Ini adalah penyergapan yang patut diacungi jempol!
Setelah berhari-hari mengumpulkan kekuatan dengan strategi Hughes dan Salvador, para pemberontak yang awalnya terlihat tenang ternyata menyimpan kesiapan tempur maksimal.
Untuk penyergapan malam ini, Hughes dan Salvador hampir mempertaruhkan seluruh aset mereka! Termasuk memanfaatkan hubungan gelap dan pengaruh tersisa yang masih terpendam di Kota Osgilia.
Termasuk juga keluarga Ge Li dan Marsha——Saat pemberontakan terbuka di berbagai kesatuan militer, kekaisaran yang terguncang-guncang. Setelah pemberontak mengepung kota, Meja Bundar Merah melalui saluran rahasia yang sudah disusupkan, diam-diam melakukan pengalihan loyalitas terhadap banyak pejabat berpengaruh di Kota Osgilia, termasuk keluarga Ge Li dan Marsha.
Pada saat itu, situasi keluarga kerajaan kekaisaran tampak goyah. Kekaisaran yang lemah selama bertahun-tahun benar-benar tidak memiliki dasar untuk melawan pemberontak. Sisa pasukan yang terkepung di Osgilia, begitu kota jatuh, keluarga kerajaan pasti binasa. Dalam kondisi ini, wajar banyak orang mulai mencari jalan mundur.
Tak ada yang tahu berapa banyak pejabat kekaisaran di kota yang diam-diam membelot ke pemberontak atau menjaga kontak rahasia dengan mereka, di bawah operasi tersembunyi Hughes dan Salvador.
Yang pasti, dalam kondisi panik saat itu, kasus seperti ini pasti tidak sedikit jumlahnya!
Namun seiring perkembangan situasi, apalagi setelah keterlibatan Kerajaan Landis baru-baru ini, keadaan berubah drastis. Mereka yang sebelumnya plin-plan di kota semakin dilanda kepanikan.
Di saat seperti ini, perjudian terakhir yang direncanakan diam-diam oleh Salvador dan Hughes adalah menghubungi keluarga-keluarga berpengaruh di kota yang pernah berkomunikasi dengan mereka, untuk bersekongkol merebut kota!
Cara ini sangat sederhana, namun juga cukup efektif. Hughes dan Salvador menawarkan syarat yang menguntungkan sekaligus mengancam lawan: Jika pasukan mereka kalah, mereka akan mempublikasikan komunikasi dan kontak rahasia yang sebelumnya terjalin antara kedua belah pihak. Pastinya Kaisar Garcia yang masih muda dan bersemangat itu, begitu mengetahui ada bawahan yang bermuka dua seperti ular dan tikus setelah perang, pasti tidak akan membiarkan para oportunis ini lolos.
Di bawah ancaman seperti ini, beberapa orang di kota pun terpaksa menyerah.
※※※
Hughes dan Salvador jarang bisa bekerja sama dengan setulus ini! Untuk serbuan ke kota kali ini, mereka hampir mempertaruhkan seluruh aset keluarga mereka!
Ge Li ditempatkan sebagai pasukan penyergap di dalam kota, sementara targetnya dipilih pada wilayah pertahanan batalyon Nygull - area ini sejak awal bukan titik serangan utama pemberontak, sehingga pihak pasukan penjaga tampaknya juga tidak pernah terlalu memperhatikannya. Apalagi ada Ge Li sebagai koneksi internal.
Malam itu, Hughes bahkan mengabaikan keselamatan dirinya sendiri dan langsung memimpin pasukan menyerbu kota. Ia membawa seluruh pasukan pengawal elitnya - dalam pasukan mana pun di era ini, pengawal pribadi panglima utama biasanya adalah pasukan elit pilihan terbaik. Satu batalyon pengawal pribadi Hughes berjumlah lebih dari lima ratus orang, semuanya dipilih dari puluhan ribu prajurit pasukan Armenia. Baik keterampilan maupun kekuatan tempur, mereka semua adalah kandidat terbaik.
Batalion pengawal pribadi berjumlah lima ratus orang ini, Hughes tidak segan mengeluarkan dana besar untuk mempersenjatai mereka: peralatan terbaik, senjata paling berkualitas tinggi, gaji tentara paling melimpah, tunjangan terbaik, ditambah pelatihan paling ketat bahkan keras! Biaya untuk mempertahankan batalion pengawal pribadi lima ratus orang ini bahkan tiga puluh persen lebih tinggi daripada resimen bendera biasa.
Bahkan pada malam pertempuran saat Kavaleri Rodrian menyerbu kota, Hughes hanya membawa dua regu pengawal bersamanya - tentu saja, serbuan Kavaleri Rodrian itu di luar dugaan Hughes. Seandainya dia bisa memprediksi konsekuensinya, pasti akan membawa batalion pengawal pribadi elitnya ini.
Malam itu, pasukan Hughes dihancurkan paksa oleh Kavaleri Rodrian. Dalam kekacauan pertempuran, nyawa Hughes nyaris tidak selamat. Berkat dua regu pengawal elit yang melindunginya dan bertarung keluar, dia akhirnya bisa lolos.
Batalion pengawal ini adalah jantung pertahanan Hughes. Serangan malam ini merupakan upaya terakhir Hughes dan Salvador untuk merebut Osgilia. Namun Hughes justru mengerahkan seluruh pasukan pengawalnya, bahkan menempatkan mereka di posisi paling genting dan berbahaya!
Salvador juga tidak lagi menyembunyikan kekuatannya. Dari pasukannya, terpilih 300 pasukan bunuh diri. Ditambah kontribusi pasukan elit dari divisi lain, terkumpul lebih dari seribu pasukan bunuh diri elit. Memanfaatkan kegelapan malam, mereka diam-diam menyelinap ke tepi sungai di luar Kota Osgilia dan bersembunyi hingga tengah malam. Menantang dinginnya musim dingin dan air sungai yang menusuk tulang, pasukan elit ini berenang menyeberangi sungai. Kemudian bekerja sama dengan Ge Li di pertahanan kota, mereka merebut bagian pertahanan ini!
Segalanya berjalan hampir lebih lancar dari skenario terbaik yang diprediksi Hughes dan Salvador.
Performa pion bernama Ge Li ini bahkan melebihi ekspektasi Hughes!
Hampir seluruh pasukan penjaga di bagian pertahanan ini dibungkam dalam keadaan tidak sadar. Saat Hughes sendiri memimpin pasukan elit pengawalnya naik ke tembok menggunakan kait besi dan tali, tidak ada perlawanan sama sekali. Mereka dengan mudah merebut kendali atas bagian pertahanan ini.
Pembantaian senyap ini tidak mengundang kecurigaan pasukan penjaga lain. Berkat kerja sama Ge Li sebagai orang dalam, wilayah pertahanan lain bahkan tidak menyadari bahwa bagian ini sudah jatuh ke tangan musuh!
Dalam kegelapan malam, Hughes merasakan api berkobar di hatinya. Kemenangan atau kekalahan ditentukan oleh langkah malam ini. Meski telah mempersiapkan segalanya, melakukan usaha maksimal, dan awal penyergapan ini terlihat begitu mulus, menghadapi situasi seperti ini Hughes tetap tidak bisa menahan ketegangannya.
Seribu pasukan elit yang mengikuti serbuannya ke kota malam ini sebagian besar telah naik ke atas tembok. Baju dan pakaian pasukan penjaga batalyon yang telah dibantai habis telah dikuliti semua. Pasukan elit pemberontak yang menyerbu kota telah diam-diam berganti pakaian dalam kegelapan malam.
Hughes menatap pasukannya dengan tegang, menarik napas dalam-dalam. Wajah putihnya yang terawat sempurna kini terlihat terdistorsi dan mengerikan. Sorot matanya kejam, berbisik dengan nada mengerikan: "Tuan-tuan, keberhasilan tergantung malam ini! Tembus Osgilia, setiap orang akan dianugerahi seribu koin emas! Aku Hughes menjamin kemakmuran tak terbatas seumur hidup kalian! Setelah kota hancur, tiga hari tidak akan mengunci pisau! Kekaisaran telah berdiri seribu tahun, kota ini menyimpan kekayaan ribuan tahun! Berapa banyak ruang bawah tanah keluarga bangsawan yang menyimpan emas-perak menumpuk seperti gunung! Yang ingin kaya, ikuti aku mengambilnya dengan pisau di tangan!!"
Yang mengikuti serbuannya ke kota adalah pasukan elit, sebagian besar adalah anak buah langsungnya. Mereka tentu paham betapa pentingnya pertarungan malam ini - menang, segalanya akan berubah; kalah, berarti kekalahan dan kematian!
Setelah merebut bagian pertahanan kota ini, pasukan elit pemberontak segera menyiapkan formasi. Orang-orang yang menyamar sebagai pasukan penjaga Kekaisaran menyebar di kedua sisi, menunggu dengan tegang...
Waktu berlahan-lahan. Sepanjang hidupnya, Hughes belum pernah merasakan waktu berjalan sedemikian lambat!
Akhirnya, tepat di tengah malam...
Di luar kota, di dalam kamp besar pemberontak, tiba-tiba bermunculkan obor-obor tak terhitung. Dilihat di malam hari, rombongan demi rombongan prajurit pemberontak yang sudah segar bugar, mengangkat obor keluar dari markas. Dari atas tembok kota di malam hari, pemandangan itu bagaikan naga-naga api yang berhamparan di padang terbuka luar kota!
Genderang perang tiba-tiba menggema memecah keheningan malam! Setelah terompet bernada tinggi berbunyi, pasukan besar pemberontak yang keluar dari markas bahkan tidak menunggu formasi tersusun rapi, langsung rombongan demi rombongan menerjang histeris ke arah pertahanan Kota Osgilia di depan!
Sebuah pertempuran malam pun dimulai!
※※※
Yang memimpin penyerangan di luar kota adalah Salvador sendiri!
Puluhan ribu pemberontak berkumpul di malam hari. Di dalam formasi pasukan, di bawah teriakan tegas dan mendesak para perwira, prajurit pemberontak dengan tegang menyusun formasi lalu mulai menyerang kota!
Rombongan demi rombongan pemberontak berteriak histeris, mengangkat perisai tinggi-tinggi lalu menerjang ke arah tembok Osgilia! Arah serangan utama kali ini tepat di titik terkuat dan paling terjaga pertahanan Osgilia: Gerbang Kemenangan!
Dilihat di malam hari, lautan pemberontak di luar kota yang berjejal-jejal menerjang itu bagaikan barisan semut yang bergerak-gerak di padang terbuka. Meski pasukan penjaga benteng agak lengah, di bawah komando perwira penjaga, mereka tetap memberikan reaksi.
Di barak di bawah kota, prajurit yang sedang beristirahat dibangunkan dari tidur mereka. Busur silang di pertahanan kota langsung mulai menembak dengan gila-gilaan, hujan panah yang padat berjatuhan dari langit! Dalam formasi serangan pemberontak, kerumunan yang berlari paling depan langsung tumbang seperti gandum yang dipotong di bawah hujan panah ini!
Pemberontak di belakang tetap menyerang dengan gigih. Pasukan pelopor mereka segera mencapai tepi sungai. Pemberontak mengangkat perisai tinggi-tinggi, merayap ke atas jembatan. Di barisan belakang pasukan utama pemberontak, ketapel pengepungan satu per satu didorong keluar. Di sela-sela beberapa tembakan berturut-turut dari pasukan bertahan, ketapel pemberontak mulai mengaum keras.
Batu meriam beterbangan di langit. Beberapa menghantam tembok kota, langsung mengubah pasukan penjaga menjadi daging cincang, serpihan batu beterbangan. Pemanah membalas dengan gigih. Di belakang tembok, ketapel pasukan bertahan juga mulai mengaum!
Terompet pengerahan yang nyaring bergema di dalam kota. Dari markas yang sedang tidur lelap, sejumlah besar pasukan bertahan yang sedang beristirahat berhamburan keluar dari barak. Di bawah perintah perwira, mereka buru-buru mengenakan zirah dan mengambil senjata lalu menyerbu ke pertahanan kota.
Batu meriam yang dibungkus minyak api ditembakkan ke tembok dan kota. Saat busur api dinyalakan, gumpalan-gumpalan api mulai membumbung di tembok dan belakang kota.
Setelah Pertarungan Sengit yang berlangsung hampir setengah tahun, pasukan penjaga dengan cepat bereaksi. Mereka terampil membagi beberapa tim yang bolak-balik memadamkan api. Lebih banyak pasukan penjaga membanjiri pertahanan Gerbang Kemenangan, dengan pasukan pemanah besar-besaran berkumpul di atas tembok, membalas dengan hujan panah yang lebih padat.
Kali ini, Salvador mengerahkan pasukan melebihi dua korps, menggabungkan seluruh pasukan elit dari empat kesatuan militer. Mereka nyaris tidak menghitung kerugian dalam pertempuran menerjang kota ini. Salvador sendiri mengenakan zirah lengkap dan berdiri di barisan depan pasukan, dengan barisan regu pengawal memegang pedang panjang di ujung formasi!
Dalam pertempuran serang-tahan tak terhitung selama setengah tahun, pemberontak telah menyerang Gerbang Kemenangan puluhan kali. Sebagai titik terpenting pertahanan Osgilia dan gerbang terbesar kota, Gerbang Kemenangan memusatkan pasukan elit Kekaisaran. Ditambah sistem pertahanan kota yang lengkap, setiap kali berhasil memukul mundur pemberontak.
Namun malam ini, kegilaan serangan pemberontak membuat para perwira penjaga terkejut!
Salvador di luar kota hampir mengerahkan semua asetnya. Pasukan infanteri elitnya, yang menerjang maju di bawah hujan panah padat, menderita ratusan korban hanya dalam seperempat jam. Tapi pemberontak di belakang tetap nekat menerobos maju seperti orang gila.
Jembatan di bawah gerbang kota hampir dipenuhi prajurit pemberontak yang menyerang kota, berdesakan di atas jembatan sempit. Pemanah pasukan penjaga di tembok kota hampir tidak perlu membidik, cukup melepaskan panah ke arah jembatan - hampir setiap anak panah tidak meleset!
Pemberontak menyerang gerbang kota dengan histeris berulang kali. Semakin banyak mayat langsung didorong ke sungai. Hanya dalam beberapa saat, permukaan sungai di kedua sisi jembatan sudah dipenuhi mayat pemberontak yang berjejal!
Setelah membayar mahal, akhirnya gerobak pengepungan berhasil didorong melewati jembatan dan mencapai bawah gerbang kota!
Gerobak pengepungan berlapis baja ini membentangkan sayap besi di kedua sisi untuk menahan anak panah dan batu yang dijatuhkan dari tembok. Prajurit pemberontak yang bersembunyi di bawahnya mendorong gerobak dengan keras, menghantamkan tiang kayu yang digantungkan ke gerbang raksasa Gerbang Kemenangan.
Suara tabrakan gemuruh yang bergema di malam hari seolah mengetuk-ngetuk di hati, bahkan teriakan pertempuran sengit bagai air bah pun tak mampu menenggelamkannya.
Di atas tembok kota, satu per satu panci minyak yang dipanaskan hingga mendidik segera dilemparkan. Minyak api yang mendidih itu mengalir ke bawah, langsung menembus sayap besi gerobak pengepungan, membuat prajurit pemberontak yang bersembunyi di bawahnya menjerit-jerit kesakitan karena terbakar. Seketika, udara dipenuhi bau daging panggang. Saat obor dilemparkan, gerobak pengepungan pertama yang telah disiram minyak api langsung berubah menjadi bola api raksasa yang membara.
Serangan pemberontak terhambat sejenak!
Pasukan pemberontak di depan tampak ingin mundur, namun dari barisan pasukan di belakang, genderang perang bergema keras. Lebih banyak pasukan pemberontak berhamburan keluar, terdorong oleh regu pengawal untuk terus menerobos ke depan.
"Jangan mundur! Jangan mundur!! Siapa yang mundur satu langkah langsung dihukum mati!!!"
Perwira itu mengaum dengan gagah dalam kegelapan. Setelah memenggal beberapa kepala prajurit yang mundur, arus mundur segera terhenti. Pemberontak yang berjejalan di jembatan terpaksa mengangkat perisai untuk menahan hujan anak panah dari pertahanan kota, sambil membalas serangan melalui celah-celah perisai dengan panah mereka.
Dalam kebuntuan ini, hampir setiap detik terdengar jeritan orang yang tertembak jatuh ke sungai. Di atas tembok, teriakan prajurit penjaga yang terjatuh setelah kena panah juga saling bersahutan.
Para prajurit elit pemberontak menerjang maju, berusaha menggeser gerobak pengepungan yang sudah terbakar hebat di bawah tembok kota. Beberapa pejuang nekat nyaris terjun langsung ke kobaran api, menggunakan tubuh mereka untuk mendorong gerobak berapi itu ke samping.
Pasukan pemberontak di belakang kembali membanjiri, puluhan orang membawa kayu benturan raksasa. Di bawah perlindungan perisai prajurit di kedua sisi, mereka terus menyerang gerbang kota.
Pertempuran sengit ini hanya berlangsung setengah shichen (1 shichen=2 jam), pemberontak sudah kehilangan lebih dari seribu pasukan. Dengan korban sedahsyat ini, biasanya mereka sudah mundur.
Tapi malam ini, Salvador berdiri tegar di garis depan. Pasukan pengawalnya dengan pisau baja berbaris di sampingnya! Teriakan pertempuran memekakkan telinga, tapi ekspresi Salvador tetap teguh seperti baja, bahkan alisnya tak berkedip. Dengan gigi terkunci, dia terus menerjang batalyon demi batalyon ke mesin penggiling daging raksasa itu!
Batalyon demi batalyon diterjangkan. Perebutan jembatan dan tembok kota semakin sengit. Satu batalyon yang maju, hampir musnah dalam sekejap. Dalam satu shichen, setidaknya dua resimen bendera pemberontak sudah tercerai-berai.
Setelah setengah tahun mengepung kota, pemberontak menunjukkan tekad perang sekeras ini pertama kali sejak awal pengepungan.
Salvador berdiri di sana, wajah memucat, hanya melihat satu per satu batalyon di sekelilingnya berlari maju. Giginya berderak-derak, dalam hatinya menjerit histeris: "Tidak cukup! Tidak cukup! Masih tidak cukup!!"
Pertempuran sengit selama satu jam penuh telah mengubah jembatan itu menjadi neraka daging dan darah. Permukaan sungai di kedua sisi telah tenggelam dalam genangan merah darah. Di bawah gerbang kota, api membara berkobar-kobar. Pemberontak telah meninggalkan ratusan mayat namun tetap gagal menyerbu naik. Tak terhitung prajurit gagah berani yang sehari-harinya ditakuti, kini telah menjadi jasad kaku di sepetak tanah sempit ini.
Hujan panah yang ditembakkan dari atas tembok kota hampir memenuhi seluruh medan perang, bagai hamparan ladang gandum berbulu!
"Yang Mulia Gubernur!"
Seorang ajudan berperawakan gagah di samping Salvador dengan muka cemas menarik baju tuannya, berbisik pelan: "Paduka! Ini bukan cara yang tepat, suruh pasukan depan mundur sebentar! Kita sudah mengorbankan satu regu bendera! Ini semua pasukan inti kesatuan militer kita, pasukan elit Paduka sendiri!"
Salvador hanya mengerutkan alis, tanpa memandang orang di sampingnya, berkata dingin: "Regu Bendera Keenam, maju!!"
Ajudan di sebelahnya tertegun, menatap Salvador, lalu tiba-tiba berteriak: "Paduka! Yang bertarung habis-habisan adalah anak buah kita sendiri! Jika pasukan kita habis di sini, nanti..."
"Diam!!"
Salvador baru tiba-tiba memalingkan pandangan, membentak keras pada orang itu: "Nantinya! Nantinya apaan! Kalau tidak bisa merebut Osgilia, mana mungkin kita punya masa depan!! Mati berapa pun orang, asalkan pertempuran ini dimenangkan, nanti pasti bisa kumpulkan pasukan lagi! Perang mana ada yang tidak mati orang! Dasar brengsek, jangan-jangan ikut aku hidup enak terlalu lama, sampai hilang keberanianmu?!"
Perwira ini memerah pipinya, matanya merah darah di bawah bentakan Salvador, menggigit gigi berkata: "Yang Mulia, saya tidak takut mati! Tapi lihatlah! Pasukan kesatuan lain sudah ingin mundur, pasukan kita yang di garis depan. Kalau prajurit Bapak habis semua, bagaimana kita bisa berdiri di Aliansi..."
"Diam kau!!" Salvador tiba-tiba menghunus pedang panjang dan menyabetkannya keras-keras, berteriak: "Inilah mental brengsek yang membuat 100 ribu pasukan kita buang waktu setahun tanpa bisa rebut kota terkutuk ini!! Malam ini saat penentuan! Masih belum mengerti?! Kalau malam ini tidak menang, kita semua binasa!! Nantinya nantinya! Kalah malam ini, tak ada masa depan!! Maju!! Semua maju! Regu pengawal serbu, siapa mundur apapun jabatannya, langsung potong, tak perlu lapor!!!"
Perwira di sampingnya wajahnya berubah, tiba-tiba menarik napas dalam-dalam, lalu menggertakkan gigi: "Yang Mulia Gubernur, saya sudah mengabdi 10 tahun pada Bapak. Hari ini nyawa ini saya serahkan! Kedepan tidak bisa mendampingi Bapak, semoga Yang Mulia menjaga diri baik-baik!"
“Salvador wajah berubah, menatap jenderal ini. Orang ini adalah pengawal kepercayaannya yang paling handal. Saat mengucapkan kata-kata seperti ini, hati Salvador menjadi berat, namun tetap mengepal gigi berkata: "! Kamu maju! Jika kau mati, istri dan anakmu di rumah akan kuhidupi!"
Sang jenderal berteriak keras, mengambil tombak besi berat dari tangan pengawalnya, lalu menunggang kuda memimpin pasukan menyerbu.
Ia memimpin ratusan orang menerjang. Di tengah hujan panah rapat, saat tiba di tepi sungai, pasukannya sudah berkurang sepertiga. Jenderal ini melompat turun dari kuda, langsung menubruk jembatan. Dengan pasukan di sekitarnya membuka jalan, ia berhasil menyeberangi jembatan sampai ke gerbang kota.
“Menghindar!!”
Teriakan kerasnya bagai petir menyambar di siang bolong!
Berbalut baju besi, postur sang jenderal perkasa. Kedua tangan mencengkeram tombak besi berat itu, menerobos kerumunan, langsung menghantam gerbang megah Gerbang Kemenangan dengan satu pukulan!
Dalam auman murkanya, seluruh tubuh dan tombak besinya tiba-tiba bersinar merah menyala bagai api! Tombak itu di tangannya laksana obor raksasa, menghunjam keras ke gerbang Gerbang Kemenangan!
Boom!!!!
Ledakan dahsyat itu mengguncang sekeliling sampai kepala semua orang pusing tujuh keliling. Getarannya begitu kuat, bahkan gerbang setinggi puluhan meter itu bergoyang-goyang hebat!
Tombak besi menghantam gerbang kota, seketika bagian depan tombak besi berkualitas tinggi itu hancur berkeping! Cahaya api dan aura tempur menyatu, sudah tidak bisa dibedakan lagi!
Serangan penuh prajurit garang ini dengan aura tempur yang luar biasa, menghantam gerbang kota, langsung membuat Gerbang Kemenangan yang terlihat abadi itu bergoyang hebat!
Gerbang Kemenangan ini dianggap sebagai arsitektur terperkasa Kekaisaran, dengan pintu besi setebal hampir satu meter yang terbuat dari besi cair yang dituang di dalam gerbang setinggi puluhan meter!
Pasukan pemberontak sudah berhari-hari menyerang, namun berapa pun nyawa yang dikorbankan, tidak bisa menggoyahkan pintu besi Gerbang Kemenangan ini!
Di saat kritis ini, serangan keras prajurit garang itu akhirnya berhasil melonggarkan pintu besi!
Pasukan penjaga di atas tembok kota merasakan getaran hebat di bawah kaki mereka, seolah-olah getaran itu bisa dirasakan jelas bahkan di atas gerbang.
Serangan dahsyat ini langsung membuat pasukan penjaga kota panik. Seorang komandan berteriak keras: "Pemanah! Arahkan panah ke jembatan! Bunuh orang itu! Bunuh dia! Cepat bunuh dia!!"
Dalam kekacauan, puluhan busur besar buru-buru diarahkan ke bayangan tinggi yang berdiri di ujung jembatan bawah gerbang kota.
Desingan udara jatuh, jenderal yang berdiri di bawah gerbang kota langsung terkena beberapa anak panah! Meski mengenakan baju besi, beberapa panah besi penembus zirah masih berhasil menembus pelindungnya!
Orang ini benar-benar garang, berteriak keras: "Prajurit perisai！！"
Di belakangnya, pasukan pemberontak langsung berlari maju, mengangkat perisai untuk melindunginya. Jenderal ini menarik napas dalam-dalam, separuh tubuhnya sudah berlumuran darah, tapi kembali mengaum, melemparkan tombak besi setengah patah di tangannya, lalu membungkuk mengangkat kayu benturan raksasa yang tergeletak akibat korban jiwa sebelumnya!
Kayu benturan itu diujungnya dibalut kulit besi, ukurannya dua kali lipat pinggang sang jenderal. Dengan jari-jari kedua tangannya mencengkeram kuat ke dalam kayu, dia mengangkatnya tinggi-tinggi.
"HANCURKAN！！！"
Dalam auman itu, cahaya merah menyala kembali sekujur tubuhnya. Sosoknya yang gagah justru terlihat kerdil di samping kayu benturan raksasa, tapi dengan heroik mengangkat kayu tersebut dan menghantamkannya ke gerbang kota!
BOOM! Cahaya aura tempur dari tubuh sang jenderal begitu menyilaukan sampai mata tak sanggup memandang!
Kayu benturan raksasa menghantam pintu besi gerbang kota yang menjulang tinggi. Pada saat benturan, sang jenderal tiba-tiba membuka mulut, semburan darah deras menyembur dari hidung dan mulutnya! Tapi bersamaan, kayu benturan itu menghantam gerbang hingga pintu besi tebal itu langsung melengkung ke dalam!
Kayu benturan di tangan jenderal ini hampir hancur berkeping-keping akibat benturan tersebut! Serpihan kayu beterbangan, dalam cahaya merah, sudut pintu besi itu sudah berubah bentuk, area yang dihantam masuk sangat dalam hingga sepenuhnya terdistorsi!
Jenderal ini berdiri di sana, wajahnya penuh darah yang bahkan mengalir dari lubang telinganya. Dengan auman liar, ia merampas palu besi dari tangan seorang prajurit lalu menerjang turun!
Terlihat ia melangkah gagah maju, hujan panah menghujani dari atas. Di tengah hujan panah, palunya kembali menyala aura merah energi tempur, menghantam bagian gerbang yang sudah cacat...
BOOOM!!!
Pada dentuman ketiga ini, terdengar suara pecahan logam. Cahaya merah di bawah gerbang langsung meredup.
Dari barisan pemberontak di belakang, bergema teriakan bergemuruh!
"Gerbang jebol! Gerbang jebol!!!"
Sang jenderal berdiri di bawah gerbang, tinggal gagang palu yang tersisa di tangannya. Tapi di sudut Gerbang Kemenangan yang tak tertembus itu, bagian yang cacat telah tertembus sepenuhnya!
"Meski hanya sebuah lubang berukuran sekitar setengah meter, namun sudah benar-benar terdistorsi! Lubang dan tembusan ini terlihat begitu jelas di hadapan mata!"
Setengah tahun pertempuran sengit, kokohnya Gerbang Kemenangan pernah membuat pasukan pemberontak putus asa. Malam ini akhirnya tertembus! Meski hanya sebuah lubang kecil, namun dampak psikologis yang ditimbulkan bagi kedua pihak jauh melampaui ini!
"Bunuh dia! Bunuh dia!!"
Teriakan pasukan penjaga di atas tembok kota mulai terdengar panik. Selama ini kekokohan Gerbang Kemenangan seakan tertanam dalam sanubari setiap prajurit. Melihat pintu besi itu akhirnya tertembus, langsung membuat mereka dilanda kepanikan.
Hujan panah yang lebih rapat menghujani bagian kepala. Prajurit pemberontak di bawah gerbang kota berteriak kesakitan dan berjatuhan. Tubuh prajurit garang itu tertembus puluhan anak panah, namun tetap tegak berdiri bagai landak. Baru kemudian orang-orang di belakang menyadari sang komandan sudah tewas seketika!
※※※
"Maju! Regu Bendera Keenam segera bergerak! Malam ini, berapapun korban jiwa, jangan berani-berani mundur selangkah!"
Berdiri di tengah formasi pasukan, Salvador memandang jauh ke arah Gerbang Kemenangan dengan wajah dingin bagai air. Ia menoleh ke pasukannya: "Malam ini hanya ada satu jalan! Maju! Hanya bisa maju!!"
※※※
“Serangan gila-gilaan pemberontak seolah menghisap semua tenaga mereka sampai habis. Serangan nekat tanpa peduli korban ini benar-benar menunjukkan sikap kegilaan, seakan mereka sudah tidak punya hari esok!”
Pasukan penjaga di Gerbang Kemenangan langsung merasakan tekanan yang luar biasa.
Meski Gerbang Kemenangan masih kokoh di tangan pasukan penjaga, serangan dahsyat prajurit garang pemberontak tadi telah membuat lubang di pintu besi gerbang kota. Namun ini lebih memberi efek psikologis yang mengejutkan, karena lubang kecil itu bahkan tidak cukup untuk dilewati anak kecil sekalipun.
Semangat pemberontak yang sempat turun tiba-tiba bangkit kembali. Pasukan baru terus membanjiri dengan nekat, gerobak pengepungan baru didorong maju. Berapa pun mayat yang bergelimpangan, pemberontak tetap mendorong gerobak sampai ke bawah gerbang kota, terus-menerus menghantam pintu gerbang.
Adu panah antara kedua pihak telah menewaskan setidaknya ribuan pasukan. Mayat di permukaan sungai hampir membentuk hamparan tak terputus.
Menghadapi kegilaan pemberontak ini, pasukan penjaga terpaksa mulai melakukan mobilisasi.
Semakin banyak pasukan dikerahkan ke arah Gerbang Kemenangan. Pasukan cadangan dalam kota dan wilayah pertahanan lain di tembok kota semuanya tegang menarik pasukan untuk berkumpul di Gerbang Kemenangan.
“Masih kurang... masih kurang...” Salvador duduk di punggung kuda, menyaksikan pembantaian di bawah gerbang kota. Sudut matanya mulai berkedut tak terkendali.
Hingga saat ini malam ini, pemberontak telah kehilangan lebih dari enam ribu pasukan, sebagian besar adalah tentara Salvador. Ini merupakan kerja sama langka yang berharga dari Aliansi Pemberontak sejak pengepungan Osgilia kali ini.
Namun sampai sekarang, banyak gubernur kesatuan militer juga menolak mengirim bala bantuan. Bagaimanapun semua orang memiliki maksud tersembunyi. Di zaman ini, pasukan adalah modal di tangan. Jika semua kekuatan habis dihabiskan, bagaimana bisa bertahan di masa depan?
※※※
Pertempuran sengit di sekitar Gerbang Kemenangan telah membangunkan seluruh kota Osgilia yang sebelumnya tertidur lelap.
Pertahanan kota sedang diaktifkan secara darurat. Hughes yang berdiri di atas tembok kota masih bisa melihat kejauhan di sebelah kirinya - arah Gerbang Kemenangan yang kini mungkin sudah menjadi lautan darah.
Memutar badan, di jalanan dalam kota terlihat tak terhitung prajurit dengan obor bergerak dalam formasi tim menuju Gerbang Kemenangan seperti deretan kunang-kunang.
Pertempuran di Gerbang Kemenangan telah memaksa pasukan penjaga kota melakukan penyesuaian. Bahkan baru saja, kurir pertahanan kota datang ke sektor ini untuk memerintahkan pengiriman lima puluh orang sebagai bala bantuan.
Kurir itu dibunuh oleh pasukan elit Hughes yang menyamar sebagai penjaga kota. Mayatnya dibuang di sudut tepi tembok.
Hughes dengan tegang terus menghitung waktu di dalam hati!
Lebih! Lebih!!
"Tidak bisa menunggu lagi! Pasukan di dalam kota sudah mulai memobilisasi personil. Jika aku tidak segera bertindak, dikhawatirkan pasukan penjaga akan menemukan adanya ketidaknormalan di bagian pertahanan kota tempatku berada ini..."
"Semuanya! Bersiaplah!"
Hughes memutar tubuh sambil menghunus pedang tajam di tangannya: "Semua orang bersiap bertindak! Yang menyamar sebagai pasukan penjaga berjalan di depan, yang lain mengikuti di belakang! Kita... menuju Gerbang Wellington!"
※※※
Gerbang Wellington merupakan pintu kota terkecil yang paling tidak mencolok di sistem pertahanan kota ajaib di barat daya Osgilia.
Dibandingkan dengan Gerbang Kemenangan yang mencapai puluhan meter dan menjadi keajaiban dunia, tinggi Gerbang Wellington hanya dua puluh meter - setara dengan tinggi tembok kota. Meskipun di benua ini, gerbang setinggi dua puluh meter sudah dianggap sebagai bangunan megah kelas satu, namun dalam sistem pertahanan kota super megah Osgilia ini, gerbang tersebut justru yang paling tidak mencolok.
Gerbang ini tidak pernah menjadi target serangan utama pemberontak, alasannya sederhana: Parit pertahanan di bagian ini dekat muara sungai. Ketinggian pertahanan di sini, karena kemiringan alami tanah, lima-enam meter lebih tinggi dibanding daratan terbuka di seberangnya. Selisih ketinggian ini memungkinkan pemanah penjaga menimbulkan kerusakan lebih dari tiga puluh persen pada musuh sebelum mereka mencapai tepi parit.
Yang lebih krusial, parit pertahanan di bagian ini karena dekat dengan muara, memiliki lebar permukaan sungai mencapai seratus lima puluh meter!!
Sementara jembatan di atasnya hanya selebar tiga meter! Dibandingkan dengan desain jembatan besar di depan Gerbang Kemenangan yang bisa dilalui beberapa kereta kuda secara bersamaan, jembatan ini terlihat sangat kuno dan lapuk.
Ini adalah jembatan tertua di Osgilia.
Namun justru situasi seperti ini membuat pemberontak tidak pernah menyerang gerbang kota ini.
Ngaco!
Permukaan sungai selebar seratus lima puluh meter, tapi jembatannya hanya tiga meter lebarnya! Jika ingin menyerang pertahanan kota dengan berlari melalui jembatan, pasukan penyerang akan terjepit di area kurang dari tiga meter lebar sepanjang 150 meter!!
Ini sama saja dengan mengantarkan diri untuk dibantai oleh pemanah pasukan penjaga!
Selain itu, permukaan jembatan yang sempit juga membatasi pergerakan peralatan pengepungan. Bayangkan, jika kereta pengepungan didorong ke atas jembatan, hampir seluruh permukaan jembatan akan tertutup, menyisakan ruang kosong di sampingnya untuk prajurit pengangkut.
Selama ini, gerbang kuno dan jembatan ini bahkan di Osgilia pun sudah menjadi tempat paling sepi - gerbang ini menuju daerah kumuh Osgilia, khusus digunakan warga miskin untuk masuk-keluar. Tentu tidak perlu dibangun terlalu megah.
Namun, ini tetap merupakan pintu gerbang Kota Osgilia. Sebagai pihak bertahan, di bawah komando kedua jenderal Adrik dan Si Pan, mereka tidak meremehkan atau lengah terhadap Gerbang Wellington. Di sini ditempatkan pasukan penjaga sebanyak seribu prajurit! Beberapa hari sebelumnya, Adrik bahkan menambah sebuah batalion pemanah di sini! Adrik beranggapan permukaan sungai yang lebar dan jembatan yang sangat sempit merupakan medan perang paling ideal untuk pemanah. Jika musuh berani menyerang di sini, maka batalion pemanah tambahan ini akan menjadi mimpi buruk bagi pasukan penyerang pemberontak.
Langkah ini sudah cukup baik. Pengaturan yang dibuat Adrik dan Si Pan sudah cukup sempurna.
Tapi malam ini... benteng justru direbut dari dalam!
※※※
Pertempuran sengit di wilayah Osgilia telah menyita sebagian besar perhatian pasukan penjaga di kota.
Tak ada yang menyadari, di belakang garis pertahanan yang jauh dari titik serangan utama, sekelompok prajurit berpakaian seragam penjaga sedang berjalan cepat dalam gelapnya malam.
Gerbang Wellington tidak jauh dari lokasi Hughes. Malam ini serangan gila pemberontak membuat pasukan di kota sibuk bergerak. Dalam kekacauan, anak buahnya melaju kencang dengan orang berkostum pasukan penjaga di depan, bahkan Ge Li sang mata-mata bertindak sebagai pemandu. Sepanjang jalan, mereka melewati dua wilayah pertahanan kota tanpa hambatan. Saat diinterogasi, Ge Li yang muncul dengan lencana perwira penjaga, mengaku mendapat perintah Jenderal Pan untuk memperkuat pertahanan Gerbang Wellington yang dikhawatirkan akan diserang diam-dak pemberontak.
Hampir tanpa pertumpahan darah, ratusan pasukan elit telah menyelinap ke area pertahanan Gerbang Wellington. Dari 1000 penjaga asli, satu batalion telah ditarik mendadak ke Gerbang Kemenangan sebelum malam ini.
Di bawah tembok kota, Hughes berbisik garang pada pasukannya: "Kesempatan ada di depan mata! Rebut gerbang ini! Di balik bukit luar kota sudah menunggu pasukan kavaleri kita!! Penjaga di sini takkan menyangka serangan dari belakang! Mereka cuma ratusan orang! Sekarang perhatian kota tertuju ke Gerbang Kemenangan! Kita harus serbu sekaligus, kuasai gerbang, bertahan sebentar sampai kavaleri masuk, maka pertempuran ini dimenangkan!! Hadiah berlimpah takkan kusayangkan!!"
Setelah mengucapkan itu, gubernur Distrik Militer Armenia yang selama ini mengklaim diri sebagai bangsawan berkesopanan tinggi ini justru sendiri mencabut pedang panjangnya, menjadi yang pertama menerjang gerbang kota dengan garang! Di belakangnya, ratusan pasukan elit dengan penutup malam hari, penuh aura mengerikan mengikuti menerjang!
……
Adrik yang mendapat kabar serangan di Gerbang Kemenangan segera datang ke bawah gerbang kota bersama pengawal berkuda pribadinya. Ketika tiba, Jenderal Pan sudah lebih dulu sampai. Di luar kota pertempuran menjadi gunung mayat dan lautan darah, namun Adrik sudah dengan gesit menuju aula komando barak.
Begitu masuk, dia langsung melihat Si Pan sedang memarahi beberapa perwira dengan cepat.
"Gimana keadaannya?" Ekspresi Adrik tak terlihat terlalu tegang, bahkan menunjukkan senyuman sinis. "Rombongan luar kota ini berubah sikap malam ini? Justru memilih Gerbang Kemenangan sebagai serangan utama."
Si Pan menatap Adrik, memberi salam terlebih dahulu lalu bergumam berat. "Aku hanya datang lebih awal satu jam darimu. Malam ini mereka memang terlihat liar, kurasa ini tak biasa. Barusan aku sudah naik ke gerbang kota untuk melihat... Tampaknya Salvador sudah bertarung habis-habisan. Diduga dia sudah mengerahkan tiga resimen. Kerugian sebesar ini, dia masih menolak mundur."
Adrik mengerutkan kening: "Bagaimana, dia ingin mempertarungkan aset dengan kita? Pasukan kita dalam posisi inferior, setelah setengah tahun pertempuran sengit dengan korban jiwa yang banyak, sekarang pasukan yang masih bisa bertarung di kota hanya tersisa 20.000. Dengan garis pertahanan tembok kota yang begitu panjang, kita tidak mungkin bisa mengerahkan semua pasukan... Kalau Salvador dan kawan-kawannya benar-benar nekat mempertaruhkan aset, kita pasti kalah. Bahkan dengan rasio korban 1:10, kita tidak akan sanggup menyaingi mereka."
Saat mengatakan ini, Adrik menatap Si Pan yang terlihat tegang, lalu tersenyum tipis: "Tapi, para siluman di luar kota itu, aku sangat pahami latar belakang mereka. Mempertaruhkan aset? Mereka pasti menolak keras. Mereka tidak rela kekuatan intinya mengalami kerugian besar. Hanya karena solidaritas mereka rapuh, kita bisa bertahan sampai hari ini. Kalau sejak awal mereka nekat, kita pasti sudah jatuh sejak lama. Hanya saja kegilaan mereka malam ini agak tidak biasa..."
"Apakah ini kegilaan terakhir?" Si Pan menyipitkan matanya: "Setelah pasukan Landis mendarat... Kutebak jarak mundur mereka sudah dekat. Mungkin malam ini mereka mempertaruhkan segalanya untuk satu serangan pamungkas sebelum mundur? Kalau kita bisa memukul mundur serangan ini, apakah berarti kita sudah melihat 'matahari'?"
Adrik mengangguk: "Ada benarnya, tapi menurut pengetahuanku tentang Salvador, dia tidak sebodoh itu. Mungkinkah... ini serangan palsu ke Gerbang Kemenangan, lalu membagi pasukan untuk menyerang gerbang kota lainnya?"
