"Ke mana tujuan perjalanan Jenderal kali ini?"
Begitu kata-kata itu meluncur, sorot mata Green langsung membeku. Pupil matanya menyempit tiba-tiba, menatap tajam bola mata Sofie seolah bisa menembus jiwa!
Tapi sorot mata itu menghilang dalam sekejap, Green segera tenang kembali. Aura jahat di wajahnya pun perlahan menghilang. Pandangannya pada Sofie berangsur-angsur menjadi tenang, hingga akhirnya sudut bibirnya berkedut, menunjukkan senyum penuh ejekan.
Gadis muda itu mengangkat kepalanya memandangi bulan purnama di langit, tiba-tiba menghela napas pelan. Dengan suara rendah dia berkata: "Jenderal Green, sebenarnya aku sangat menghormati Anda."
"Menghormatiku?" Green mengerutkan kening.
"Ya."
Ekspresi Sofie penuh ketulusan, matanya yang jernih menatap Green perlahan berkata: "Anda lulusan akademi militer di ibu kota, pernah menjadi bintang paling cemerlang di pasukan Kekaisaran. Bahkan Adipati Minas pernah memuji Anda sebagai murid terbaiknya! Empat belas tahun lalu, Anda sudah bertugas di Korps Rodria, ikut dua perang melawan Odin. Dari komandan kavaleri, dalam dua tahun berhasil naik pangkat menjadi Juru Bendera regu bendera. Jika data saya benar, saat Anda menjabat sebagai juru bendera di Resimen Kavaleri Rodria, Jenderal Adrik masih belum terkenal. Dalam perang pertama melawan Odin, sebagai komandan garnisun, Anda memimpin 300 pasukan elit menyergap basis logistik Odin dan membakar persediaan mereka. Dalam pertempuran itu, Anda terluka enam tempat, 300 pasukan Anda tewas lebih dari separuh, tapi berhasil memutus pasokan musuh hingga memaksa mereka mundur.
Anda mengalami perang kedua melawan Odin, saat itu Anda sudah menjabat sebagai Juru Bendera regu bendera. Situasi pertempuran saat itu tidak menguntungkan bagi kita. Pasukan utama Kekaisaran mengalami kekalahan, Resimen Kavaleri Rodria diperintahkan untuk menghadang pasukan pengejar Odin guna mengamankan pasukan mundur. Sekali lagi, Anda memimpin lebih dari seribu kavaleri dengan gangguan yang hampir bunuh diri, berhasil menghadang pasukan pengejar Odin seukuran korps secara bertahap, bermandikan darah sejauh tiga ratus li! Akhirnya berhasil memenangkan waktu untuk pasukan mundur, memaksa pasukan pengejar Odin seukuran korps tertunda selama lima belas hari.
Setelah pertempuran itu, Anda sudah menjadi jenderal muda paling menonjol di pasukan Kekaisaran saat itu. Hampir semua orang yakin Anda akan dipromosikan sebagai Jenderal Komandan baru Resimen Kavaleri Rodria!
Sepanjang sejarah pasukan Kekaisaran, dalam dua ratus tahun terakhir, total tiga puluh tujuh orang yang pernah menerima pangkat Marsekal Kekaisaran, tiga puluh tiga di antaranya pernah menjabat sebagai Jenderal Komandan Kavaleri Rodria. Semua mantan jenderal Resimen Kavaleri Rodria tanpa terkecuali akhirnya naik ke jajaran pimpinan markas besar, yang terendah pun menjabat pejabat tinggi level kepala staf. Bisa dikatakan, sekali menjabat sebagai jenderal Resimen Kavaleri Rodria, sama dengan membuka jalan besar menuju posisi tinggi militer Kekaisaran! Contohnya Menteri Urusan Militer Kekaisaran saat ini Jenderal Adrik, atau Adipati Minas, semuanya pernah menjabat sebagai jenderal Resimen Kavaleri Rodria.
Jika bukan karena... Jika bukan karena belakangan Anda menyebabkan kekhawatiran faksi warlord, yang menghalang-halang dan hampir memaksa memindahkan Anda dari Kavaleri Rodria, mungkin hari ini Anda sudah menjadi Menteri Urusan Militer Kekaisaran. Dengan jujur, jika itu terjadi, mungkin Jenderal Adrik tidak akan mendapat kesempatan seperti sekarang ini..."
Green mendengar ini, mengerutkan kening dan menggeleng: "Yang kamu kagumi dariku hanya ini? Hmph... Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi."
"Yang saya kagumi bukanlah hal-hal itu." Sofie menggeleng, sorot matanya justru semakin lembut: "Empat belas tahun lalu, saat Anda menjabat sebagai Juru Bendera regu bendera di Resimen Kavaleri Rodria, tepatnya dalam perang kedua melawan Odin, ketika Anda memimpin ribuan kavaleri pilihan untuk menghadang pengejar Odin dalam pertempuran terakhir, ayah saya saat itu sedang mengabdi di pasukan, tepatnya di Resimen Kavaleri Rodria, di bawah komando Anda."
Green terkejut, memandangi Sofie dengan heran.
Sofie menarik napas dalam-dalam, berkata khidmat: "Nama ayah saya adalah Ferik, saat itu menjabat sebagai Komandan garnisun..."
"Ferik?" Green berpikir sejenak, lalu menganggak sambil mengerutkan kening: "Ferik? Saya ingat dia. Dia komandan batalyon ketiga di bawah saya, prajurit pemberani, perwira yang handal. Saya ingat dia berlogat selatan, kami biasa memanggilnya Si Orang Selatan. Tak kusangka kau adalah putrinya?"
“Benar, ayah saya adalah Ferek.” Sofie menghela napas, berkata dengan suara pelan: “Dia pernah bercerita tentang kekejaman pertempuran itu. Pasukan berkuda kalian yang berjumlah ribuan dan pengejar Odin bertempur hingga bermandikan darah sepanjang 300 li. Ketika akhirnya kabar untuk mundur tiba, lebih dari separuh pasukan telah menjadi korban. Belakangan kalian dikepung ketat oleh pasukan kavaleri rusa kutub Odin. Ayah saya pernah mengusulkan untuk meninggalkan pasukan kecil sebagai penjaga belakang sambil melindungi pasukan lain yang mundur. Tapi Anda sebagai komandan malah memilih tetap tinggal di pasukan penjaga belakang itu, bertempur bahu-membahu dengan ayah saya. Dari 200 prajurit penjaga belakang, hanya 17 yang berhasil pulang hidup-hidup. Ayah saya terluka parah, tapi di tengah medan perang Anda tidak meninggalkannya. Anda bertarung sampai berlumuran darah untuk menyelamatkannya dari kepungan. Kuda perang terakhir tumbang, Anda dan ayah harus menunggangi satu kuda yang sama untuk menerobos kepungan. Saat kembali, tubuh kalian berdua penuh luka. Cuaca yang dingin membuat luka dan darah mengeras menjadi satu. Tim medis terpaksa memisahkan kalian dengan memotong kulit dan daging yang menyatu. Berkat pertolongan Anda dalam pertempuran itu, ayah bisa bertahan hidup. Dia selalu bilang, Anda adalah komandan terbaik yang pernah dia kenal seumur hidupnya.”
Green mendengar ini mengangguk pelan-pelan: “Terima kasih atas pujiannya... Hmm, bagaimana kondisi ayahmu sekarang? Masih hidup?”
“Sangat disayangkan.” Sofie dengan perlahan berkata: “Meski ayah saat itu berhasil pulang hidup-hidup dari medan perang, karena lukanya terlalu parah, akhirnya terpaksa diamputasi lengan kanan dan betis kaki kiri, sehingga harus meninggalkan pasukan. Belakangan karena kondisi fisiknya terlalu lemah dan luka lama tak kunjung sembuh, kurang dari setahun beliau meninggal. Saat itu usiaku masih kecil, berkat belas kasihan guru yang mengadopsiku ke rumahnya, menjadikanku murid resmi.”
Green mendengar itu menghela napas panjang: “Ferik, dia mati? Sayang... sayang sekali kehilangan pria sejati. Aku ingat dia perwira paling pemberani di bawahanku, kalau tidak, takkan kuserahkan tugas berbahaya seperti mengawal di belakang kepada pasukannya. Setelah pertempuran itu, saat turun dari medan perang aku juga terluka parah, dikirim ke ibu kota untuk dirawat. Sayangnya, ada pihak di markas besar yang tak mau aku tetap di Kavaleri Rodrian. Sebelum lukaku sembuh, para brengsek itu sudah menuduhku keras kepala dan menunda-nunda momentum tempur, membawaku ke pengadilan militer. Akhirnya guruku yang turun tangan menyelamatkanku, memindahkanku secara darurat dari utara ke pasukan daerah di timur kekaisaran. Kepergianku terlalu tergesa, setelahnya pernah menulis surat kepada rekan sejawat dan teman seperjuangan lama, juga menanyakan kabar ayahmu, tapi sayang tak pernah dapat jawaban. Hah... Peristiwa tahun lalu... Kini sudah empat belas tahun berlalu.”
“Benar.” Sofie mengangguk, memandangi Green dengan serius: “Justru karena itu, kukatakan padamu bahwa hatiku penuh rasa hormat yang mendalam padamu.”
“Hmph.” Green seolah-olah tertawa pahit: “Kepala staf tak perlu terlalu sopan, ayahanda adalah perwira di bawah komandoku. Di medan perang, aku dan dia adalah rekan seperjuangan hidup mati. Jika posisinya terbalik, dia pasti akan berjuang mati-matian menyelamatkanku. Lagi pula, Tuan dahulu berguru pada Tuan Kavhill, kini menjabat sebagai kepala staf Jenderal Char di Utara, tentu tidak mengecewakan nama besar ayahanda.”
Bercerita tentang peristiwa masa lalu, tanpa disadari suasana yang awalnya kaku perlahan mencair.
Sofie tersenyum tipis: “Jenderal Green, justru karena aku menghormati Tuan, maka malam ini aku harus mengejar dan menemui Tuan.”
“Apakah kepala staf benar-benar tidak tahu kemana tujuanku?” Green berkata datar: “Karena kau bisa mengejar sampai ke sini, tentu semua rencanaku sudah kau tebak. Mengapa masih sengaja bertanya seperti itu. Hmph... Jika kau benar-benar mengira aku akan ke Selatan... mungkin yang datang ke sini bukan cuma kalian berdua, tapi satu tim pasukan berkuda. Hmph, aku tahu, Jenderal Junker ini dulunya adalah pemimpin Pengawal Senja kerajaan. Sejak bergabung dengan Char, pasti sudah melatih pasukan elit.”
Sofie seolah tersenyum: “Jenderal sedang bercanda.”
Keduanya saling memandang, dengan kompak memilih untuk menutup mulut.
Sofie memang paling cerdik, tapi apakah Green bisa disebut bodoh?
Keduanya sangat jelas dalam hati: Jika Green benar-benar memilih pergi ke selatan, berniat menuju Kota Kekaisaran untuk bergabung dengan Adipati Minas, maka Sofie sekarang mungkin benar-benar datang membawa satu tim pasukan pengejar elit!
Jika Green benar-benar membelot dari Pasukan Utara ke selatan, dan benar-benar berhasil kembali ke Kota Kekaisaran untuk bergabung dengan Adipati Minas, ini akan menjadi pukulan mematikan bagi Garnisun Utara yang merupakan kelompok baru ini!
Bisa dikatakan, saat Green muncul secara terbuka di bawah Adipati Minas di Kota Kekaisaran, mungkin itulah hari di mana kelompok Pasukan Utara akan hancur berkeping-keping!
Kewibawaan Green di Pasukan Utara sangat besar, hanya di bawah Char. Bagi para perwira senior yang berasal dari Pasukan Pusat, kewibawaan Green mungkin bahkan melebihi Char! Bagaimanapun, di Pasukan Utara, kewibawaan Char lebih banyak dibangun di atas pasukan berkuda.
Jika tokoh inti sekaligus pemimpin penting Pasukan Utara seperti Green diam-diam pergi dan akhirnya muncul di sisi Adipati Minas di Kota Kekaisaran, kemungkinan besar para perwira Pasukan Utara yang berasal dari Pasukan Pusat akan mulai goyah dan ragu! Bahkan salah satu pendiri inti Pasukan Utara seperti Green saja bergabung dengan Adipati Minas, yang lain mungkin akan meniru berlapis-lapis - jumlahnya tidak akan sedikit!
Jadi, bahkan Green sendiri hampir tak tahan untuk menyimpulkan: Jika dirinya benar-benar ingin pergi, maka mutlak tidak boleh membiarkan dirinya hidup sampai ke sisi Adipati Minas di Kota Kekaisaran selatan! Bahkan jika harus menghadangnya di tengah jalan, itu masih lebih baik daripada membiarkannya muncul terang-terangan di ibu kota! Lagipula, dengan membunuhnya, paling-paling hanya menuduhnya dakwaan pengkhianatan, meskipun akan menggoyahkan semangat pasukan, tapi pekerjaan masih ada ruang negosiasi. Jika membiarkannya hidup sampai ke ibu kota, bukankah itu sama saja membuat "contoh hidup" bagi orang-orang belakangan?!
Jadi, seekor "Anjing Gila" yang mati, masih lebih baik daripada Green yang hidup muncul di Kota Kekaisaran.
(Aku percaya tujuanmu bukan ke selatan, jadi tidak membawa pasukan untuk menghadang.)
Inilah subteks Sofie. Bagaimana mungkin Green tidak mengerti?
Pada titik ini angin malam mulai berhembus, Sofie yang menempuh perjalanan jauh sejak semula mengenakan baju ketenangan kini sudah basah oleh keringat, tak tahan menggigil dua kali, lalu bergeser mendekati api unggun, mengambil kantong minuman yang tergeletak, membuka dan meneguk dua tegukan, baru kemudian memandangi Green: "Jenderal, Anda ingin pergi, aku tidak ingin menghalangi dengan paksa. Aku tahu, Anda juga takkan benar-benar melakukan hal yang merugikan Pasukan Utara, merugikan Char. Tapi, dengan datang ke sini malam ini, ada beberapa ucapan yang harus kusampaikan."
"Aku tahu Kepala Staf yang menempuh perjalanan tengah malam sampai ke sini, pasti takkan mudah pergi. Baiklah, apa yang ingin kau katakan, sampaikanlah." Green mengerutkan kening.
Sofie mengangguk, mengamati Green: "Berani bertanya, Jenderal. Bagaimana penilaianmu tentang kembalinya Adipati Minas kali ini?"
Green mendengus: "Adipati adalah pilar veteran pasukan Kekaisaran. Dalam krisis nasional ini, kehadiran pejuang sepertinya untuk mengawasi operasi dan menyelamatkan seluruh kosmos, tentu bisa menyatukan semangat pasukan kita..."
"Hmph, Jenderal. Apakah kau sendiri percaya dengan omong kosong itu?" Sofie menyela tanpa tedeng aling-aling.
Matanya melotot hendak membantah, tapi bibirnya hanya bergetar sebelum akhirnya tak mengucapkan sepatah kata pun.
Bualan semacam ini mungkin bisa menipu pasukan bawahan yang tak tahu menahu. Tapi bagi orang-orang selevel mereka, ini cuma lelucon memalukan.
"Memang Adipati Minas adalah legenda pasukan Kekaisaran. Aku pun sempat sangat menghormatinya." Sofie menghela napas: "Tapi statusnya bukan sekadar tentara. Sebagai seorang adipati, beban yang dipikulnya bukan hanya misi militer, tapi juga tanggung jawab marga dan keluarga. Banyak hal... sudah di luar kendalinya."
Sofie sampai di sini, seolah sengaja tersenyum, berkata dengan datar: "Apakah kembalinya Adipati kali ini akan mempengaruhi posisi Jenderal Adrik di pasukan, itu belum pasti. Apakah ini perebutan kekuasaan dengan memanfaatkan hati penyeimbang keluarga kerajaan, saya tak mau berkomentar. Saya hanya mengatakan satu hal: Jika Adipati benar-benar tulus untuk kepentingan umum, maka saat baru resmi menjabat, beliau langsung mengirim orang menempuh ribuan li untuk mengantar surat rahasia ke Utara, itu pun melalui saluran-saluran yang tak pantas untuk diserahkan ke tangan Anda..." Sofie sengaja terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan datar: "Jenderal Green, bukankah Anda sering berkata: 'Jika dalam hati tak ada hantu, pekerjaan apa pun bisa diucapkan kepada manusia'?"
"Kamu! Kurang ajar!!" Green tiba-tiba murka, melompat bangkit, bermata melotot ke arah Sofie, membentak keras: "Gadis kecil berani mengoceh sembarangan! Adipati seumur hidupnya menempuh perjalanan jauh untuk negara, mana boleh perempuan kecil sepertimu mencemarkan namanya!"
Menghadapi kemarahan Green, Sofie sama sekali tidak takut, menyambut sorot matanya, berkata datar: "Jenderal, saya hanya membahas fakta peristiwa, tak pernah melontarkan satu kata pun yang bersifat memfitnah Adipati. Ucapan 'pekerjaan apa pun bisa diucapkan kepada manusia' itu bukan dari saya, melainkan semboyan Anda sendiri, bukan?"
"..." Green langsung tertegun. Kalau soal berdebat mulut, tentara yang jujur seperti dia, mana mungkin bisa menjadi lawan murid hasil didikan langsung Kavhill yang sangat berilmu seperti Sofie?
“Yang dilakukan Adipati, seberapa besar niat mulianya dan seberapa banyak maksud tersembunyi di dalamnya, saya tidak akan menilai. Pasti Anda sendiri sudah tahu jawabannya dalam hati.” Sofie menghela napas: “Saya hanya menyesali satu hal, sayang... sungguh disayangkan, ayah saya sampai akhir hayatnya masih sangat mengagumi Anda, dan saya pun sangat menghormati Anda. Beberapa tahun lalu, saat Anda bertugas di pasukan timur, Anda pernah berani membongkar skandal korupsi logistik militer Kekaisaran di divisi logistik, bahkan pernah mengumpat marah-marah Pangeran Moriac yang saat itu menjabat sebagai kepala divisi logistik pasukan, nyaris mencabut pedang dan bertempur habis-habisan untuk menghabisi si jahat ini. Dulu Jenderal Green yang tak kenal kompromi dan penuh integritas, kini berubah menjadi pengecut yang menempatkan loyalitas pribadi di atas keadilan. Bukankah ini membuat orang menggeleng pelan?”
“Aku...” Wajah Green berubah pucat, jari-jarinya gemetar halus. Ia menarik napas dalam-dalam, seolah tak kuat menahan sorot mata Sofie, lalu dengan kasar memalingkan kepala ke arah lain.
“Situasi Kekaisaran Bizantium semakin melemah. Pertempuran merebut kembali Osgilia hanyalah cahaya fajar pertama, namun kondisi yang memburuk sebenarnya belum menunjukkan perbaikan apa pun. Gubernur Distrik Militer di berbagai daerah yang menjadi warlord terpecah masih menguasai sebagian besar wilayah kekaisaran. Pasukan asing Odin masih mengancam di County Norse bagian barat dan timur. Meski Jenderal Char dari Pasukan Utara yang dewa perang telah memulihkan County Syltan, namun pasukan utara yang kelelahan itu baru berdiri dua tahun. Meski popularitasnya di puncak, sebagai pasukan baru mereka masih harus membangun banyak hal. Di saat seperti ini, Anda menarik diri dengan alasan tidak ingin terlibat, menjauhkan diri dari masalah ini... Tapi ketika seluruh kekaisaran dalam kondisi seperti ini, benarkah seorang diri bisa benar-benar lepas dari masalah?”
“...” Green tetap diam.
“Aku tahu Adipati Minas adalah guru Anda, yang telah berbuat kebaikan setinggi gunung bagi Anda. Tapi meski Anda adalah muridnya, Anda pertama-tama adalah jenderal Kekaisaran, jenderal Bizantium! Kapan pun, saya harus mengingatkan: Anda pertama-tama adalah orang Bizantium, baru kemudian muridnya!” Sofie berkata dingin: “Saat Osgilia jatuh, saya sedang berada di Kota Kekaisaran. Kota perkasa nomor satu di benua di masa lalu, dibakar habis oleh pemberontak, separuh kota berubah menjadi reruntuhan! Pasukan pemberontak membakar, membunuh, dan merampok di kota, melakukan segala kejahatan! Ada pahlawan sejati Kekaisaran seperti Almarhum Jenderal Pan yang gugur di atas istana kekaisaran! Seperti Jenderal Adrik yang bertahan mati-matian di Gerbang Kemenangan dengan sisa pasukan, terompet perangnya terus berbunyi sepanjang hari! Seperti Jenderal Ruhl yang meski sudah pensiun, tetap memimpin veteran rumahnya bertarung berdarah-darah melawan pemberontak! Tapi tahukah Anda, apa yang dilakukan guru Anda yang ‘berkebaikan setinggi gunung’ itu saat kota jatuh?”
“...Aku...” Green menutup matanya.
"Kamu tidak tahu, aku bisa memberitahumu." Sofie berkata dengan datar: "Saat itu, pemberontak masuk ke kota, Adipati memerintahkan untuk menutup gerbang kediaman. Di luar, pemberontak memblokir jalanan, tapi tidak melanggar kediaman adipati. Kedua pihak aman-aman saja, bahkan persediaan makanan harian untuk kediaman adipati, semuanya dikirim masuk oleh pemberontak. Padahal Adipati ini adalah pilar penting veteran pasukan Kekaisaran, tapi malah menyembunyikan kemampuannya! Benar-benar menjauhkan diri dari masalah! Membiarkan pemberontak berbuat kejahatan di kota, sementara dia yang sudah menjadi pejabat tinggi Kekaisaran seumur hidup ini tetap menjadi boneka yang tak pernah jatuh! Bahkan ketika Rody, Adipati Muda, yang penuh semangat ingin membawa pengawalnya keluar untuk bertarung habis-habisan dengan pemberontak, nyaris dipatahkan kakinya oleh Adipati, diikat dan dikurung! Inikah marsekal kekaisaran? Inikah adipati kekaisaran? Inikah pilar negara!! Sungguh menggelikan!"
Suara Sofie semakin beremosi: "Jenderal Green... Tepat saat Jenderal Pan gugur di atas gerbang istana! Saat Jenderal Adrik bersama prajurit tanpa pakaian dan makanan, bertahan mati-matian di Gerbang Kemenangan diterpa badai salju! Saat Jenderal Ruhl dengan puluhan pengawal rumah tangganya bertarung habis-habisan melawan pemberontak di kota! Adipati Minas ini malah berdiam di kediamannya, dijaga pemberontak di pintu gerbang, makan makanan yang dikirim pemberontak! Terkadang, aku hampir tak tahan ingin bertanya satu hal..."
"Apa... pertanyaan..." Suara Green terdengar lemah.
“Aku berpikir: Andai saat itu orang Landis tidak segera datang bergabung sebelum istana kekaisaran jatuh, andai Osgilia benar-benar diduduki sepenuhnya oleh pemberontak, andai Kekaisaran Bizantium benar-benar binasa dalam pertempuran di Osgilia itu, lalu... sebenarnya berapa orang yang akan rela mati untuk negara ini? Kupikir, Jenderal Pan sudah memberikan jawaban pada kita dengan nyawanya! Aku yakin, Jenderal Adrik juga pasti akan mati dengan gagah berani! Aku yakin, Jenderal Ruhl juga pasti mau mengucurkan tetes darah terakhirnya! Tapi... bagaimana dengan Adipati? Jika saat itu Osgilia benar-benar jatuh, kekaisaran benar-benar binasa, apa yang akan dilakukan 'pilar kekaisaran' yang Anda sebut ini?”
“Kau, jangan lanjutkan!!”
Green tiba-tiba mengumpat marah, lalu menghela napas panjang dan jatuh terduduk dengan keras.
Lama tak mendengar Sofie berbicara, Green mengangkat kepala dan mendapati perempuan ini diam-diam telah menyodorkan kantong minuman. Green menyambarnya, lalu menengadahkan kepala dan meneguk gluk-gluk ke dalam mulut. Minumnya terlalu tergesa, cairan mengalir dari kedua sudut mulutnya, membasahi keripan bajunya.
Hampir separuh kantong minuman dihabiskan Green dalam sekali teguk, lalu ia melempar kantong itu dengan keras. Matanya melotot menatap tajam Sofie. Setelah beberapa saat, napasnya mulai tenang, ia berkata pelan: “Kau... jangan lanjutkan.”
“Aku hanya mengucapkan jawaban yang sudah ada dalam hati Anda sejak awal.” Sofie berkata dengan datar: “Sebenarnya, Anda sudah lama mengetahui semua ini! Jika tidak, Anda tidak akan menuju utara, melainkan ke selatan untuk bergabung dengan 'Pilar Kekaisaran' ini! Justru karena Anda juga paham, Anda tidak benar-benar mengkhianati resimen Pasukan Utara, tetapi memilih menarik diri. Ini untuk membalas kebaikan Adipati Minas sekaligus tidak memberatkan Pasukan Utara. Begitulah isi hati Anda, bukan?”
“Adipati, meskipun ada yang tidak benar... Aku... Aku tak bisa melupakan kebaikannya. Tanpa guru, mungkin aku sudah menjadi tulang-tulang kering dalam makam.” Green menggeleng, suaranya seperti erangan: “Aku juga takkan melukai Pasukan Utara. Aku... Aku hanya bisa netral, pergi begitu saja. Aku Green sendirian, aku...”
“Jenderal Green, semua ucapan ini bisa Anda sampaikan padaku.” Sofie tersenyum sinis: “Tapi apakah Anda sendiri benar-benar percaya dengan kata-kata ini?”
Dia sudah berdiri, menepuk-nepuk debu di bajunya dengan tenang, lalu berjalan ke samping dan menaiki kuda. Memandangi Green, Sofie berkata datar: “Tujuan kedatanganku hanya untuk mengantar. Pesan terakhirku hanyalah ini: Sebelum menjadi apa pun, pertama-tama Anda adalah Orang Bizantium.”
Usai berkata, Sofie benar-benar tidak berlama-lama lagi. Dengan teriakan “Chiii!”, dia mengibaskan cambuk dan memacu kudanya kembali ke jalan raya menuju selatan.
“Junker juga kemudian naik kuda, hanya di akhir sedikit berhenti, memandangi Green yang masih duduk di tanah, menghela napas pelan, berkata dengan suara pelan: ‘Anda bisa pergi begitu saja, tapi bagaimana dengan pasukan lain? Apakah mereka juga bisa lari? Jika semua orang bisa kabur seperti ini, lalu siapa yang akan melakukan pekerjaannya? Jenderal, aku tak pandai berpidato heroik. Pikirkan sendiri kata-kata ini dalam hati.’”
“Junker menggelengkan kepala, memutar kepala kuda kembali ke selatan mengejar Sofie, meninggalkan Green sendirian terpaku di tempat, menatap api unggun dengan tatapan kosong...”
