Kepulangan Permaisuri ke Osgilia kembali menggemparkan Kota Kekaisaran.
Meskipun keluarga kerajaan menyatakan alasan keamanan sebagai dasar pemblokiran kabar kepulangan permaisuri hingga pengumuman resmi setelah Sang Permaisuri tiba di Kota Kekaisaran——namun bagi orang yang berpikiran tajam, dengan mencermati kebangkitan kembali Klan Minas yang baru saja beredar, ditambah kedatangan Sang Permaisuri yang tiba-tiba bagai jatuh dari langit ke ibu kota——semua ini menyimpan makna tersembunyi yang bisa ditangkap.
Kedatangan Sang Permaisuri ke ibu kota untuk resmi menempati istana, disertai kebangkitan kembali klannya yang mendapatkan posisi penting dalam pemerintahan. Kabar ini telah menjadi proklamasi resmi: redistribusi kekuasaan di ibu kota tak terelakkan lagi.
Karena penobatan Garcia sebagai kaisar terjadi pada masa perang, sementara Dafeny saat itu masih berada di wilayah utara, kepulangannya kali ini ke istana juga merupakan penampilan perdananya secara resmi di hadapan publik dengan status sebagai permaisuri.
Selain itu, menurut tradisi, penampilan perdana seorang permaisuri di muka umum harus disertai ritual resmi.
Ternyata, di hari yang sama ketika Sang Permaisuri tiba di istana, hampir bersamaan, seluruh keluarga bangsawan terkemuka di ibu kota menerima undangan dari istana: Untuk menyambut kepulangan Sang Permaisuri, sebuah pesta akan digelar malam ini sekaligus menjadi momen pertama Dafeny tampil sebagai permaisuri di hadapan para bangsawan untuk menerima penghormatan.
Awalnya upacara semacam ini bukanlah keinginan Yang Mulia Garcia, namun sang perdana menteri bersikukuh mendorong kaisar untuk menyelenggarakan pesta tersebut.
Karena ini bukan hanya sekadar masalah ritual, juga bukan hanya menyangkut reputasi keluarga kerajaan. Menurut perdana menteri, sikap menghormati permaisuri merepresentasikan tingkat perhatian Kaisar terhadap Klan Minas. Baru saja mengaktifkan kembali Klan Minas, di momen ini, tidak baik berlaku terlalu dingin pada permaisuri. Jika tidak mengadakan ritual saat kepulangan permaisuri, melainkan diam-diam mengizinkannya langsung kembali ke istana, dikhawatirkan akan menimbulkan ketegangan baru pada Klan Minas yang baru saja menyatakan kesetiaan.
Jadi, meski tidak rela, Garcia akhirnya menerima saran perdana menteri tersebut.
Pesta yang diselenggarakan keluarga kerajaan tentu tidak akan dilakukan dengan sembarangan.
Sekalipun sedang dalam masa perang, kemewahan pesta ini walau jauh tidak sebanding dengan masa lalu, skala dan spesifikasi tamu undangan tetap tergolong luar biasa.
Di sisi lain, karena situasi perang, segala bentuk hiburan mewah telah dipangkas. Para bangsawan ibu kota yang biasanya kenyang makan tanpa pekerjaan, akhirnya mendapat aktivitas hiburan langka ini sehingga sangat antusias menyambut pesta tersebut.
Senja hari, area istana sudah dipadati kereta kebesaran. Semua yang berhak diundang tentu merupakan bangsawan terkuat kekaisaran, elite kelas atas masyarakat, serta tokoh-tokoh berkuasa nyata di lingkaran inti kekuasaan ibu kota.
Para bangsawan mengenakan gaun istana termegah mereka, sedangkan para nyonya menghiasi diri dengan perhiasan termahal dan termewah.
Di ballroom istana, lampu gemerlap dan alunan musik terdengar merdu. Di alun-alun luar istana, kereta kuda keluarga ternama, pasukan patroli, dan rombongan squire hampir memadati seluruh area.
Untuk menunjukkan penghormatan pada Permaisuri dan keistimewaan Klan Minas, Garcia bahkan mengirim pasukan upacara khusus di luar ballroom untuk acara ini.
Di dalam aula pesta megah, para bangsawan dengan pakaian rapi saling bertukar kata basa-basi sopan. Para perempuan kalangan atas yang berpakaian mewah menggoyang-goyangkan kipas lipat dengan menjaga martabat. Di udara, aroma wangi dan alkohol bercampur membentuk bau aneh.
Ini adalah lokasi sosial tipikal kalangan elit Kekaisaran. Tamu-tamu berbusana megah dengan sikap anggun membentuk kelompok-kelompok sesuai kedekatan hubungan, faksi-faksi, atau perbedaan lingkaran sosial. Diam-diam mereka bertukar pendapat tentang situasi genting, sementara para perempuan lebih tertarik pada kabar bagua dan rumor yang beredar di kalangan bangsawan ibu kota.
Sesuai prosedur, Yang Mulia Kaisar dan Permaisuri belum tiba. Namun suasana di aula sudah mulai terasa aneh.
Pesta yang diadakan malam ini, orang yang jeli tentu paham, ini adalah langkah Kaisar untuk sengaja mendekati Klan Minas. Lebih jelas lagi, dengan mengangkat Klan Minas, Kaisar jelas-jelas ingin menciptakan rivalitas dengan Jenderal Adrik di tubuh militer, guna menekan pengaruh terlalu besar faksi Adrik di kalangan tentara.
Tapi anehnya, justru di pesta malam ini beberapa tokoh kunci dalam peristiwa tersebut absen.
Menteri Urusan Militer Kekaisaran, Jenderal Adrik, tidak hadir karena kesibukan urusan militer.
Sementara Klan Minas yang baru bangkit, adipati tua mengaku sakit sehingga tidak hadir, sedangkan Tuan Muda Rody juga tidak terlihat di pesta.
Dengan absennya kedua pihak yang seharusnya bersaing, pesta ini terasa kacau balau.
Tidak hadirnya dua bos besar militer masih bisa dimaklumi, tapi keabsengan salah satu tokoh puncak Kekaisaran lainnya, Perdana Menteri tua Salemboniri, justru memunculkan bayangan-bayangan mengerikan.
Diprediksikan, setelah kebangkitan Klan Minas, dalam waktu dekat struktur kekuasaan inti Kekaisaran akan berbentuk tiga pilar: Perdana Menteri Salemboniri, Adipati Tua Minas, dan Menteri Urusan Militer Jenderal Adrik.
Tapi di pesta malam ini, Tiga Besar justru absen seluruhnya. Sinyal politik seperti apa yang ingin dilepaskan?
Akhirnya, ketika sepertiga waktu pesta telah berlalu, Yang Mulia Kaisar dan Permaisuri pun memasuki venue.
Di bawah bimbingan musik upacara dan pasukan protokol, Kaisar Garcia yang mengenakan pakaian megah berjalan masuk ke ballroom dengan kepala tegak, tangan mencengkeram tongkat komando yang menjadi simbol kekuasaan kekaisaran. Dan seperti biasa, kaisar muda ini tetap tidak mau berjalan berdampingan dengan istrinya di acara apapun - persis seperti kebiasaannya sejak masih menjadi Putra Mahkota dulu.
Dafeny mengikuti 3-5 langkah di belakang Garcia. Gaun malam mewahnya dipadukan sanggul emas yang elegan, mahkota keemasan berkilauan menghiasi kepalanya. Saat memasuki aula, raut wajahnya tenang penuh wibawa, langkah anggun nan terukur, pandangan lurus ke depan—namun semua hadirin bisa merasakan: ekspresi permaisuri cantik ini terlalu pucat, dan... sorot matanya teramat dingin.
Duduk berdampingan di tempat kehormatan bersama kaisar, untuk pertama kalinya Dafeny secara resmi menerima penghormatan para bangsawan dalam kapasitasnya sebagai permaisuri—ritual ini sekaligus mengukuhkan status resminya di istana.
Penampilan publik sebagai permaisuri juga menjadi syarat penting dalam upaya merangkul Klan Minas.
Legitimasi!
※※※
Sesuai tradisi, para bangsawan akan memberikan penghormatan kepada kaisar dan permaisuri secara bergiliran sesuai hierarki kedudukan—sebuah prosesi wajib dalam tata protokol kerajaan.
Sepanjang proses itu, Dafeny tetap tenang dan sopan. Menghadapi setiap bangsawan dan pejabat berkuasa yang maju secara bergiliran untuk memberi hormat, dia selalu menjaga martabat dengan elegan dan kemuliaan, tidak terlihat terlalu antusias namun juga tidak membuat orang merasa diabaikan.
Kesopanan dan etiketnya yang sempurna membuat banyak bangsawan merasa tunduk.
Dari awal hingga akhir, ekspresi Dafeny tetap tenang. Dia bahkan menguasai betul identitas semua pejabat penting yang hadir. Untuk tamu dengan status lebih tinggi, dia akan sedikit membalas hormat, bahkan terkadang bertukar dua patah kata sambil menjaga kesopanan. Kecantikannya yang luar biasa dan keanggunannya membuat semua yang sempat berbincang dengannya merasa seperti diterpa angin musim semi.
Banyak yang hampir tak bisa menahan decak kagum dalam hati: Etiket Permaisuri ini begitu sempurna, mungkin bahkan melebihi Kaisar yang duduk di sampingnya.
Namun beberapa orang menangkap detail tertentu.
Dari awal hingga akhir, tidak setitik pun senyuman menghiasi wajah sang Permaisuri cantik ini.
Ya, dia sama sekali tidak tersenyum.
※※※
Pesta berlangsung tenang, seolah hanya prosesi biasa yang hambar.
Saat pesta mencapai separuh jalan, Kaisar dan Permaisuri bersama-sama meninggalkan arena.
Ini juga bagian dari tradisi - kecuali pada upacara besar Kekaisaran, Sang Penguasa dan Permaisuri selalu datang terlambat dan pulang lebih awal.
Kepergian kedua penguasa tertinggi ini membuat banyak bangsawan yang berharap bisa mendekati Sang Kaisar selama pesta merasa kecewa.
Setelah keluar dari aula, ekspresi wajah Garcia cepat berubah suram. Meski sepanjang malam dia sudah berusaha menjaga wajahnya tetap tenang, namun tidak pernah sekalipun berbicara atau berkomunikasi dengan sang permaisuri di sampingnya.
Faktanya, setelah Dafeny kembali ke istana hari ini, mereka berdua bahkan belum bertemu.
Hanya pada saat pesta akan dimulai barulah mereka akhirnya berkumpul dan masuk bersama-sama.
Sikap Dafeny terlalu tenang, tidak ada dendam maupun amarah yang terpancar dari wajah dan sorot matanya, hanya ketenangan yang dingin membeku.
Justru sikap seperti ini membuat Garcia merasa gelisah di dalam hati.
Tingkat kerusakan hubungan mereka berdua, ditambah niat Garcia yang berulang kali ingin membunuh lawannya, tentu diketahui Dafeny. Seandainya Dafeny menunjukkan kebencian atau kemarahan yang jelas, mungkin Garcia akan merasa lebih lega. Tapi dengan kebohongan ketenangan awan tipis angin sepoi-sepoi ini, justru membuatnya tidak bisa menebak isi hati sang permaisuri.
Suasana mencekam sepanjang perjalanan terus berlanjut hingga tiba di istana. Setelah menjauhi ballroom, melewati koridor, dan menaiki tangga, tiba-tiba Garcia berhenti. Dengan isyarat tangannya, semua penjaga di depan maupun belakang langsung berhenti bergerak.
Garcia berbalik menghadap Dafeny.
“Karena dia berdiri di atas tangga, sorot mata seperti ini memiliki kesan yang sedikit dari atas——”Garcia sangat menyukai posisi memandang orang lain dari ketinggian, hal ini memberinya perasaan superior. Dia juga sangat menyadari bahwa sikap seperti ini dapat memberikan tekanan tambahan pada lawan.
Tapi kali ini, niatnya meleset.
Dafeny dengan tenang mengangkat kepala dan saling memandang dengan Kaisar, sorot matanya sama sekali tidak menunjukkan kegelisahan atau ketegangan, tetap tenang yang membuat kesal!
“Kupikir, pekerjaan ini sudah selesai.” Garcia sengaja berbicara dengan kecepatan bicara yang lambat, suaranya berat, berusaha memberi tekanan pada lawan: “Pesta malam ini, anggap saja sebagai bentuk penghormatanku pada Klan Minas. Aku yakin kau mengerti maksudku.”
“Ya, Sang Kaisar.” Permaisuri menjawab dengan datar.
“Hal-hal masa lalu biarlah berlalu.” Garcia masih berusaha menampilkan sikap bermurah hati, tapi jelas upayanya tidak berhasil: “Kau masih tinggal di tempat lama yang sama, sudah dibersihkan, pelayanmu juga orang-orang lama yang dulu melayanimu, kau akan terbiasa.”
“Ya, Sang Kaisar.” Masih dengan suara yang datar.
“Kupikir, melonggarkan sedikit pandangan akan menjadi pilihan baik bagi semua pihak.” Garcia sedikit mengangkat dagunya: “Ini bukan hanya keinginanku, tapi juga keinginan ayahmu.”
“Ya, Sang Kaisar.” Ekspresi Dafeny kaku seperti patung.
"Jangan berkeliaran saat tidak ada keperluan." Ekspresi Garcia terlihat gelisah, namun teringat nasihat perdana menteri, nada suaranya akhirnya melunak sedikit: "Jika butuh sesuatu, suruh saja squire yang mengurus. Semua kebutuhan makan dan tempat tinggalmu akan dipenuhi."
"Baik, Yang Mulia." Dafeny tetap tanpa ekspresi.
Menghadapi permaisuri yang dingin seperti patung, Garcia merasa frustrasi seolah tenaganya diserap kapas. Dengan dengusan keras, ia membalikkan badan dan pergi dengan langkah gagah.
Di belakang, Dafeny membungkuk hormat dengan sempurna, tak ada cela dalam etiketnya.
※※※
Tempat tinggal Dafeny di istana adalah bekas kediaman Garcia saat masih menjadi Putra Mahkota - meski sebenarnya Garcia sendiri tak pernah benar-benar tinggal di sana.
Bangunan empat lantai ini dikelilingi taman bunga dan padang rumput indah. Sebagai kediaman resmi Putra Mahkota, fasilitasnya lengkap dengan sistem mandiri: tim squire, pelayan, penjaga, tukang kebun, koki, dll.
Pelayan Dafeny adalah orang-orang lamanya, namun tak ada satupun anggota klan yang ikut. Sang Kaisar sengaja menjaganya terisolasi. Beberapa squire baru yang muncul jelas mata-mata kepercayaan Kaisar.
Tapi semua ini tak digubris oleh Dafeny.
Aku sudah membuat pilihan ini, dan sejak awal telah memiliki kesadaran.
Paling-paling... hanya menjadi burung kenari dalam kandang, lalu... terus hidup seperti ini sampai hari kematian tiba.
Meski Garcia tidak mengatakannya langsung, Dafeny sangat paham—tinggal di sini, dia tidak diizinkan pergi sembarangan—seolah sedang dipenjara.
Kembali ke kamarnya, dengan bantuan dayang pribadi, dia mengganti gaun istana mewah itu, membersihkan riasan tebal di wajah, mengusir semua pelayan... Ketika hanya tersisa dirinya sendiri di ruangan, ketenangan dan kedinginan di wajah Dafeny akhirnya lenyap.
Dia tahu, meski para pelayan sudah mundur, di luar koridor masih ada penjaga yang berjaga ketat.
Setiap gerakan orang di tempat ini, keluar-masuk, berada dalam kontrol yang sangat ketat.
Siapa yang boleh dia temui, siapa yang tidak, ke mana boleh pergi, ke mana tidak—semua diatur dengan pembatasan ketat.
Mungkin, hanya di dalam kamar inilah dia memiliki secuil kebebasan yang lemah.
Menarik napas dalam-dalam, hanya mengenakan jubah putih longgar yang lembut, bahkan tanpa alas kaki—dia berjalan telanjang kaki ke balkon.
Sebagai kediaman Putra Mahkota, tentu saja interiornya sangat megah dan mewah. Karpet di bawah kaki pun anyaman tangan termahal, barang kemewahan kelas tertinggi.
Namun menginjak karpet yang lembut seperti awan ini, Dafeny justru semakin merindukan saat-saat bersama orang itu, perasaan berdiri tanpa alas kaki di atas rumput.
Membuka pintu balkon, angin malam yang sepoi-sepoi menerpa rambutnya. Dafeny hampir tak tahan membuka kedua tangannya, membiarkan angin menyapu tubuhnya dengan bebas.
Hmm... Pelukannya, mungkin juga memiliki kelembutan yang sama.
Mungkin, seumur hidupnya tak akan pernah lagi merasakan pengalaman seperti ini.
※※※
Di ballroom depan istana, pesta masih terus berlangsung.
Band memainkan irama dansa yang penuh semangat, namun Ruhr dengan kesetiaan tanpa ragu keluar melalui pintu samping ballroom.
Berpakaian ala bangsawan, jubah lebar dan rambut yang tertata rapi, hanya medali di dadanya yang menunjukkan identitas lamanya sebagai jenderal Kekaisaran.
Pintu samping mengarah langsung ke area gambar. Saat Ruhr keluar, tak ada yang memperhatikannya.
Bagaimanapun juga, seorang jenderal Kekaisaran yang telah kehilangan pengaruh dan kekuasaan, tak ada yang akan terlalu mempedulikannya.
Faktanya, sepanjang pesta malam ini, hampir tak ada yang menyapanya. Bahkan ketika ia tak melakukan penghormatan protokoler pada Kaisar dan Permaisuri, tak ada yang menyadarinya.
Saat keluar pintu samping, dua pelayan yang berpapasan langsung memberi hormat. Si gemuk tersenyum tipis lalu menunjuk ke taman, membuat para pelayan segera minggir dengan sopan.
Taman di dalam istana kerajaan, tentu dibangun dengan sangat elegan, taman bunga yang indah dan padang rumput yang dipangkas dengan rapi. Berjalan di atasnya akan membuat hati merasa senang.
Si gemuk berpura-pura jalan-jalan santai, namun diam-diam telah memperhatikan para penjaga dan pasukan pengawal kerajaan di sekitarnya.
Sebagai jenderal berpengalaman, dia dengan cepat mengonfirmasi sistem pertahanan di sekitar ballroom, rute patroli penjaga, shift jaga, bahkan beberapa pos pengintai rahasia berhasil dia temukan tanpa kesulitan.
Bagi veteran seperti Ruhr, menghindari tingkat pertahanan seperti ini sama sekali tidak sulit.
Dia berpura-pura berjalan-jalan di taman, di perjalanan bahkan bertemu beberapa tamu yang juga sedang jalan-jalan di taman - kebanyakan pasangan muda laki-laki dan perempuan.
Ruhr dengan santai mengangguk memberi salam pada setiap orang yang dia temui di sepanjang jalan, bahkan di tangannya tergenggam segelas minuman.
Dalam hati dia menghitung rute patroli dan pos-pos pengintai rahasia di sekitarnya.
Dengan mudah si gemuk menemukan setidaknya empat hingga lima titik buta yang tak terpantau oleh penjaga di taman ini.
Beberapa saat kemudian, sosok gemuk itu lenyap dari taman.
Tak ada yang menyadari hilangnya seorang pria dari taman.
Di malam yang sunyi itu, para pelayan istana juga tidak menyadari sosok gesit berpakaian hitam yang melesat cepat di atap bagaikan kucing liar!
Bentuk tubuh yang gemuk, namun dengan kelincahan yang tak terbayangkan melompati atap rumah, melalui rute yang aneh, dengan gesit bergerak mendekati arah belakang istana.
Arah yang dipilih Ruhr sangat jelas... Dia sengaja menghindari area tempat tinggal kaisar - sebagai perwira tinggi kekaisaran, dia sangat paham betapa ketatnya sistem penjagaan identitas kaisar, ditambah legenda tentang jago-jago misterius istana!
Tapi target Ruhr malam ini bukanlah sang kaisar.
Di balik bajunya tersembunyi sebuah belati yang diasah hingga berkilauan dan tajam! Telah direndam dalam racun yang diracik dengan presisi tinggi!
