"Kamu gila?"
Setelah mendengar permohonan Dafeny, Char awalnya terdiam membeku, kemudian langsung meneriakkan tanpa ragu-ragu, sepasang matanya menatap tajam ke arah Dafeny: "...Atau... kamu benar-benar ingin mencari kematian? Jika ingin mati itu mudah, tak perlu repot kembali ke Kota Kekaisaran! Aku akan langsung menarik seutas tali untukmu, kau bisa mencekik dirimu sendiri kapan saja!"
“Saat mengucapkan ini, nada suaranya terdengar kejam. Dafeny berbaring di tempat tidur, tubuh rampingnya sedikit gemetar. Perempuan itu sudah duduk, kedua tangan memeluk lututnya, kepala bertumpu di atasnya. Sorot mata menakjubkannya tak berkedip memandangi Char.
Dafeny diam. Umpatan marah-marah Char bagaikan satu pukulan yang menghantam udara kosong.
Dengan napas berat penuh amarah, ia menatap Dafeny dalam-dalam sebelum menarik napas panjang: "Maaf, Yang Mulia, hamba telah bersikap tidak sopan."
"Di saat seperti ini, Char, masih pantaskah kau menyebut hubungan penguasa dan bawahan?" Dafeny akhirnya berbicara dengan suara lembut yang masih menyiratkan kepedihan.
"...Kau sudah tahu." Char menyipitkan mata: "Kau tahu, yang meracunimu adalah..."
"Aku tahu." Wajah Dafeny pucat, bahkan bibirnya yang semula kemerahan kini kehilangan cahaya. Ia menggigit bibirnya: "Aku tahu, dialah yang ingin aku mati!"
"Lalu kau masih mau kembali?" Char berseru terkejut.
"Char, kau takkan mengerti." Dafeny menatapnya, setiap katanya diucapkan pelan namun penuh keseriusan: "Di belakangku masih ada sebuah klan! Marga terhormat bernama 'Minas'!"
Char tidak berbicara.
“Aku adalah permaisuri, sekaligus anggota Klan Minas! Jika dia ingin aku mati, aku bisa mati! Tapi aku tak boleh mati di luar Kota Kekaisaran! Sebagai permaisuri, aku harus mati di ibu kota, meski dengan alasan yang kaku—aku harus mati di Kota Kekaisaran, di dalam istana, entah 'meninggal karena sakit' atau 'mati terjatuh tak sengaja'. Dengan begitu, meski aku mati, identitasku tetap sebagai permaisuri yang bisa memberikan kehormatan bagi klanku dan marga keluarga! Tapi jika aku mati tanpa penjelasan jelas di luar sana, bahkan... bahkan tanpa pernyataan resmi... Char, kamu mengerti dampak seperti apa yang akan terjadi pada klanku? Ini akan mempermalukan marga keluarga!!”
Sejujurnya, meski Char mengerti maksud perkataan Dafeny—tapi dia tak benar-benar memahaminya.
Bagaimanapun, urusan seperti kehormatan klan masih terlalu jauh bagi si kampungan ini. Dia hanyalah seorang diri, tanpa aura berat gelar kebangsawanan di belakangnya, tanpa beban harus membawa kejayaan untuk klan mana pun... Tentu saja, kecuali klan Tulip pendiri kerajaan itu. Meski kini sudah 90% pasti si pemabuk tua yang sudah mati itu adalah keturunan Klan Tulip, Char sama sekali tak berniat "mewarisi jabatan ayah" untuk memulihkan kejayaan Klan Tulip.
Faktanya, dia bahkan curiga bahwa si pemabuk tua sendiri mungkin tak terlalu peduli dengan misi semacam itu.
"Dia tidak pernah membawa beban atau dibelenggu oleh urusan seperti keluarga. Mungkin, setelah meraih kesuksesan, dia akan membangun klan yang agung dan terhormat. Tapi setidaknya sekarang, si kampungan ini bersyukur tidak perlu memikul beban berat seperti itu."
"……Jadi kau ingin kembali, kembali ke Osgilia, lalu masuk ke dalam istana, diam-diam menunggu kelinci itu membunuhmu?"
Dalam kemarahannya, Char bahkan tanpa ragu mengucapkan kata "kelinci" dengan lantang.
"Aku akan menerima semua ini, ini adalah takdirku." Ucap Dafeny dengan wajah yang hampa, seolah hatinya seperti abu mati.
"Pergilah dengan takdir sialan itu!" Char tiba-tiba berteriak pada Dafeny: "Dengarkan! Perempuan! Di dunia ini, Laozi bisa mempercayai apapun, kecuali beberapa hal yang selalu kupandang sebagai omong kosong! Pertama adalah dewa! Kedua, omong kosong takdir yang kau sebutkan! Tidak pernah, tidak pernah, TIDAK PERNAH!! Tidak pernah ada yang namanya takdir! Itu cuma alasan yang dicari-cari oleh si pengecut menyedihkan untuk membenarkan diri!"
Char yang murka bagaikan singa mengamuk, mondar-mandir beberapa putaran di dalam ruangan sambil menatap tajam ke arah Dafeny di tempat tidur, bergumam kasar: "Jangan berpikir! Jangan sekali-kali berpikir!! Kau adalah tamu Laozi, jika aku mengirimmu ke lubang maut, apa jadinya reputasiku?! Apalagi kau adalah teman Adeline. Jika aku membiarkanmu mati, perempuan itu pasti akan menghabisi nyawaku! Jika kau mati, dia mungkin akan menangis sampai buta!! Kau ingin mati pengecut, tapi aku tak mau jadi bahan tertawaan! Jika aku membuangmu ke kematian, bagaimana orang akan menilakuku?!"
"Hidup-mati ku bukan urusanmu!!" Tiba-tiba Dafeny menemukan keberanian yang tak terduga, meneriakkan kata-kata itu pada Char dengan kedua tinjunya terkepal, tak gentar menatap mata sang Letnan.
"Ah! Api kemarahanmu menyala?" Char tertawa getir: "Ya! Benar! Bagus! Sorot mata seperti inilah, celah pembela diri seperti inilah!! Keberanian seperti inilah yang seharusnya kau gunakan untuk melawan takdir sialan itu! Bukan untuk melototi aku, penyelamat nyawamu!"
"Kau tak mengerti! Char, kau sama sekali tak paham!!"
Tiba-tiba emosi Dafeny runtuh bagai tembok yang hancur!
Sorot matanya dipenuhi air mata yang mengalir deras, wajahnya basah oleh tangisan pilu yang terdengar menusuk hingga ke tulang sumsum.
“Kamu tidak paham! Char! Kamu tidak mengerti!!” Suara Dafeny gemetar, nada suaranya tersekat: “Siapa aku? Aku Dafeny·Minas!! Putri Adipati Minas! Aku lahir dalam keluarga termulia di dunia ini! Aku bangsawan yang dikagumi semua orang, sejak usia tiga belas tahun, mata setiap pria yang melihatku akan memancarkan nafsu dan keserakahan!! Ada yang menginginkan kecantikanku, ada yang menginginkan status keluargaku! Makanan dan pakaianku semuanya barang mewah dan indah! Aku bisa mendapatkan perhiasan termahal di dunia! Satu roda kereta kudaku saja setara dengan pendapatan setahun keluarga kelas menengah! Sebuah perhiasanku bisa membeli separuh jalan rumah di Kota Kekaisaran! Aku menghadiri pesta paling eksklusif, muncul di tempat-tempat paling bergengsi, semua mata tertuju padaku, sejak lahir seolah dibalut aura! Orang-orang akan berkata, lihat! Lihat! Itu Nona Dafeny! Putri Adipati Minas! Gadis dengan status termulia se-Kota Kekaisaran! Perempuan tercantik di seluruh ibu kota!! Aku memiliki segalanya!! Ya, segalanya! Char, kamu mengerti?! Segalanya!! Pria mencintaiku diam-diam, wanita mendengkiiku! Semua yang kuinginkan, cukup kuucapkan, langsung akan dihadapkan di depanku!! Char, bisa kamu bayangkan kehidupan seperti itu? Bisa kamu bayangkan pemandangan itu? Kamu sangat iri, bukan? Ha ha ha ha...”
Perempuan itu mulai tertawa lembut, tawanya penuh dengan aroma neurotik.
Char menarik napas dalam-dalam, dia tidak berbicara, hanya memandangi air mata yang membanjiri wajah perempuan itu.
“Ya! Segalanya, apapun yang kuinginkan, pasti akan dihadiahkan padaku. Saat aku sedih, selalu ada yang berusaha keras menghiburku. Tahukah kau? Koki khusus yang melayaniku, hanya untuk membuat dessert saja ada enam orang! Gaji mereka bahkan lebih tinggi dari perwira menengah di pasukan! Penjahit yang membuat gaun istanaku, satu tim penuh! Char, bisakah kau membayangkan kehidupan seperti apa itu?!”
Char tetap diam, namun sorot matanya yang memandang Dafeny perlahan menjadi lembut, memancarkan aroma belas kasihan.
“Sebelum usia lima belas, aku sangat bahagia! Kukira diriku manusia paling beruntung di dunia! Segala keinginanku terkabul! Tapi segera kusadari, semua yang kupikirkan ternyata sangat menggelikan!”
“Aku sangat cantik, hampir semua pria yang melihatku akan memuji rupa mereka! Dayang di rumah, pelayan, guruku, dayang pengiringku, hampir setiap hari memuji penampilanku! Setiap pria yang kujumpai pasti memandangiku dengan sorot mata seperti itu! Aku juga pernah berfantasi tentang masa depanku seperti gadis muda biasa! Ya! Aku berfantasi, memang berfantasi! Aku juga membayangkan ada seorang pria, di larut malam, di taman luar jendela kamar tidurku, menyanyikan lagu untukku sambil menggigit mawar! Aku juga membayangkan dalam pesta megah, seorang pria memelukku menari-nari, menatapku dengan pandangan penuh perasaan! Aku juga membayangkan saat dia pergi ekspedisi militer, akan memelukku dengan lengan penuh kekuatan, mengatakan akan pulang hidup-hidup demi aku! Aku bahkan berfantasi, dalam upacara kemenangan agung, pria itu akan mengumpulkan semua kehormatan kerajaan, lalu mengumumkan ke seluruh dunia bahwa akulah cinta sejati dalam hatinya!!”
Mendengar kalimat terakhir, si kampungan tiba-tiba wajah memerah.
“Tapi semua fantasi, hancur di tahun kelima belas usiaku!!” Suara Dafeny tiba-tiba berubah dari emosional menjadi jatuh. Dia masih terlihat tersenyum ringan, pipinya basah oleh air mata: “Di usia lima belas tahun, seperti perempuan muda biasa, aku mulai memimpikan cinta. Saat itu aku bertemu seorang pria di pesta. Dia anak bangsawan sedang dari selatan, sangat sopan dan beradab. Berbeda dengan bangsawan muda lain yang suka pamer, matanya tak pernah memancarkan nafsu telanjang. Dia menulis surat untukku, mengirimkan puisi cinta karyanya sendiri... Ya, aku tertarik. Sungguh pernah tertarik. Kupikir setiap gadis muda di Gunung Dunia ini, di usia seperti itu pasti pernah memiliki objek yang membuatnya berdebar.”
Di titik ini, suara Dafeny berhenti sejenak. Dia menarik napas dalam-dalam: “Kemudian, yang meruntuhkan semua fantasi ini adalah ayah tercinta saya!”
Dia terus menangis, sambil menangis, sambil tersenyum berbicara: "Ayah menemukan beberapa petunjuk, lalu dia mengadakan percakapan denganku, dia memperingatkanku bahwa pekerjaan-pekerjaan ini harus segera dihentikan, lalu diakhiri. Dia mengatakan padaku bahwa aku tidak punya kekuatan untuk memilih pekerjaan-pekerjaan ini sendiri! Dia mengatakan bahwa dia sudah memutuskan takdir masa depanku, memilihkan kandidat suamiku, suamiku akan menjadi Putra Mahkota, Kaisar masa depan Kekaisaran! Klan Minas harus membangun hubungan pernikahan dengan keluarga kerajaan! Ya, saat itu dia menggunakan nada bicara seperti ini, dia berkata 'Klan Minas harus membangun hubungan pernikahan dengan keluarga kerajaan'!! Ya, klan! Ini klan! Tapi ini adalah cintaku sendiri, pernikahanku sendiri! Mengapa harus membiarkan 'klan' yang memutuskan pekerjaanku sendiri?! Saat itu aku tidak mengerti, aku tidak memahaminya, aku bahkan pernah mencoba melawan. Tapi segera aku menyadari, aku mengerti, segalanya pada dasarnya mustahil! Pria yang pernah membuat hatiku berdebar itu, segera lenyap, dia diperingati oleh ayah atau orang-orang tertentu, klannya panik, dia sendiri juga ketakutan, segera menghilang sepenuhnya dari penglihatanku, aku bahkan tidak tahu ke mana dia pergi, sampai beberapa tahun kemudian aku sudah menjadi permaisuri, baru secara kebetulan melihat bayangannya di sebuah pesta, sorot matanya memandangiku, tidak lagi memiliki hal-hal yang pernah membuat hatiku berdebar, malah penuh kepanikan, bahkan ketakutan!!"
“Sejak usia lima belas tahun, ayah memperingatkanku, lalu dengan cepat mengumumkan hal penting: Klan Minas akan melakukan hubungan pernikahan dengan keluarga kerajaan. Aku akan menjadi istri masa depan Putra Mahkota! Ya! Lihatlah! Gadis bangsawan tertinggi di Kota Kekaisaran, perempuan tercantik, akan menikahi pria paling berkuasa di kekaisaran ini! Menikahi calon Kaisar masa depan!! Kedengarannya seperti hal yang indah! Tapi saat itu aku bahkan belum pernah melihat calon suamiku! Aku hanya mendengar kabar angin buruk tentangnya... Tak seorang pun bertanya apakah aku mau, tak ada yang peduli pada kemauanku! Sejak saat itu, cintaku mati sebelum sempat lahir! Tak ada pria lagi yang menunjukkan rasa cinta padaku. Semua orang memandangiku dengan penuh hormat... Oh ya, juga dengan sedikit belas kasihan dan ejekan! Ya! Apa artinya kemuliaan! Apa artinya kecantikan! Mereka menertawakanku, mengejek perempuan termulia dan tercantik di ibu kota yang harus menikahi pria penyuka sesama jenis!! Aku pernah menangis, melawan, berjuang, memberontak... Tapi ayahku yang berkuasa memusnahkan semua keinginanku! Dayang yang mau membantuku kabur dari rumah, langsung dihukum mati dengan tongkat setelah ketahuan! Jika aku mogok makan, dia menghukum koki! Dia mengirim guru etika untuk mengajariku tata krama istana, segala hal yang harus diketahui calon permaisuri! Bagaimana bicara, berjalan, duduk, bahkan cara makan yang benar! Semua ini karena... karena 'klan membutuhkanku melakukan ini'! Char, kamu mengerti?!!”
“Aku seolah memiliki semua aura Gunung Dunia ini - kaya, mulia, cantik... Tapi aku tidak punya cinta! Aku seorang perempuan! Tapi tak punya kekasih sendiri! Bahkan pelayan wanitaku bisa berselingkuh dengan tukang kuda rumah yang dicintainya, menikah, melahirkan anak! Aku tidak, aku tidak punya kekuasaan seperti itu! Aku bagai komoditas berlabel yang memperingatkan semua orang untuk menjauhiku, karena aku sudah 'dijual'!”
“Ya, kusadari betapa kekanak-kanakannya diriku sebelumnya! Segala yang kumiliki hanyalah bungkus mewah untuk komoditas ini! Baju-bajuku yang indah, perhiasan termahal, makanan dan barang-barangku yang terbaik, semua hanya untuk membungkusku menjadi komoditas mewah, akhirnya dijual ke keluarga kerajaan! Ayahku, dulu kukira dia mencintaiku! Tapi dialah yang menjualku dengan tangannya sendiri! Menjual putri kandungnya, satu-satunya anak perempuan, bagai barang dagangan! Menjualku untuk kejayaan klan!!”
“Dia pernah memperingatkanku, mengumpat marah-marah, bahkan akhirnya merendahkan diri untuk memohon padaku! Katanya tak ada akal lain, dia tak punya pilihan! Demi klan, dia harus mengorbankanku, berusaha membuatku mengerti penderitaannya, membuatku bisa menerima segalanya! Dia bilang, pengorbananku akan menjamin kedamaian jangka panjang klan! Pengorbananku akan membuka masa depan kakak Rody! Pengorbananku akan menjaga aura keluarga Minas tetap menjadi klan kelas satu Kekaisaran! Klan! Semua untuk klan!!”
Segalanya, semata untuk klan...
Char mengulangi kalimat itu dalam hati.
“Aku sudah pasrah, aku tidak bisa melawan semua ini, yang bisa kulakukan hanyalah menerima! Jika takdirku memang sudah ditentukan sebagai tragedi, maka biarlah pengorbananku memberi nilai lebih bagi klan. Aku harus mempertimbangkan keluarga besarku. Jika aku memang harus mati, biarlah darahku menjadi aura terakhir yang menghiasi julukan keluarga kami! Karena… inilah takdirku!”
Char terkejut.
Memandangi perempuan di hadapannya, Char benar-benar terkejut.
Selama ini, perempuan bernama Dafeny ini di matanya selalu tampak cantik, mulia, dengan tutur kata dan perilaku penuh keanggunan keluarga ternama, berkelas tinggi, menjaga martabat… bahkan menimbulkan rasa hormat.
Tapi saat ini, perempuan itu menangis tanpa malu, meratapi nasibnya. Aura kemuliaan dan martabat yang dulu dimilikinya sudah lenyap. Dafeny yang ada di depan mata hanyalah seorang perempuan biasa.
Sangat polos. Pada titik ini, dia hanyalah seorang perempuan—tanpa tempat bergantung, penuh kesedihan, penderitaan, kelemahan, dan kebingungan!
Setelah ragu beberapa detik, Char menghela napas, mengeluarkan syal sutra, mendekati tempat tidur, dan menyerahkannya dengan lembut.
Syal diulurkan ke depan Dafeny, tetapi Dafeny tidak mengambilnya. Dia mengangkat kelopak matanya melihat lengan kuat yang terulur itu, tiba-tiba seperti orang tenggelam yang tak berdaya, kedua tangannya langsung memeluk lengan Char dengan erat, memeluk erat lengan itu di pelukannya, lalu seluruh berat badannya bersandar pada lengan Char ini. Akhirnya, Dafeny mulai menangis tersedu-sedu!
Tangisannya begitu keras, begitu menyedihkan, begitu putus asa, seolah ingin meluapkan semua penderitaan yang terpendam di hatinya selama bertahun-tahun ini, pada saat ini, sekaligus.
Dia memeluk lengan Char dengan sangat kencang, bahkan Char bisa merasakan dada lembut perempuan muda itu menempel pada kulit lengannya...
Tapi saat ini, tidak ada sedikitpun niat jahat dalam sorot mata Char. Dia hanya menatap perempuan ini dengan serius, di matanya terpancar belas kasihan yang tulus.
Perlahan dia mengulurkan tangan satunya lagi, perlahan meraih rambut Dafeny, mengelus-elusnya dengan lembut, menghibur dengan penuh kehalusan.
Dafeny menangis tanpa tahu sudah berapa lama, bahkan Char pun terkejut, terkejut melihat betapa banyaknya air mata perempuan ini...
Akhirnya, tangisan itu perlahan melemah, suara Dafeny semakin kecil. Dia kelelahan, gerak-geriknya pun semakin melemah.
“Sudahlah, sudahlah, istirahatlah sebentar.” Char berusaha menggunakan suara paling lembutnya: “Semua ini akan berlalu, dan segera.”
“Kumohon, Char, kumohon… tolong…” Dafeny mungkin karena terlalu lelah, suaranya mulai tak jelas.
Char awalnya mengira Dafeny akan mengatakan “tolong bantu aku” atau semacamnya.
Tapi ucapan Dafeny berikutnya adalah: “Kumohon, antarkan aku kembali, bawa aku pulang ke Osgilia… buat pengorbananku berarti… kumohon…”
Akhirnya, perempuan muda itu kelelahan. Luapan emosi besar tadi telah menghabiskan stamina tubuh dan jiwanya, semua energi terkuras habis, seluruh semangat mengering.
Char menghela napas, tangan yang tadi mengelus-elus rambutnya perlahan turun ke belakang leher Dafeny, lalu menekan suatu titik secara halus dan tersembunyi.
Gadis itu akhirnya terdiam. Tubuhnya lunglai rebah, kepala miring di pelukan Char, lalu napasnya mulai tenang.
Char menarik napas panjang, membaringkan Dafeny di tempat tidur dengan hati-hati. Bahkan menyisir rambutnya di samping bantal agar tidurnya nyaman, sebelum akhirnya menyelimutinya.
Memandangi gadis yang telah terjebak dalam tidur, di wajahnya masih membekas jejak air mata, lingkaran mata semuanya berwarna kemerahan. Raut wajahnya masih mengerut kencang, samar-samar membawa kesedihan ironi seperti saat sadar.
“ tidurlah dengan nyenyak.”
Char berdiri, berdiri di tepi tempat tidur, menatap gadis yang tertidur lelap, dengan nada sangat tenang namun serius perlahan berkata.
“Aku jamin padamu, segala yang kau katakan...tidak akan terulang lagi! Tidak lagi!”
Begitu berkata, Char hendak berbalik pergi, tapi tubuh baru bergerak, tiba-tiba menyadari tangannya...
Dafeny yang tertidur lelap, bagaikan anak kandung tak berdaya, satu tangan mencengkeram erat pergelangan tangan Char, layaknya orang tenggelam memeluk sebatang jerami terakhir, menggenggam kencang, sekalipun tertidur, jari-jarinya tak goyah setapak pun.
Char mencoba menarik tangannya, tapi cengkeraman perempuan itu terlalu kuat, Char khawatir jika dipaksa membuka, gadis yang baru tertidur tenang itu mungkin akan terbangun.
Si kampungan sejenak ragu, akhirnya tertawa pahit terpaksa, dengan susah payah memutar setengah tubuhnya, lalu menarik sebuah kursi dari tepi tempat tidur, duduk di sana sambil menjaga posisi lengan seperti semula.
“Tak lama setelah Char duduk, Dafeny yang sedang tertidur lelap seolah merasakan sesuatu... mungkin meski dalam tidur, dia masih bisa merasakan aliran energi dari tubuh Char.”
“Dia justru membalikkan badan, menggeser tubuhnya mendekati tepi tempat tidur untuk semakin mendekati Char yang duduk di sana. Tangannya masih mencengkeram pergelangan tangan Char, hanya saja saat bergerak, rambut lembutnya telah mengurai di wajahnya yang mulus. Beberapa helai ujung rambut bahkan menyentuh lengan Char, menimbulkan rasa gatal.”
“Char tersenyum tipis, lalu meraih rambut Dafeny yang berantakan di wajahnya dengan lembut.”
“Hmph, ini takkan terulang lagi.”
“Bab keempat ratus delapan puluh enam: Kau Akan Segera Mengetahuinya”
“Saat Dafeny terbangun, ruangan telah gelap gulita. Mengangkat kelopak matanya, dia melihat jendela di luar juga telah hitam pekat. Kira-kira hari sudah malam.”
“Matanya terasa perih dan bengkak, mungkin akibat tangisan keras sebelum tertidur pulas. Baru bangun dari mimpi, kesadarannya masih berkabut. Setelah menarik napas dalam-dalam, barulah dia agak sadar dan secara refleks berusaha duduk.”
“Tapi begitu tubuhnya bergerak, dia segera menyadari kedua lengannya masih memeluk erat sesuatu...”
“Ketika menoleh sekali lagi, Dafeny hampir berteriak kaget.”
Syukurlah teriakan kaget itu hanya sampai di bibir, berhasil ditekan olehnya. Namun dalam kegelapan, wajah cantiknya telah seketika memerah menyala.
Posisi tubuhnya saat ini benar-benar terlalu memalukan.
Dirinya terbaring di tempat tidur, tubuh meringkuk seperti bola, menempel erat di sisi luar tepi ranjang. Kedua lengannya memeluk erat lengan Char yang kekar. Merasakan lengan berotot itu dalam pelukan, seolah memberi rasa aman dan sandaran. Bahkan tubuhnya sendiri pun menempel rapat dengan lawannya.
Yang membuat pipi Dafeny semakin merah adalah, kepalanya sendiri bahkan hampir bersandar di paha Char.
Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang, Dafeny merasa tenggorokannya mengering. Sekejap, pikirannya kosong. Ia tak tahu apakah ini mimpi... Tapi baik dalam keadaan sadar maupun mimpi, berposisi intim seperti ini dengan orang itu sama sekali tidak pantas.
（Syukurlah, Dafeny menatap Char dalam-dalam, menemukan meski dirinya sudah bangun, tapi senjata ini masih dengan mata tertutup. Napas Char sangat teratur, tubuhnya sedang bersandar di kursi, bibirnya sedikit terbuka, seolah masih mendengkur pelan. Hanya posisi duduknya yang terlihat menyiksa: Tubuh bersandar di punggung kursi, tapi tak bisa diam, masih harus mengulurkan lengannya agar bisa digendongnya, posisi janggal begini, kira-kira pasti tidurnya sangat tidak nyaman.）
（Dia... dia tidur seharian di sini, menemani dan menjagaku? Dengan posisi menyiksa ini, agar bisa menggendong lengannya, bertahan selama berjam-jam...）
Sesaat, dalam hati tiba-tiba muncul pikiran ini, membuat hati Dafeny terbang tinggi dan lembut tak tertahankan.
Ia mencoba melepas lengan Char, tapi posisi berdua terlalu rapat. Dafeny khawatir jika bergerak sedikit, Char mungkin akan terbangun... Posisi memalukan ini, tak sadar saat tidur masih bisa dimaklumi, tapi jika terbangun dalam keadaan begini, sungguh tak bisa hidup lagi. Di depan Char ini, bahkan kepala pun takkan bisa tegak.
Yang membuat Dafeny semakin memerah adalah, dia sendiri sangat jelas merasakan, karena memeluk lengan Char dengan erat di pelukannya, dia bisa merasakan kelembutan payudaranya yang sedang menempel erat di lengan lawan...
Perasaan ini membuat Dafeny pusing tujuh keliling, pengalaman yang belum pernah dialaminya seumur hidup!
Tiba-tiba muncul sebuah pikiran berani dalam hatinya:
Seandainya... seandainya... jika aku terus pura-pura tidur dengan mata tertutup, mungkin posisi ini bisa tetap dipertahankan... Perasaan aman dan punya sandaran seperti ini...
Pikiran yang tiba-tiba muncul ini membuat Dafeny sendiri terkejut. Segera dia mengingatkan diri sendiri dengan keras, merasa malu luar biasa karena pikiran itu.
Dafeny! Apa yang kau pikirkan! Ingat identitasmu! Kau adalah permaisuri, kau sudah punya suami! Setiap gerak-gerikmu mempengaruhi kehormatan Klan Minas, bagaimana bisa kau punya pikiran memalukan seperti ini! Jangan lupa, pria ini adalah tunangan sahabat terbaikmu! Dia... dia bukan suamimu! Bukan!!
Tapi, perasaan ini benar-benar nyaman, lengan yang kuat ini saat dipeluk seolah memberi sandaran, memiliki orang sekuat ini yang menjaga di samping, bahkan saat tertidur pun merasa sangat aman...
“Entah mengapa, di benak tiba-tiba teringat hari itu, saat Char kembali dengan Kemenangan di bawah gerbang kota Danzeer, dengan semangat berkobar-kobar, dalam posisi arogan yang begitu bebas, menggendong Adeline dalam pelukannya, lalu dengan nada berani seakan memproklamasikan ke seluruh dunia: Dia adalah perempuanku!!”
Tak pernah... tak pernah ada seorang pria pun yang melakukan semua ini padaku, tak pernah ada... tidak...
Pertarungan dan dalam hatinya, Dafeny pun tak tahu apakah harus melepaskan pelukan, namun secara refleks, seperti gerakan instingtif bawah sadar, justru semakin erat merangkul lengan yang ada dalam dekapannya.
Akhirnya, tepat saat jantung Dafeny hampir melompat keluar dari tenggorokan, sebuah suara yang membuatnya terengah-engah bergema dalam kegelapan.
“Ada apa? Mimpi buruk?”
Ini suara Char!
Begitu mendengar suara ini, Dafeny langsung menjerit, dengan cepat melemparkan lengan Char, detak jantungnya hampir terhenti di menit ini.
Char menarik kembali lengannya, agak canggung mengusap dagunya.
Sebenarnya tidurnya tak nyenyak, dengan kemampuan -nya, bahkan dalam mimpi sekalipun, sedikit gerak-gerik di sekitarnya akan langsung membuatnya tersadar.
Tak lama setelah Dafeny bangun, Char sudah merasakannya. Si kampungan ini juga merasa canggung, meskipun dia orang yang lancang, tapi mengerti bahwa posisi seperti ini mungkin tidak beres.
"Tapi Dafeny di sana memeluk lengannya semakin erat, Xia Ya justru merasakannya. Dia tahu perempuan ini sudah bangun, tapi dalam situasi seperti ini, harus membuat gadis itu yang berbicara dulu—melempar tekanan dan tanggung jawab ke perempuan, ini bukan gaya khas Xia Ya. Jadi dia memilih untuk aktif berbicara."
"Tidak, tidak..." Setelah berteriak, Dafeny cepat-cepat bicara. Sayangnya terlalu cepat, atau mungkin karena terlalu tegang, hampir tersedak ludah sendiri. Dia menutupi dadanya sambil batuk-batuk keras.
Xia Ya tidak berkata lagi, melainkan berdiri dan membawa secangkir air ke tempat tidur: "Jangan terburu-buru, minumlah perlahan."
Setelah ragu beberapa detik, Dafeny menerima piala itu. Dia meneguk besar-besaran, lalu perlahan mulai tenang.
"Lapar tidak?" Suara Xia Ya terdengar sangat lembut dalam kegelapan ruangan—mungkin ini halusinasi di hati Dafeny, tapi saat ini dia benar-benar merasakannya.
Dafeny tidak menjawab. Xia Ya tertawa pahit: "Kamu belum makan sejak siang, dan kudengar setelah menangis sesenggukan, orang pasti akan sangat lapar. Lagipula kamu sudah tidur lama, pasti lapar."
Begitu berkata, Xia Ya langsung berbalik dan keluar dari ruangan.
"Melihat Char pergi, ruangan terasa sepi... Di saat itu, tiba-tiba Dafeny merasakan kepanikan dalam hatinya, seiring kepergian pria itu, jiwanya serasa terkuras kosong..."
Syukurlah, kepanikan ini tak berlangsung lama. Tak lama kemudian Dafeny mendengar suara langkah kaki yang menenangkannya.
Char kembali masuk dari luar pintu, satu tangan memegang lilin, tangan lainnya membawa piring berisi beberapa potong camilan.
"Sudah larut, dapur tak ada api. Hanya ada beberapa camilan, makanlah dulu." Char meletakkan lilin di meja, lalu mendekati tempat tidur. Dengan refleks ia menyelipkan tangan di punggung Dafeny, mengangkatnya dalam posisi setengah dipeluk.
Gerakan Char murni kebiasaan. Ia masih mengira wanita ini dalam keadaan limbung pasca keracunan siang tadi. Padahal setelah tidur, Dafeny sudah cukup pulih. Namun saat tangan Char menyentuhnya, tak ada sedikitpun keinginan untuk menolak dalam hati Dafeny. Seperti patung, ia membiarkan dirinya diangkat, disandarkan pada bahu Char, separuh tubuhnya terhimpit dalam dekapan pria itu.
Camilan sudah menyentuh bibirnya. Suara lembut terdengar: "Makanlah pelan-pelan."
“Di benak kosong, Dafeny patuh membuka mulut, menggigit perlahan.
Camilan itu dingin, dan rasanya biasa saja.
Tapi Dafeny merasakan seolah semua kue yang pernah dimakannya sepanjang hidup tidak ada yang seenak ini - sepotong kue dingin dan kering di bibirnya!
Perlahan-lahan, tanpa disadari, beberapa potong camilan di piring telah masuk ke perut Dafeny. Saat semuanya habis, Dafeny masih diam. Char hanya bisa tersenyum pahit: "Maaf... sudah habis. Aku tidak menyangka kamu bisa makan sebanyak ini."
"Ah!" Dafeny tersentak, pipinya kembali memerah: "A-Aku makan banyak?"
"Hmph, cukup banyak." Char tertawa terbahak: "Mau tidur lagi? Subuh masih lama. Jangan makan terlalu banyak, nanti perut sakit kalau tidur kekenyangan."
Biasanya, gadis secantik Dafeny sangat menjaga bentuk tubuh dan wajahnya. Dia tahu betul bahaya makan sebelum tidur - bukan cuma sakit perut, tapi juga risiko lemak menumpuk di perut!
Bagi perempuan, postur tubuh dan kecantikan lebih berharga dari nyawa. Di hari biasa, Dafeny sudah berhenti makan dua jam sebelum tidur.
Tapi hari ini, dalam pelukan Char... meskipun dia bawa sepiring penuh camilan lagi, Dafeny akan memakan semuanya tanpa ragu.
“Aku…… Aku tidak mau tidur lagi.” Dafeny berbisik pelan. Bahkan dirinya sendiri merasa nada suaranya terdengar seperti gumaman.
“Hmm, kalau tidak mau tidur, mari kita mengobrol saja. Tapi…… jangan menangis lagi ya.” Char terkikik Hehe: “Sekarang gelap gulita, semua orang sudah tidur. Hanya penjaga malam di luar. Kalau kau menangis sesenggukan di sini, orang-orang akan mengira aku mengganggumu di kamarmu tengah malam ini, hē hē……”
Wajah Dafeny memerah seperti terbakar api. Syukurlah nyala api lilin di ruangan ini redup, kira-kira si brengsek ini tidak bisa melihat jelas——dia menghibur diri sendiri dalam hati.
Menarik napas dalam beberapa kali, menelan kegelisahan dan pikiran liar di dada, Dafeny akhirnya berbicara dengan suara tenang: “Char…… tentang kejadian hari ini, bisakah kau……”
“Hari ini? Kejadian apa?” Ekspresi Char terlihat kosong seolah tak mengerti.
“Hari ini…… tentang diriku yang menangis di hadapanmu……” Kepala Dafeny hampir merunduk sampai ke dadanya.
“Ahaha……” Char menggaruk rambutnya, “Tenang saja, aku tidak akan cerita ke orang lain.”
“Sebaiknya kau lupakan itu.” Dafeny sengaja menggunakan nada dingin.
“Melupakan……” Char seolah berpikir sejenak, lalu menggeleng: “Tidak bisa. Mustahil aku bisa lupa.”
“Kau!” Dafeny mulai tak sabar.
“Kamu apa kamu?” Char berubah serius: “Kamu adalah Temanku, dalam hatimu ada begitu banyak penderitaan, masih ada begitu banyak masalah, bagaimana mungkin aku berpura-pura tidak melihat, mendengar lalu benar-benar melupakannya? Itu terlalu tidak memiliki kesetiaan ksatria. Singkatnya, pekerjaan ini bukan wewenangku untuk tidak ikut campur.”
“Kamu... kamu punya rencana bagaimana?!” Dafeny penuh amarah.
“...” Char hanya memandangi Dafeny, tidak berbicara.
Tiba-tiba dari dalam hati Dafeny muncul api kekosongan yang tak jelas asalnya, melontarkan tuntutan: “Masak kau berniat membiarkanku tinggal abadi di Kota Danzeer?! Atau kau juga seperti Hughes itu, memilih rupaku, ingin mengklaim sebagai milikmu?!”
Baru keluar dari mulut, Dafeny langsung menyesal.
Ia sendiri tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi. Sehari-hari ia bisa menjaga kewibawaan dan ketenangan, menampilkan penampilan mulia yang menjaga martabat, namun entah mengapa malam ini, di depan pria ini, pikirannya sama sekali tidak bisa tenang, hanya dengan dua patah kata saja langsung membuat emosinya tersulut, bicara tanpa kendali.
“Sebenarnya……” Char justru tidak marah, malah duduk di kursi dekat tempat tidur, menatap setara dengan Dafeny, nada suaranya lembut: “Kamu adalah perempuan yang sangat cantik, pintar, dan berwatak baik. Kalau bukan karena rentetan kesialan yang kamu alami… hmm, bisa dibilang ini hanya masalah kurangnya keberuntunganmu, bukan berarti ini pasti takdirmu. Hmm… Aku percaya, di dunia ini pasti ada banyak pria yang akan mencintaimu dengan tulus dan sangat ingin ‘mengklaimmu sebagai miliknya’, hehe.”
“Bagaimana denganmu? Kamu juga ingin?!”
Sekali lagi ucapan yang tak dipikir matang-matang.
Begitu kata-kata itu meluncur, Dafeny nyaris ingin menyelip ke bawah tempat tidur.
Char sama sekali tidak canggung, tersenyum jujur: “Aku juga pria normal. Setiap pria normal yang melihatmu pasti akan berpikir begitu.” Di sini dia berhenti sejenak: “Kalau bukan karena aku sudah punya Si Menyedihkan, mungkin aku benar-benar akan melakukannya, hahaha.”
Ucapan ini terdengar berani, namun disampaikan dengan nada polos yang justru membuat Dafeny merasakan ketulusan. Pria ini benar-benar tak punya niat jahat padanya.
“Kamu… sangat mencintai Adeline, ya?”
“Tentu saja!” Char langsung mengangguk serius: “Di dunia ini, dialah orang yang paling kucintai!”
“Aku tahu.” Dafeny berkata sendu: “Untuknya, kamu rela meninggalkan segalanya mengejarnya ke Padang Api Liar. Bahkan berani menghadapi Kaisar Suci Odin…”
“Dafenytiba-tiba muncul api cemburu yang bahkan membuat dirinya sendiri ketakutan!”
Pikiran ini membuatnya panik.
“Pokoknya, kamu bisa tenang, hal yang kamu takuti tidak akan terjadi.” Nada suara Char sangat serius, penuh dengan kepercayaan diri yang kuat: “Meski saat ini posisiku belum terlalu baik, tapi melindungi seorang perempuan masih bisa kulakukan. Kamu tinggal tenang di sini bersamaku, Kaisar kecil itu tidak akan berani mengganggumu. Dan percayalah, bahkan jika dia benar-benar mengirim orang untuk menjemputmu pulang, aku berani memukul mundur orang-orangnyasampai ke Osgilia.”
“Aku percaya kekuatan faksimu saat ini mampu melakukan itu.” Dafeny berkata dengan tatapan dalam: “Kau adalah Jenderal Garnisun, menguasai beberapa county dengan tanah dan populasi, plus puluhan ribu tentara. Bahkan bisa dibilang, tahtanya bisa stabil atau tidak tergantung pada sikapmu. Tapi, tapi...”
“Tapi apa?” Char tersenyum.
（Tapi apakah semua ini hanya karena belas kasihanmu padaku?!）
Dafeny menghela napas pelan dalam hati, tapi tidak berani mengatakannya.
Ya, belas kasihan, pasti hanya belas kasihan.
Kalau tidak, untuk apa lagi? Dia... dia mencintai Adeline, "si menyedihkan" yang selalu disebutnya. Saat menyebut nama Adeline, matanya langsung bersinar!
Aku ini apa? Paling-paling hanya perempuan malang yang dikasihaninya, dia membantu karena iba saja...
“Klan ku...” Dafeny masih ingin bersikeras.
“Sialan klan brengsek itu.” Char berkata dengan datar: “Apa itu klan? Arti sebuah keluarga seharusnya saling menyayangi, saling mendukung, membuat anggota keluarga hidup lebih baik! Jika keberadaan klan hanya menyiksa, memaksa menerima takdir menyedihkan tanpa akhir, maka biarkan klan brengsek itu pergi ke neraka!” Char menatap wajah Dafeny: “Aku kenal kakakmu, Rody itu orang baik. Aku yakin, seandainya dia di sini, pasti tidak akan membiarkanmu menanggung semua ini.”
Melihat ragu di wajah Dafeny, Char tersenyum: “Lagipula, situasi sudah berubah. Dulu klanmu perlu kawin dengan keluarga kerajaan untuk melindungi diri. Tapi sekarang... Hmph, keluarga kerajaan sendiri dalam bahaya. Setelah kupikirkan, bahkan jika kamu tidak pulang, Kaisar tidak berani menyentuh ayah dan kakakmu. Sekarang dia sendirian, paling takut dengan pengaruh Jenderal Adrik di pasukan. Untuk menyeimbangkan, mungkin malah harus lebih menghormati ayahmu, memanfaatkan pengaruhnya di militer. Jadi jangan khawatir membebani klanmu.”
Char mengerutkan kening: “Tapi justru inilah yang membingungkanku. Logikanya, dalam keadaan seperti ini Kaisar harusnya lebih berusaha mendekati klanmu. Tapi kenapa dia justru berusaha membunuhmu...”
Sambil berkata, dia mengangkat kepala dan menatap Dafeny: "Pertama kali aku bertemu denganmu, di acara berburu itu, di tepi danau itu, orang yang mencoba membunuhmu, seharusnya juga..."
"Benar. Dia yang mengirim orangnya." Kali ini Dafeny tak berniat menyembunyikan maksudnya.
"Kenapa?" Char tersenyum pahit: "Meski dia tidak menyukaimu, lebih suka pria, tapi... Kenapa dia harus mematikanmu? Membiarkanmu hidup sebagai umpan di sisinya, baginya juga tidak ada kerugian..."
"Karena aku..." Wajah Dafeny tiba-tiba memerah malu, namun dia mengatupkan giginya dengan geram: "Karena... aku melihat aibnya! Penampilannya yang paling menjijikkan kusaksikan, rahasia paling memalukan kuketahui. Meski terlihat hati-hati, sebenarnya wataknya sangat ekstrem. Jadi dia pasti ingin membunuhku. Selama aku hidup, dia akan selalu khawatir aib memalukannya akan tersebar. Dengan status dan posisinya sebagai Kaisar, tentu takkan mengizinkanku terus ada di dunia ini!"
"Aib? Aib apa?" Char penasaran.
"Kamu... jangan tanya. Intinya... itu hal yang sangat... sangat memalukan..." Wajah Dafeny merah padam, terlihat jijik sekaligus malu.
Char mulai memahami: "Mungkinkah... mungkinkah dia ketahuan bersama selir pria olehmu..."
“Dafeny menggeretak gigi, di bawah tekanan interogasi Char, akhirnya terpaksa mengungkap sedikit: "Kau... kau seharusnya menambahkan satu karakter."”
“Karakter apa?”
“-." Dafeny berbisik pelan: "Selir pria... -..."”
Sialan!
Si kampungan meludah deras.
Selir pria... -?!
Jangan-jangan, si kelinci ini tidak hanya menyukai pria, tapi juga suka berkelompok...
Coba bayangkan, sekumpulan pria telanjang licin bergumul... Char hampir memuntahkan makanan semalam.
“Hanya ini?”
“Masih... ada beberapa hal lain..." Ekspresi Dafeny menunjukkan kesulitan berbicara: "Bisa kau hentikan pertanyaannya? Aku, aku merasa sangat mual mengingat adegan-adegan itu."
Jangan-jangan tidak hanya kelompok... ada yang lebih panas lagi?
Char menggelengkan kepala, rupanya selera Kaisar kecil ini cukup ekstrem...
Mereka berbincang santai beberapa saat. Kondisi fisik Dafeny yang masih lemah membuatnya cepat lelah, kelopak matanya mulai berat, tapi ia menolak tidur dan menyembunyikan kelelahan. Di lubuk hatinya, ada pikiran yang sulit diungkapkan: Jika ia tertidur sekarang, dia pasti akan pergi!
Bagaimanapun, dia tak mungkin tinggal selamanya di sini. Jika ia menunjukkan kantuk, dia pasti akan pamit!
(Dalam hati tidak tega melepas Kepergian Char, Dafeny memaksakan diri bertahan dengan semangat. Namun kelelahan yang menyerang ditambah kondisi tubuhnya yang terlalu lemah membuatnya tak mampu bertahan lama. Tak lama kemudian, kesadarannya perlahan memudar, tanpa disadari matanya terpejam dan ia pun tertidur.)
Tidurnya kali ini sangat nyenyak.
Barulah keesokan harinya saat siang, Dafeny terbangun. Begitu membuka mata, ia melihat ruangan telah terang benderang. Hatinya langsung panik, matanya liar menyapu sudut-sudut ruangan mencari bayangan Char.
Seperti dugaan hatinya, kamar itu sudah kosong dari kehadiran pria itu.
Seketika, Dafeny termangu. Hatinya terasa hampa, seolah ada bagian yang hilang.
Memandang langit-langit, perempuan itu tak tahu apa yang sedang dipikirkannya saat ini.
(Hmm, tadi malam, dia sepertinya berkata sesuatu padaku. Kalimat apa itu ya... Oh iya, katanya aku harus hidup untuk diri sendiri. Ya, dia menyuruhku bertahan hidup demi diriku sendiri, jangan memikirkan hal lain lagi... Hidup, untuk diri sendiri...)
Hidup untuk diri sendiri?
※※※
Sebenarnya Char pergi jauh lebih lambat dari perkiraan Dafeny.
Ia baru keluar kamar setelah langit cukup terang. Usai keluar, ia tak langsung meninggalkan kediaman Dafeny. Bersama pengawal, ia berpatroli lagi di sekitar area, lalu menyantap sedikit makanan.
"Ketika subuh tiba, Char telah memutuskan untuk tidak membiarkan Dafeny terus tinggal di sini. Demi keamanan, lebih baik dia dipindahkan ke markas pertahanannya sendiri. Lagipula, markas pertahanannya jauh lebih aman dalam hal keamanan."
Setelah sibuk beberapa waktu, akhirnya ada kesempatan untuk beristirahat. Tiba-tiba terdengar tawa seram Dora yang sengaja dikeluarkan di benaknya.
"Hehehehe... Si kampungan, tak kusangka kau benar-benar punya kemampuan! Ha ha ha ha..."
"Hmph, kalau ada yang mau dikatakan, bicaralah baik-baik. Jangan sinis seperti ini, apa lagi yang kau rencanakan, naga betina?"
"Yi? Kau sendiri tidak menyadarinya?" Suara Dora terdengar heran, lalu naga betina itu tersenyum sinis: "Nak, kau telah mengundang masalah besar, tak sadarkah kau?"
"Masalah? Masalah apa? Laozi punya banyak masalah, sudah kebal dengan kesulitan."
"Ha ha ha ha... Kau akan segera mengetahuinya, si kampungan yang kugemaskan... Kau akan segera paham... Kukatakan padamu, perempuan adalah masalah terbesar di dunia ini... Kau akan segera mengalaminya!"
※※※
Dafeny diantar pindah ke markas pertahanan Char, kebetulan menjadi teman sekamar Adeline.
Menyangkut percobaan pembunuhan terhadap Dafeny, Adeline sangat tegang. Terhadap sahabatnya ini, dia menunjukkan kepedulian yang sangat besar.
Tapi sikap Dafeny terhadap Si Menyedihkan, justru menjadi lebih dingin dari sebelumnya... Atau mungkin, dalam hatinya sendiri ada perasaan bersalah yang samar, seolah dia tidak tahu harus bersikap seperti apa menghadapi adik baiknya ini.
Masak, masak aku memberitahunya bahwa aku memiliki pikiran tak pantas terhadap prianya?
（Dewa! Apakah aku benar-benar seorang perempuan jahat yang keji?）
Terhadap sikap Dafeny yang tiba-tiba menjadi dingin, Si Menyedihkan tidak terlalu memperhatikan, mungkin dalam pandangannya, ini hanya ekspresi ketidakwajaran Dafeny setelah mengalami trauma percobaan pembunuhan.
Tapi semua ini, untuk sementara tidak ada hubungan besar dengan Char.
Char mulai melancarkan operasi pembersihan di Kota Danzeer!
Hawk si siluman itu resmi menjabat sebagai pejabat keamanan Kota Danzeer, meski caranya bekerja agak kurang teliti, tapi punya semangat langsung dan efisien. Baru dua tiga hari menjabat, dia sudah membawa pasukan keamanan menerjang kerumunan di kota, dan benar saja menangkap banyak mata-mata dan pengkhianat dari berbagai faksi.
Sebenarnya tingkat kesulitan pekerjaan ini tidak sebesar yang dibayangkan, lagipula Kota Danzeer adalah kota kecil dengan populasi asli yang tidak banyak, mencari wajah-wajah asing para pengkhianat itu tidak sesulit yang dikira.
Setelah sedikit interogasi, hasilnya benar-benar membuat Char tercengang. Jelas, sebagai tokoh fenomenal di Benua yang sedang naik daun, dia telah menjadi incaran berbagai faksi.
Bahkan yang membuat Char antara ingin tertawa dan menangis adalah, di antara mata-mata yang tertangkap itu, ternyata ada yang berasal dari Kesatuan Militer Bestar.
Atas nama muka Nyonya Gubernur yang cantik itu, Char membebaskan semua mata-mata dari Kesatuan Militer Bestar dan mengirim mereka kembali. Secara tidak langsung, dia juga menulis surat untuk Nyonya Gubernur tersebut yang secara implisit menunjukkan ketidakpuasan dan ancaman. Kira-kira sang Nyonya Gubernur, jika tidak ingin menyinggung perasaan Char secara mendalam, seharusnya akan lebih berhati-hati dalam bertindak di masa depan.
Beberapa hari kemudian, sebuah peristiwa besar terjadi di markas pertahanan.
Pintu gerbang halaman belakang akhirnya terbuka.
Jelas bahwa penyiksaan Merlin terhadap Duoduo Luo yang malang akhirnya berakhir.
Penyihir Besar kami Duoduo Luo, dengan ketahanan hidup sekuat kecoak, akhirnya bertahan dari tangan Merlin dan muncul di hadapan Char dengan penampilan baru yang segar!
