif yang masih dikontrol sentral. Semula ditempatkan Korps Ketujuh Kekaisaran di sini. Namun setelah invasi orang-orang Odin beberapa bulan lalu dimana Korps Ketujuh dihancurkan total oleh Pasukan Salju Merah Odin, seluruh wilayah County Siltan jatuh, mengakhiri masa damai dan kemakmurannya.
Setelah orang Odin menyerang, suasana di kalangan rakyat penuh kepanikan. Terutama setelah mendengar kabar Korps Ketujuh dimusnahkan total dalam Pertempuran Sungai Hilmar - seluruh tim akan musnah. Orang Odin yang kejam itu bahkan membantai semua tawanan tanpa menyisakan satu pun, sampai-sampai air Sungai Hilmar berubah merah. Di desa-desa hilir sungai, yang paling sering terlihat di hari-hari itu adalah mayat prajurit Kekaisaran Bizantium yang hanyut dari hulu. Mayat-mayat itu kebanyakan tidak utuh, mengembang karena terendam air, wujudnya sangat mengerikan.
Belakangan beredar legenda di kalangan rakyat bahwa orang Odin berniat membantai semua orang Bizantium di County Siltan. Kabar ini semakin membuat suasana panik melanda. Dalam sekejap, gelombang pengungsi membanjir.
Tapi Mannings dari Pasukan Salju Merah bukanlah tong kosong. Harus diakui dia memiliki visi yang cukup jauh dibanding pemimpin-pemimpin liar suku Odin lainnya, bisa dibilang seorang pahlawan. Setelah menghancurkan total Korps Ketujuh dan menduduki seluruh County Siltan, dia malah membagi pasukan Odin-nya menjadi tim-tim kecil. Mereka menguasai pos-pos penting di pegunungan dan jalan strategis, mencegah arus pengungsi berkeliaran dan menggiring mereka pulang ke kampung halaman. Dia juga mengeluarkan perintah membatasi aksi penjarahan pasukan Odin: merampok diperbolehkan, tapi pembakaran dan pembunuhan semena-mena dilarang keras, apalagi pemerkosaan.
Orang Odin memiliki sifat liar, awalnya bergerak ke selatan dan berhasil menembus dunia megah Bizantium. Kekaisaran Bizantium ini memiliki tanah yang subur. Setelah kota-kota county ditaklukkan, persediaan makanan di lumbung menumpuk seperti gunung, koin emas di gudang membuat mata semua orang memerah. Melihat sekeliling, tanah di sini begitu subur, pria Bizantium lemah seperti domba, tapi perempuan Bizantium memiliki kulit mulus dan rupa yang menawan.
Sifat barbar orang Odin meledak, melakukan banyak pembantaian di desa-desa. Perintah Mannings awalnya tidak dijalankan. Dalam hati mereka berpikir: "Kita sudah bertarung mati-matian, setelah perang berakhir, tak bisakah kita bersenang-senang?"
Tapi tak disangka Mannings bertindak sangat kejam. Ia mengirim pengawal pribadinya sebagai inspektur, berpatroli ke berbagai daerah. Prajurit Odin yang melanggar perintahnya dihukum berat, bahkan banyak yang dipenggal kepalanya, akhirnya membuat seluruh pasukan tunduk.
Mannings memerintahkan pelarangan ketat terhadap pengungsian warga, mengirim tim kecil ke berbagai lokasi. Namun ia juga memerintahkan penduduk setempat segera memulai pengolahan musim semi. Bahkan untuk mempercepat, banyak pasukan Odin dikirim sebagai pengawas ketat. Di antara lahan pertanian, para petani bekerja sementara prajurit Odin berdiri dengan cambuk kulit di tangan, mengawasi setiap gerakan.
“Adapun daerah yang ditaklukkan, tidak diperbolehkan melakukan pembantaian terhadap warga biasa Bizantium. Justru sebaliknya, kami merekrut mantan pejabat Bizantium yang menyerah dari County Siltan untuk mengumpulkan daftar populasi, menyusunnya, lalu mendata secara resmi.”
“Untuk menanggapi ketidakpuasan dan kebingungan dalam suku, Mannings baru memberikan penjelasan belakangan:”
“Ekspedisi ke Selatan kali ini berbeda dengan sebelumnya. Dulu kita hanya datang untuk merampok lalu pergi, membakar dan membunuh sepuasnya. Barang rampasan dibawa pulang. Tapi kali ini, kita datang dengan rencana jangka panjang. Kita tidak akan pergi lagi! Tanah, rumah, lahan pertanian di sini semuanya akan menjadi milik kita! Anak-anak nakal di bawah tidak mengerti - apa yang mereka bakar dan bunuh sekarang adalah aset kita di masa depan! Orang-orang Bizantium ini akan menjadi budak kita. Jika semuanya dibantai, siapa yang akan menggarap sawah? Saat musim gugur tiba, apa yang akan dimakan dan diminum prajurit kita? Apa kita harus menyuruh prajurit suku Basak meletakkan kapak perang dan pisau, lalu menggulung lengan baju sendiri menggarap lahan? Dasar makhluk tak berotak!”
Para hadirin akhirnya tunduk.
Mannings kemudian melakukan serangkaian tindakan: setelah memaksakan pengolahan musim semi dengan cepat, dia mengirim orang untuk merekrut pemuda berotot di kota dan desa. Setiap rumah wajib menyumbangkan satu laki-laki dewasa. Semua pria dengan tinggi melebihi roda kendaraan harus melakukan kerja paksa.
Dikerahkan hampir tiga puluh ribu pekerja sipil berotot untuk mulai membangun pos-pos tentara orang Odin di berbagai lokasi, terutama di sepanjang jalan besar di selatan County Siltan. Beberapa pos pemeriksaan yang sudah telantar selama bertahun-tahun direnovasi ulang, bahkan beberapa bagian sengaja diruntuhkan untuk membangun benteng baru. Di titik-titik strategis berbagai wilayah, dibangun tiga benteng militer besar untuk menampung pasukan mereka. Di daerah paling subur, penduduk setempat direlokasi lalu dikerahkan pekerja untuk membangun kota baru - desain benteng tersebut seluruhnya mengikuti gaya arsitektur khas orang Odin.
Serangkaian tindakan ini jelas-jelas menunjukkan persiapan untuk menetap permanen di sini. Bahkan kabarnya, Mannings berencana begitu situasi perdamaiam stabil, akan mengirim utusan ke tanah air untuk memindahkan sebagian populasi dari klan mereka ke sini.
Rencana Mannings sebenarnya berjalan terorganisir. Tapi siapa sangka, lebih dari sebulan lalu Char menyusup dengan sekelompok perampok berkuda yang memprovokasi konflik antara orang Odin dengan Distrik Militer Korsika. Mereka bahkan membunuh putra sulung Gubernur Distrik Militer Korsika dan menyalahkan orang Odin. Akibatnya kedua pihak berperang. Dalam kemarahannya, Mannings mengerahkan pasukan Odin menyeberangi perbatasan, langsung merebut beberapa kota dan wilayah Distrik Militer Korsika. Pertempuran sengit antara kedua pihak ini akhirnya menunda rencana pemindahan populasi dari klan dalam negeri yang semula sudah dirancang.
Namun ketika musim panas tiba, banyak pos pemeriksaan di berbagai daerah telah selesai dibangun - kota-kota baru itu masih dikebut pengerjaannya dengan penuh semangat. Konon Mannings merasa sangat menyayangi suku-suku di negerinya sendiri, berharap bisa menyelesaikan kota baru sebelum musim dingin yang keras tiba, agar populasi suku di dalam negeri bisa bermigrasi ke selatan untuk menghabiskan musim dingin.
Saat ini, sebagian besar pasukan Pasukan Salju Merah sebenarnya sudah dipindahkan ke Distrik Militer Korsika, sedang bertempur sengit dengan tentara distrik tersebut. Kedua pihak dikabarkan baru-baru ini kembali bertempur habis-habisan. Meski Pasukan Korsika berada dalam posisi kurang menguntungkan, setelah pasukan Odin masuk ke wilayah mereka, untuk melindungi tanah air, mereka menunjukkan kekuatan tempur yang cukup. Konon dalam pertempuran terakhir, meski Odin kembali menang, mereka juga menderita kerugian yang tidak kecil.
Pasukan Odin yang tersisa di County Syltan telah berulang kali ditarik. Mannings hanya menempatkan beberapa ribu pasukan di pos perbatasan selatan untuk menjaga daya gentar terhadap distrik militer selatan. Di pedalaman County Syltan, kekuatan pasukan Odin sebenarnya sudah sangat tipis. Bahkan di beberapa lokasi pembangunan kota baru yang melibatkan puluhan ribu pekerja sipil, hanya tersisa kurang dari seribu pasukan Odin yang bertugas mengawasi.
Penduduk County Syltan sudah sangat ketakutan terhadap orang-orang Odin yang kejam ini. Terutama aksi Mannings yang membantai habis Korps Ketujuh, meninggalkan reputasi mengerikan yang membuat penduduk Syltan sama sekali tidak berani memiliki pikiran untuk melawan.
Lagi pula sekarang orang Odin juga tidak membunuh lagi, hanya menyuruh orang bekerja saja. Meski lelah dan menderita, makanan juga buruk, setiap hari jika sedikit malas akan kena cambuk——tapi setidaknya masih bisa tetap hidup.
Namun akibatnya, beberapa kota yang dulunya padat penduduk di County Siltan tak terhindarkan menjadi merosot.
Mannings melarang perpindahan penduduk, bahkan rombongan dagang dari berbagai daerah juga dibatasi. Pengambilan pekerja sipil secara besar-besaran di berbagai wilayah semakin mengurangi populasi, banyak daerah yang dulunya padat kini tak terhindarkan menjadi tandus.
Kota Kodel awalnya adalah kota berukuran sedang di bagian tengah-selatan County Siltan. Nama kota ini berasal dari Jenderal Kodel yang konon lahir dari kalangan rakyat biasa di sini, kemudian bergabung dengan Pasukan Bizantium dan mencatatkan jasa perang gemilang hingga menjadi pahlawan pendiri kerajaan. Untuk mengenangnya, kampung halamannya dinamai sesuai namanya, tradisi yang bertahan hingga kini.
Dulunya Kota Kodel memiliki populasi 10.000 hingga 20.000 orang, dengan lahan pertanian luas di luar kota, jalan-jalan yang lancar, serta beberapa rombongan dagang yang hilir-mudik antara utara-selatan. Namun kini semuanya menjadi sepi.
Kebijakan keras Mannings telah mengambil 5.000 pemuda berotot dari kota untuk dibawa ke barat membangun kota baru. Yang tersisa di dalam kota kebanyakan lansia, wanita, dan anak-anak. Desa-desa sekitar juga banyak petani yang direkrut untuk membangun gerbang kota, hanya menyisakan sedikit orang untuk menjaga tanaman di lahan pertanian.
Di jalan besar yang biasanya ramai ini, saat ini terlihat sepi. Bahkan beberapa kios teh di luar kota yang dulu ada di jalan besar, kebanyakan sudah tutup.
Pasukan penjaga Kota Cordale hanya memiliki kurang dari 200 prajurit Odin. Mengawasi kota berpopulasi lebih dari sepuluh ribu jiwa jelas tidak memadai. Namun sepanjang sejarah, di saat negara menghadapi krisis, meski banyak pahlawan bermunculan, tidak sedikit pula pengkhianat berhati pengecut.
Di kota ini hanya ada kurang dari 200 pasukan Odin yang ditempatkan, tapi ada 500 pasukan kolaborasi - kebanyakan dari mereka adalah mantan keluarga bangkrut atau preman jalanan. Setelah orang-orang Odin menduduki sini, pasukan lokal sebelumnya tentu saja dihancurkan total. Mannings bahkan merekrut pejabat-pejabat pengecut dan memerintahkan pembentukan pasukan kolaborasi yang berada di bawah komando para pejabat yang menyerah ini. Di situasi seperti ini, mana ada keluarga terhormat atau orang yang masih punya hati nurani mau berbuat kejahatan? Apalagi menjadi pasukan kolaborasi berarti harus mengarahkan pisau pembantaian ke sesama sendiri.
Tapi selalu ada preman dan orang-orang tak bermoral yang tega melakukan pelanggaran seperti ini.
Lagipula di gudang kota masih tersisa sedikit persenjataan peninggalan pasukan Bizantium dulu. Meski kebanyakan pedang-pisau sudah berkarat dan rusak, orang Odin tidak mempersenjatai pasukan kolaborasi dengan baik. Mereka hanya membagikan secara acak, cukup untuk menjaga stabilitas daerah saja.
Pasukan tambahan ini tentu tidak memiliki seragam militer yang layak, mereka hanya asal membungkus diri dengan jubah hitam sebagai pakaian seragam – oleh karena itu di County Siltan, para pengkhianat tak bernyali ini dijuluki "Gou Kulit Hitam".
Di Kota Kordel, lima ratus "Gou Kulit Hitam" menguasai pertahanan kota, sementara dua ratus pasukan Odin umumnya bermarkas di bekas kediaman kepala kota.
Saat musim panas tiba, cuaca panas terik Kekaisaran Bizantium membuat para penduduk Odin dari negeri es utara kesulitan beradaptasi. Terbiasa dengan dinginnya badai salju, mereka merasa matahari selatan seperti mencairkan tubuh. Berdiri di tanah datar saja, tanpa aktivitas apapun, keringat sudah mengucur deras dalam sekejap. Bagaimana mungkin para barbar Odin yang dibesarkan angin dingin utara ini bisa tahan?
Cuaca terik memaksa mereka berlindung di kediaman kepala kota untuk menghindari panas. Bahkan rusa tunggangan pun jarang digembalakan – meski dua ratus pasukan penjaga Odin ini sejatinya adalah prajurit berkuda rusa. Masalahnya, hewan-hewan ini lebih tidak tahan panas daripada manusia. Banyak rusa yang sakit, sisanya kehilangan berat badan drastis. Banyak prajurit berkuda Odin di pasukan Mannings terpaksa mengganti tunggangan dengan kuda yang direkrut lokal.
Pada titik ini sudah mendekati tengah hari, di bawah gerbang kota Kodell, gerbang kota meski terbuka tapi terlihat miring dan hampir roboh. Di dalam menara kota, beberapa tentara pembantu berbaju jubah hitam sedang duduk bersama menghindari terik matahari.
Ada yang di pinggangnya menggantung pedang berkarat, ada yang di tangan hanya memegang perisai rusak berkarat, bahkan ada yang melepas jubahnya sama sekali, memperlihatkan postur tubuh kurus mereka sambil menjulurkan lidah dan mengipasi diri dengan telapak tangan.
Mannings memerintahkan pembatasan pergerakan penduduk di berbagai daerah. Perintah ini memang cerdik, tapi ketika sampai ke tingkat bawah, pelaksanaan konkretnya justru menjadi jauh lebih... menarik.
Orang Odin adalah bangsa biadab dari utara, banyak daerah masih menggunakan pola kesukuan primitif. Bahkan pahlawan Odin sekaliber Mannings pun mungkin tidak punya banyak pengetahuan, hanya mengandalkan bakat observasi tajam dan kecerdikannya untuk membuat beberapa penilaian bijak.
Tapi orang-orang di bawah... mana bisa mengerti sebanyak itu? Dari prajurit Odin, yang bisa menulis nama sendiri dalam aksara Odin saja mungkin tidak sampai satu dari sepuluh orang.
Soal pembatasan pergerakan penduduk... apa mungkin mengharapkan para preman di lapangan itu punya strategi khusus untuk membatasi mobilitas penduduk?
Orang Odin diam saja, pejabat Byzantium yang menyerah kebanyakan pengecut dan malas mengurus hal ini. Sedangkan "pengkhianat Byzantium" bajingan-bajingan berjubah hitam itu, preman-preman jalanan biasa, apa yang mereka pahami?
Daripada pusing, karena semua tidak punya akal, lebih baik pakai cara paling langsung dan sederhana saja!
Bukankah tujuannya untuk membatasi pergerakan populasi? Tanpa peduli strategi apapun, di kota Cordell ini, komandan kavaleri orang Odin yang bertugas langsung spontan memutuskan: "Tuan Mannings ingin membatasi mobilitas penduduk, jadi lebih baik kita keluarkan perintah resmi: Jumlah orang yang masuk-keluar kota per hari tidak boleh melebihi seratus!"
Alhasil, meski populasi kota ini masih puluhan ribu, di tengah situasi perang yang kacau ini di mana semua orang berusaha meminimalkan perjalanan, siapa yang tak punya urusan mendesak? Siapa keluarga yang tak pernah mengalami pusing atau demam?
Yang perlu ke luar kota mengunjungi kerabat, membeli bahan pangan, mencari dokter, atau mengumpulkan kayu bakar untuk mencari nafkah... Jumlahnya pasti jauh melebihi seratus orang per hari!
Belum lagi jika ada anggota keluarga yang meninggal - harus dikuburkan di pemakaman luar kota. Mana mungkin menguburkan jenazah di halaman belakang rumah sendiri?
Akibatnya, setiap subuh di Cordell sudah ada antrean panjang di gerbang kota. Tak peduli seberapa mendesak keperluanmu - bahkan jika ada jenazah yang harus segera dikubur - jika tak masuk 100 besar antrean... Maaf, pulanglah dan coba lagi besok pagi!
Kebijakan tolol ini justru menjadi ladang korupsi bagi para bajingan berkulit hitam. Sebagai penjaga gerbang, mereka dengan leluasa memeras warga yang antri - mulai dari 2-3 koin tembaga untuk yang terburu-buru, semua tergantung mood mereka hari itu!
“Pada siang hari, beberapa anjing kulit hitam ini duduk di bawah gerbang kota. Seorang pria berperut buncit yang jelas-jelas adalah pemimpin, ditemani seorang tua berbaju jubah linen yang terus menjilat dengan hati-hati sambil mengipasi sang tuan besar dengan kertas compang-camping di tangan, menumpahkan segudang sanjungan sebelum akhirnya menyelipkan kantong kecil ke sana.”
“Sang pemimpin meremas-remas kantong itu di tangan, namun sepertinya merasa kurang. Seketika wajahnya berubah masam. Ia memutar badan dan mendorong si tua hingga terjungkal, berseru marah: "Kau pikir Laozi ini gelandangan? Sedikit receh begini bahkan tak cukup buat beli sebotol minuman keras! Mau keluar kota? Datanglah besok pagi!"”
“Beberapa anjing kulit hitam di sekitarnya tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk-nunjuk menghina.”
“Tepat di saat itu, dari jalan luar kota muncul kereta kuda reyot dengan roda yang berderit miring, bergerak mendekat dengan suara kriiik-gaaak seolah setiap saat bisa bubar.”
“Yang lebih aneh, yang menarik kereta itu bukanlah kuda atau sapi, melainkan seorang pemuda jangkung gagah! Tubuhnya dibelit tali sambil menarik kereta rusak itu dengan langkah cepat bagai terbang.”
“Di belakangnya, gerbong kereta yang sudah bolong itu diduduki tiga orang: dua perempuan dan satu laki-laki.”
“Begitu kendaraan ini sampai di gerbang kota, langsung dihadang oleh para anjing kulit hitam itu.”
“"Hah! Ada mangsa! Ayo bangun saudara-saudara, bangun semua."”
Wajah pemimpin regu pasukan penjaga itu menunjukkan senyuman puas diri, beberapa bawahan melompat-lompat menghalangi di bawah gerbang kota, bahkan ada yang mengentakkan pedang-pisau dan perisai berkarat rongsokannya hingga berbunyi bang——bang sebagai ancaman.
Pemuda penarik kereta kuda itu berdiri di bawah gerbang kota, tubuhnya tegak. Tanpa mempedulikan para penghalang di pintu, ia menoleh dengan senyum pahit: "Tuan Char, awalnya kita sepakat bergantian menarik kereta sejauh dua li. Tapi kini aku tertipu – setelah kutarik dua li, langsung sampai gerbang kota. Kau pasti sengaja menghitung jarak ini untuk menipuku."
Lelaki yang duduk di kereta menjulurkan setengah badannya – tubuh kekar berotot dengan "punggung harimau dan pinggang beruang", memancarkan aura garang. Inilah Tuan Besar Si Kampungan bernama Char.
Char melompat turun dari kereta, menepuk bahu Dax: "Memang benar. Aku sengaja menghitung jaraknya agar dua li persis sampai gerbang. Tapi urutan siapa yang menarik duluan, kan kau sendiri yang pilih. Andai kau pilih giliran kedua, yang duduk santai menikmati angin selama perjalanan ya pasti kau."
Dax mendengus: "Lukaku belum sembuh total..."
Char sudah tak menghiraukannya lagi. Ia menatap gerbang kota yang rusak parah: "Hmm, sampai juga di Kota Kordel. Perjalanan selanjutnya tak terlalu jauh... Andai tak harus membawa rombongan ini, sendirian pasti bisa lari pulang dalam hitungan hari."
Char berdiri di bawah gerbang kota, mungkin karena terlalu lama duduk di mobil, masih terlihat agak malas, akhirnya tak tahan membungkuk dan meluruskan punggung, menggerakkan tangan dan kakinya. Postur tubuhnya yang sejak awal sudah gagah dan tinggi besar, kini terlihat semakin perkasa dan ganas. Setiap gerakan tangannya dan langkah kakinya memancarkan aura keganasan yang menggetarkan.
Beberapa anjing hitam yang awalnya hendak menghadang dan memeras di bawah gerbang kota, melihat Char yang berpostur perkasa seperti itu berdiri di sana, seketika semua jadi takut dan ragu.
Hanya si pemimpin yang juga bertubuh cukup tinggi, menepuk-nepuk pedang rusak di tangannya untuk memberanikan diri, baru berani maju melewati anak buahnya sambil berteriak: "Minggir! Minggir! Kalian ini siapa? Berani menghadang di gerbang kota? Cepat bubar! Kalau tidak, hati-hati ditangkap sebagai mata-mata!"
Char melihat si pemimpin ini, tiba-tiba tersenyum: "Oh? Kalian pasukan penjaga? Kenapa kalian orang Bizantium? Katanya tempat ini sudah dikuasai orang Odin? Kalian tentara dari pihak mana?"
Perkataan ini membuat wajah semua anjing hitam memerah. Si pemimpin langsung meledak marah, mendorong dada Char sekuat tenaga sambil memaki: "Brengsek! Aku memang penjaga sini! Dasar banyak omong kosong!"
Dia mendorong dada Char, tapi dengan tenaga yang dimilikinya, mana mungkin bisa menggeser Char? Bagai capung menggoncang pilar, Char tetap tak bergeming di tempatnya, hanya melirik dingin ke arahnya sambil sedikit mengencangkan postur. Si tukang dorong langsung oleng beberapa langkah mundur.
Sang pemimpin langsung merah padam malu-marah. Pedangnya diacungkan tinggi, hendak menerjang sambil memaki, tiba-tiba tubuhnya dipeluk erat. Menoleh kebingungan, ternyata si pemuda penarik gerobak yang sudah tanpa disadari menempel di punggungnya.
Dax tersenyum ramah. Meski wajahnya penuh debu, senyumnya yang menampakkan gigi putih itu membuat orang tak bisa marah. Pelukannya yang erat membuat sang komandan tak berkutik. "Jangan emosi, Saudara," ujar Dax. "Temanku ini memang kasar. Kalian pasukan penjaga? Kami hanya ingin masuk kota..."
"Masuk kota?" Sang komandan yang masih terpeluk tak menyadari ketidakmampuannya melepaskan diri. "Tak bisa! Kota Kardel hanya menerima 100 orang per hari! Kalau mau, datanglah besok pagi antri... Hah?"
Dax tak tersinggung. Dilepaskannya sang komandan, mundur dua langkah. Si kepala pasukan hendak protes lagi ketika tangannya tiba-tiba terasa berat - sebuah koin perak berkilat sudah tergeletak di telapak tangannya.
Mereka melakukan pemerasan di gerbang kota, dalam sehari paling hanya bisa mendapat puluhan koin tembaga. Satu koin perak ini sudah bisa dianggap rezeki nomplok yang lumayan.
Sang pemimpin langsung tersenyum lebar, melirik Dax sambil berkata: "Kamu ini orang yang paham..."
Tiba-tiba matanya berkedip-kedip. Meski baju Dax compang-camping, jelas terbuat dari bahan berkualitas tinggi. Ekspresi dan penampilannya juga bukan orang biasa - jangan-jangan dia orang kaya yang mengungsi?
Di tengah kekacauan perang sekarang, orang seperti ini yang jatuh ke tangan kita, bukankah ibarat domba gemuk?
Saat ini di kota Kodel, selain para Tuan Odin, akulah yang berkuasa. Domba-domba gemuk ini datang sendiri, masa kita tidak menyembelih beberapa ekor?
Kalimat sopan tadi langsung berubah nada: "Paham aturan itu bagus. Tapi kalian berempat harus bayar pajak masuk untuk empat orang! Oh ya, kereta kuda ini juga kena pajak. Yang kamu bayar tadi cuma untuk satu orang, kereta kudanya harus bayar dua kali lipat lagi."
Kereta kuda reyot itu adalah barang yang diambil sembarangan oleh Char di suatu tempat selama perjalanan, hanya untuk mengangkut putri mahkota yang sedang koma. Menurut pemimpin ini, harus bayar dua koin perak - padahal kereta rusak ini kalau dijual potong mungkin tidak sampai dua koin perak.
Char tidak banyak bicara, hanya berdiri di samping menyaksikan keributan. Dax menghela napas, malas berdebat dengan rombongan ini. Dia hanya tak ingin menarik perhatian pasukan penjaga Odin di kota. Dengan santai mengeluarkan beberapa koin perak dari pelukannya, wajahnya menyiratkan penderitaan: "Saudara-saudara, kami sedang dikejar-kejar. Sungguh tak ada uang lebih. Hanya tersisa sedikit ini. Masuk kota pun untuk makan masih jadi masalah..."
Sang pemimpin merebutnya dengan kasar. Meski tak sebanyak yang diharapkan, dia cukup puas lalu melambaikan tangan: "Baik! Masuklah!"
Saat menggeser kereta kuda ke pinggir, tiba-tiba matanya tertumbuk pada dua gadis di dalam kereta.
Dafeny masih tak sadarkan diri, wajahnya tak terlihat jelas. Tapi Adeline yang duduk di sana, parasnya yang seketika membuat sang pemimpin terpana.
Astaga, meski sang pemimpin ini brengsek dan kasar, setidaknya konsep estetikanya jauh lebih baik daripada Char.
Adeline memang cantik alami. Rambut pirangnya berkilau, wajahnya ayu memesona. Dari sudut manapun dilihat, dia gadis jelita kelas satu. Meski wajahnya berdebu, sang pemimpin langsung lemas melihatnya. Buru-buru menghadang: "Tunggu! Ini... Hmm... Kalian masih mencurigakan. Kalau mau masuk kota, harus... eh, harus dilakukan penggeledahan tubuh dulu! Yang di kereta, aku yang akan geledah!"
Sambil berbicara, dengan senyum mesum di wajahnya, dia mendekati kereta kuda.
Char berdiri di samping tanpa bicara, hanya menyilangkan tangan sambil tersenyum.
Baru saja pemimpin itu menyentuh pintu kereta, tiba-tiba tubuhnya terlempar ke udara, melakukan salto melewati kepala para preman berkulit hitam di bawah gerbang kota. Saat mendarat, kepalanya menghantam lantai dengan keras. KRAK! Lehernya terbelah dua, mati seketika tanpa sempat mengeluarkan suara protes.
Para preman di bawah gerbang kota itu hanyalah kumpulan penjahat lokal dengan sifat pengecut yang suka menindas yang lemah. Mana pernah mereka menyaksikan adegan mengerikan seperti ini? Menyaksikan seseorang mati seketika di depan mata, mereka semua terpaku seperti patung selama beberapa saat sebelum akhirnya berteriak histeris dan berhamburan lari.
Dax sudah bergerak cepat. Dari pelukannya dia mengeluarkan gunting besar. KREK-KREK! Beberapa kepala langsung menggelinding. Tangannya yang lain melemparkan batu-batu, menghantam para pelarian hingga tengkorak mereka pecah berantakan.
Hanya dalam beberapa napas, belasan preman di bawah gerbang kota sudah menjadi mayat berserakan.
Char akhirnya mendekat, mencibir: "Daripada banyak omong kosong, lebih baik dari tadi langsung kita habisi saja."
Dax mengerutkan kening: "Kota ini penuh orang Odin. Kalau sampai ribut, kita yang repot. Hah..."
Char tertawa terbahak-bahak: "Mannings sekarang sedang bertarung sampai kepala pecah berdarah dengan orang Corsica di timur, di sini tidak akan banyak pasukan penjaga."
Setelah berkata begitu, dia berlari ke dalam gerbang kota, tapi justru menyambar seorang tua yang ingin keluar tadi. Si kakek ini sebelumnya didorong pemimpin penjaga hingga terjungkal, ingin pergi tapi masih penuh kekecewaan, duduk di tanah menyaksikan seluruh pertunjukan ini. Melihat belasan orang dibantai bersih dalam sekejap, langsung lemas kakinya, bahkan tak punya tenaga untuk lari.
"Berapa banyak orang Odin di dalam kota?" Char menariknya berdiri, memperlihatkan gigi dengan senyum: "Kamu bilang, aku lepaskan kamu." Sambil mengeluarkan koin emas dan mengoyang-ngoyangkannya di tangan: "Ini juga untukmu."
"Dua ratus, di kantor walikota." Si kakek menarik napas, entah dari mana dapat tenaga, merampas koin itu, berbalik lalu lari terbirit-birit.
Char menatap Dax: "Dengar? Cuma dua ratus... Kamu bunuh seratus, aku seratus. Cepat selesaikan, buruan makan siang. Aku sudah kelaparan."
Dax menggeleng: "Aku sudah mengeluarkan tenaga tadi. Kamu saja yang membunuh, aku jaga kereta kuda."
※※※
Kantor walikota Cordel ternyata mudah ditemukan. Saat Char membantai orang di gerbang kota, beberapa 'anjing kulit hitam' di kota pun terkaget-kaget. Tapi sebagian besar pengecut ini malah kabur bercerai-berai melihat pembantaian itu. Dalam kekacauan, hanya sedikit yang berpikir untuk melapor ke pasukan Odin.
Char pergi sendirian ke kantor walikota, sepanjang jalan tidak menemui halangan. Dalam hatinya tertawa, orang-orang Odin ini terlalu lengah.
Sampai di ambang pintu kantor walikota, masih terdengar suara tertawa dan makian dari dalam, aroma alkohol mengepul keluar.
Char mengusap sudut mulutnya: "Pas, ketahuan lagi makan siang? Gua juga lagi laper nih."
Dengan niat menghabisi sekaligus, dia tidak langsung menghancurkan pintu tapi memanjat tembok dan berputar ke belakang. Terlihat kandang kuda besar di belakang kantor walikota, dengan puluhan kuda dan beberapa rusa kutub yang kurus kering lesu.
Char menghela napas: "Kalo mau bikin bersih, ya harus korbankan kalian para binatang sial ini."
Dari sakunya dikeluarkan satu bungkusan, diambilnya dua ember air lalu ditaburi serbuk dari bungkusan itu. Setelah menuangkannya ke bak minum, dia menyaksikan kuda-kuda dan rusa itu mulai minum. Hanya tiga kuda terkuat yang diselamatkan dan disembunyikan di pintu gerbang.
Usai semua persiapan, ditepukkannya tangan lalu berjalan congkak dari halaman belakang menuju bangunan utama.
Kompleks kantor walikota tidak terlalu luas, melewati dua koridor sampailah dia di ruang depan.
Di pelataran depan, banyak orang Odin duduk berantakan membentuk lingkaran, aroma minuman keras menyeruak di udara. Beberapa tong minuman setengah kosong tergeletak di samping, wajah mereka memerah karena mabuk, pakaian terbuka lebar, bahkan senjata pun berserakan di sekitar.
Di tengah pelataran, seekor domba utuh sedang dipanggang di atas perapian. Dua pelayan yang jelas-jelas orang Bizantium sedang mengiris daging domba dengan pisau, potongan demi potongan.
Yang membuat Char terkejut, di tengah pelataran terdapat rak panggang lain. Tidak ada api di bawahnya, namun di atas rak itu terikat seorang manusia hidup!!
Orang yang terikat itu terlihat masih muda, mungkin belum tiga puluh tahun. Rambutnya kusut, bajunya compang-camping penuh bekas cambukan, terutama satu garis merah menyala di wajahnya yang setengah berlumuran darah.
Di hadapannya berdiri seorang pria Odin, tangan satu memegang botol arak, tangan lain mencengkeram cambuk kulit. Setiap tegukan diikuti sambaran cambuk ke tubuh tawanan, lalu ia tertawa terbahak-bahak sambil berteriak: "Nyanyikan lagi! Nyanyikan lagi!"
Orang itu kembali terkena cambuk, namun tetap mengatupkan giginya dengan erat. Meski wajahnya terdistorsi kesakitan, ia akhirnya tidak menjerit. Kemudian ia berbicara perlahan kepada dua orang yang sedang mengiris daging domba dan berpenampilan seperti pelayan Bizantium. Suaranya jernih dan dingin, meski agak serak, setiap kata terdengar jelas.
“Kalian berdua dulunya adalah rekan sejawat dan sahabat ayahku. Saat kota jatuh, kalian memilih menyelamatkan nyawa—aku tidak menyalahkan. Saat ayahku tewas, sebagai sahabat lama kalian tidak berani mengurus jenazahnya—kukatakan hanya karena pengecut. Tapi dulu kalian sering makan-minum sepuasnya di rumah kami, kami ayah-anak selalu baik pada kalian. Tapi sekarang kalian menangkapku untuk diserahkan pada tukang jagal Odin ini. Aku benar-benar tak mengerti—apakah kalian sudah tidak punya hati lagi? Coba sentuh dada kalian—apakah jantung kalian sudah dimakan serigala?”
Kedua orang itu tersipu malu mendengarnya, menundukkan kepala.
Setelah mengucapkan itu, pemuda itu mengalihkan pandangannya ke depan. Di pelukan seorang pria Odin, ada seorang perempuan Bizantium yang cantik jelita. Tatapan pemuda itu membuatnya segera menunduk.
“Kamu adalah pelayan wanitaku, dulu ketika keluargamu hancur, aku membayar untuk membawamu pulang, tapi tak pernah menyiksamu, apalagi mengganggumu demi kecantikanmu. Bahkan aku membantu menemukan adikmu yang hilang. Kamu menyukai tukang kudaku, aku pun mengabulkan permintaan kalian. Tapi saat aku bersembunyi di ruang bawah tanah kandang kuda, tak kusangka kamu yang membawa rombongan ini menangkapku! Jika mereka berdua tak punya hati, justru kamu-lah yang memiliki hati serigala dan ular berbisa!”
Perempuan itu berpucat wajah, namun segera memalingkan kepalanya.
Prajurit Odin yang memegang cambuk di area itu tertawa terbahak-bahak, melontarkan umpatan lalu berteriak keras. Char juga mengerti sebagian bahasa Odin, mendengar jelas kata-kata lawannya: "Kalian orang Bizantium hanya bisa memfitnah dengan mulut! Jika benar punya kemampuan, bertarunglah dengan pedang! Takkan jadi budak prajurit Odin! Dengar kau penyanyi terbaik di kota ini? Para prajurit sedang minum, cepatlah bernyanyi menghibur! Jika tidak, akan kucambuk seratus kali lagi!"
Pemuda itu mendengar, ternyata paham bahasa Odin, lalu menjawab: "Aku sampah. Sebagai putra penjaga kota, dulu hanya tahu bersenang-senang, tak mau belajar teknik bela diri seperti ayahku, malah asyik bernyanyi dan menari. Kini sampai di saat seperti ini, tak bisa menghunus pedang untuk bertempur melawan kalian. Ini balasan untukku. Kalian ingin kumenyanyi hiburan? Baik! Tapi lepaskan dulu ikatanku!"
Orang Odin itu mendengar, tak menghiraukan, hanya merasa pemuda ini tubuhnya rapuh, takkan bisa membuat masalah. Ia naik ke atas, menarik tali yang mengikat tubuh pemuda itu dan melepaskannya.
Pemuda ini rambutnya terurai berantakan, wajah berlumuran darah, tubuh penuh luka. Berdiri di sana, tiba-tiba memutar kepala ke arah dua mantan sahabatnya yang kini menjadi budak Odin, lalu menunjuk perempuan yang digendong orang Odin. Tiba-tiba ia menyanyikan lagu dengan suara lantang:
"Ada arak ada daging banyak saudara, Bahaya datang tak satu pun menolong! Kutukan pada langit tiga ribu petir, Belah habis serigala penghianat di kolong langit!"
Nyanyiannya pilu bagai tangisan berdarah. Jarinya mengarah ke mantan sahabat yang ditunjuknya, membuat mereka menundukkan kepala malu-malu.
Pemuda ini menggaruk-garuk rambutnya sendiri, menengadah ke langit bernyanyi kencang. Suaranya benar-benar bergelora dan nyaring.
"Angin murka mengisi langit kelabu,
Bergulung-gulung menyapu empat penjuru,
Kabut tebal membungkus bergelora,
Raungan amarah menembus ke langit biru!"
Saat menyebut kata "langit", suaranya melengking mengerikan bagai auman binatang buas!
Di akhir lagu, pemuda ini tiba-tiba mengaum keras. Membuka kedua tangan, berlari ke samping mencoba merampas pisau dari tangan pelayan. Orang itu merah padam mendengar nyanyiannya, karena merasa bersalah tak berani melawan, akhirnya pisau pemotong domba panggang itu berhasil direbut pemuda ini.
Pemuda itu mengacungkan pisau, mengaum keras: "Negara hancur, keluarga binasa! Mati saja! Mati saja!!"
Usai berteriak, wajahnya menjadi mengerikan, berbalik menyergap orang Odin yang memegang cambuk itu.
Meski banyak orang Odin di pelataran, tak ada yang menyangka pemuda kurus ini memiliki kekejaman seperti Green. Bahkan orang Odin bercambuk itu, melihat pisau menghunjam ke arahnya, seolah masih belum sadar, hanya refleks mengangkat cambuknya untuk menahan.
Caa! Orang Odin itu langsung menjerit kesakitan.
Tapi tenaga pemuda ini terlalu lemah. Tebasan pisau itu hanya menancap di lengan orang Odin, malah terlepas dari genggamannya. Orang Odin yang kini sudah tersadar itu menyepak pemuda hingga roboh, mencabut pisau dari lengannya, lalu mengayunkan ke leher pemuda yang terjatuh.
Tiba-tiba cahaya merah menyapu, dada orang Odin itu menggelembung dengan suara 'blup', darah muncrat deras. Sebuah garpu api telah menembus dadanya, menancap di tengah pelataran.
Plung! Orang Odin itu terjatuh.
