Char tertawa kering dengan nada sinis: “Lagian kita sedang berjalan, sambil ngobrol santai supaya perjalanan ini terasa lebih ringan.”
Ia segera mengalihkan topik: “Kau bilang dulu menerima kabar dari kurir burung gagak Merlin, lalu apa yang terjadi setelahnya?”
“Lalu……lalu aku, si orang tua ini, dengan santai pergi keluar. Sudah bertahun-tahun tidak bertemu, meski aku tahu dia sedang menjebak kami para orang tua untuk menguras sedikit barang berharga pribadi kami. Tapi setidaknya dia masih ingat untuk memberi salam, jadi aku anggap ini sebagai kebaikannya. Awalnya cuma ingin melempar hadiah sebagai kado pernikahan, tapi entah otakku yang salah sambung, mungkin karena terlalu lama tinggal di gunung, bosan dan ingin bergerak. Akhirnya memutuskan untuk datang sendiri. Kehadiranku yang datang secara pribadi memberi hormat pada pernikahanmu, tentu membuat harga dirimu mencapai puncak keagungan, bukan?”
Char tidak menghiraukan omongan si orang tua yang sedang memuji diri sendiri ini, tertawa: “Setelah keluar rumah, langsung mencari jalan ke Kota Danzeer?”
“……” Old Ahsilan tiba-tiba menutup mulut, ekspresi wajahnya terlihat canggung.
“Aku yakin kau pasti salah jalan.” Char terkikik Hehe.
“……Salah jalan ya sudah salah! Saya yang sudah tua berani mengakui perbuatan yang saya lakukan!” Aslan menegakkan lehernya sambil berteriak: “Benar! Saya keluar rumah langsung salah arah, terus jalan saja sampai sadar tidak masuk ke Kekaisaran Bizantium malah masuk ke area terdalam Chaotic Territory, tidak sengaja sampai ke permukiman ras raksasa. Makhluk-makhluk itu tidak suka orang asing masuk, saya bertarung dengan sengit dengan mereka! Melukai beberapa senjata hebat dari suku mereka, lalu pergi. Belakangan... jalan lagi ke utara, masuk ke Hutan Lautan, hampir masuk wilayah ras spirit, bertemu beberapa Druid yang baik hati memberi petunjuk arah, akhirnya saya bisa sampai ke sini. Tapi jalan terus kok malah tersesat lagi, lari seharian eh malah sampai ke Kota Babilon... Saya pikir sudah sampai sini, kalau tidak mampir kayaknya kurang sopan, mampirlah ke kediaman Saint Roland Garros. Awalnya ingin kita saling bertarung menguji ilmu pedang baru hasil kultivasi saya, siapa tahu bisa saling mencapai terobosan. Tapi ternyata setelah sampai, orang di balai Wali Kota bilang dia sudah menutup diri di gua selama setahun, katanya sedang mengembangkan benda baru. Saya ini orang yang masuk akal, bisa memproyeksikan diri. Kalau saya sendiri sedang bertapa, juga tidak suka diganggu. Karena Saint Roland Garros sudah begitu, saya tidak mau mengganggu, lalu meninggalkan Kota Babilon. Kemudian bertemu kafilah dagang, tanya jalan lalu lari ke sini...”
Char tertegun: "Kamu... kamu dari saat menerima kabar Merlin sampai kemarin kita bertemu, total berapa hari?"
Orang tua itu mengusap kepala: "Kurang dari sepuluh hari."
Char benar-benar terpana!
Kurang dari sepuluh hari!!
Dari Kota Danzeer ke Chaotic Territory, di antaranya terpisah lebih dari separuh Kekaisaran Bizantium!! Jaraknya lebih dari 10.000 li!
Padahal si tua ini setelah berangkat, terus-menerus salah jalan dan tersesat arah, bahkan sempat berputar ke Kota Babilon di utara Chaotic Territory! Dari sana dia datang ke sini, mengambil rute berputar yang hampir tiga kali lipat lebih jauh!!
Dan semuanya hanya memakan waktu kurang dari sepuluh hari!
Ternyata omongan "bisa tempuh seribu li per hari" tadi bukan menggombal, malah terbilang rendah hati!
Selama perjalanan, sambil mengobrol dan bercanda, waktu pun berlalu tanpa terasa.
Yang aneh bagi Char, si tua malah tak terlihat gelisah lagi. Ia menemani Char berjalan perlahan sambil mengoceh, sama sekali tak terburu-buru. Padahal Char mengira begitu ada kesempatan menemui sang kekasih, si tua pasti ingin segera terbang ke sana.
Namun Aslan tampak sangat mampu menahan diri dengan menemani Char berjalan kaki.
Hingga langit mulai merekah, tiba-tiba mata Char berbinar: "Lihat! Di depan sepertinya ada desa!"
Yaslan menyipitkan mata, kedua tangan di belakang punggung, dengan tenang berjalan berdampingan dengan Char. Mendengar perkataan itu, dia berkata dengan malas: "Seperempat jam sebelumnya aku sudah melihat desa ini... Hmm, di pintu masuk desa ada dua pohon berleher bengkok, satu cabang pohon terbelah dua, seolah-olah tersambar petir."
Char terdiam mendengarnya. Dia yakin penglihatannya luar biasa, bahkan termasuk yang paling tajam di antara orang biasa. Desa yang dilihatnya di kejauhan itu masih berjarak ratusan meter! Kabut tipis di dini hari yang belum hilang semakin mengganggu penglihatan. Bahkan dirinya sendiri hanya melihat samar-samar. Orang tua ini... Mata-nya sebaik itu?!
Tak tahan lagi, dia mempercepat langkah. Beberapa saat kemudian mereka tiba di pintu desa. Barulah Char benar-benar mengaku kalah!
Benar saja, di pintu desa ada dua pohon besar, bentuk dan penampilannya persis seperti deskripsi Yaslan tadi!
Saat Char masih tertegun memandangi si tua itu, Yaslan sudah mengendus-endus sambil melihat ke desa: "Sepertini permukiman yang ditinggalkan, tidak ada penghuninya."
Char menghela napas.
Di hadapan mereka, desa itu terpaku dalam sinar fajar yang redup – bukan kedamaian yang tenang, melainkan keheningan penuh kematian dan tak bernyawa. Tak ada secercah lampu pun, apalagi tanda-tanda kehidupan.
“Di pintu masuk desa yang hitam legam, terhampar jalan rusak parah tepat di hadapan. Sekilas memandang, seluruh desa gelap gulita.”
Char mengeluh: “Setidaknya dengan melihat desa ini, aku memastikan satu hal: kita masih di Bizantium, dan jaraknya tidak terlalu jauh dari County Moore. Desa ini jelas-jelas hancur karena Pertempuran Kacau, penduduknya mungkin sudah mengungsi semua.”
Sambil berkata demikian, mereka berdua perlahan memasuki desa. Desa tak berpenghuni ini benar-benar sepi. Semua rumah compang-camping, mungkin sudah setengah tahun tidak ditinggali. Beberapa bangunan ambruk, pintu dan jendelanya hancur berantakan, debu tebal menumpuk di mana-mana.
Saat sampai di tengah desa, di ujung jalan terdapat alun-alun kecil——sesuai ciri khas permukiman Kekaisaran Bizantium. Setiap desa kecil pasti memiliki alun-alun, biasanya sumber air dan sumur desa terkonsentrasi di sini.
Alun-alun ini hanya selebar sepuluh meter, lantainya dari batu kali bulat yang tidak rata. Sebuah sumur berada di tepi, dengan setengah tong kayu rusak tergeletak miring di sampingnya.
Tepat di tengah alun-alun itu, di samping bak air, berdiri sebongkah batu besar.
Char mendekat, menepuk-nepuk debu di permukaan batu itu perlahan. Terlihatlah tulisan yang terukir di bawahnya.
“Selamat datang di Desa Batu Hijau Besar”
Tulisan itu membuat kening Char semakin berkerut.
Perlahan, rasa gelisah mulai menyusup dalam dirinya.
Pertama, di alun-alun desa ini, sumur itu meski rusak parah, tapi jelas terlihat sumurnya tidak dihancurkan! Setidaknya... di desa-desa County Moore, penduduk selalu menghancurkan sumber air di bawah komando prajurit sebelum melakukan evakuasi - ini adalah strategi tanah hangus milik Green.
Tapi di sini, sumur tidak ditutup, bahkan bak airnya masih utuh!
Kedua... nama tempat "Desa Batu Hijau Besar" ini sama sekali asing bagi Char.
Meski tidak bisa menghafal ratusan map militer di otaknya, setelah meneliti ratusan map militer dengan seksama, setidaknya dia masih punya kesan terhadap sebagian besar nama desa di County Moore.
Yang pasti, setidaknya dalam map-map County Moore itu, nama "Desa Batu Hijau Besar" sama sekali tidak ada dalam ingatannya!
Jadi... satu-satunya jawaban adalah, tempat dimana mereka berdua berada saat ini pasti bukan County Moore!
"Apakah County Siltan di selatan yang diduduki Mannings? Atau... County Norse yang dikuasai Hasting?" Char mengerutkan kening pusing mencari cara.
Char lebih cenderung ke County Siltan! Kalau di County Norse, bertemu Hasting bukanlah hal yang menyenangkan.
Meski saat ini ada "Santo Pedang" bernama Yaslan di sekitarku, tapi orang tua ini sepertinya sama seperti Merlin dan kawan-kawannya yang lain—sering bertindak ngawur dan tidak karuan. Char tidak berani menaruh jaminan keselamatannya di tangan seorang tua gila.
“Sayangnya, di sini juga tidak ada orang yang bisa ditanyai arah.” Char menghela napas.
Yaslan terkikik Hehe, menatap Char. Si tua tiba-tiba berbisik, “Kiri lima puluh langkah, rumah kedua, ada orang di jendela ketiga.”
Char terkejut, melirik si tua ini—tapi mengingat ketajaman penglihatannya yang luar biasa, pasti ucapannya tidak bohong!
Char juga meredam suaranya: “Bagaimana kau tahu?”
“Hmph, meski jalur kultivasiku adalah teknik pedang, tapi Jalan Pedang justru paling mengasah hati manusia. Dengan sekali sapuan kekuatan spiritualku, dalam radius seratus langkah, bahkan lalat terbang pun takkan luput dari panca inderaku. Di balik jendela itu ada yang mengintip kita... Hmm, satu, dua... tinggal dua orang sekarang. Salah satunya terluka, aliran energinya tidak stabil. Keduanya membawa senjata—satu pedang, satu busur. Dari gerak-geriknya, target bidikan mereka adalah kau.”
Char langsung berseru marah: “Aku? Kenapa aku? Kita berdua berdiri di sini, kenapa mereka tidak membidikmu?”
Yaslan tertawa terbahak: “Aku kan cuma kakek tua lusuh. Dibandingkan tubuhmu yang gagah, tentu kau yang terlihat lebih mengancam.”
Char mengeluarkan "Hmph" dan bertanya dengan suara pelan: "Siapa itu? Orang Odin atau..."
Yaslan memutar matanya: "Apa kau pikir aku ini orang tua apa? Dewa segalanya yang mahatahu? Hanya dengan pintu dan jendela tertutup, aku bisa merasakan energi dan gerakan lawan saja sudah luar biasa. Masa bisa melihat alis, hidung, mata mereka melalui dinding? Memberitahu apakah mereka putih atau hitam, cantik atau jelek? Hah! Kekuatan spiritual sekuat apapun takkan sampai level gila begitu. Bahkan Hannigan di sini pun takkan sanggup!"
Dengan pura-pura santai, Char mundur dua langkah, menyembunyikan setengah tubuhnya di balik Yaslan. Posisi Yaslan kini berada di antara dirinya dan deretan rumah di sebelah kiri.
Gerakan licik Char ini tak luput dari penglihatan Yaslan. Alih-alih marah, si kakek tua malah tersenyum ramah padanya.
Saat Char bingung dengan senyuman itu...
Syu!!
Desingan tajam menyambar!
Dari kegelapan, semburan energi melesat dari kanan - tepatnya jendela ketiga di rumah kedua!
Anak panah siluman bergemuruh, mengoyak angin, nyaris langsung menghujam wajah Char!
Kondisi tubuh Char yang masih lemah pasca-luka membuat reaksinya kalah dari orang biasa. Apalagi panah ini mengandung tenaga dahsyat! Dalam sekejap, anak panah itu sudah di depan mata. Char tak sempat menghindar!!
Pada sekejap itu, tiga pikiran kilat melintas di benak Xia Ya.
Pikiran pertama: Sial, perhitunganku salah! Yang dikatakan Yaslan adalah "kiri", tapi aku lupa kalau orang ini adalah orang yang sering salah arah! Si tua gila bilang kiri, sebenarnya musuh ada di kanan!
Pikiran kedua: Akhirnya mengerti kenapa tadi si kakek tersenyum ramah padaku! Awalnya aku pindah ke belakangnya untuk menjadikannya perisai, tapi karena salah arah, malah berdiri di depannya! Jadi aku yang jadi tamengnya! Pantas si tua itu terlihat tersentuh saat tersenyum.
Pikiran ketiga: Sial, jangan-jangan aku mati di sini? Kalau sampai tidak bisa bertemu Adeline lagi, si kecil yang malang itu pasti akan menangis sampai bercucuran air mata...
……
Desingan panah tiba-tiba berhenti!
Tepat saat mata panah tajam itu hampir menyentuh dahi Xia Ya, sebuah tangan muncul dari samping. Dengan gerakan semudah memetik daun, dua jarinya menjepit anak panah itu dengan santai!
Ujung logam dingin dari panah yang terjepit itu sudah menyentuh kulit Xia Ya!
Xia Ya yang baru saja lolos dari maut berkeringat dingin. Ia menatap si kakek yang justru memandanginya dengan senyum manis.
“Bagus bagus, akhirnya tidak sia-sia aku bersikap baik padamu. Tadi saat tahu ada yang mau menyergap, kau sengaja berdiri di depanku untuk menahan panah... Hati nuranimu cukup baik, aku sangat terharu. Tapi tak perlu! Jika orang sepertiku bisa disergap oleh benda kecil seperti ini, berarti umur panjangku sia-sia.”
(Menahan panah untukmu? Ngimpi! Kalau bukan karena arah yang kau sebutkan salah lagi, brengsek tua...) Char bergumam dalam hati, wajahnya memaksakan ekspresi antara ingin tertawa dan menangis.
Di rumah sebelah kanan, penyerang yang gagal menembakkan panah langsung menimbulkan keributan di dalam!
Lao Yaslan menyeringai dingin, mengangkat sebatang jari dan menunjuk ke udara. Seketika terdengar gemerisik, pintu dan jendela rumah di kejauhan itu hancur dengan ledakan dahsyat! Setelah pintu dan jendela lenyap, terlihat dua orang di dalam ruangan!
Seseorang tiarap di balik ambang jendela, bajunya berlumuran darah menunjukkan luka berat sebelumnya. Di tangannya tergenggam busur tangan militer berkualitas rare dengan slot panah kosong - jelas dialah penembak licik tadi! Tapi sekarang tubuhnya sudah tergeletak miring, lengan terkulai lemas.
Orang lainnya, berbaju zirah yang sebagian besar sudah compang-camping. Dari sisa-sisa yang terlihat, zirah ini dulunya adalah Zirah Gunung kelas atas. Bahkan sisa lapisan warnanya masih menunjukkan bekas lapisan emas——hanya orang berstatus terhormat atau yang suka pamer dan arogan yang memakai zirah emas. Ini pandangan Char: Buat apa pakai baju semewah itu di medan perang? Mau jadi target empuk para pemanah musuh?
Sedangkan si pemakai zirah rusak ini, menghadapkan pedangnya dengan tangan gemetar ke arah Char dan kawan-kawan.
Jelas terlihat, keahlian si tua yang dengan gerakan sederhana menghancurkan pintu-jendela rumah ini begitu mengerikan. Si pemegang pedang yang masih terpana itu menggigilkan senjatanya tak karuan.
Rambutnya acak-acakan, wajahnya penuh noda darah dan debu hitam yang menyamarkan bentuk aslinya.
Dengan ditemani jago besar di sampingnya, meski tubuhnya masih lemah, Char memberanikan diri untuk menatap tajam lawannya.
Namun tak disangka, setelah saling pandang beberapa detik, si pemakai zirah itu tiba-tiba menjerit. Melemparkan pedangnya sambil bersimpun, ia menangis tersedu-sedu sambil merengek:
“Aku tidak lari lagi! Aku menyerah, aku menyerah sepenuhnya! Apa pun yang kalian minta akan kulakukan, setuju? Aku tidak punya permintaan apapun, tidak berani mengajukan permintaan lagi! Hanya mohon biarkan nyawaku, jangan bunuh aku! Jangan bunuh aku! Aku mohon pada kalian!”
Orang ini terus meneriakkan sambil menangis histeris.
Sementara orang yang terbaring di sana, seluruh tubuhnya berlumuran darah dan terluka parah, tiba-tiba tubuhnya bergetar, berbisik cepat: “Jenderal Mayor! Tidak bisa menyerah, tidak boleh menyerah...”
“Diam kau! Apa gunanya tidak menyerah! Hanya tersisa kami berdua! Tanah hilang, pasukan pun sudah tiada, harapan apa lagi yang kita punya... Menyerah masih bisa menyelamatkan nyawa!!”
Sang “Jenderal Mayor” menggigil sepanjang tubuhnya, tapi menjerit pada orang yang terbaring di tanah: “Kalian semua yang mendorongku melakukan pekerjaan ini, hasilnya sekarang bahkan nyawa pun tidak bisa dijamin!! Aku hanya ingin tetap hidup, tidak mau mati! Tidak mau mati!!”
“Orang di tanah itu jelas adalah anak buah, mendengar ucapan ini, tubuhnya gemetar hebat, lengan yang memegang busur tangan bergetar, seolah mencoba mengangkatnya. Tapi setelah berusaha berkali-kali, akhirnya lukanya terlalu parah, stamina tak memadai, lunglai melepaskan. Terdengar suaranya berbaring di tanah, penuh kepedihan dan kemarahan: "Menyerah! Jenderal Mayor! Jika ingin menyerah, saat kota dihancurkan dulu aku sudah bisa menyerah! Jika ingin menyerah, saat itu jika kubunuh kau, dengan kepala mu bisa kutungtarkan jadi jenderal! Jika ingin menyerah, kami takkan bertarung mati-matian membuka jalan darah demi melindungimu kabur! Jika ingin menyerah, takkan sampai hari ini saudara-saudaraku tinggal aku sendiri!! Jenderal Mayor! Begitu banyak orang mati untukmu, berdarah untukmu, semua mengorbankan nyawa demi kesetiaan padamu. Saat-saat genting begini, hanya dapat ucapan 'menyerah' dari Paduka?!”
Meski lukanya berat, suaranya justru semakin keras, semakin emosional.
“Diam! Diam!! Aku tak mau dengar! Sekarang aku tak mau dengar apapun! Aku hanya ingin bertahan hidup! Aku tak mau mati! Aku tak mau mati!!”
Melihat "Jenderal Mayor" ini ternyata begitu lemah, orang di tanah itu seolah murka hingga "", akhirnya mendengus keras, darah mengalir dari mulutnya.
Dari kejauhan, Char memandangi kedua orang itu, tiba-tiba batuk keras, lalu melangkah dua langkah ke depan dengan nada lambat: "Uh... permisi mengganggu perdebatan kalian, bisakah kalian jelaskan... sebenarnya kalian ini siapa?"
Mendengar ini, sang "Jenderal Mayor" langsung tertegun, membuka mulut refleks: "Kamu... kamu tidak tahu siapa kami?"
Char menyeringai sinis: "Hmph! Apa namamu sangat terkenal? Haruskah orang lain mengenalimu?"
Sambil menatap tajam, dia berkata: "Jangan coba-coba main licik, jawab pertanyaanku dengan jujur! Aku memang tidak punya keahlian lain, tapi kalau ada yang berani membohongiku, dari gerakan bola matanya saja langsung ketahuan!" Tangannya menunjuk ke orang tua di sampingnya: "Lihat beliau ini? Beliau adalah Santo Pedang legendaris di Benua ini! Baru saja beliau menghancurkan pintu-jendela rumah ini dengan satu jari. Menurutmu, berapa kali tusukan beliau yang bisa bertahan tubuh ringkih kalian?"
Setelah ragu sebentar, sang Jenderal Mayor akhirnya berkata dengan gagap: "Aku... Aku Gaiya, putra Gubernur Distrik Militer Korsika, penerus jabatan Gubernur, Marsekal penguasa pasukan Korsika, Gaiya·Carlos."
Mendengar ini, mata Char langsung berbinar!
