Dengan tiupan terompet di kapal bendera, armada Landis saling merespons dengan terompet. Seluruh armada segera melakukan mobilisasi yang tegang. Beberapa kapal charge kecil telah bergerak cepat ke ujung terdepan armada, meliliti posisi tanggul laut, dan melaju kencang menuju pelabuhan.
“Sebelum subuh, aku ingin kaki prajuritku berdiri di tepi pantai Osgilia!”
Jisrente memerintahkan dengan dingin.
※※※
Pertarungan di lautan dimulai dengan ledakan balista yang bergema!
Di sekitar pelabuhan Osgilia, menara panah raksasa yang dibangun sepanjang garis pantai dan gunung merupakan sistem pertahanan laut Kekaisaran Bizantium yang dibangun selama beberapa generasi dengan mengerahkan seluruh kekuatan nasional, dirancang khusus untuk menghadapi armada tak terkalahkan Kerajaan Randis.
Menara panah di hutan dipersenjatai dengan balista berat dan ketapel kecil. Di sisi laut, dua tanggul laut menutupi muara pelabuhan, hanya menyisakan jalur sempit untuk kapal.
Begitu kapal musuh memasuki area, balista padat dari menara pelabuhan akan sepenuhnya mencakup muara sempit itu!
Meski markas pertahanan pantai baru dikuasai pemberontak dalam waktu singkat, mereka belum punya cukup waktu untuk familiar dengan sistem balista dan taktik pertahanan laut.
Tapi, markas pertahanan laut pelabuhan yang telah dikelola bertahun-tahun ini, balista dan ketapel hampir semuanya sudah menyesuaikan koordinat dan posisi pelontaran. Saat menembak, bahkan tak perlu lagi sengaja membidik——cukup tembak ke arah muara sempit di lautan itu.
Dua kapal charge sedang milik orang Landis baru saja menerobos masuk ke muara, langsung mendapat hujan balista padat dari markas pertahanan pelabuhan.
Peluncuran balista raksasa, balista-balista itu dibuat dari tombak balista besar-besar, bahkan diselingi meriam palu berantai! Begitu mengenai tiang layar utama lambung kapal, langsung bisa mematahkannya!
Masuknya dua kapal charge ini hampir hanya dalam seperempat jam, satu kapal charge sudah kehilangan tiang layar utamanya, terhuyung-huyung berhenti di samping. Dari kapal besar, diturunkan tak terhitung perahu kecil, angkatan laut Landis mulai mendayung perahu kecil menuju tepi pantai dengan dash.
Di atas menara panah, pemanah mulai bergerak. Hujan panah padat segera menghujam ke permukaan laut!
Kemajuan pasukan Landis membayar mahal, dengan melepaskan perahu-perahu serangan di bawah hujan panah padat dari pemanah di tepi pantai. Setiap saat ada prajurit Landis yang tewas atau terluka akibat panah, meski mereka telah mengangkat perisai untuk bertahan. Namun, balista raksasa dan palu rantai yang berdesir datang seringkali mampu menghancurkan perahu-perahu kecil berikut penumpangnya langsung ke laut hanya dengan satu pukulan tepat.
Di kejauhan, kapal perang Angkatan Laut Landis akhirnya membentuk formasi satu baris dengan posisi khas. Lambung kapal membentang horizontal sejajar, sementara balista di kapal-kapal perang mulai membalas serangan.
Angkatan Laut Landis tak terkalahkan. Teknologi pembuatan kapal mereka jauh melampaui negara benua Bizantium. Balista di kapal memiliki jangkauan lebih jauh dan kekuatan lebih besar. Serangan balasan dari belasan kapal perang raksasa ini difokuskan pada menara-menara panah di darat, dengan balista dan palu rantai yang berdesir tiada henti di atas kepala kedua pihak. Landis mengerahkan beberapa kapal serang dan meluncurkan ratusan perahu kecil, namun tetap gagal menerobos muara sungai.
Meski serangan armada telah menyebabkan kerusakan signifikan pada menara-menara panah di darat - bahkan dua menara terkena langsung tembakan balista dan palu rantai dalam kekacauan pertempuran, hingga puing-puing beterbangan - para pemberontak menunjukkan tekad resistensi yang sangat kuat. Mereka bertahan mati-matian di garis pantai, menolak mundur satu langkah pun.
"Kapal-kapal hilir mudik, perahu serbu berjejal-jejal menutupi permukaan laut."
Berdiri di jembatan kapal Divine Voyager, memandangi tepi pantai di depan yang telah berubah menjadi lautan darah akibat pertempuran, ekspresi Jisrente tetap keras membatu dan dingin.
"Hmph, ternyata sistem pertahanan pantai yang cukup baik." Jisrente mendengar teriakan prajurit dan jerit kesakitan, gemuruh balista, tiba-tiba menoleh ke beberapa ajudan di belakangnya, berkata datar: "Saat kita masih di rumah, selalu mendengar bagaimana sistem pertahanan pantai Osgilia ini begitu hebat, telah melakukan deduksi tak terhitung kali. Seandainya suatu hari aku memimpin armada untuk menyerang kota ini, harus begini begitu... Tuan-tuan, kali ini, fakta ini sudah terjadi di hadapan kita! Sistem pertahanan pantai kota ini memang ketat, tapi aku yakin angkatan laut Landis-lah yang benar-benar tak terkalahkan! Perisai sekeras apapun, takkan bisa menekan tombak dan pedang yang melengking! Sampaikan perintah! Genderang perang jangan berhenti, terompet militer terus berbunyi! Aku akan menghancurkan sistem pertahanan pantai yang mengklaim diri sebagai paling ketat ini dengan serangan jantan! Bahkan setelah perang usai, aku akan membuat orang Bizantium tahu bahwa sistem pertahanan pantai yang mereka bangun dengan menganggap kami sebagai musuh imajiner ini, sama sekali tak sepadan!! Tuan-tuan, arti pertarungan ini bukan hanya untuk saat ini, tapi juga masa depan!"
※※※
"Ikuti! Cepat cepat!"
Gerak-gerik pertempuran dari arah laut telah membuat Osgilia yang sedang malam itu tersentak bangun sepenuhnya.
Di jalan dekat area pelabuhan, pasukan pemberontak sedang melakukan mobilisasi dengan tegang. Sebagian berlari pontang-panting dari area pelabuhan menuju kota, sementara yang lain mulai mengerahkan pasukan untuk berkumpul di sekitar pelabuhan.
Jalanan dipenuhi rombongan pasukan pemberontak yang lalu-lalang.
Di malam hari, khususnya di musim dingin yang menusuk ini, kecuali pasukan Hughes dan Salvador yang masih gigih menyerang istana dan Gerbang Kemenangan, semangat ofensif pasukan pemberontak lainnya seolah menguap. Setelah berhari-hari menjarah sampai kenyang, di cuaca yang dinginnya sampai bisa membunuh ini, mereka lebih memilih memanggang diri di perapian sambil menenggak minuman keras dan memeluk gadis hasil jarahan di rumah-rumah mewah orang kaya yang mereka kuasai.
Bisa dibilang, kekacauan pasukan pemberontak setelah masuk kota begitu parahnya sampai membuat Salvador dan Hughes sendiri hampir memuntahkan darah marah!
Tak ada yang menyangka orang Landis akan datang secepat ini dan sefanatik ini! Banyak yang bahkan mengira setelah Kota Kekaisaran jatuh, orang Landis akan meninggalkan posisi sebelumnya. Yang tersisa hanyalah proses pembersihan perang - menunggu waktu tepat untuk menghancurkan istana, lalu mengumumkan keruntuhan resmi Kekaisaran Bizantium sebelum akhirnya bisa bernegosiasi dengan orang Landis di meja perundingan untuk mengakhiri konflik ini.
“Siapa yang akan percaya orang Landis, dalam situasi Kota Osgilia sudah ditaklukkan, masih berani datang membantu? Jika Kekaisaran Bizantium masih ada, orang Landis pasti mencari keuntungan. Tapi kota sudah hancur, kekaisaran sudah 99% musnah, tentu mereka takkan datang lagi ikut keramaian...”
Pikiran seperti ini tersebar di berbagai faksi pasukan pemberontak, dari atasan hingga bawahan. Bahkan Hughes dan Salvador, meski dalam hati khawatir dengan gerak-gerik Landis, terhadap situasi ini hanya bisa pasrah.
Keduanya - Salvador karena kasus sebelumnya kehilangan reputasi. Sedangkan Hughes, dalam Pertempuran Berdarah saat Kavaleri Rodrian menerjang kota malam itu, pasukannya terkuras habis. Dua pemimpin utama pemberontak ini mulai kehilangan kendali atas situasi. Meski pasukan pemberontak banyak, keduanya sudah sulit memerintah.
Saat pertempuran di laut pecah, di luar istana, Hughes yang sedang berkhotbah di tenda langsung berubah wajah. Ia berlari keluar sambil menatap ke arah laut. Setelah terdiam sesaat, gubernur bergaya bangsawan ini tiba-tiba mengamuk dengan wajah terdistorsi!
“Sampaikan perintah! Seluruh pasukan serang maju! Berusaha sekuat tenaga! Istana harus segera ditembus! Brengsek! Brengsek!! Suruh para pengacau itu semuanya bangun!!!”
Sedangkan di arah Gerbang Kemenangan, Salvador juga mendengar gerak-gerik di lautan. Namun berbeda dengan reaksi Hughes, saat suara pertama dari lautan itu tiba, Salvador sama sekali tidak terlihat emosional.
Dia hanya duduk di atas kuda, memandang ke arah lautan, lalu menghela napas dalam-dalam. Usianya yang memang sudah sepuh kini terlihat seperti bertambah sepuluh tahun. Dengan menggigit giginya kuat-kuat, dia berbisik: "Kelewatan... yang terlewat takkan kembali... Huh, sayang, kesempatan emas..."
Menoleh ke arah Gerbang Kemenangan, tiba-tiba dia tertawa pahit: "Adrik... Inikah momen yang kautunggu!"
Si kakek tua menyemangati diri, tiba-tiba berseru keras: "Seluruh pasukan, balik arah! Batalkan serangan ke Gerbang Kemenangan! Bergerak menuju istana! Bersatu dengan pasukan Gubernur Hughes! Kerahkan semua kekuatan untuk menyerang istana! Cepat!! Orang Landis sudah datang! Kita harus menghancurkan istana dan membasmi Bizantium sebelum mereka mendarat! Hanya ini jalan bertahan!!"
Pasukan yang sudah terkumpul sebenarnya sedang mempersiapkan serangan terakhir saat senja untuk melumat tulang keras Gerbang Kemenangan. Sampai tahap ini, semua tahu bahwa para penghuni gerbang itu meskipun masih bertahan, sudah mencapai batas maksimal.
Mungkin satu charge terakhir akan menjatuhkan mereka.
Salvador tiba-tiba mengubah perintah. Seluruh pasukan pemberontak dari atasan hingga bawahan terpaksa mematuhi. Seluruh pasukan mulai berbaris rapi dan berbalik arah. Mobilisasi pasukan besar yang mendadak ini tentu tidak bisa dilakukan dengan cepat, pasti akan terjadi kekacauan selama beberapa saat.
Salvador terus-menerus meneriakkan perintah untuk mempercepat proses. Akhirnya perintah tersebut berhasil disampaikan ke semua tingkat pasukan dengan kecepatan tertinggi.
Barisan belakang seluruh pasukan sudah mulai bergerak. Tapi tepat di saat ini, tiba-tiba dari arah Gerbang Kemenangan di belakang, terdengar gemuruh suara pertempuran sengit!
Wajah Salvador berubah pucat. Tak lama kemudian, seorang serdadu penjaga bawahannya datang melapor dengan tergesa-gesa.
"Yang Mulia Gubernur... Gerbang Kemenangan! Pasukan penjaga di bawah Gerbang Kemenangan tiba-tiba meninggalkan perkemahan dan melakukan serangan balik!! Pasukan kita di belakang sudah bertempur habis-habisan dengan mereka!"
Wajah Salvador berubah. Saat duduk di atas kuda, tubuhnya gemetar sesaat sebelum akhirnya menarik napas dalam-dalam.
"Bagus! Sungguh tangguh Adrik!! Memang kejam tanpa ampun! Serangan di saat seperti ini jelas ingin mengunci gerakku, mencegahku membantu Hughes menyerang istana!!"
Dalam sekejap, berbagai pikiran berkelebat di benak Salvador. Akhirnya dengan gigi terkunci ia berteriak: "Sampaikan perintah ke barisan belakang untuk bertahan di tempat! Barisan depan terus maju! Kita... menuju istana!!"
Para serdadu penjaga bawahannya langsung berubah wajah dan protes: "Yang Mulia! Adrik sudah kehabisan tenaga! Kalau mereka berani keluar perkemahan, kita tinggal balikkan serangan! Hanya perlu satu dua jam saja untuk membasmi mereka semua! Setelah pertempuran berhari-hari dan korban begitu banyak, ini kesempatan terakhir untuk menghabisi musuh!!!"
Salvador wajahnya tajam, tiba-tiba berteriak: "Tolol!! Sekumpulan tolol! Kalian masih belum mengerti?! Satu dua shichen! Dari mana aku punya waktu satu dua shichen?! Jika orang Landis sudah sampai di tepi, habisi semua pasukan Adrik pun percuma!! Istana! Hancurkan istana sekarang juga, itu satu-satunya petunjuk kehidupan! Sampaikan perintah! Barisan belakang bertahan di tempat, seluruh pasukan ke istana! Cepat!!"
※※※
"Cepat!"
Ruhr berteriak-teriak, di belakangnya seratus lebih prajurit berbaris rapi mengikutinya berlari cepat-cepat.
Di jalan raya, Ruhr dengan congkak memimpin seratus lebih orang berbaris menuju pelabuhan. Mereka memakai armor pemberontak. Saat ini di kota ada puluhan kelompok pemberontak, situasi kacau-balau, siapa yang bisa bedakan mereka dari kelompok mana?
Pertempuran di area pelabuhan meletus, kelompok-kelompok pemberontak terkaget-kaget. Ada yang berkumpul ke pelabuhan, ada yang menarik pasukan mundur. Jalanan penuh rombongan berbaju armor pemberontak yang berlalu-lalang. Si gemuk ini memimpin pasukannya berlari dengan congkak, ajaibnya tak ada yang menghalangi!
Akhirnya saat sampai di blok luar pelabuhan, mereka menemukan pos pemeriksaan. Pemberontak penghalang jalan hendak menghentikan, Ruhr yang berada di depan melotot dan berteriak: "Perintah Gubernur Hughes, datang membantu area pelabuhan!"
Mendengar ini, pemberontak penghalang jalan langsung membuka jalan.
“Area pelabuhan yang luas, yang dulunya merupakan pusat perdagangan maritim Kekaisaran, kini terlihat sepi saat kota jatuh. Pasar raksasa yang ramai kini kosong melompong, sementara di dermaga pelabuhan pertempuran sengit berkecamuk. Pasukan pemberontak yang berlalu-lalang terlihat kacau balau.”
“Lebih dari seratus orang yang dibawa orang gemuk itu menerobos masuk, tak ada yang memperhatikan tim kecil ini.”
“Tinggalkan sepuluh orang.” Orang gemuk itu mengepal gigi: “Pergi ke gudang di dermaga, bakar semua yang bisa dibakar, ciptakan kekacauan! Semakin besar keributan semakin baik! Jika bertemu pemberontak, jangan terlibat pertarungan sengit. Target utama tetap satu: bakar dan ciptakan kekacauan! Biarkan mereka kehilangan kendali!”
“Beberapa pria segera menerima perintah, dengan cepat memilih anggota tim dan langsung berpencar.”
“Sisanya... ikut aku ke pelabuhan! Rebut menara panah terlebih dahulu!” Orang gemuk itu mengangkat pisau horizontalnya, tiba-tiba tertawa pahit: “Sial! Sistem pertahanan laut pelabuhan ini kan kita sendiri yang bangun untuk menghadapi armada Landis! Sekarang malah harus bantu orang Landis menghancurkan pertahanan kita sendiri... Kalau dipikir-pikir, rasanya benar-benar sialan!”
※※※
“Pertempuran sengit telah berlangsung lebih dari setengah waktu yang ditentukan.”
“Angkatan laut Landis masih terus mengucurkan darah dengan gigih.”
Di permukaan laut dekat pantai ini, telah berubah menjadi lautan darah. Banyak kapal serbu orang Landis yang terbalik, mengambang di permukaan laut. Mayat prajurit Landis yang tewas tertembak panah juga mengapung, diterjang ombak yang menyapu dan melilit, beberapa bahkan telah hanyut sampai ke tepi pantai.
Menara panah di kedua tepi masih menggelegar. Balista dan palu rantai terus memuntahkan serangan gila-gilaan ke arah muara. Armada Landis telah memobilisasi beberapa kapal serbu khusus - kapal-kapal baja berlapis baja yang dirancang khusus untuk menembus pertahanan atau menabrak kapal musuh di laut. Saat ini mereka menerobos masuk ke muara, namun di bawah pertahanan ketat markas pertahanan pantai, tiga kapal serbu Landis telah tenggelam langsung. Satu lagi tiang layarnya hancur, terjebak tak bisa bergerak, teronggok horizontal di permukaan laut muara.
Jisrente masih memimpin dari Divine Voyager. Menyaksikan armadanya berdarah-darah dan menanggung kerugian besar, sang laksamana legendaris Angkatan Laut Landis ini tetap wajahnya tak berubah. Perintah demi perintah terus dikirimkan. Armadanya bergerak dinamis, sayap kiri-kanan terus memuntahkan balista untuk menekan menara panah pertahanan pantai musuh. Kapal serbu baru terus dikirim untuk pendaratan.
Operasi pendaratan seperti ini tak ada ruang untuk trik licik! Yang dipertaruhkan hanyalah nyawa manusia yang dikorbankan, dan keteguhan hati sang panglima dalam adu stamina!
“Mereka tidak akan bisa bertahan lama.” Jisrente bahkan masih sempat berdiskusi dengan pasukannya: “Para pemberontak ini bukan angkatan laut sejati, mereka tidak familiar dengan pertahanan laut di wilayah ini, tidak bisa memanfaatkan markas secara maksimal. Lagipula, internal pemberontak tidak bersatu, kita hanya perlu mendesak sekaligus memberi tekanan, cepat atau lambat mereka akan runtuh! Sebelum subuh, kita pasti bisa mendarat!”
Seorang ajudan di belakangnya menghela napas pelan: “Yang Mulia, korban jiwa semuanya prajurit Landis kita, berperang untuk orang Bizantium, yang mati rakyat kita sendiri... Di hati kecilku, masih ada yang belum bisa kupahami.”
Jisrente tersenyum tipis, tidak marah. Memandangi bawahannya itu, ia berkata datar: “Tidak perlu kau pahami. Hal-hal seperti ini... bukan wilayah pertimbanganmu. Situasi keseluruhan sudah ada dalam genggaman kami dan Yang Mulia Pangeran Mahkota... Menang dalam pertempuran ini akan menjadi pencapaian terbesar Kekaisaran dalam ratusan tahun! Mari bertarung habis-habisan!”
Tiba-tiba Jisrente bertanya: “Di mana Yang Mulia?”
Seseorang di sekitarnya menjawab: “Sejak naik kapal, Yang Mulia langsung masuk ke kabin kapal untuk beristirahat. Tampaknya tidak berminat menonton pertarungan di jembatan kapal. Tadi Yang Mulia menyuruhku mengundang Beliau, jawabnya: ‘Pertempuran ini sudah ada Yang Mulia yang memimpin komando, pasti bisa dimenangkan. Cukup kutunggu kabar kemenangan di kabin saja.’”
“Jisrente hatinya berdesir, berpikir: Yang Mulia ini ternyata penguasa bijaksana, tidak memonopoli kekuasaan saat perang, tidak bersaing sorotan dengan panglima utama, tahu batas mundur-maju. Ini sungguh langka. Merebut Osgilia, betapa besarnya jasa ini! Namun pangeran muda ini tidak rakus sorotan, sengaja mengalah agar aku sendiri yang menikmati jasa besar ini. Sebagai tokoh berpengaruh di angkatan laut, tentu aku berhutang budi padanya. Nanti saat Yang Mulia naik tahta, pasti akan kusembah dengan sepenuh hati untuk membalas kebaikan ini... Kepintaran Yang Mulia ini benar-benar mengagumkan!”
Memandangi pertempuran sengit di permukaan laut, tiba-tiba Jisrente merasa lega!
“Nasib tiga negara besar, selama ini yang berebut kekuasaan hanyalah negara-negara daratan. Kami orang Landis hanya jadi pelengkap. Tapi sekarang, orang Odin yang biadab tak kenal peradaban, meski daya penghancurnya cukup, tapi tak paham mengelola. Bizantium selalu jadi kerajaan terbesar manusia, tapi kini negara ini penuh masalah internal-eksternal. Nasibnya sudah di ujung tanduk! Sedangkan Landis kami, punya raja bijaksana di atas, para menteri dan jenderal pintar di masa kini. Nasib negara akhirnya akan jatuh ke tangan kami orang Landis!”
Saat bayangan-bayangan itu masih berkecamuk di benak Jisrente, tiba-tiba terdengar teriakan kaget dari seorang serdadu di sampingnya.
“Dewasa! Lihat!!”
Begitu Jisrente menoleh, seseorang langsung menyodorkan teropong tabung tunggal ke tangannya. Tatapannya tertuju pada menara panah di tepi pantai yang tiba-tiba menyala dilalap kobaran api raksasa!
Dalam kegelapan, menara panah raksasa itu seolah berubah menjadi pilar api raksasa, cahaya apinya menjulang ke langit, terlihat sangat menyilaukan!
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Jisrente tampak terkejut sekaligus girang.
"Tidak tahu... Sedang bertarung, tiba-tiba menara panah itu sendiri meledak mengeluarkan api, bukan serangan balista kita..."
Kemudian, kejadian yang lebih aneh terjadi.
Di tepi pantai, tiba-tiba ada menara panah lain yang semula balistanya sedang menembak ke arah laut, tiba-tiba berubah arah dan meluncurkan serangan ke menara panah sekutu di dekatnya! Tiga tembakan balista berturut-turut langsung menghancurkan atap menara panah tetangga itu!
Seketika, kekacauan melanda area dermaga dan pantai!
Dalam keributan, terdengar suara terompet pemberontak dari arah dermaga!
Mendengar itu, wajah Jisrente langsung berubah aneh.
"Kalian dengar jelas? Ini... sepertinya..."
※※※
"Tiuplah! Peras tenaga untuk Laozi!!"
Si gemuk berlumuran darah, menghunus pisau sambil berdiri di menara panah. Di bawah tangga terjadi pertempuran sengit, pasukan elitnya berjaga mati-matian di anak tangga. Para pemberontak di bawah yang sudah tersadar berusaha menyerbu naik untuk merebut kembali menara, tapi terus dipukul mundur oleh anak buahnya.
Tangga sempit, dengan bukaan anak tangga seluas beberapa inci saja, tidak bisa diatur banyak orang. Dalam situasi kecil seperti ini, pasukan bawahan Ruhr yang berpengalaman tempur, bagaikan "satu orang jaga gerbang sulit ditembus sepuluh ribu prajurit", dengan ketat menjaga anak tangga menara panah. Ratusan pemberontak di bawah sama sekali tidak bisa menyerang naik.
Ruhr berdiri di mulut tangga. Saat ada kesempatan, ia mengambil dua batu dan melemparkannya ke bawah tangga. Seketika terdengar suara gedebuk dan jeritan kesakitan.
"Teruskan meniup! Jangan berhenti! Ha ha ha ha!"
Di sampingnya, seorang bawahan sedang meniup terompet militer hasil rampasan dari pemberontak dengan sekuat tenaga...
Terompet itu ternyata menggunakan nada khas pemberontak, tapi... nada yang dimainkan jelas-jelas adalah sinyal mundur pasukan!
Setelah bertempur selama satu jam, Angkatan Laut Landis meski mengalami kerusakan signifikan, perlahan tapi pasti mendesak maju. Armada hitam yang berjejal di permukaan laut mengerahkan perahu-perahu kecil tak terhitung jumlahnya...
Setelah menahan serangan selama ini, para pemberontak mulai panik. Awalnya mereka terburu-buru menerima tantangan, belum lagi sistem pertahanan pantai yang belum matang dan kurang koordinasi.
Di tengah Chaos pertempuran, tiba-tiba terdengar terompet mundur dari pasukan mereka sendiri?!
Seketika itu juga, pemberontak benar-benar Chaos.
Di beberapa menara panah, pasukan penjaga sudah lama kehilangan keinginan untuk melawan. Mendengar bunyi terompet, mereka buru-buru turun dari menara dan kabur. Sebagian lainnya hanya bingung, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Untuk sementara waktu, di hutan menara panah pertahanan pantai, suara gemuruh balista seakan mereda perlahan.
Saat para pemberontak saling mengamati satu sama lain di dalam, dan komandan pasukan pemberontak yang bertanggung jawab atas pertahanan pantai marah-marah mengirim pasukan untuk menyelidiki situasi...
Beberapa gudang di dermaga yang awalnya merupakan daerah terbengkalai—perbekalan di dalamnya sudah lama dijarah dan dikosongkan oleh pemberontak. Gudang-gudang kosong itu tentu saja tidak dijaga. Namun di malam hari, tiba-tiba beberapa gudang menyala dilalap api besar!
Seketika, cahaya api menyala-nyala di pelabuhan. Di mana-mana terlihat pemberontak berlarian seperti lalat tanpa kepala—perintah atasan tidak jelas, instruksi bawahan kacau, prajurit tidak mengenal komandan, komandan tidak mengenal anak buah, masing-masing bertindak sendiri. Ada yang sibuk memadamkan api, ada yang sibuk menggeledah mencari pelaku pembakaran, ada yang bergegas ke menara panah untuk membantu, ada juga yang mendengar terompet mundur dan menarik diri dari garis depan.
Tak terhitung pasukan dan kendaraan perang berbaur dalam kekacauan...
Di tengah laut, Jisrente meletakkan teropong monokularnya, tiba-tiba tersenyum: "Hah! Sepertini pasti ulah beberapa teman lama di kota! 'Kebaikan hati' mereka jangan sampai kita sia-siakan! Sampaikan perintah—kapal serbu semuanya maju! Merebut pelabuhan ini sudah di depan mata!"
