Pembantaian di tepi sungai masih berlanjut. Sebagian besar orang Odin sudah menyeberang, namun yang tertinggal di tepi utara dalam jangkauan serangan pohon pembunuh raksasa hanya menunggu kematian.
Pohon aneh ini seolah bisa merasakan dengan tajam keberadaan orang Odin di sekitarnya. Setiap kali dahan raksasanya diayunkan, selalu tepat menghantam kerumunan terpadat.
Dengan cepat, teriakan perlahan melemah, sisa-sisa di tepi sungai, di sekitar tiga pohon aneh raksasa itu, di permukaan tanah berjejalan dengan lapisan mayat prajurit Odin dengan anggota tubuh yang cacat! Darah hampir mencelup tanah tepi sungai menjadi merah menyala yang menyakitkan mata!
Dari kejauhan, Duoduo Luo dengan hati-hati menggeser posisi karpet terbangnya diam-diam mundur sedikit, sebisa mungkin menjauhi tepi sungai. Meski demikian, pemandangan pembantaian mengerikan di hadapannya membuat sang penyihir hampir membungkuk dan muntah!
Ini adalah pertarungan yang membuat Duoduo Luo terkenal. Sebagai makhluk kecil, mungkin dalam puluhan tahun hidupnya sebelumnya, dia tak pernah membayangkan bisa memiliki hari segagah ini. Tapi ketika semua ini benar-benar terjadi, setelah rasa puas diri berlalu, Duoduo Luo juga merasakan perasaan aneh yang samar.
Semua ini... terlalu... terlalu kejam!
……
※※※
Yang tidak Duoduo Luo ketahui, para orang Odin yang sedang dibantai itu juga tidak tahu. Pada saat ini, tepat di sini, di langit atas lokasi pembantaian yang sedang berlangsung, jauh di atas karpet terbang yang dikendarai Duoduo Luo, di balik kabut, seorang dengan rambut perak berkibar-kibar dan wajah ayu namun dingin dan berwibawa, dengan sorot mata penuh ejekan, melayang di balik lapisan awan. Sorot mata dingin itu, menembus awan, diam-diam mengamati segala yang terjadi di bawah.
Pada wajah manusia yang cantik itu, sudut mulutnya sedikit tertarik, menunjukkan senyum tipis penuh ejekan.
"Hmph... Ternyata 'Pohon Perang Kuno'? Anak sialan itu benar-benar membohongiku dengan dalih meminjam dua gulungan hujan asam untuk menyiram bunga di air mancur. Dia pikir aku bodoh?"
Merlin berbicara sendiri dengan nada dingin.
Berbeda dari sebelumnya, kali ini Merlin tidak sendirian. Di angkasa, di samping Merlin, terlihat bayangan ramping nan anggun yang sedang tersenyum di belakangnya. Rambut keemasan menjuntai, wajahnya yang memesona tak kalah dari Merlin, dengan sepasang mata biru bak dua permata tak ternilai. Kulitnya halus berkilau laksana gading termulia... Yang paling mencolok adalah sepasang ujung telinga runcing yang menyembul di antara rambut keemasannya, menambah kesan anggun nan eksotis dengan daya tarik magis.
Figur ini jelas-jelas merupakan seorang spirit.
Vivian berdiri di belakang Merlin dengan sikap hormat sempurna. Di punggungnya, sepasang sayap semi-transparan putih bersinar terkembang, dikelilingi kilauan samar yang mempertahankan posisi melayangnya.
Perkataan Merlin membuat Vivian juga menunjukkan senyuman tipis. Spirit ini berbisik: "Guru, menurutku Tuan Char itu sebenarnya tidak benar-benar menyembunyikan sesuatu dari Anda. Dia juga tidak berharap alasan konyol ini bisa mengelabui mata tajam Anda. Hanya saja... ini adalah alasan yang cukup baik baik bagi dia maupun Anda. Setidaknya, dia masih bisa dikatakan memahami posisi Anda, tidak langsung meminta bantuan langsung dari Anda."
Merlin mengangkat alis: "Oh, jadi haruskah aku berterima kasih atas 'pemahamannya' itu? Hmph! Nak nekat ini! Mengira dengan menempatkan beberapa pohon perang kuno di sini bisa menghalangi musuh... Pasukan Odin ini tidak memiliki jagoan sejati, kalau tidak, benda yang hanya bisa membunuh musuh di tempat ini di mata ahli sungguhan hanyalah target latihan."
Tiba-tiba dia mengerutkan kening: "Bagaimana mungkin anak angkatku memiliki 'Pohon Perang' seperti ini? Vivian, ini adalah harta karun ras spiritmu, jangan-jangan kamu yang memberikannya padanya?"
Vivian cepat-cepat menunduk: "Guru, mana mungkin saya berani menggunakan Pohon Perang yang merupakan barang terlarang di klan kami. Lagi pula..." Vivian mengerutkan kening, memandang ke bawah: "Guru, meski benda-benda ini sangat mirip dengan Pohon Perang ras kami, tapi sepertinya ada beberapa perbedaan."
"Oh?"
“Vivian menghela napas, raut wajahnya menunjukkan belas kasihan dan ketidaktegaan: “Ras spirit adalah ras yang mencintai perdamaian. Meskipun Pohon Perang kami juga merupakan senjata, daya bunuhnya tidak pernah sebrutal tiga pohon aneh ini... Dan... Pohon Perang ras spirit dikatalisasi oleh kekuatan alam melalui sihir kami. Bahkan dengan katalisasi kekuatan alam, menumbuhkan Pohon Perang tidak mungkin mencapai ukuran sebesar ini hanya dalam beberapa saat. Membudidayakan satu Pohon Perang membutuhkan setidaknya tiga hingga lima hari untuk membentuk wujudnya.”
“Bukan milik ras spirit...” Merlin membalikkan kelopak matanya: “Hmph... Tampaknya anak angkatku ini masih menyembunyikan banyak rahasia kecil dariku. Hah! Persis seperti si pemabuk tua itu, selalu suka jaga-jaga dalam segala hal.”
Saat menyebut “si pemabuk tua”, ekspresi Merlin tiba-tiba muram: “Ayo pergi, situasi di sini sudah pasti. Tampaknya tak perlu aku ikut campur.”
Vivian membungkuk dan berbisik: “Guru datang diam-diam ke sini untuk mengawasi Tuan Char karena peduli. Jika Tuan Char tahu jerih payahmu...”
“Vivian, kau semakin cerewet.” Merlin tiba-tiba menoleh. Matanya yang indah menyipit membentuk garis——orang yang mengenalnya tahu, setiap kali Merlin menyipitkan mata, itu pertanda hatinya sedang tak senang!
Vivian buru-buru meringkuk ke belakang dan menutup mulutnya.
“Ingat, setelah kembali, jangan berani-berani membicarakan kejadian kita datang ke sini pada si nak itu... satu barispun tak boleh.” Merlin berkata datar, lalu mengangkat kelopak matanya memandang Vivian: “Dan... aku harap kau pahami satu hal. Meski aku menikmati sikap hormat orang di hadapanku, tapi aku belum pikun. Aku tak suka kau memanggilku 'guru', dan aku tak pernah resmi menerimamu sebagai murid. Panggilan seperti itu tak ingin kudengar lagi dari mulutmu, kalau tidak, akan kubah wajah cantikmu jadi kepala babi... Sayang, kau tahu, aku benar-benar bisa melakukannya.”
Melihat ketakutan dan kepatuhan yang terpancar dari sorot mata Vivian, Merlin mengangguk pelan dengan puas.
Lalu ia mengusap lembut dahinya sendiri: “Hmm, kali ini pulang, sepertinya harus menginterogasi anak angkatku ini baik-baik, lihat berapa banyak rahasia kecil yang masih disembunyikannya, hē hē...”
……
※※※
Di kediaman kepala kota Danzeer.
Dibandingkan beberapa hari sebelumnya, para pelayan dan penjaga di kediaman kepala kota kini jelas-jelas merasa lebih tenang.
Beberapa waktu lalu saat Tuan Char tidak ada di kediaman, seluruh hierarki seolah kehilangan tulang punggung. Terutama para penjaga - kebanyakan adalah mantan tentara bayaran yang telah tunduk pada Char di Wildfire Town. Mereka bersama-sama mengalami perjalanan di Padang Api Liar, bertarung melawan perampok berkuda, dan menyaksikan langsung keberanian serta kewibawaan Tuan Char.
"Saat pertama kali kembali ke Kota Danzeer dari Padang Api Liar, Tuan Char ini bahkan rela menyamar dan menyusup ke tengah pasukan Odin sendirian untuk mengulur waktu bagi Sang Tuan! Bagaimana mungkin seorang pria berani luar biasa seperti ini tidak membuat orang terkagum-kagum?"
"Meski... terkadang Sang Tuan suka berbuat ulah yang keterlaluan secara tiba-tiba di hari-hari biasa."
"Kali ini setelah kembali dari luar, kabarnya Tuan Char menderita luka parah sampai sekarang belum bisa turun dari tempat tidur. Urusan makannya sehari-hari ditangani langsung oleh tunangannya yang cantik luar biasa - calon ibu pemimpin ini konon adalah seorang putri kerajaan."
"Walau terluka parah, kehadirannya di kota bagai tulang punggung yang menguatkan hati kami. Jauh lebih baik dibanding perasaan hampa beberapa waktu lalu."
"Hanya saja... sepertinya hari ini Sang Tuan kembali tak tahan mengikuti sifat usilnya..."
※※※
"Cepat, jangan berlama-lama lagi." Char berbaring di tempat tidur, tertawa pahit. "Lakukan saja seperti yang kuminta."
Di dalam ruangan, Adeline mengenakan jubah putih keperakan yang lembut. Rambut pirang keemasannya diikat longgar di belakang kepala, jatuh lembut di bahu kirinya. Garis wajahnya yang sempurna terpancar jelas. Tapi wajah cantiknya kini dipenuhi keraguan: "Benar... harus seperti ini?"
"Aduh, aku juga tak punya pilihan..." Char menghela napas. "Lekas dikerjakan."
Adeline antara ingin tertawa dan menangis, terpaksa menuruti perkataan Char——di tangannya ada mangkuk kecil berisi seonggok cairan merah darah yang terlihat seperti darah segar.
Eh... bukan seperti darah, sebenarnya ini benar-benar darah——darah norak.
Adeline menahan tawa, menggunakan kuas kecil untuk mengoleskan darah dalam mangkuk ke beberapa bagian tubuh dan wajah Char. Char masih belum puas: "Jangan dioles terlalu rata, nanti kelihatan palsu. Buat lebih natural, hmm, begitu, bagian kiri tambah dikit..."
Setelah memimpin Adeline menyelesaikan proses ini, dia menyuruh Adeline membalut tubuhnya kembali dengan perban baru.
Setelah semua ini, penampilan Char persis seperti mayat kuno yang baru digali!
Dari balik perban terlihat semburat merah darah norak.
"Prosedur terakhir..." Char menghela napas: "Ada tongkat di meja, ambilkan."
"...Hah?" Adeline tertegun.
"Bawa ke sini." Char menarik napas mendesis, melihat Adeline mengangkat tongkat mendekat: "Lihat kepalaku... hmm, arahkan ke wajahku, pukul!"
"？？！！" Adeline membelalakkan mata polosnya heran: "Cha, Char... Apa otakmu bermasalah?"
Char tersenyum pahit: "Aku baik-baik saja, justru sebaliknya, aku sangat waras."
Melihat mata besar Adeline yang dipenuhi pertanyaan, Char menghela napas dan meredam suaranya: "Kalau tidak dibuat menyedihkan, bagaimana bisa menipu si nenek gila Merlin itu?"
Adeline tertegun, lalu ekspresinya tampak keberatan: "Hmm, itu... Char, kurasa lebih baik kau tidak menyebut Tuan Merlin seperti itu..."
"Eh... Dia memang nenek gila," Char mencibir dan menghela napas, lalu memandang Adeline dengan lembut: "Aku sudah membuat beberapa alasan untuk meminjam barang darinya. Tapi dengan kecerdasannya, pasti dia sudah tahu ada yang salah. Hanya saja karena kesombongannya, dia tidak mau membongkarku, tapi pasti diam-diam pergi memeriksa. Aduh... Selama ini aku menyembunyikan beberapa rahasia darinya, sekarang ketahuan, pasti akan sial. Dengan sifat Merlin yang kejam, dia pasti akan menghukumku. Dia bukan orang yang lembek... Hei, Adeline sayang, tega kah kau melihat suami masa depanmu diubah jadi katak hijau menyala oleh si nenek gila ini?"
Adeline terkejut!
Tiba-tiba, mungkin membayangkan situasi harus tidur bersama katak di malam hari... Adeline menggigil hebat dan menggelengkan kepala dengan kuat!
“Itu sudah jelas.” Char tertawa pahit: “Syukurlah, meskipun Merlin aneh, aku akhirnya berhasil menemukan satu celah dalam kemampuan membela dirinya… Celah inilah yang membuatnya tidak terlalu buruk sampai membuat orang sangat jijik.”
“……Apa?”
Char tersenyum tipis: “Sebenarnya, dia adalah tipe yang secara bawaan sangat bangga sampai ke puncak. Jadi meski melakukan pekerjaan dengan tak punya belas kasihan, ada satu sifat khusus: Dia memandang diri sendiri sangat tinggi sehingga selalu menolak sengaja mengintimidasi yang lemah… Selama kau berpura-pura sangat menyedihkan di depannya, dia tidak akan tega untuk kembali nekat padamu. Karena dalam hatinya, mungkin menganggap mengganggu yang lemah terlalu merendahkan identitas.”
Char terdiam sejenak, lalu berkata pelan: "Tidakkah kau melihat bagaimana Duoduo Luo bertindak? Murid-murid Merlin dikabarkan hampir semuanya tewas! Tapi Duoduo Luo bisa bertahan sampai sekarang tanpa terbunuh... Tahukah kau mengapa? Karena siluman itu ahli berpura-pura! Lihatlah setiap kali Merlin menghukum Duoduo Luo, saat dia menyepak, baru saja kaki Merlin terangkat, Duoduo Luo langsung menjerit seolah tulang-tulangnya patah. Saat kaki Merlin mendarat, dia tak bisa tidak menarik kembali sebagian tenaganya. Contoh lain, ketika Merlin menghukumnya dengan bola api, Duoduo Luo yang kena pantatnya berteriak lebih keras daripada babi disembelih! Meski memang sakit, mana mungkin sampai separah itu? Tapi mendengar jeritannya, Merlin biasanya tak tegas melanjutkan hukuman, paling hanya memaki beberapa kali lalu berhenti!"
Adeline mengangguk bingung, hanya setengah paham: "Char, jadi maksudmu aku harus..."
“Merlin pasti akan datang membuat masalah untukku! Aku 100% yakin akan hal ini.” Char mengerutkan kening: “Jadi, untuk menghadapinya dan membuatnya berhenti menggangguku, hanya ada satu cara: pura-pura menderita! Semakin menyedihkan penampilanku di hadapannya, semakin baik! Tapi dia bukan orang bodoh, saat perempuan ini tidak sedang gila, kecerdasannya benar-benar mengerikan. Jadi... dalam hal penyamaran, yang penting adalah campuran antara yang asli dan palsu! Meski darah ini palsu, tapi jika tidak ada luka asli di wajahku, bagaimana mungkin dia benar-benar percaya?”
Char mengatupkan giginya: “Jadi, ambil tongkat itu dan pukul wajahku dengan keras dua kali! Tidak apa, aku bisa tahan!”
Tangan Adeline gemetar: “Ini... benar-benar harus dipukul?”
“Harus dipukul!” jawab Char dengan tegas.
“Benar-benar harus?”
“Harus!” Char tak ragu sedikitpun.
“Wajib dipukul?”
“Wajib! Cepat lakukan...”
Begitu Char selesai bicara, Adeline menutup matanya dengan wajah penuh ketidakrelaan, mengangkat tongkat dengan kedua tangan, lalu mengayunkannya...
……
“Aduh!!!!!!”
Jerit kesakitan terdengar dari dalam ruangan.
Penjaga di luar yang mendengar suara Tuan Char segera bergegas masuk.
Masuk ke dalam, mereka melihat Tuan Char terbaring di tempat tidur dengan seluruh tubuh dibalut perban, kedua tangan menutupi wajahnya yang berdarah mengalir melalui celah jari, sambil merintih kesakitan.
Di tepi tempat tidur, Sosok itu yang cantik dan muda, Ibu Tuan, memegang sebatang tongkat di tangannya dengan ekspresi kikuk, panik berteriak: "Char... Char kau baik-baik saja? Aku tadi tidak sengaja..."
"Keluar keluar..." Char melepaskan pegangan, berteriak ke penjaga di ambang pintu: "Semua pergi!"
Begitu Char melepaskan pegangan, penjaga di ambang pintu hampir melototkan bola matanya.
Ternyata Sang Jenderal Char ini, balok hidungnya yang tadinya tegak sekarang sudah miring ke samping! Balok hidungnya bahkan patah! Wajahnya berlumuran darah, hidung miring ke samping, penampilannya terlihat sangat menggelikan.
Setelah penjaga diusir Char, Adeline hampir menangis: "Char, aku tidak sengaja... Tadi aku menutup mata, lalu tak sengaja terpeleset di bagian bawah... Tongkat ini kebetulan tepat menghantam hidungmu..."
Melihat air mata di sudut mata Adeline, Char segera memencet lembut tangan Adeline, berkata lembut: "Tidak apa, kulitku kasar, beberapa pukulan tak masalah... Sungguh tak apa, pukulanmu bagus, sangat bagus! Dengan begini akting kita lebih meyakinkan."
Adeline yang merasa kasihan segera mencari obat luka dan mengoleskannya ke Char.
Berbaring di tempat tidur, Char berpikir dalam hati: Setelah Merlin memberinya Teknik Regenerasi itu, meski tubuhnya pulih sedikit demi sedikit dan tampak sama seperti dulu, ada satu keuntungan yang hilang.
“Dulu tubuhku diperkuat darah naga, ketahanan fisikku luar biasa kuat. Pedang-pisau biasa pun sulit melukai.”
“Tapi setelah disihir Merlin kali ini, tubuhku perlahan pulih, namun keuntungan itu lenyap—andai dulu, mana mungkin Adeline bisa mematahkan balok hidungku dengan tongkatnya?”
Saat sedang berpikir, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki terburu-buru dari luar.
“Tuan! Ibu angkat Tuan datang!!”
Seorang penjaga terlihat panik.
“Oh?” Semangat Char langsung bangkit: “Yang harus datang akhirnya datang! Syukurlah Laozi sudah siap!” Ia menatap Adeline: “Hmph, bekas air mata di wajahmu biarkan saja, biar lebih mudah menipunya! Ingat...katakan aku buru-buru turun tempat tidur sebelum pulih, lalu tak sengaja terjatuh dari tangga hingga luka bertambah parah...jangan sampai salah bicara!”
Usai berkata, Char berbaring di tempat tidur sambil menahan napas menunggu.
Tapi setelah lama, yang masuk hanya penjaga pembawa kabar tadi.
Penjaga itu dengan wajah aneh berdiri di ambang pintu: “Tuan... itu...”
“Merlin mana?” Char bertanya penuh keraguan.
“Ibu angkat Tuan tadi masuk gerbang dengan kemarahan, tapi saat sampai di pelataran tiba-tiba berhenti. Aku mengikuti dari samping dengan hati-hati... Lalu, lalu...”
“Lalu gimana?”
Penjaga itu tersenyum pahit: "Ibu angkatmu berkata: Anak itu sangat licik, dia tahu aku datang untuk membuat masalah, mungkin sudah berpura-pura mengibuli aku dengan kelakuan menyedihkan. Bahkan mungkin sengaja melukai diri sendiri untuk mendapat belas kasihanku. Pergi katakan padanya, berhentilah mengatur-atur pikiranku! Aku akan pulang dulu, biarkan lukanya yang baru sembuh total. Nanti akan kuhabisi dia... Hm, Demikian pesan ibu angkatmu. Setelah mengatakannya, dia langsung berbalik pergi."
Char dan Adeline saling memandang, keduanya: "..."
