Keluar dari Sofie dengan puas, Xia Ya sudah penuh semangat. Dalam hatinya mulai menghitung cara mengeruk keuntungan besar dari para kurcaci "kaya raya" itu.
Tapi setelah keluar, ditiup angin sejuk, otaknya yang kepanasan perlahan dingin kembali. Tiba-tiba Xia Ya frustasi menyadari masalah utamanya belum terpecahkan: kendaraannya.
Rencana awal untuk menjadi Ksatria Naga... sialan! Mengingat ucapan-ucapan Merlin, Xia Ya langsung menggigil ketakutan, jangan pernah disebut-sebut lagi!
Lalu berniat menggunakan seekor untuk sementara, tapi semakin dibahas malah muncul ide membentuk pasukan infanteri berat pengendali . Kemudian membahas perdagangan pangan dengan kurcaci untuk mencari uang...
Semua tampak berkembang baik, tapi masalah kendaraan Tuan Besar Xia Ya tetap belum terpecahkan.
Dengan frustasi kembali ke kota, Xia Ya berjalan bingung di jalan, duduk di punggung kuda sambil bergumam mencari akal. Kecepatan memang terlalu lambat, terlalu banyak kelemahan sebagai tunggangan kavaleri. Bagaimana caranya menemukan makhluk yang kuat mengangkat beban, bisa berlari kencang, dan berpenampilan mencolok untuk jadi kendaraan Sang Master?
Naga! Tetap yang paling menggoda.
Tapi selain naga?
Hmph, sebaiknya yang bisa terbang! Dalam hati Xia Ya menggerutu. Karena konsep Ksatria Naga, standarnya pun secara refleks dinaikkan - kalau tidak bisa dapat naga, penggantinya juga harus bagus dong?
Sambil terus berjalan di jalanan tanpa mengontrol kudanya, ketika mengangkat kepala, ternyata sudah sampai di jalan sepi.
Para pengawal di belakang mengikuti dengan setia di belakang kuda Char. Sang Jenderal tidak berbicara, hanya terus berjalan ke depan. Secara alami, para pengawal ini pun terdiam sepanjang perjalanan tanpa ada yang berani membuka mulut.
Namun begitu Char melihat jalanan di depannya, ia tak bisa menahan tawa pahit.
Jalan ini memang terletak di area sepi. Saat ini, persimpangan jalan juga dijaga ketat oleh pasukan kota yang dikirim Char, hampir membersihkan separuh area.
Alasannya, di jalan inilah tinggal tamu kehormatan paling terpandang di Kota Danzeer.
Sang Permaisuri saat ini, Yang Mulia Dafeny.
……
Sejujurnya, Char agak menolak untuk bertemu Dafeny. Bukan tanpa alasan, bahkan si kampungan yang berwajah tebal pun merasa malu mengakui harus berhadapan dengan sang permaisuri yang cantik menawan ini.
Awalnya Char tidak banyak berinteraksi dengan Dafeny. Namun dari dua kali "pertemuan berdua" mereka: Pertama saat acara berburu di luar Kota Osgilia dulu, saat ia menyelamatkan nyawanya. Bukan hanya itu, tanpa sengaja cakar kejahatannya meraih dada sang gadis.
Pertemuan kedua terjadi di kediaman Dafeny di jalan ini, Kota Danzeer. Hasilnya, Char tanpa sengaja menggendongnya, bahkan menggunakan cakar kejahatan untuk meraih pantat sang gadis...
(Hmph, sebenarnya teksturnya memang sangat memuaskan...)
Pikiran absurd muncul dalam benak si kampungan.
Karena dua kali interaksi berdua mereka yang kurang memuaskan, setelahnya Xia Ya selalu berusaha menghindari pertemuan dengan Yang Mulia Permaisuri.
Bahkan setelah sekian lama kembali ke Kota Danzeer kali ini, dia sama sekali tidak menemui Permaisuri - Seharusnya sebagai bawahan, dialah yang harus menghadap ke Yang Mulia Permaisuri.
Sepertinya Dafeny juga memiliki niat yang sama dengan Xia Ya, sama-sama berusaha menghindari pertemuan dengan si kampungan ini. Saat Xia Ya pergi ekspedisi militer, Dafeny tinggal di markas pertahanan untuk menemani Si Menyedihkan, namun setelah Xia Ya kembali, Dafeny segera pindah kembali ke tempat tinggalnya sendiri.
Selain itu, sejujurnya, Permaisuri ini benar-benar persoalan besar baginya. Saat di ibu kota kekaisaran, ketika menghadap Kaisar kecil, Garcia sengaja menghindari pembicaraan tentang urusan Permaisuri. Kaisar Kelinci itu sudah jelas tahu istrinya tinggal di sini, tapi bahkan tidak menanyakan sepatah kata pun, sikapnya benar-benar ambigu.
Karena Kaisar tidak menanyakan, jelas sikapnya tidak tegas, dirinya pun tak bisa sembarangan mengurus orang penting yang sensitif ini.
Xia Ya ingat, Dora pernah berkata di benaknya setelah kejadian: "Sudah jelas Kaisar ini tidak menginginkan Permaisuri kembali."
Tidak ingin Permaisuri kembali? Ini malah membuat Xia Ya semakin bingung.
Baiklah... Kaisar itu kelinci, dia tak ingin Permaisuri kembali ke sisanya agar tidak mengganggu pandangan, itu bisa dimengerti. Tapi membuangnya di sini, bukankah ini menjadi masalah besar?
“Akhirnya Char memilih untuk menghindar dan tidak menemui, seolah-olah tidak ada orang seperti itu di kota ini.”
“Lagipula, sekarang keluarganya memiliki bisnis yang besar, memelihara seorang sipil bukanlah masalah — apalagi nafsu makan perempuan itu tidak besar.”
Kuda-kuda telah tiba di ambang pintu halaman kecil tempat Permaisuri tinggal. Para prajurit penjaga yang berjaga di sana langsung membentuk barisan rapi menyambut kedatangan Komandan Tertinggi.
Memandangi dua baris pengawal yang berdiri tegak bagai paku, Char justru memerah wajahnya. Ia tak enak hati mengaku datang ke sini secara tidak sengaja.
Setelah berpikir sejenak, Sang Jenderal kami yang duduk di atas kuda bergumam berat, “Bagaimana situasinya?”
Pemimpin pengawal yang jujur itu langsung membalas, “Jenderal tak perlu khawatir! Keamanan sama sekali tak bermasalah. Kami menjaga tempat ini dengan ketat, orang tak berkepentingan pun takkan bisa masuk!”
“Hmph! Yang di dalam adalah tamu kehormatan kesatuan militer kita! Tunjukkan kesetiaan tertinggi dalam penjagaan ini, tidak boleh terjadi sedikit pun kesalahan!” Char mengomel dengan ekspresi datar.
Para prajurit yang jarang bertemu sang jenderal ini langsung bersemangat. Wajah mereka memerah, tubuh menegang kaku, serentak membalas dengan auman menggelegar: “Siap!!!!”
Suara mereka begitu keras hingga Char hampir terjatuh dari kudanya.
Pada saat ini, kepala seorang gadis muncul dari balik pintu pelataran, mengintip ke luar pintu. Melihat para pengawal dan prajurit di luar berbaris rapi, Char yang duduk di atas kuda sedang memberikan khotbah dengan wajah penuh kesetiaan ksatria, gadis muda itu langsung pucat wajahnya. Dengan teriakan kaget, ia buru-buru mengunci pintu kembali.
Char mengenali gadis itu sebagai salah satu dayang yang pernah ia kirimkan.
Begitu banyak dayang yang ia bawa dari Kota Kekaisaran. Sebagian besar telah ia bebaskan dan dinikahkan dengan prajurit-prajurit, sedangkan segelintir yang lain memilih tetap tinggal di kediaman jenderal sebagai pelayan. Char tidak terbiasa dilayani perempuan-perempuan lemah lembut ini. Kecuali dayang-dayang yang secara khusus dihadiahkan Kaisar Garcia untuk melayani Si Menyedihkan, sisanya ia tempatkan di sini untuk melayani sang permaisuri.
Bagaimanapun juga status permaisuri sangat terhormat, pantaslah bila ditugaskan beberapa dayang untuk melayaninya.
Dayang itu kaget melihat situasi besar di luar pintu. Ia berlari masuk sambil berteriak, langsung menimbulkan kekacauan besar di dalam disertai jeritan-jeritan panik dayang lainnya...
Char menghela napas, "Sial, sekarang mau tidak mau harus muncul juga."
“……” Ternyata, setelah beberapa saat, pintu pun terbuka kembali, seorang dayang muda perlahan keluar, postur tubuhnya ringan, langkah kakinya terlihat lemah lembut, jelas terlihat telah dilatih dengan sangat patuh pada aturan. Pertama-tama dia memberikan hormat dengan lembut, lalu dengan suara penuh hormat berkata pelan: "Yang Mulia mendengar kedatangan Jenderal, mempersilakan Sang Jenderal masuk untuk berbicara."
“……” Xia Ya terkekik pahit, namun tetap harus bersikap sopan sebagai bawahan, turun dari kuda dan membungkuk hormat: "Baik, tolong beritahu, Jenderal Garnisun Xia Ya Leiming memohon audiensi dengan Yang Mulia Permaisuri."
"Jenderal tidak perlu sungkan, Yang Mulia mempersilakan Anda masuk. Silakan... silakan ikuti saya."
Sambil berkata demikian, dayang ini menyampingkan tubuhnya, menyambut Xia Ya masuk sambil terus memimpin jalan dengan postur tubuh yang sedikit menyamping sepanjang perjalanan.
Sejujurnya, cara berjalan seperti ini, terutama pada perempuan, terlihat sangat anggun namun pasti melelahkan. Xia Ya yang mengikuti dari belakang memperhatikan sejenak lalu tersenyum tipis: "Kamu boleh berjalan lebih cepat, tegakkan tubuhmu, tidak perlu sungkan dengan saya."
Wajah dayang itu langsung pucat, cepat-cepat mengangguk-angguk sambil memberi hormat: "Tidak berani! Hamba ini siapa, mana berani memperlihatkan punggung kepada Sang Jenderal, Yang Mulia, Anda... Anda..."
Xia Ya menghela napas, mengikuti gadis itu masuk. Baru sampai di ambang pintu aula, terdengar suara dingin yang misterius dari dalam: "Jenderal Xia Ya, kamu sedang mengganggu dayang-dayang kecilku yang belum paham ini ya."
Char memerah wajahnya, berpikir dalam hati bahwa niatnya baik, tapi bagaimana bisa di mulut perempuan ini ia diubah menjadi Paman jahat yang mengintimidasi gadis kecil?
Hmm, selain itu, telinga perempuan ini sangat tajam.
Dengan kepala tegak, ia melangkah masuk dan melihat Permaisuri Dafeny sudah berpakaian rapi duduk di aula, di atasnya terletak dipan lebar. Dafeny duduk di sana, tulang punggung rampingnya tegak, lekuk tubuhnya yang indah terlihat anggun dan menawan.
Tapi kali ini sang Permaisuri tidak lagi mengenakan jubah tidur putih, melainkan memakai jubah istana yang sangat lebar. Jubah hitam itu terlihat berkilau dan dingin, rambut panjang keemasannya terjuntai di atas jubah, semakin menambah kesan pilu dan memikat.
Wajah ayu nan mempesonanya tampak agak pucat, jelas menunjukkan energi vitalnya kurang baik. Sorot matanya juga penuh dengan nuansa melankolis.
Char mengamati dengan seksama: Meski sang Permaisuri duduk anggun di sana dengan penampilan elegan, bahkan raut wajahnya tetap tenang terlihat dingin dan megah, tapi kedua tangannya yang menyatu di pinggang dengan jari-jari ramping saling mencengkram erat sampai memutih, jelas memperlihatkan ketegangan dalam hatinya.
Sepertinya dia sangat ketakutan melihatku - ini adalah kesan pertama yang muncul di benak Char.
Berdua saling memandang sesaat, tak ada yang berbicara. Setelah beberapa kali pandangan, Char justru mendapati pipi sang permaisuri tiba-tiba memerah menyala.
Ini sungguh aneh...
Char tak menyadari bahwa Dafeny berasal dari klan terhormat. Sejak kecil mana pernah pria itu menatapnya dengan sorot mata tak tahu malu seperti ini? Bahkan para bangsawan muda di Kota Kekaisaran yang terpikat rupanya, tetap menjaga sopan santun dengan mengamati secara tak sengaja. Tatapan melotot seperti mata sapi ala Char ini jelas-jelas sangat tidak sopan.
Dafeny mendendam dalam hati: Setiap kali bertemu, pangkat dan gelar kebangsawanannya semakin tinggi, tapi sikap kasar ini tak juga berubah. Setiap kali bertemu, tetap saja menatapku tanpa malu-malu...
Membersihkan tenggorokannya, Dafeny sengaja bertanya dengan nada datar: "Ada keperluan apa gerangan Jenderal Char menemuiku?"
Tak ada urusan. Laozi cuma berjalan dengan mata tertutup secara sembarangan dan tak sengaja sampai ke sini.
Di dalam hati Char menjawab. Tapi secara verbal tentu saja tidak enak mengatakannya, dia batuk sekali sebelum menggunakan nada serius: "Yang Mulia tinggal sementara di tempat bawahanku, karena urusan militer sehari-hari yang padat, hamba tidak sempat sering-sering menghadap untuk memberi salam, ini sudah merupakan kelalaian. Hari ini hamba sengaja datang untuk meminta maaf sekaligus menanyakan kabar... itu... apakah Yang Mulia merasa nyaman selama tinggal di sini? Apakah ada kekurangan dalam hal akomodasi dan persediaan? Silakan beri tahu, hamba akan segera memerintahkan orang untuk menuruti keinginan Yang Mulia..."
"Tidak perlu, Jenderal Char. Segalanya di sini sudah sangat baik." Dafeny melototi Char dengan tajam.
Apa, senjata ini lagi 'sengaja' datang menemuiku?
Hmph, masak... masak... masak dia belum puas mengambil keuntungan terakhir kali, sampai-sampai kembali lagi...
Perasaan malu dan marah di hatinya membuat pipinya semakin memerah bagai dilapisi semburat kemerahan, menambah pesona pada penampilannya.
Dafeny terdiam, Char pun tak berkata-kata. Setelah berdiri canggung beberapa saat, Char bersiap mengerahkan keberanian untuk pamit.
Tapi saat dia baru ingin berbicara, Dafeny tiba-tiba membuka mulut dengan suara pelan: "Jenderal Char, kebetulan aku memang ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu, kamu..."
Setelah ragu sejenak, Dafeny mengangkat kepala dan menatap beberapa dayang yang berdiri di samping aula, berbisik: "Aku perlu berdiskusi dengan Jenderal Char. Kalian semua keluar dulu."
“Char memperhatikan, beberapa dayang mundur dengan sopan. Namun salah satu di antaranya terlihat pucat saat keluar, tubuhnya gemetaran, dan kerap meliriknya dengan tatapan penuh ketakutan.”
“Sial, apa penampilanku benar-benar menakutkan bagi gadis-gadis kecil ini?”
Setelah semua perempuan pergi, Dafeny mengangkat kepala dan berkata pelan: “Jenderal Char, silakan duduk.”
Saat Char duduk, Dafeny tampak ragu-ragu. Char berdesir hatinya: Ini dia!
Persis seperti yang dikhawatirkan—sang Permaisuri pasti akan menanyakan keadaan Kota Kekaisaran!
“Jenderal Char, atas kemenangan ekspedisi dan baktimu di Osgilia, pengangkatanmu sebagai Adipati Norse dan Jenderal Garnisun, izinkan hamba menyampaikan selamat.” Dafeny duduk tegak, mengangkat kedua tangan memberi hormat.
Char tersenyum lebar menerima penghormatan itu—harus diakuri, si kampungan ini masih gagap dalam tata krama bangsawan, belum pernah diajari guru protokol.
Dafeny tak mempermasalahkan kesantunannya, berubah serius: “Sudah lama hamba di Kota Danzeer. Bagaimana keadaan ibukota sekarang? Bisa ceritakan pada hamba?”
Char tertawa terbahak, pura-pura santai berkata: "Yang Mulia Permaisuri tidak perlu khawatir. Pasukan besar saya yang bergerak ke selatan telah menghancurkan pemberontak bersama Pasukan Pusat Jenderal Adrik. Dengan serangan dari dua sisi, para pemberontak kabur terbirit-birit. Kami telah memenggal kepala dan menawan tak terhitung jumlah musuh. Ini bisa dianggap kemenangan besar. Pengepungan Kastil Pernikahan Osgilia telah benar-benar berakhir."
Ini perlu kau beritahu? Seluruh kota sudah tahu kabar ini!
Dafeny mendendam dalam hati.
Diam-diam mengatupkan gigi, berkata perlahan: "Bagaimana keadaan keluargaku sekarang?"
Char berpikir sejenak, menjawab: "Yang Mulia Adipati Minas menutup diri dari tamu. Saya belum mendapat kesempatan menghadap. Tapi kabarnya kondisi kesehatan beliau sangat baik, bisa makan dan tidur normal."
Wajah Dafeny mulai terlihat tenang.
Char memperhatikan ekspresi Dafeny, melanjutkan: "Saya juga bertemu Kakakmu Pangeran Muda Rody. Hubungan saya dan Tuan Rody cukup baik, kami sama-sama murid Guru Kavhill. Kesehatan Tuan Rody juga prima. Katanya dia ingin bergabung dengan militer. Oh ya... Di Osgilia, saya pernah melakukan percakapan mendalam dengan beliau. Aura kejayaan Tuan Rody benar-benar memukau."
"Percakapan yang 'dalam-dalam'? Rody itu nyaris menghunus pedang untuk duel begitu bertemu, hampir menyebutku maling pengkhianat.
Mendengar kabar ayah dan kakaknya dalam keadaan selamat, Dafeny akhirnya bisa bernapas lega.
“Meski sudah mendengar beberapa hal ini dari para dayang yang datang dari Kota Kekaisaran di sekitarnya, baru setelah mendengar pengakuan langsung dari pihak terkait yaitu Char, Dafeny bisa benar-benar merasa tenang.”
Kemudian, Dafeny terdiam sejenak, menatap Char: "Lalu, apa lagi yang lainnya?"
"Yang lainnya?" Char berpura-pura bodoh dengan nekat.
Ekspresi Dafeny terlihat kompleks, menghela napas panjang penuh makna: "Char..."
Kali ini dia tidak lagi menyebut "Jenderal Char", melainkan memanggil namanya langsung. Char langsung merasa situasi ini sulit diatasi.
"Char, kamu tahu apa yang kutanyakan." Dafeny langsung menyingkap intinya, berkata perlahan: "Ketika kamu menemuinya... apakah dia mengatakan sesuatu?"
"......" Char menatap Dafeny, beberapa saat kemudian baru menghela napas pelan: "Tidak."
"Tidak... tidak sama sekali..." Ekspresi Dafeny sulit terbaca antara senang atau marah, dengan datar namun seolah mengunyah kata-kata itu dalam hati, sudut mulutnya menampilkan senyum aneh.
Kemudian, dia mengangkat kepala lagi: "Tidak satu kata pun?"
"Tidak satu kata pun." Char menjawab dengan nekat.
"Tidak ada implikasi apapun?"
"Tidak ada implikasi apapun." Mengingat semuanya sudah terang-terangan, Char memilih untuk tegas dan tidak lagi berbelit-belit dalam bicara.
Tiba-tiba Dafeny menghela napas panjang... seperti erangan, namun juga mirip pelepasan beban berat yang tiba-tiba.
“Sorot mata itu seakan mengandung frustasi, namun lebih terasa seperti bau pembebasan.”
Char merasa iba: Perempuan ini masih sangat muda, namun hidupnya sungguh tragis.
“Char... Menurutmu, apakah... dia tahu aku di sini?”
Char bergumam sejenak, menatap langsung mata Dafeny: “Dia tahu Adeline di sini, bahkan mengirim para dayang istana.”
Ucapan ini tampak menjawab di luar konteks, tapi Dafeny paham maksud tersiratnya.
（Kau datang ke sini bersama Adeline. Jika Kaisar bisa melacak Adeline di tempatku, bagaimana mungkin dia tidak tahu keberadaanmu?）
Tak perlu diucapkan terang-terangan, mereka berdua orang pintar yang sudah saling mengerti.
“Hē hē.”
Dafeny tiba-tiba tersenyum tipis, suara tawanya terdengar aneh. Char pun tak paham makna di baliknya.
Dia mengangkat kepala memberi hormat, dengan nekat berkata: “Masih ada urusan militer, hamba tidak berani mengganggu istirahat Yang Mulia. Izinkan hamba undur diri.”
“Hmph.” Dafeny membalas singkat. Saat Char sampai di ambang pintu, suara dari belakang tiba-tiba terdengar: “Jenderal Char, lalu apa rencanamu untuk menanganiku?”
“Yang Mulia bercanda.” Char berbalik dengan wajah serius: “Paduka adalah permaisuri, hamba hanya bawahan. Mana mungkin bicara soal 'penanganan'?”
“Dia sudah menganggapku tidak ada. Status permaisuriku ini tidak perlu disebutkan lagi. Aku hanya ingin tahu, bagaimana kau akan mengatur nasibku?”
Char tertawa pahit, menggaruk-garuk rambutnya sendiri, berkata: "Itu... Anda... hmm, tinggallah dengan tenang di sini. Kebutuhanku tercukupi, hanya tambah satu mulut saja, hehe... itu..."
Char merasa tak bisa melanjutkan pembicaraan, akhirnya mengangkat tangannya dan berbalik pergi!
Kali ini saat keluar dari aula, tak ada lagi suara Dafeny yang terdengar dari belakang.
Char melangkah keluar dengan perasaan lega, akhirnya menyelesaikan satu urusan.
Tapi saat permaisuri tak berusaha menahan atau menanyainya lagi, hati Char justru merasa sedikit kecewa.
Menggelengkan kepala, Char melangkah gagah keluar pelataran. Di depan pintu, berdiri di tangga sambil memandangi barisan prajurit pengawal, berseru: "Dengar! Kalian harus berjaga ekstra hati-hati! Jangan sampai lengah sedikitpun! Jika terjadi kelalaian, akan kuhukum sesuai aturan militer tanpa..."
Ucapan Char terpotong oleh jeritan mengerikan yang tiba-tiba terdengar dari dalam pelataran!
Disusul teriakan panik seorang dayang: "Yang Mulia! Yang Mulia!!!"
Lalu teriakan histeris: "Yang Mulia pingsan! Tolong! Ahhh!!! Tolong!!! Yang Mulia kritis! Yang Mulia!!!"
Wajah Char langsung berubah liar. Ia sudah berbalik dan berlari masuk dengan gesit.
Char bergerak cepat seperti terbang, telah memasuki aula urusan resmi bagai angin. Di dalamnya sudah kacau balau, beberapa dayang bersimpuh di tanah sambil menangis panik. Dafeny terbaring di bawah tempat duduknya sebelumnya, tubuhnya miring di lantai, meringkuk seperti bola. Wajahnya pucat kebiruan, sudut mulut mengeluarkan busa putih, mata tertutup rapat, seluruh wajahnya menunjukkan penderitaan - sudah tak sadarkan diri.
Para dayang itu ada yang histeris menangis, ada yang menarik-narik tangan Dafeny secara membabi buta, ada juga yang berlari keluar rumah tanpa arah. Saat Char masuk, hampir menabrak dua dayang. Dengan langkah gagah ia menerobos ke sisi Dafeny, mendorong kasar seorang dayang yang masih memegang lengan baju Dafeny, membentak keras: "Minggir semua!!!!"
Wajah Dafeny dipenuhi kesakitan. Kecantikannya yang semula kini berubah menjadi warna hijau pucat yang mengerikan. Mata terkatup rapat, gigi terkunci mati, seluruh tubuhnya gemetar seolah menahan siksaan dahsyat.
Kilatan tajam tiba-tiba menyala di mata Char.
Ini jelas-jelas tanda Keracunan!
Dia... Dia ternyata bunuh diri?!
Apakah karena ucapanku tadi yang membuatnya putus asa, lalu memilih mengakhiri segalanya?
Sungguh berisiko tinggi! Andai tadi aku berjalan lebih cepat beberapa langkah, mungkin tak sempat kembali ke sini!
“Para pengawal Char sudah masuk ke dalam!” Char memalingkan pandangan dan berteriak, “Singkirkan semua orang ini! Jangan berkerumun di sini!”
Para pengawal itu bagaikan serigala kelaparan, menarik para gadis ke samping dan segera mengosongkan area tengah.
Char segera memegang dagu runcing Dafeny, dengan sedikit tekanan membuka paksa rahangnya yang terkunci. Busa putih mulai mengalir dari sudut mulutnya.
Sebagai mantan pemburu berpengalaman di pegunungan, Char memiliki pengetahuan mendalam tentang berbagai tanaman. Ia membuka kelopak mata Dafeny, meraba denyut nadi di pergelangan tangannya, lalu mulai memahami situasi.
“Bawa air!”
Teriakan Char membuat para dayang panik. Tanpa menunggu respon mereka, seorang pengawal segera berluar dan kembali dengan mangkuk air.
Char mengernyit sambil membentak, “Kurang! Bawa satu tong air! Cepat!!”
Saat pengawal kembali dengan tong air, napas Dafeny sudah mulai melemah.
Char menghela napas. Dengan satu tangan menyangga tubuh gadis itu di pangkuannya, tangan lainnya dengan kasar menuangkan air dingin ke mulut Dafeny.
Hanya separuh kecil air dalam mangkuk ini yang berhasil dicekoki, sebagian besar malah tumpah. Namun Xia Ya terus bergerak tanpa henti, mengambil air dari tong di sampingnya mangkuk demi mangkuk untuk dicekokkan ke Dafeny. Begitu terus menerus sampai delapan sembilan mangkuk. Terlihat jelas Dafeny sudah terbatuk-batuk dengan wajah penuh ingus dan air mata.
Akhirnya, Xia Ya memegang Dafeny lalu meletakkan satu tangan di antara dada dan perutnya, menekan perlahan dengan sedikit tenaga.
"Waah!!!!"
Dafeny membuka mulut, langsung memuntahkan gumpalan kotoran bercampur air, bahkan sebagian besar mengenai tubuh Xia Ya.
Xia Ya saat ini tidak menghiraukan hal itu. Setelah Dafeny muntah beberapa kali dan sudah hampir bersih, dia kembali mengambil mangkuk dan mencekokkan air lagi.
Setelah diulang-ulang seperti ini, Dafeny kembali dibasuh perutnya dan muntah dua tiga kali, sampai yang dimuntahkan terakhir hanya air jernih - jelas perutnya sudah kosong. Barulah Xia Ya mengangguk puas.
Membawa Dafeny ke samping, Xia Ya memperhatikan wajahnya yang sudah agak membaik, napasnya juga lebih tenang.
Khawatir muntahannya belum tuntas, Xia Ya tak peduli perbedaan gender. Langsung memasukkan jarinya ke mulut Dafeny untuk memastikan tidak ada sisa kotoran, dan bahwa dia sudah tak bisa muntah lagi. Barulah Xia Ya melepaskannya dan membaringkannya.
"Pergi panggil tabib," gumam Xia Ya berat.
“Sudah dipanggilkan.” Suara pengawal langsung menjawab dari belakang.
“Hmph.” Xia Ya menarik napas lega.
Ia hanya mengandalkan pengetahuan masa lalu tentang pertolongan darurat Keracunan - dan ia menyadari Dafeny pasti menelan racun mematikan, sehingga metode pencucian lambung dengan air ini efektif. Seandainya menggunakan pedang beracun... cara ini pasti tidak mempan.
“Tak kusangka perempuan manusia ini berani. Begitu tahu dirinya ditinggalkan, langsung memilih bunuh diri.”
Di benak, Dora menghela napas panjang penuh makna.
“Bunuh diri...” Tiba-tiba kilas kejam melintas di mata Xia Ya: “Bukan bunuh diri!!”
Ia telah berdiri, menyapu ruangan dengan tatapan dingin: “Awalnya kupikir bunuh diri, tapi sekarang jelas bukan! Hmph!!”
Sorot mata kejam Xia Ya yang telah menumpas nyawa tak terhitung sebagai Jenderal Besar, membuat dayang-dayang muda di ruangan itu gemetar ketakutan.
“Kau! Berdirilah bicara.” Xia Ya langsung menunjuk gadis kecil yang tadi memandunya masuk menemui Dafeny.
Gadis itu berusia sekitar empat belas tahun dengan wajah polos. Saat ditunjuk pedang Xia Ya, tubuhnya gemetar seperti daun kering hampir pingsan.
“Tidak perlu takut, aku hanya akan menanyakan beberapa hal. Jawab dengan jujur, jika penjelasanmu jelas, maka tidak akan ada masalah.” Char menarik napas dalam-dalam, mengamati gadis ini: “Dan aku akan memberikan hadiah besar, mengerti?”
“Me, mengerti...” Ekspresi gadis itu hampir menangis.
“Kutanyakan, apakah Yang Mulia tadi memakan sesuatu?”
“Ya, Yang Mulia...” Gadis itu berbicara tersendat-sendat: “Tepat saat Anda tiba, Yang Mulia sedang bersiap makan. Beliau mendengar kedatangan Anda, lalu menghentikan makanannya dan keluar untuk menemui Anda... Saya, saya...”
“Jangan tegang, tidak perlu takut.” Wajah Char sedikit melunak: “Katakan padaku, apa yang dia makan?”
“Ti, tidak ada. Yang Mulia belum mulai makan ketika Anda datang...” Gadis itu mengedipkan air mata, lalu teringat sesuatu: “Ah, Ya, Yang Mulia... meneguk semangkuk sup... Sebelum makan, Beliau selalu minum semangkuk sup panas terlebih dahulu. Beliau hanya meneguk sekali...”
Char mengangguk: “Bagus, penjelasanmu baik. Tidak ada lagi urusanmu.”
Ia menoleh melihat pengawalnya. Pemimpin pengawal Hawk sudah paham, langsung berjalan masuk ke dalam.
Beberapa saat kemudian, Hawk membawa mangkuk sup keluar dan menyodorkannya ke Char: “Mangkuknya kosong.”
Char menyeringai sinis: “Katanya hanya minum sekali? Kalau kosong, berarti ada yang menuangkannya tadi.”
Dia berdiri di depan para dayang itu, berkata dingin: "Yang Mulia keluar menemui aku, siapa yang tinggal di ruang makan?"
"Ti-Tiada, tidak ada yang tinggal." Jawab gadis muda pemandu yang sama.
"Oh... Tidak ada yang tinggal." Char tersenyum dingin, setelah berjalan dua putaran di depan para dayang ini, tiba-tiba hatinya berdesir!
Dia tiba-tiba teringat, saat baru saja bertemu Dafeny, Dafeny menyuruh para dayang ini keluar. Di antara mereka, ada seorang yang beberapa kali mencuri-curi pandang padanya dengan sorot mata penuh kepanikan.
Hatinya berdesir, segera matanya membidik gadis itu, perlahan mendekatinya. Sorot matanya dingin menatap orang di hadapannya!
Usia gadis ini lebih tua dari dayang lainnya, terlihat sekitar dua puluh tahun lebih, rupanya sangat cantik. Tapi sepasang matanya justru menghindar. Saat Char berdiri di depannya, gadis itu jelas berusaha keras tampil tenang, namun tubuhnya gemetar tak henti, sama sekali tidak bisa mengendalikan diri.
"Kenapa melakukan ini." Char berkata dingin.
Gadis itu menelan ludah, suaranya gemetar: "J-Jenderal, apa, apa maksud Yang Mulia..."
“Saya tidak punya waktu untuk omong kosong denganmu.” Nada suara Char sangat dingin: “Kamu harus tahu, nyawamu bagi saya seperti semut kecil. Meski saya bukan orang yang brutal, tetapi saat diperlukan, saya akan bertindak lebih kejam dari orang paling jahat di dunia. Apalagi ketika ada ancaman terhadap keselamatan saya dan orang-orang di sekitar. Sehari-hari saya juga tidak suka melakukan hal kejam pada perempuan, tapi... musuh dikeluarkan!”
Gadis ini sudah seperti tidak bisa berdiri stabil.
“Kau lihat orang-orang di belakangku ini? Pengawal-pengawalku semuanya pasukan elit dari pasukan, mereka menguasai berbagai cara membunuh——dan juga sangat paham cara menyiksa orang, bagaimana memberikan penderitaan maksimal.” Char berkata dingin: “Oh ya, aku tahu, karena kau berani melakukan hal ini, pasti sudah siap mati. Mungkin kau tidak takut mati... Tapi aku takkan mudah melepaskanmu! Kau menyusup dalam rombonganku dari Kota Kekaisaran kan? Sepanjang perjalanan, pasti ada yang mengenalmu! Kalaupun tidak, aku bisa selidiki siapa yang mengirimkanmu padaku! Lalu akan kukirim orang ke Kota Kekaisaran! Kau tahu siapa aku! Aku Adipati Kekaisaran! Menteri Urusan Militer sekarang adalah atasanku! Di ibukota, jika aku ingin menyelidiki sesuatu atau seseorang, itu bukan hal sulit. Namamu, asal-usulmu, siapa saja di rumahmu, apakah kau punya orangtua, saudara kandung, semuanya bisa kuselidiki sampai jelas! Lalu... dengan mudah kuambil nyawa semua mereka! Percayalah, bagiku membunuh beberapa orang adalah hal yang sangat sederhana!”
Gadis itu wajahnya sudah pucat pasi, kedua kakinya lemas langsung bersimpuh di lantai.
“Seret dia turun, dalam waktu seperempat jam aku ingin dia mengaku segala sesuatu.” Char memerintah pengawal dengan nada dingin.
Beberapa pengawal maju dan menyeret dayang yang sudah lemas itu. Char berbalik memandangi gadis-gadis lainnya: “Kembali semua ke kamar masing-masing! Tanpa perintahku, tak seorang pun boleh keluar atau masuk!”
Berbalik lalu berkata pada para pengawal: "Mulai sekarang, tanpa perintahku, seekor burung pun tak boleh keluar-masuk di tempat ini!"
Char selesai memberi instruksi, mengambil kembali mangkuk sup itu, mengendusnya lalu tersenyum dingin: "Cara yang cukup pintar... Tidak langsung menggunakan racun, tapi memanfaatkan darah binatang iblis. Beberapa darah makhluk itu memang beracun, jika dikonsumsi langsung bisa menyebabkan ketidaknyamanan fisik, bahkan kematian bila parah."
Dia menggeleng: "Sepanjang perjalanan dari Kota Kekaisaran, sulit menyelundupkan racun. Tapi darah binatang iblis ini mudah ditemukan di Kota Danzeer. Syukurlah, sejak usia sepuluh tahun aku sudah terbiasa berurusan dengan makhluk-makhluk gunung. Racun dalam darah mereka sebenarnya tidak terlalu ganas, tapi jika tertelan terlalu lama dan tercerna di perut, efeknya akan sulit diatasi."
Sambil berkata demikian, Char diam-diam menghela nafas: Kedatanganku hari ini seperti takdir gaib. Andai saja aku tidak secara tak sengaja mampir ke sini, Dafeny mungkin sudah mati keracunan!
