Waktu sudah mendekati dini hari, saat-saat tergelap sebelum fajar tiba. Dari ketinggian, seluruh kota Osgilia terlihat jelas: api berkobar di mana-mana, banyak blok permukiman sudah terjebak dalam chaos.
Hughes sesekali menengok langit dengan tegang. Semua rencana malam ini telah berjalan hampir mencapai semua tujuan. Kali ini, Gerbang Wellington telah berada dalam genggaman. Pasukan besar di luar kota sedang terus mengalir masuk melalui Gerbang Wellington ke dalam kota perkasa di benua yang dijuluki tak pernah jatuh ini.
Saat ini pasukan pemberontak yang masuk kota telah melebihi 10.000 personel. Yang pertama masuk adalah unit kavaleri Distrik Militer Armenia di bawah komando Hughes sendiri. Lebih dari 5.000 kavaleri telah sepenuhnya memasuki kota. Pasukan infanteri berikutnya sedang terus mengalir masuk melalui jembatan sempit di luar Gerbang Wellington.
Meski kecepatan infanteri memasuki kota agak lambat karena harus membawa banyak logistik dan persenjataan, Hughes merasa sangat yakin.
Beberapa saat sebelumnya, pasukan penjaga di zona pertahanan kota sekitar Gerbang Wellington telah melakukan dua kali serangan balik spontan, namun semuanya berhasil dipukul mundur. Hughes bahkan tidak memerintahkan pasukan untuk merebut bagian tembok lain, hanya memerintahkan untuk mempertahankan gerbang ini dengan kuat.
Setelah semakin banyak pemberontak masuk, pasukan penjaga Kekaisaran di kedua sisi akhirnya tampak menyerah untuk merebut kembali gerbang. Pengintai berkuda yang dikirim melaporkan bahwa di zona pertahanan lain, pasukan Kekaisaran tampaknya sedang mundur.
Menyerang kota dengan serangan mendadak di malam hari dan merebutnya dalam satu gerakan, aksi penuh risiko ini meraih sukses besar. Namun setelahnya, Hughes justru menunjukkan sikap sangat hati-hati langkah demi langkah, menampilkan posisi kolot dan terukur yang sempurna.
Para perwira bawahannya penuh semangat berkobar. Setelah setengah tahun pertempuran sengit tanpa hasil, keberhasilan menghancurkan kota malam ini membuat banyak perwira tidak sabar untuk bertempur. Beberapa kali mereka mengajukan permohonan perang kepada Hughes, dengan desakan kuat untuk segera mengerahkan seluruh pasukan kavaleri sebagai pelopor, memusatkan semua prajurit berkuda untuk langsung menerjang istana. Asal bisa menerobos masuk istana dalam satu serangan, maka pertempuran ini dipastikan dimenangkan.
Namun menghadapi pasukan yang semangat tempurnya membara, Hughes dengan tegas menolak permohonan perang bawahannya. Di hadapan keraguan dan kebingungan anak buahnya, Hughes sama sekali tidak menunjukkan sedikitpun kegembiraan atas keberhasilan penghancuran kota ini.
Sang gubernur yang berperilaku bangsawan ini, kali ini menunjukkan ekspresi serius. Ia menjelaskan dengan suara berat kepada pasukannya: "Semua tahu menembus Osgilia sulit seperti naik ke langit! Tapi malam ini kita berhasil masuk, bukan karena kekuatan sejati, melainkan setengah perhitungan dan setengah keberuntungan! Ini kesempatan terbaik... Tapi sekaligus kuharap kalian pahami: ini adalah satu-satunya dan kesempatan terakhir kita! Serangan ke kota adalah tindakan berisiko yang terpaksa kita lakukan! Tapi sekarang tembok sudah jebol, kita memegang kunci kemenangan perang ini. Tak perlu lagi mengambil risiko! Karena ini satu-satunya kesempatan! Setengah risiko pun tak boleh ada! Cukup kumpulkan pasukan, tunggu subuh, lalu dorong maju pasukan besar secara stabil - dengan sendirinya kota ini akan rata dengan tanah! Sekarang tak perlu ambil risiko lagi. Tindakan hati-hati adalah pilihan terbaik!"
Seorang pasukan mengkhawatirkan: "Paduka, bagaimana jika Kaisar kabur? Jika Kaisar kabur ke selatan..."
Hughes tertawa sinis: "Kabur? Osgilia adalah simbol Kekaisaran! Jika Kaisar kabur meninggalkan Osgilia, maka dia bukan Kaisar lagi! Sekalipun lari ke selatan, hanya jadi anjing terlantar yang tak berarti. Lagipula, luar kota sudah dikepung tembok baja kita. Mau lari ke mana? Kecuali Garcia si bocah itu tiba-tiba bisa terbang!"
"Tapi di dermaga pelabuhan masih ada armada Landis. Jalur laut masih dikontrol orang Landis..."
Hughes menunjukkan ekspresi yang semakin merendahkan: "Landis? Hmph, kalau Garcia si bocah itu benar-benar naik kapal orang Landis untuk kabur, malah akan membuatku tertawa terbahak-bahak! Orang Landis ikut perang hanya untuk mencari suap. Tapi Kaisar, jika masih berada di Kota Osgilia, dia tetaplah Kaisar! Jika dia benar-benar bersembunyi di kapal orang Landis, kehilangan wilayah kekuasaan dan pasukannya, itu sama saja dengan memasukkan dirinya ke sangkar lain! Jika dia benar-benar sebodoh itu, dia akan berubah menjadi boneka di tangan orang Landis, dan bukan lagi Kaisar!"
Setelah berhasil menenangkan keributan pasukannya dengan paksa, Hughes memerintahkan dengan keras: "Seluruh pasukan terus berjaga! Terus menyambut pasukan luar kota masuk ke dalam kota! Pertahankan Gerbang Wellington dengan kuat, pasukan penjaga Kekaisaran di kedua sisi tidak perlu diperhatikan. Jika mereka berani membalas, dorong mereka mundur, tapi perintahkan pasukan kalian untuk tidak mengejar! Tunggu sampai subuh, setelah pasukan berkumpul di dalam kota, baru kita bumihanguskan mereka sekaligus!"
※※※
Saat Adrik mencapai Gerbang Kemenangan, serangan pasukan pemberontak di luar gerbang sudah berhenti. Pasukan pemberontak yang baru saja menunjukkan aura kegarangan ekstrim dan keberanian menghadapi kematian, kini mundur seperti air bah, meninggalkan mayat-mayat yang berjejal menutupi jembatan di luar kota.
Di luar Gerbang Kemenangan, tumpukan mayat di bawah gerbang kota mencapai tinggi lebih dari 1 meter. Pedang patah dan pisau berkarat berserakan di mana-mana. Jerit kesakitan masih terdengar dari tumpukan jasad. Pasukan pemberontak yang mundur terburu-buru bahkan tak sempat mengevakuasi prajurit terluka mereka.
Pasukan penjaga Gerbang Kemenangan baru saja berhenti beristirahat, langsung disambut oleh pasukan utama yang dibawa Adrik.
Si Pan sudah tidak berada di Gerbang Kemenangan. Adrik mengetahui bahwa saat meninggalkan lokasi, Si Pan membawa hampir separuh pasukan Gerbang Kemenangan. Jika bukan karena pemberontak di luar kota masih menyerang, Si Pan bahkan akan memerintahkan seluruh pasukan untuk mundur.
Kabar tentang hancurnya Gerbang Wellington belum tersebar. Setidaknya di Gerbang Kemenangan, pasukan penjaga belum menerima informasi. Si Pan mengontrol ketat penyebaran kabar demi mencegah kekacauan semangat pasukan. Jika semangat pasukan buyar dan Gerbang Kemenangan direbut, momentum besar benar-benar akan hilang!
Yang tersisa di Gerbang Kemenangan hanyalah dua resimen infanteri pasukan penjaga kota, ditambah prajurit terluka yang masih bisa bertempur. Total jumlahnya tidak melebihi tiga ribu. Pasukan lainnya telah dibawa Si Pan mundur ke arah istana.
Meski Adrik memahami Si Pan tak punya pilihan lain, bagaimanapun Si Pan sebagai jenderal berpengalaman di ibu kota memiliki sifat ketat dan matang. Dia tidak pernah ditugaskan memimpin pasukan di luar kota, sehingga tidak memiliki keberanian seperti dirinya untuk melanggar perintah kerajaan. Hal seperti melawan titah kaisar sama sekali tidak akan dilakukan oleh Si Pan yang berwatak disiplin.
Namun, di dalam hati Adrik masih muncul amarah yang membara.
Saat Si Pan memerintahkan pasukan utama untuk mundur, tiga ribu prajurit yang tetap bertahan di Gerbang Kemenangan masih bertarung sengit melawan pemberontak yang menyerang kota di luar tembok. Mereka sama sekali tidak mengetahui situasi perang lain di dalam kota. Bahkan bisa dikatakan dengan gamblang, tiga ribu orang ini telah ditinggalkan. Satu-satunya misi mereka adalah mempertahankan Gerbang Kemenangan selama mungkin, mengulur waktu lebih lama agar sisa-sisa pasukan di kota memiliki waktu untuk mundur ke istana dan melindungi keselamatan Sang Kaisar.
Ketiga ribu orang ini telah dibuang.
Adrik sudah terluka parah sampai tidak bisa menunggang kuda. Meski telah berpengalaman di medan perang selama setengah hidupnya, tubuh pria paruh baya ini memang tidak sekuat dulu. Di pertempuran malam ini, tusukan pedang di pinggangnya hampir merenggut nyawanya. Fakta bahwa dia masih bisa bertahan dan terus bertarung sampai tengah malam sudah membuktikan sifat keras kepala Adrik. Begitu mengendurkan tensi, tubuhnya langsung ambruk. Prajurit di sekitarnya terpaksa mencari kereta kuda, membongkar atapnya, dan memposisikan panglima utama ini di atas kereta untuk memimpin sepanjang perjalanan.
Adrik telah mengumpulkan pasukan penjaga dari beberapa segmen pertahanan kota sepanjang perjalanan, membawa ribuan pasukan ke Gerbang Kemenangan. Sebagian besar pengikutnya telah mengetahui kabar jatuhnya Gerbang Wellington dan masuknya pasukan pemberontak ke dalam kota. Di kota apokaliptik yang terancam ini, kemampuan pasukan kekaisaran bertahan selama setengah tahun hingga kini tidak lepas dari peran Jenderal Adrik sebagai pilar utama. Selain itu, sebagian besar pasukan penjaga kota adalah penduduk lokal ibu kota. Meski banyak yang sebelumnya direkrut dari pasukan daerah, selama bertahun-tahun mereka telah menjadikan ibu kota sebagai rumah. Dengan keluarga dan rumah sendiri di sini, ditambah tekad melindungi orang-orang tercinta, barulah mereka berani bertaruh nyawa selama setengah tahun ini. Osgilia di bawah kaki mereka adalah kota perkasa nomor satu di benua, dijuluki kota yang tak pernah jatuh. Meski situasi semakin buruk, masih tersisa secercah harapan dalam hati semua orang: dengan komando jenderal hebat seperti Adrik dan benteng perkasa ini, mungkin mereka bisa bertahan hingga datangnya kesempatan, menunggu hari ketika pemberontak mundur...
Namun semua keyakinan yang menopang hingga malam ini runtuh seiring direbutnya Gerbang Wellington dan masuknya pasukan pemberontak secara besar-besaran. Kota yang tak pernah jatuh ini akhirnya terkoyak celah pertahanannya. Pilar utama Jenderal Adrik sendiri kini terluka parah. Meski telah mengumpulkan ribuan pasukan, kebanyakan dari mereka diliputi kepanikan, moral pasukan pun tak terhindarkan merosot tajam.
Sebuah pasukan seperti ini, jika berada dalam pertempuran luar kota, mungkin sudah berada di ambang kehancuran. Namun bagaimanapun ini adalah kota terkepung, meski ada niat melarikan diri dalam hati, ke mana lagi bisa melarikan diri? Ditambah dengan kewibawaan Adrik yang masih tersisa, dengan terpaksa mengumpulkan pasukan dan bergerak menuju Gerbang Kemenangan, ternyata tidak ada desertir - ini bisa dianggap sebagai keajaiban yang cukup besar.
Setelah tiba di Gerbang Kemenangan dan bergabung dengan pasukan penjaga di sana, Adrik segera memerintahkan untuk membuka gudang dan mengeluarkan semua persenjataan. Pasukan yang dibawanya ini berasal dari wilayah pertahanan sepanjang jalan yang ditarik darurat, banyak yang hanya membawa senjata pribadi, bahkan pemanah tidak sempat mengisi kembali anak panah.
Syukurlah Gerbang Kemenangan selalu menjadi titik terpenting dalam pertahanan Kota Osgilia. Di markas bawah kota ini tersimpan persenjataan dalam jumlah besar. Suasana pun menjadi sangat sengit, para prajurit sibuk bekerja, berhasil mengusir sebagian kecil keputusasaan dari hati mereka.
Adrik duduk di kereta kuda, meski tidak bisa bergerak tetap memaksakan semangat untuk terus memberi perintah. Ia menata ulang pertahanan Gerbang Kemenangan: markas pertahanan, pagar kayu runcing, semuanya ditambah personil untuk penataan. Bersamaan itu ia mengirim puluhan kurator berkuda menyusuri Gerbang Kemenangan menuju arah berlawanan pertahanan kota, membawa perintah militer bertulis darah tangannya sendiri untuk memobilisasi pasukan penjaga berkumpul.
Dia hanya berharap dalam hati bahwa gerakan Si Pan tidak terlalu cepat, belum sempat membuat pasukan penjaga kota di arah lain juga mundur, sehingga dirinya masih bisa memobilisasi lebih banyak pasukan.
Mendekati fajar, angin malam semakin menusuk tulang dan dingin. Meskipun terluka berat, Adrik bersikeras menolak untuk dibawa bawahan ke barak untuk beristirahat. Dia bersikap duduk di kereta kuda terbuka itu, bahkan menyuruh orang membongkar semua penghalang di kedua sisi kereta, meninggikan bantal duduk di bawahnya. Adrik duduk di kereta kuda itu, di tempat paling mencolok di markas militer.
Dalam hatinya dia sadar, situasi pertempuran malam ini telah mencapai titik ini dimana semangat pasukan pasti goyah. Pada momen kritis ini, dirinya sendiri adalah tulang punggung seluruh pasukan. Dia sengaja tetap berada di tempat paling terlihat, membuat prajuritnya bisa langsung melihat kehadirannya hanya dengan mengangkat kepala! Dengan cara ini mungkin masih bisa sedikit meredam kegoyahan semangat pasukan.
Adrik mengalami luka berat. Meski setelah tiba di Gerbang Kemenangan, para bawahannya telah menemukan tabib dari kekacauan pasukan, bahkan entah dari mana berhasil membawa seorang petugas gereja yang menguasai sihir penyembuhan untuk memberikan perawatan darurat. Di bawah pengaruh sihir penyembuhan, luka Adrik akhirnya bisa disatukan kembali. Namun setelah membersihkan noda darah di wajahnya, jenderal yang biasanya selalu tampak perkasa ini terlihat pucat mengerikan. Kehilangan darah terlalu banyak membuat wajahnya seolah diselimuti energi abu-abu kebiruan.
Duduk di tempat terbuka dengan tubuh terluka parah, diterpa angin menusuk tulang, wajah Adrik terlihat suram. Namun matanya yang tajam tetap awas memindai sekeliling, sesekali mengeluarkan perintah-perintah militer.
Di samping kereta kudanya, beberapa perwira pasukan menatap sang panglima dengan harap-harap cemas. Meski para prajurit sangat menghormati jenderal bermuka parut ini, situasi yang genting membuat tak seorang pun berharap Adrik bisa membalikkan keadaan dengan pasukan yang tersisa.
Saat ini, yang ditunggu semua orang mungkin hanyalah akhir heroik yang layak untuk sang jenderal.
Pengirim pesan berkuda yang dikirim mulai kembali, Adrik akhirnya mendapatkan kabar baik. Si Pan mundur dengan sangat tergesa-gesa, mungkin dengan sengaja, mungkin juga tidak sengaja. Si Pan tidak memerintahkan pasukan penjaga di bagian pertahanan kota lainnya. Dalam hati Adrik menduga, mungkin Si Pan tahu tidak bisa melawan perintah kerajaan, sengaja meninggalkan awal kekalahan ini untuk memberinya ruang mengembangkan strategi.
Pengirim pesan membawa kembali pasukan penjaga dengan jumlah bervariasi, mulai dari ratusan hingga satu-dua batalyon. Semuanya menurut perintah Adrik: meninggalkan wilayah pertahanan, membuang markas dan persenjataan logistik, lalu datang dengan perlengkapan ringan untuk berkumpul.
Saat cahaya putih redup pertama fajar muncul di ujung langit, menara Gerbang Kemenangan telah dipenuhi hampir sepuluh ribu pasukan penjaga. Dengan jumlah yang besar, aura pertahanan pun sedikit mulai pulih.
Adrik yang telah lama berdiri diterpa angin dingin mulai menggigil. Melihat para perwira yang menatapnya, akhirnya ia berseru: "Semua kemarilah, rapat militer! Perwira level batalyon ke atas ikut rapat."
Hanya beberapa saat kemudian, lebih dari seratus perwira telah berkumpul di sekitar Adrik.
"Jenderal macan Kekaisaran ini batuk dua kali. Meski di tengah tiupan angin dingin, suara batuknya terdengar sangat lemah, namun dia bangkit dengan susah payah di atas kereta kuda. Kedua tangannya dengan susah payah menopang pada tiang kereta, namun Adrik dengan sorot matanya menolak bantuan pengawal pribadi di sampingnya yang berusaha menyangga."
"Aku tahu, kalian semua kini sudah putus asa dalam hati." Suara Adrik yang diselingi batuk dan napas tersengal masuk ke telinga setiap orang. Ada yang mengerutkan kening, ada yang menundukkan kepala, ada pula yang menutup mata - entah apa yang sedang direncanakan dalam hati mereka.
"Mungkin kalian bertanya-tanya, dalam situasi seperti ini masih adakah jalan keluar? Aku Adrik bukanlah dewa, tak mungkin dengan dua kali batukmengusir pasukan pemberontak yang sudah memasuki kota. Mungkin sebagian dari kalian berpikir: setidaknya kita bisa berkumpul dan bertempur habis-habisan melawan pemberontak, mati secara heroik demi ketenangan batin, bukan?"
Di bawah tak ada yang bersuara, namun beberapa orang tak bisa menahan diri untuk memandang panglima mereka. Sorot mata yang terpancar seolah telah membenarkan anggapan itu tanpa perlu kata-kata.
"Aku butuh kalian bertarung sampai mati, tapi juga butuh semangat pantang menyerah dari kalian. Tapi... aku tidak mau kalian putus asa!" Adrik menaikkan nada bicaranya: "Karena, Adrik masih hidup! Aku berdiri di depan kalian, bisa memberitahu kalian! Kita belum putus asa! Masih ada harapan kemenangan! Masih ada kesempatan! Kita belum sampai di jalan buntu! Masih ada peluang memenangkan perang ini! Meski peluangnya tipis, ini bukan berarti kita hanya bisa bertempur terakhir kali lalu mati dengan gagah berani! Bukan begitu!! Yang kutahu sekarang, apakah kalian masih punya nyali untuk terus bertaruh bersamaku? Bertaruh pada peluang tipis itu! Bertaruh di jalan kemenangan yang terjal ini!!"
Ucapannya belum selesai, banyak perwira mulai mengangkat kepala memandangi Adrik dengan penuh harap, tak sedikit yang menunjukkan pandangan terkejut dan bersemangat.
Dalam situasi genting seperti ini, sang jenderal terhebat kekaisaran ini... dia secara langsung mengatakannya, apakah benar masih ada harapan?!
Apakah kita... bukan jalan menuju kematian?!
Adrick mengucapkan beberapa patah kata, terbatuk-batuk diterpa angin dingin, sudut mulutnya sudah mengeluarkan busa darah. Namun dengan sorot mata tegas ia menghentikan pengawal pribadi yang hendak membantunya, menegakkan postur tubuhnya kembali lalu membentak keras: "Seumur hidup aku tak pernah berbohong! Setengah hidup di medan perang, nyaris mati tak terhitung kali! Bahaya sebesar apapun pernah kuhadapi! Harus kuakui, ini titik paling kritis dalam karier militarku, tapi Adrick tetap bisa katakan pada kalian: KITA BELUM KALAH! Asal kalian percaya padaku tanpa syarat, jalankan setiap perintahku dengan taat, maka KESEMPATAN UNTUK MENANG MASIH ADA!!"
Dari bawah akhirnya ada perwira yang tak tahan berteriak: "Paduka! Perintahkan saja, harus bagaimana! Sekalipun harus bertarung habis-habisan, paling-paling cuma mati! Sudah sampai di titik ini, apa lagi yang tak berani kami pertaruhkan!"
Yang lain berseru lebih keras: "Paduka, kami pasti patuh! Selama Paduka bilang masih ada harapan, kami taruhkan nyawa, ikut Paduka bertempur sampai titik darah penghabisan!"
"Paling-paling cuma mati!!"
Mendengar gelora semangat yang mulai bangkit di antara para perwira, Adrick menarik napas lega sambil tersenyum penuh kebanggaan: "Jangan sembarangan bicara mati! Meski tipis, peluang menang masih ada! Kalau bisa menang, siapa mau mati! Haha!"
"Dia akhirnya bisa duduk dengan tenang, duduk di atas kereta kuda yang cacat itu. Tapi pada titik ini, kewibawaan dan sikap tenang yang ditunjukkan Adrik tak berbeda dengan penampilannya di masa lalu saat duduk di belakang meja tenda militer yang ketat."
"Aku tahu kalian semua menyimpan keraguan di hati - di manakah kesempatan kita sebenarnya? Aku beritahu kalian, meski pemberontak berhasil menyerbu kota malam ini, mereka tetap menyisakan ruang bagi kita untuk bertindak! Sudah kulihat jelas, yang memimpin masuk kota adalah Hughes sendiri! Aku paling paham betul temperamen si Hughes ini. Aksi nekatnya menyerbu kota malam ini sudah jadi tindakan paling berani dan riskan sepanjang hidupnya. Dia berani mengambil risiko seperti ini karena situasi memaksanya - kalau tidak memberontak, jalannya hanya menuju kematian! Makanya dia bertarung habis-habisan, dan menang satu ronde. Tapi setelah menghancurkan kota, dia justru akan menjadi ragu-ragu! Alasannya bukan karena tidak ingin merebut Osgilia! Justru karena dia TERLALU ingin menguasai Osgilia! TERLALU ingin memenangkan perang ini! Malam ini, setelah keberuntungan sementara membawanya menang satu ronde, dia kini memegang peluang terbaik dan terbesar sejak perang dimulai, sekaligus... SATU-SATUNYA kesempatan! Dia pasti akan menjadi plin-plan, dan justru bertindak kolot!"
Adrik semakin berbicara semakin yakin, nada suaranya penuh dengan keyakinan yang tak terbantahkan: "Lihatlah, pemberontak sudah merebut Gerbang Wellington sejak tengah malam, sekarang hampir subuh, setengah malam berlalu, tapi dia malah mengumpulkan pasukannya dalam satu kelompok tanpa tindakan lanjutan! Dia tidak langsung mengirim pasukan besar-besaran untuk terus maju menyerbu istana setelah masuk kota, karena menurutnya tindakan seperti itu terlalu berisiko! Jika terjadi kekacauan di dalam kota, pasukannya yang belum stabil mungkin akan kami usir! Jadi sekarang dia sudah tidak mau mengambil risiko lagi!! Sampai saat ini, kami masih bisa berdiri tenang di sini, dengan penuh kewibawaan menyiapkan pertahanan, menjaga Gerbang Kemenangan, kami masih bisa menarik pasukan dari wilayah pertahanan sedikit demi sedikit sepanjang jalan dan mengumpulkan mereka di sini... Tapi di pihak pemberontak, di pihak Hughes, tidak ada aktivitas! Lihatlah ke kejauhan! Arah Gerbang Wellington, api besar sudah padam, tapi nyala api tidak menjalar, dan pemberontak juga tidak bergerak kocar-kacir! Sampai sekarang, tidak ada kabar dari arah itu! Ini membuktikan tebakan saya 100% benar! Hughes, sekarang dia hanya mencari solusi terbaik!"
“Rencananya sekarang, adalah menolak mengambil risiko membiarkan tentara langsung terus maju, dan bertarung Chaos dengan kita di kota pada malam hari! Rencananya adalah menunggu subuh, mengerahkan sebanyak mungkin pasukan pemberontak di luar kota masuk ke dalam kota, lalu dengan keuntungan jumlah pasukan, bertarung habis-habisan dalam pertempuran jarak dekat di jalan-jalan bersama kita, memulai perang pengurasan. Pemikirannya tidak salah, pasukan di kota sedikit, bertarung di jalanan dengan jantan, meski mereka akan lebih sulit diatasi, tapi ini adalah konfrontasi frontal, akhirnya yang MENANG pasti mereka. Ide ini tidak bisa dikatakan salah. Tapi sayangnya, dia bertemu dengan saya Adrik!”
“Andai semalam saya yang menjadi Hughes, begitu masuk kota, saya akan langsung memobilisasi semua prajurit berkuda, dengan posisi paling ganas dan gesit menerjang istana! Sekalipun tidak benar-benar bisa langsung Perebutan istana, asal bisa membakar, membuat arah istana muncul Kebakaran Besar, lalu kalian pikir, bagaimana reaksi pasukan penjaga kita yang masih di pertahanan kota? Pasti semua melihat arah istana yang mengeluarkan teriakan perang dan cahaya api menyala-nyala, langsung panik! Hughes tidak menangkap kesempatan ini, itu karena sifat alaminya! Hmph, meski dia adalah gubernur sialan, tapi senjata ini secara bawaan adalah bangsawan!! Dia sama sekali bukan serdadu penjaga yang unggul! Kehilangan kesempatan ini akan menjadi kesalahan terbesarnya! Kita mendapat waktu setengah malam ini untuk bisa mundurkan tim dari berbagai wilayah pertahanan satu per satu, berkumpul di sini! Menata ulang moral pasukan, menyelesaikan persiapan perang! Semua waktu ini, adalah berkat si tolol Hughes yang memberikan kepada kita!”
Sambil berkata, Adrik benar-benar mengangkat kepala, menghadap arah Gerbang Kota Wellington yang jauh, tertawa gila dengan keras, meneriakkan: "Hughes si anjing tua, terima kasih! Terima kasih atas waktu bernapas yang kau berikan untuk Laozi! Laozi berterima kasih padamu! Terima kasih atas kebodohanmu!! Ha ha ha ha ha ha!!"
Sikap Adrik ini, dengan nada merendahkan yang tak coba disembunyikan, langsung membuat para perwiranya tertawa riuh.
Tertawa ini membuat beban di hati para hadirin berkurang. Seorang perwira hampir tak tahan berteriak: "Dewasa, perkataan Tuan benar! Rupanya Hughes itu pengecut! Tapi bagaimana cara kita melanjutkan pertempuran di bawah ini sesuai strategi Tuan?"
Begitu beban hati mulai goyah, beberapa mulai berpikir jernih. Ada yang khawatir: "Dewasa, perintah kerajaan menyuruh kita meninggalkan pertahanan kota untuk mengamankan istana. Apakah tindakan kita sekarang ini..."
Adrik tersenyum penuh kebanggaan: "Ini justru kesempatan dalam pertempuran ini! Istana hanyalah sebuah kastil kecil di istana kekaisaran, meski ada saluran air dan tembok kota, dengan markas yang lengkap, tapi untuk sebuah istana kekaisaran, selama ada pasukan tiga hingga lima ribu, sudah cukup untuk bertahan lama! Tuan Si Pan sudah pergi, pasukan yang dibawanya ditambah pasukan patroli yang dikumpulkannya di kota, dan pengawal asli di istana kekaisaran, totalnya juga mencapai tiga hingga lima ribu. Dengan kemampuan Tuan Si Pan, pasukan ini sudah cukup untuk berjaga di istana! Bahkan jika kita semua pergi ke sana, itu hanya akan menambah konsumsi nyawa cadangan. Tapi dengan kita tetap di sini, menguasai basis Gerbang Kemenangan dengan kuat, barulah kunci kemenangan pertempuran ini!"
Dia berhenti sejenak, lalu berbicara cepat: "Pemberontak sudah memasuki kota, siang hari ini pasti akan segera menyerang istana. Tapi selama kita masih di sini, berarti kita masih menjadi paku besar di dalam kota! Pemberontak tidak bisa fokus sepenuhnya untuk menerjang istana kekaisaran, pasti harus memisahkan pasukan untuk menangani kita! Kita masih punya pasukan sepuluh ribu di sini, lebih dari cukup untuk melindungi diri, bahkan masih ada kekuatan untuk keluar markas dan melakukan pertempuran jarak dekat di jalan-jalan dengan pemberontak, bahkan memberikan dukungan ke istana... hehe, meski tidak bisa benar-benar membantu istana, tapi dengan membuat keributan di belakang pemberontak, membuat mereka tidak bisa menyerang istana dengan sepenuh tenaga, itulah tujuan saya! Selama kita masih bertahan kuat di sini, tetap berdiri tegak tidak jatuh, istana akan tetap aman!"
"Tapi... kalau saling menahan seperti ini, kapan ini akan berakhir?" Seorang perwira dengan wajah cemas bertanya pelan.
“Kita tak perlu menunggu lama!” Adrik segera berseru lantang, lalu menunjuk ke arah pelabuhan di kejauhan: “Apa kalian lupa? Di lautan, masih ada orang Landis! Ha ha ha ha! Menurutmu, mengapa orang-orang Landis itu mau mengambil risiko bergabung dalam perang ini?”
Begitu kata-kata ini keluar, langsung ada yang tertawa keras di bawah: “Mau apa lagi! Orang Landis yang licik itu pasti cari keuntungan! Dari 10.000 li jauhnya datang bantu kita berperang sampai mati, mana mungkin mereka punya niat baik!”
Meski Landis ikut berperang menjadi sekutu Kekaisaran Bizantium, seluruh kalangan militer sebenarnya paham, partisipasi orang Landis ini tujuannya pasti mencari keuntungan. Jadi meski statusnya sekutu, tentara kita tetap tak punya simpati pada Landis.
“Tidak salah!” Adrik segera berteriak keras: “Orang Landis sudah bertarung, target mereka adalah untuk mendapatkan suap! Mendapatkan suap yang sangat banyak! Tapi untuk bisa mendapatkan suap, syarat utamanya adalah harus MEMENANGKAN perang ini! Jika kalah, mereka tidak akan mendapatkan apa-apa! Jadi, orang Landis pasti tidak akan membiarkan kami kalah! Pada titik ini, bahkan lebih panik daripada kami sendiri, lebih berharap untuk memenangkan perang ini daripada kami sendiri! Jalur transportasi laut sepenuhnya dikuasai orang Landis. Dan jangan lupa! Di Katania, Landis sudah mendaratkan dua korps pasukan, saat ini sedang berkemah di Pelabuhan Katania! Jarak Katania ke Osgilia melalui jalur laut, hanya butuh perjalanan kapal dua setengah hari! Di dalam istana pasti ada Lingkaran sihir yang bisa mengirimkan kabar dari Osgilia! Bahkan jika pihak Katania menerima kabar, menghabiskan waktu untuk mengerahkan pasukan, lalu datang, diperhitungkan total, tiga hari, mereka merangkak pun harus datang untuk menyelamatkan kita! Orang Landis punya armada, punya kapal laut terbaik! Demi keuntungan mereka sendiri, bagaimanapun akan mengerahkan seluruh kekuatan untuk datang menolong kita! Tiga hari! Asalkan kita bisa bertahan di sini selama tiga hari, orang Landis pasti akan datang dari laut! Dua korps pasukan elit darat Landis di Katania akan menerjang dari laut! Begitu dua korps pasukan Landis datang, saat itu... Hmph, situasi ini akan kembali imbang lima puluh-lima puluh!!”
Analisis ini benar-benar memberi secercah harapan di hati para prajurit yang sudah putus asa! Meski harapan ini tipis, meski tahu harus bertahan mati-matian di sini selama tiga hari, yang pasti akan melalui berbagai pertempuran sengit, dan pasti akan banyak korban jiwa serta darah yang tertumpah!
Namun, di tengah Situasi Genting, adanya secercah harapan ini, sekalipun sangat lemah, langsung membangkitkan semangat semua orang!
Adrik berteriak lantang: "Setengah tahun kita bertahan, apalagi cuma tiga hari ini, pasti bisa kita lewati! Tuan-tuan, aku minta kalian percaya padaku, berjuang sampai titik darah penghabisan! Karena yang menanti kita bukanlah kehancuran, melainkan cahaya fajar kemenangan!!"
Di akhir pidatonya, Adrik mengangkat pedangnya dan berseru: "Untuk Kekaisaran!!"
Para perwira di bawahnya yang berdarah panas langsung menghunus pedang panjang mereka ke langit, berteriak histeris: "Untuk Kekaisaran!!"
※※※
Dengan sisa tenaga dari tubuhnya yang terluka, pidato motivasi Adrik ini berhasil membangkitkan aura perang di hati para prajurit. Mampu melakukan ini dalam situasi genting, Adrik sudah menunjukkan kemampuan terbaiknya, membuktikan dirinya pantas menyandang gelar Jenderal Terhebat Kekaisaran.
Namun setelah para prajurit bubar dengan semangat menggebu untuk bersiap perang, Adrik yang duduk sendirian di kereta kuda justru mengerutkan keningnya, sorot matanya kembali dipenuhi kecemasan yang dalam!
Ucapan yang baru saja ia sampaikan kepada para jenderal bukanlah tipu muslihat, melainkan rencana sejati dalam hatinya.
Namun, apa yang diungkapkannya tadi bukanlah keseluruhan! Masih ada pertimbangan lebih dalam dalam hatinya yang tak bisa diutarakan kepada para jenderal!
Dengan perhitungan matang, ia mengumpulkan pasukan ini bukan untuk menjaga istana kekaisaran, melainkan memposisikannya di markas bawah Gerbang Kemenangan dengan strategi bertahan mati-matian - suatu tindakan yang mungkin dianggap tidak bijaksana oleh orang luar.
Tapi pada titik ini, Adrik tak punya pilihan lain!
Memang benar menjaga istana mungkin hanya butuh 3.000 hingga 5.000 orang untuk bertahan berhari-hari. Namun dalam hati Adrik tersimpan agenda lain!
Dalam situasi kritis di kota ini, meski dalam hatinya masih ada kemauan yang pantang menyerah dan hasrat untuk menang, keteguhan hatinya sendiri tak bisa menjamin para bawahannya memiliki mental sekuat itu!
Terutama... Sang Kaisar muda di istana itu!
Yang Mulia Garcia ini tampaknya lebih ekstrem dan sembrono dibanding kaisar sebelumnya. Terburu-buru dalam bertindak, seperti terlihat dari keputusan terburu-buru membuat aliansi dengan orang Landis.
Temperamen seperti ini sangat rentan patah semangat begitu menghadapi kegagalan besar!
Pada titik ini, situasi yang paling ditakuti Adrik dalam hatinya adalah: Kemungkinan terburuk jika Kaisar di istana itu mentalnya hancur oleh situasi kota yang direbut, begitu mentalnya hancur dan menjadi benar-benar tak berdaya, Kaisar ini mungkin memilih untuk melarikan diri!
Untuk melarikan diri dari Osgilia, pilihan terbaik adalah melalui lautan! Pelabuhan masih ada armada Landis, asalkan Kaisar lari ke pelabuhan, menyelinap ke kapal perang orang Landis dan melarikan diri ke laut, pemberontak sama sekali tidak punya kekuatan untuk melawan armada Landis di laut!
Tapi situasi ini justru yang tidak ingin dilihat Adrik bagaimanapun caranya!
Karena dia jelas menyadari ambisi tersembunyi orang Landis. Jika Kaisar sampai naik ke kapal orang Landis, itu sama saja dengan menyerahkan Osgilia, dan menyerahkan Osgilia berarti kalah dalam perang ini! Setelah kalah dalam perang ini... Apa lagi nilai guna Kaisar ini bagi orang Landis? Tidak lain hanyalah menjadi boneka yang dikendalikan orang Landis, bahkan tawanan! Dalam situasi "barang langka yang sangat berharga", Kaisar yang secara aktif mencari perlindungan ke pasukan negara lain yang justru punya ambisi tersembunyi... Bisa jadi mulai sekarang orang Landis akan menyandera Kaisar muda ini untuk mendapatkan keuntungan...
Bahkan dalam hatinya tersimpan pikiran melanggar dao, Adrik bahkan lebih rela Kaisar Garcia gugur di Osgilia, daripada melihatnya melarikan diri ke kapal perang orang Landis!
Karena itu, meski tahu situasi berisiko, dia bahkan rela menerima pengorbanan sebesar ini untuk bertahan mati-matian di basis Gerbang Kemenangan, semata-mata memberi sinyal ke kaisar di istana: Jika ingin kabur, daratan juga punya kesempatan! Gerbang Kemenangan masih di tangan kami! Bila Sang Kaisar ingin melarikan diri, bisa memilih Gerbang Kemenangan di sini yang masih dijaga sepuluh ribu pasukan setia Kekaisaran!
Garcia bukanlah idiot. Jika ada pilihan lain, mungkin dia tak akan aktif masuk ke dalam pasukan orang Landis.
Tapi Adrik harus "menyisakan" pilihan darat ini untuk kaisar! Kalau tidak, dengan temperamen ringan dan ekstrem Garcia, mungkin saat histeris benar-benar lari ke kapal orang Landis! Nanti jika kaisar di tangan mereka, bukankah Bizantium akan diperas semau mereka?
Selain itu, pemikiran lebih dalam: Upayanya mengumpulkan pasukan pertahanan kota sepanjang jalan, berusaha maksimal mengumpulkan sisa-sisa pasukan kota di tangannya, juga untuk mencegah Sang Kaisar lari ke arah pelabuhan!
Pasukan tersisa di kota cuma segini. Semakin banyak yang dikumpulkannya di sini, semakin sedikit yang tersisa di tempat Si Pan.
Sebaliknya, jika bertahan mati-matian di istana kekaisaran, 3.000 hingga 5.000 orang yang dibawa Si Pan sudah cukup menjamin pertahanan sampai orang Landis datang memberikan bantuan dari laut.
Jika aku juga membawa pasukan ke istana, kalau-kalau Kaisar memerintahkan untuk melarikan diri ke laut, selain tidak bisa mencegahnya, malah memberi Kaisar pasukan yang cukup untuk memilih melakukan breakout.
Jadi aku sama sekali tidak boleh pergi ke istana! Juga tidak boleh meninggalkan terlalu banyak pasukan untuk Kaisar yang bisa membuatnya berniat melakukan breakout!
Cara terbaik adalah memberikan pasukan yang cukup untuk bertahan mati-matian tetapi tidak cukup untuk melakukan breakout, sehingga membuatnya putus asa untuk melarikan diri!
Tindakan seperti ini sebenarnya tidak sesuai dengan posisi sebagai bawahan kerajaan, bahkan terkesan seperti mempertaruhkan keselamatan Kaisar dalam perjudian.
Tapi dengan situasi negara seperti ini, Adrik benar-benar tidak punya pilihan lain!
Dengan menghela napas panjang, semua pikiran ini sama sekali tidak boleh dibicarakan dengan para serdadu penjaga bawahannya.
Adrik menekan pinggangnya kuat-kuat. Meski lukanya terlihat sembuh di permukaan, luka dalam mana mungkin bisa pulih secepat ini? Tusukan pedang tadi malam mungkin telah melukai jeroannya, apalagi dengan luka lama dari pertempuran bertahun-tahun yang membuat fisiknya tidak sekuat dulu. Meski sekarang duduk di sana, dia merasakan sakit luar biasa yang datang bergelombang di pinggangnya.
Di depan bawahan, Adrik selalu berusaha menunjukkan penampilan energi melimpah, tapi hanya dirinya sendiri yang tahu seberapa parah lukanya yang sebenarnya!
Jenderal ini menarik napas dalam-dalam udara dingin yang menusuk, udara beku itu menembus hingga ke paru-paru dan dada, menimbulkan rasa sakit yang menyayat samar. Namun justru rasa perih yang membeku ini memberi kelegaan!
Adrik mengangkat kepala memandang langit, di kejauhan semburat cahaya putih perlahan mulai menyebar.
Langit ini, akhirnya terang juga!
"Berikan aku sedikit waktu lagi! Semoga dewa memberkati." Adrik mengepal tinju erat, berbisik pelan: "Selama Laozi masih hidup, langit yang runtuh ini harus kudorong kembali! Nasib Kekaisaran seribu tahun, tak boleh terkubur di tanganku! Karena ini negaraku, rumahku!"
Dengan tekad berapi-api, Adrik memaksakan diri bangkit, menoleh dan berteriak: "Datang ke sini!"
Bawahannya segera menghampiri: "Tuan?"
"Cepat, ambilkan beberapa terompet terbesar! Lalu pilih prajurit berenergi untuk berdiri di atas tembok kota, tiup terompet ke arah istana! Tiup sekeras-kerasnya, tiup sampai paru-paru copot! Jangan berhenti sedetik pun, ganti regu jika lelah! Aku mau suara terompet bergema dari pagi sampai malam!! Pastikan orang di istana mendengar terompet kita!"
Bawahan bertanya: "Tuan... terompet jenis apa yang harus kami tiupkan?"
“……” Adrik sejenak bergumam, di matanya melintas kilatan tajam yang menggetarkan, wajahnya seolah memancarkan cahaya. Dengan menarik napas dalam-dalam, Adrik berseru lantang: "Tiuplah Lagu Kemenangan!!! Biarkan penghuni istana mendengar kita, biarkan mereka tahu kita ada di sini!! Kita, ADA DI SINI!!!!!"
