“Aku hanya bicara tentang kemungkinan... Itupun hanya satu dari banyak skenario.”
Adipati Minas berdiri tegak di aula besar, menatap lurus para menteri penting kekaisaran dengan kewibawaan.
Suasana mencekam di aula hanya sesekali terpecah oleh suara batuk berat Perdana Menteri Salemboniri.
Wajah sang perdana menteri tua itu pucat bagai mayat. Sorot mata bijaknya yang dulu kini redup keruh – semua tahu tubuhnya ambruk setelah kabar kekacauan selatan datang. Kesehatannya memburuk dengan cepat, bersamaan dengan keyakinan yang perlahan menguap dari diri sang menteri yang gigih menopang kekaisaran yang porak-poranda ini.
Pada saat ini berdiri di aula besar, perdana menteri membungkukkan pinggangnya, seolah-olah hanyalah seorang tua renta yang tak tersisa sedikit pun aura dan sergapan maut seperti masa lalu.
Para menteri sudah tidak ingat ini pertemuan keberapa kalinya.
Sejak kabar kekacauan besar di Selatan terdengar, bagaikan guntur di siang bolong yang menghancurkan sisa-sisa fantasi terakhir tentang "kebangkitan" di segala aspek Ibukota Kekaisaran. Situasi yang semula terlihat mulai membaik tiba-tiba berbalik arah secara drastis. Hancurnya fantasi ini kemudian melahirkan kecemasan, keputusasaan, serta... kegilaan yang timbul dari ketakutan akan masa depan!
Beberapa kali pertemuan darurat diselenggarakan, para menteri Kekaisaran hampir berdebat hingga langit terbalik. Awalnya, semua orang saling lempar tanggung jawab - beberapa county di Selatan adalah satu-satunya wilayah yang masih dikuasai pemerintah pusat Kekaisaran. Sementara pejabat daerah sebagian besar memiliki hubungan yang erat dengan keluarga-keluarga bangsawan berpengaruh di ibukota. Daerah itu semula merupakan basis tradisional kekuatan pusat, kini justru di wilayah penghasil pajak terakhir ini timbul kekacauan besar. Ketidakmampuan pejabat daerah dalam mengelola wilayah dan memberantas bandit membuat berbagai masalah terbongkar. Padahal sebelumnya, para bangsawan ini hampir bisa saling membunuh hanya untuk merebut sebuah jabatan di county Selatan, namun kini justru berusaha menjauh bagai menghindari wabah.
Bisa dikatakan, pertemuan di awal benar-benar terbuang percuma dalam saling tuduh dan lempar tanggung jawab. Para menteri dan pejabat berkuasa saling menuduh pihak lain melakukan nepotisme dengan mengangkat orang-orang dekat, menempatkan pengecut untuk mengawasi daerah-daerah. Siapa-siapa yang merupakan anak buah lama dari si anu, bagaimana seseorang bisa mendapatkan posisi Administrator County karena memiliki koneksi dengan si itu...
Pertengkaran seperti ini menyia-nyiakan waktu lebih dari dua hari - sebenarnya para pejabat tinggi yang berpengalaman ini takkan sampai nekat memutus hubungan dan saling serang seperti ini. Tapi pada titik ini, secercah harapan terakhir telah hancur, keputusasaan dan kepanikan di hati membuat mereka tak lagi peduli dengan "martabat" yang selama ini diagung-agungkan.
Menghadapi gelombang kemarahan para menteri yang berapi-api, Kaisar Garcia tetap diam saja - atau lebih tepatnya, beliau memang sudah tak berdaya sama sekali.
Semua orang tahu, dengan hilangnya wilayah kekuasaan terakhir di selatan, Kaisar di ibu kota maupun para menteri hanya bisa bertahan mati-matian di Osgilia. Meskipun ini adalah kota perkasa nomor satu di benua yang dihuni oleh lebih dari seratus ribu pasukan dengan perbekalan senjata menumpuk seperti gunung, jika terus-terang dibahas, tak lebih dari sebuah kota terkepung!!
Ya, sebuah kota terkepung. Hanya itu saja.
“Perdana Menteri Salemboniri terus mengamati dengan dingin, sang Kaisar tampak kebingungan, tidak mampu menekan kekacauan di antara para menteri. Kabarnya pasukan di kota juga mulai goyah - perlu diketahui, banyak pasukan di Ibu Kota sekarang berasal dari hasil pengerahan dari Selatan, dan pasukan pribadi para bangsawan juga banyak yang berasal dari Selatan. Kini Selatan dalam kekacauan besar, gerombolan bandit merajalela di tiga county, dan terus menjalar - bagai api membakar halaman belakang, bagaimana para prajurit ini bisa tetap tenang?”
Kabarnya banyak pasukan pribadi bangsawan yang sudah ribut minta segera bergerak ke Selatan untuk pulang.
Pertengkaran berlangsung sampai hari ketiga, akhirnya Adipati Minas tampil ke depan.
Sebagai pejabat tertua dan paling berpengalaman di Kekaisaran, wibawa yang terpupuk selama ini masih berpengaruh. Kehadirannya langsung meredam kegaduhan para menteri.
"Sekarang bukan saatnya bertengkar, bukan waktunya saling menyalahkan. Prioritas utama adalah segera mencari cara meredakan kekacauan di Selatan."
Logika ini semua paham, tapi ketika diucapkan dari mulut adipati tua ini, terasa bobotnya begitu berat!
Kehadiran Adipati Minas dalam rapat kali ini mengejutkan - mesin berambut perak, ia mengenakan zirah lengkap. Langkahnya yang mantap di aula istana menggetarkan! Pedang kuda tergantung di pinggang, sepatu bot kulit berkilat, derap langkahnya di lantai marmer bergema keras penuh wibawa!
"Kekacauan di selatan harus segera diredakan! Kita harus segera mengerahkan pasukan!" Seru Adipati Tua dengan suara berwibawa: "Jika terus menunda, mungkin dalam satu bulan, para pemberontak selatan itu akan sampai di gerbang Kota Kekaisaran!!"
"Kau bilang para orang kampungan itu, rakyat jelata sialan itu, mereka berani-beraninya bergerak ke utara untuk memberontak?!"
Ucapan Adipati Minas mengguncang semua yang hadir.
※※※
"Reaksi kita sudah terlambat." Ekspresi Adipati Tua serius, namun di balik raut wajahnya yang tegang justru tak terlihat kepanikan - mungkin inilah kelebihan veteran Kekaisaran yang membaktikan hidup di medan perang ini. Ketenangannya saat ini menular ke banyak orang.
"...Jangan bicara soal keberanian pasukan pemberontak bergerak ke utara. Sebulan lalu, mungkin mereka tidak akan melakukan ini, bahkan tak terpikir oleh mereka. Bagaimanapun, jika hanya gerombolan petani tak terorganisir, paling-paling mereka hanya bisa membuat keributan lokal tanpa dampak besar. Tapi Tuan-tuan, perhatikan: Menurut kabar yang kita terima, gerombolan ini sudah bukan sekadar pemberontak biasa. Mereka bahkan mengajukan pasal panduan sendiri, menyuarakan permohonan politik! Mereka punya tujuan jelas, saling bersekutu, bahkan mencoba mencari sekutu luar. Ini bukan lagi pemberontak biasa, tapi kekuatan terorganisir dengan perencanaan matang. Yang paling mengerikan, basis mereka di selatan - taman belakang terakhir kita! Jika wilayah selatan jatuh, saya yakin semua yang hadir di sini paham betul takdir apa yang akan menunggu kita."
Kaisar Garcia yang duduk di sana akhirnya berbicara. Wajah kaisar muda itu pucat kebiruan. Pada saat ini, baru setelah dia membuka mulut, para hadirin tiba-tiba tersadar. Seolah-olah, dalam beberapa hari terakhir pertengkaran ini, Sang Kaisar muda ini seakan sudah lama tak bersuara.
"Maksud Adipati adalah mengirim pasukan ke selatan untuk memadamkan pemberontakan?"
Suara kaisar terdengar serak tak karuan.
“Benar.” Adipati Minas berkata perlahan, “Meski kekacauan di selatan tampak besar, saat ini masih seperti pasir yang tercerai-berai. Mereka belum benar-benar menyatukan seluruh kekuatan, belum mampu membentuk sebuah tali yang kokoh—sejujurnya, mereka bukan pasukan resmi, hanya petani yang baru direkrut menjadi pasukan penjaga daerah, belum mendapat pelatihan militer memadai. Bahkan aku meragukan kemampuan mereka dalam pertempuran di luar kota. Aku tidak melebih-lebihkan! Hmph, tentu saja aku telah membaca laporan yang masuk, klaim kemenangan atas pasukan county dalam pertempuran terbuka itu jelas berlebihan! Ketidakstabilan daerahlah yang membuat pasukan county pembasmi pemberontak berbalik arah dan memberontak di tengah pertempuran, sehingga menyebabkan kekalahan. Ini bukan kesalahan strategi perang! Meski jumlah mereka terlihat menakutkan—konon mencapai puluhan ribu—menurut penilaianku, dari puluhan ribu itu, sebagian besar adalah pengungsi yang dipaksa, lansia, wanita, dan anak-anak. Perkiraan optimis pun, kaum berotot sejati tak sampai tiga puluh persen. Dari tiga puluh persen itu pun, mayoritas adalah pengungsi atau petani—rakyat biasa yang hanya bisa mengangkut cangkul bukan mengayun pedang. Yang benar-benar terlatih secara militer dan bisa dianggap pasukan elit pemberontak hanyalah mantan pasukan penjaga daerah yang memberontak. Menurut kalkulasiku, jumlah kelompok seperti ini takkan melebihi sepuluh ribu! Bahkan sepuluh ribu 'pasukan elit' ini pun hanyalah rekrutan yang belum dua bulan berdinas. Mungkin mereka pernah mendapat pelatihan dasar, namun masih jauh dari standar prajurit sejati. Mereka belum pernah mengalami medan perang, belum merasakan pertarungan formasi tempur yang sesungguhnya...”
"Ucapan Adipati Tua yang fasih, analisis yang cermat, meski mengandung beberapa unsur penghibur dan berlebihan, tetapi kata-kata ini langsung membuat para menteri merasa tenang, bahkan wajah Kaisar Garcia pun terlihat sedikit lebih baik."
"Mengerahkan pasukan, harus segera mengerahkan pasukan! Justru karena penilaianku, kekacauan di selatan ini meski terlihat besar, sebenarnya kuat di luar lemah di dalam! Jadi kita harus menghancurkan mereka sebelum benar-benar kuat. Jika ditunda lagi, setiap hari penundaan akan membuat mereka bertambah kuat satu menit, sementara kita melemah satu menit! Sekarang kirim pasukan, selagi kita masih punya kekuatan cukup, selagi waktu belum terlalu malam, selagi kekacauan belum menjalar ke lebih banyak County! Kalahkan mereka, basmi mereka! Pulihkan selatan, rebut kembali taman belakang terakhir kita!!"
Suara heroik penuh semangat ini membangkitkan semangat semua orang. Perasaan panik dan putus asa yang semula, di bawah pidato Adipati Tua ini, langsung menghilang sebagian besar. Seolah-olah, mendengar ucapan Sang Adipati, situasi belum benar-benar mencapai jalan buntu, kekacauan di selatan, pasukan pemberontak itu, jauh tidak semenakutkan penampilannya!
Secercah harapan mulai muncul dari dalam hati setiap orang.
"Kerahkan pasukan! Kerahkan pasukan!"
"Serang ke selatan!"
"Basmi pasukan pemberontak ini!!"
Satu per satu menteri mulai menyambut dengan teriakan. Teriakan ini, lebih tepat disebut usaha memberi semangat pada diri sendiri daripada luapan emosi.
“Di tengah gejolak emosi massa, tiba-tiba terdengar suara batuk halus. Batuk ini seolah tepat mendarat di tengah semangat bergelora yang sedang memuncak, namun langsung terasa tersekat di titik kritis.”
Situasi di lapangan langsung hening. Semua orang memalingkan pandangan ke sumber batuk - Perdana Menteri Salemboniri.
Sang perdana menteri tua batuk beberapa kali, lalu menghela napas sambil mengencangkan selimut yang menyelimuti tubuhnya. Semua tahu sejak kabar itu datang, sang perdana menteri sudah muntah darah. Karena itu Kaisar memberikan perlakuan istimewa pada orang tua ini selama rapat di istana.
Wajah Salemboniri sama sekali tak menunjukkan gejolak emosi, juga tak terpengaruh oleh pidato Adipati Minas. Sorot matanya tetap dingin, menatap semua yang hadir sebelum akhirnya tertuju pada wajah sang adipati tua.
“Apakah maksud Adipati adalah mengerahkan pasukan ke Selatan untuk memadamkan pemberontakan?”
“Ya.”
“。” Perdana menteri tua tiba-tiba menghela napas datar, dengan tempo lambat dan nada yang terkesan asal-asalan ia berkata perlahan: “Kalau begitu berani bertanya pada Adipati, untuk mengerahkan pasukan ke selatan memadamkan pemberontakan, berapa banyak pasukan yang perlu dibawa? Pasukan bandit di selatan itu, meski seperti yang Adipati katakan, sebagian besar adalah orang sembrono, di antaranya pasukan elit yang benar-benar bisa bertarung hanya minoritas. Tapi jumlah total mereka mencapai ratusan ribu, menjalar ke tiga county. Jika pasukan yang dikirim untuk memadamkan pemberontakan terlalu sedikit, mungkin tidak akan efektif. Tapi jika dikirim terlalu banyak... Tanyakan, jika pasukan besar invasi ke selatan, lalu pemberontak utara - para gubernur itu menyerang, bagaimana kita harus menghadapi? Ambil contoh Hughes yang tepat di depan mata kita. Semua tentu tahu karakter Hughes. Jika melihat celah keuntungan dan kesempatan, Gubernur Hughes ini pasti tidak akan tinggal diam.”
Ucapan ini bagai satu tong air dingin yang disiramkan ke kepala, memadamkan api semangat yang baru saja berkobar di hati semua orang dalam sekejap!
Lalu terdengar sang perdana menteri melanjutkan dengan perlahan berkata: "Situasi kita saat ini, semua sudah sangat jelas. Di dalam dan luar kota, secara kasat mata ada 150.000 pasukan. Angka ini tidak sedikit, namun sebagian besar adalah pasukan penjaga daerah yang dikerahkan dari selatan. Pasukan-pasukan ini berasal dari wilayah selatan, banyak di antaranya keluarga mereka berada di daerah yang dilanda kekacauan. Banyak yang mungkin masih satu daerah dengan para pemberontak, bahkan masih memiliki hubungan kekerabatan. Jika kita mengirim pasukan ini ke selatan untuk memadamkan pemberontakan, meskipun orang tua ini tidak terlalu memahami strategi militer, saya tahu ini sangat tidak tepat. Bisa jadi, pasukan ini akan berbalik menyerang kita di tengah pertempuran seperti yang terjadi sebelumnya pada pasukan county yang dikirim untuk memadamkan pemberontakan!"
Setelah mengatakan ini, sang perdana menteri tua sengaja terdiam sejenak, lalu berkata dengan datar: "Jika kita mengesampingkan pasukan yang dikerahkan dari selatan ini, yang tersisa hanyalah pasukan pribadi para Tuan Bangsawan..."
Ucapan ini membuat semua menteri yang hadir tanpa sadar menundukkan kepala.
Pasukan pribadi para bangsawan itu seperti apa kualitasnya? Siapa yang tidak menyadari dalam hati? Jika dikatakan bahwa mereka bisa berperang untuk negara, itu sama saja dengan mengatakan kita bisa melihat hantu.
"Yang ini tidak bisa dipakai, itu juga tidak layak digunakan, maka yang terakhir bisa digerakkan, yang masih memiliki kekuatan bertarung jika dikerahkan, hanyalah murid-murid sejati kita yang tersisa. Mantan pasukan penjaga kota kekaisaran, serta Resimen ke-2 dan ke-9 dari pasukan pusat, ketiga pasukan inilah yang benar-benar pasukan elit, telah melalui ujian Pertahanan Osgilia sebelumnya, melewati cobaan darah dan api——tapi ini semua adalah pasukan inti terakhir kita, juga tumpuan terakhir. Jika pasukan-pasukan ini dikirim ke Selatan... Saat Hughes dan kawan-kawannya mengerahkan pasukan untuk menyerang Osgilia, apakah kita harus mengandalkan pasukan Selatan dan tentara pribadi Tuan Bangsawan untuk bertahan? Mohon pencerahan, Adipati Minas, atas pertanyaan saya ini, apakah Yang Mulia memiliki akal baik yang dapat diajarkan kepada saya?"
Suasana tiba-tiba menjadi dingin membeku!
Adipati Minas menyipitkan matanya, memandangi perdana menteri di hadapannya. Sang perdana menteri tua yang wajahnya pucat akibat sakit seolah tak mampu meluruskan pinggangnya, namun di bawah sorot mata tajam Adipati Minas, tetap mempertahankan ekspresi dinginnya.
Akhirnya, sudut mulut Adipati Minas menunjukkan senyuman sinis. Ia menarik napas dalam-dalam: "Keraguan Yang Mulia Perdana Menteri dapat saya pahami, tapi masalah ini punya jalan penyelesaian."
Sambil berkata demikian, ia tiba-tiba menyibak jubah di belakangnya, lalu berlutut satu kaki perlahan di hadapan Kaisar Garcia muda yang sedang duduk!
Gerakan berlutut ini membuat semua yang hadir terpana!
"Hanya karena status Adipati Minas sebagai veteran Kekaisaran, lambang kewibawaan pasukan Kekaisaran, sekaligus ayah dari Permaisuri, sosok terhormat seperti beliau bahkan tak perlu memberi hormat sedalam itu pada Kaisar sekalipun!"
"Paduka, jika hamba berkata: Bila Paduka mengizinkan hamba memimpin pasukan ke Selatan untuk memadamkan pemberontakan, hamba hanya butuh tiga puluh ribu prajurit! Dalam satu bulan, jika tak bisa membersihkan wilayah Selatan, silakan Paduka mencabut gelar Adipati hamba!"
Wajah Kaisar Garcia langsung berubah drastis, sorot matanya memancarkan harapan membara. Saat hendak berbicara, Perdana Menteri yang wajahnya pucat sakit tiba-tiba membentak keras: "Tiga puluh ribu?! Pasukan elit di kota, ditambah Resimen ke-2 dan ke-9, serta pasukan penjaga kota—totalnya tak sampai tiga puluh ribu lebih! Yang Mulia Adipati, apa Anda ingin membawa semua pasukan pilihan ke Selatan?!"
"Tak perlu!" Adipati Minas tersenyum penuh kebanggaan, ekspresi meremehkan terpancar jelas. Dengan tawa berani yang menggema, ia berseru lantang: "Klan Minas punya pasukan pribadi lima ribu! Hamba berserahkan seluruh pasukan keluarga untuk mengabdi pada negara! Selain itu, mohon Paduka mengizinkan hamba memilih pasukan elit dari keluarga bangsawan di kota, lalu mengerahkan sepuluh ribu orang lagi! Terakhir, ambil sepuluh ribu dari pasukan penjaga kota serta Resimen ke-2 dan ke-9! Total persis tiga puluh ribu—tak kurang satu pun!!"
Mendengar ini, sorot mata Perdana Menteri tua tiba-tiba menunjukkan ketakutan yang dahsyat! Matanya membelalak, menatap tajam Adipati Minas seolah ingin berkata sesuatu, tapi kemudian justru menutup mulutnya, menatap dalam-dalam ke arah Adipati Minas sebelum akhirnya menutup mata.
Kaisar Garcia tiba-tiba berdiri, memandangi Adipati Minas: "Adipati, apa yang Anda katakan ini benar?!"
Semua orang terlihat sangat emosional.
Tiga puluh ribu! Angka ini sebenarnya tidak banyak, yang lebih penting, semua orang khawatir jika pasukan elit ibu kota Kekaisaran ditarik, akan membuat faksi warlord pemberontak di utara mengambil kesempatan menyerang. Resimen ke-2 dan ke-9, ditambah pasukan penjaga kota, tiga korps ini setelah pertempuran berdarah, sisa pasukan elitnya hanya sekitar tiga puluh ribu lebih!
Sedangkan Adipati Minas, permintaannya sebenarnya tidak berlebihan, hanya meminta sepuluh ribu dari pasukan elit. Sisanya, semuanya adalah pasukan pribadinya sendiri dan kontribusi pasukan pribadi dari bangsawan lain!
Permintaan seperti ini, jika benar-benar bisa memadamkan pemberontakan, kenapa tidak?!
Solusi seperti ini benar-benar membuat Kaisar bahagia dari lubuk hati!!
Namun, setelah kegembiraan itu, sifat bawaannya yang penuh kecurigaan segera muncul. Masalah yang menyangkut kekuasaan pasukan membuat Kaisar secara instingtif merasa ragu-ragu. Meski sudah sangat cenderung pada proposal Adipati Minas, tapi sebagai seorang Kaisar, dia merasa masih perlu mempertimbangkan lagi sebelum mengambil keputusan.
Secara refleks, dia melirik ke arah perdana menteri, namun yang membuat Kaisar kecewa adalah sang perdana menteri menundukkan kepala, matanya menatap lantai tanpa bergerak sedikit pun.
Sambil mengerutkan kening dan menghela napas, Kaisar perlahan berkata: "Untuk masalah ini, biarkan aku pertimbangkan dulu. Untuk sementara... Adipati, mengenai penggerekan pasukan pribadi bangsawan, aku bisa menyetujui permintaanmu. Kau boleh menggunakan perintahku untuk memilih pasukan elit yang kau butuhkan dari pasukan pribadi para bangsawan di kota. Sedangkan mengenai pasukan penjaga kota dan pasukan pusat... aku masih perlu mendengarkan pendapat pihak lain."
Adipati Minas tersenyum mantap, lalu segera berdiri.
Rapat pun diumumkan berakhir. Namun tepat di akhir acara, justru ketika semua orang telah pergi, Perdana Menteri Salemboniri tetap berdiri di tempatnya tanpa bergerak. Dia mengangkat kelopak matanya: "Paduka, ada beberapa hal yang perlu hamba bahas secara pribadi dengan Yang Mulia."
Kaisar mengangkat alisnya, lalu mengangguk.
Adipati Minas langsung berjalan keluar aula dengan langkah gagah tanpa menoleh. Para menteri Kekaisaran lainnya yang tersisa pun terlihat lebih santai, lalu satu per satu meninggalkan tempat.
Setelah aula besar menjadi sepi, barulah perdana menteri tua itu perlahan berjalan ke tengah ruangan. Tiba-tiba dengan suara 'plung', kedua lututnya menyentuh lantai!
Wajah Garcia langsung berubah pucat!
Meskipun karena sikap kooperatif yang baru-baru ini ditunjukkan perdana menteri dengan Adrik membuat Sang Kaisar tidak puas, namun bagaimanapun juga perdana menteri ini adalah pejabat penting yang ditinggalkan almarhum Kaisar Cantos Agung untuk mendampinginya saat naik tahta, yang juga pernah menjadi sandaran kepercayaannya. Pada saat ini, Salemboniri sebagai perdana menteri kekaisaran tiba-tiba bersimpuh di hadapannya, membuat Kaisar terkejut!
“Yang Mulia, malapetaka sudah di depan mata.” Perdana menteri tua mengangkat kepala, sorot matanya yang sebelumnya keruh kini telah berubah! Kedua bola matanya memerah darah, tatapannya tajam bagai pisau!!
Garcia mengerutkan kening: “Malapetaka? Apakah Yang Mulia Perdana Menteri berbicara tentang kekacauan di selatan? Bukankah Adipati Minas sudah...”
“Tidak! Yang Mulia!” Perdana menteri tua menggeretak gigi: “Andai bukan karena usia tua dan kelemahan fisik seumur hidupku, tadi di aula besar sudah kubiarkan darah Adipati Minas terciprat di tempat!! Orang ini bermaksud jahat, desakannya adalah jalan menuju bencana. Yang Mulia jangan sampai termakan tipu dayanya!!”
Garcia menyipitkan mata memandangi perdana menteri di hadapannya. Setelah lama, dengan perlahan berkata: “Perdana Menteri... Anda...”
“Paduka, hamba tidak gila.” Perdana Menteri tiba-tiba menghela napas pelan: “Sang Kaisar, baru sekarang hamba paham, Yang Mulia keliru, hamba pun keliru! Dukungan hamba sebelumnya terhadap pengangkatan kembali Adipati Minas sungguh merupakan kekeliruan terbesar seumur hidup! Harimau yang menyembunyikan kemampuan ini, kini akan menunjukkan gigi taringnya! Paduka! Orang ini ambisius, menyimpan niat tidak setia, rencananya sangat jauh, hamba... hamba...”
“Perdana Menteri, omong kosong apa yang kau ucapkan! Tanpa bukti, jangan sembarangan memfitnah menteri penting kekaisaran!” Wajah Garcia berubah suram.
“Paduka! Meski Jenderal Adrik terlalu polos dan ekstrem, setidaknya dia sepenuhnya membela negara. Meski sering berselisih paham dalam urusan negara, namun tentang kesetiaannya, hamba tak pernah meragukan! Tapi Adipati Minas... dugaan hamba, yang dia incar bukan sekadar kekuasaan menteri kekaisaran, mungkin dia mengincar...”
“Cukup!” Garcia menepuk meja sambil mengumpat marah-marah: “Perdana Menteri, kau benar-benar sudah gila?!”
Perdana menteri tua menarik napas dalam-dalam: "Sang Kaisar, saya tahu saat ini Anda pasti tidak percaya, saya tidak punya bukti aktual, tapi... mohon pertimbangkan baik-baik... Serangkaian gerakan Adipati Minas, yang mendorong Anda melepas pembatasan pasukan pribadi bangsawan adalah dia, meluapnya pasukan pribadi bangsawan memang bisa memberi tekanan pada Adrik, tapi di saat yang sama juga mengurangi otoritas kekaisaran. Para keluarga bangsawan terkemuka yang memiliki kekuatan militer besar di tangan mereka, mungkin tidak akan menghormati Anda seperti dulu. Kini dengan kekacauan di Selatan, inilah kesempatan terbaik bagi Adipati Minas untuk menguasai kembali kekuasaan pasukan. Saya... saya bahkan curiga, apakah bayangannya terlibat dalam masalah Selatan ini..."
"Semakin kau bicara semakin tak pantas! Salemboniri! Berani sekali kau!!" Garcia tiba-tiba murka.
“Sang Kaisar, yang berani bukanlah aku, melainkan Minas!” Perdana menteri tua menegakkan kepala sambil saling memandang dengan kaisar, cepat-cepat berkata: “Sang Kaisar, renungkanlah baik-baik strategi pengiriman pasukan ke selatan yang diajukan Minas! Ia hanya meminta 10.000 pasukan elit pasukan pusat, jumlah yang persis sesuai dengan keinginan Paduka dan para menteri! Namun inilah kecerdikan Adipati Minas! Meskipun Adrik saat ini memimpin pasukan pusat, pengaruh Adipati Minas di militer selama puluhan tahun tak bisa diabaikan. Jika pasukan yang dimintanya terlalu sedikit, takkan cukup. Jika terlalu banyak, kekuasaan militer itu takkan bisa dicernanya! 10.000 pasukan - jumlah yang pas! Dengan wewenang penuh untuk memilih, ia bisa menarik semua loyalis lama dari pasukan pusat. Dengan inti pasukan ini, 10.000 orang di tangannya akan segera ditelan bulat-bulat! Paduka! Jujur saja! Pasukan pusat di bawah Adrik mungkin membuat Paduka tak puas, tapi setidaknya masih tetap pasukan pusat! Tapi jika jatuh ke tangan Minas, sebelum bulan berganti... sudah akan berubah menjadi pasukan pribadi keluarga Minas!!”
Ucapan ini membuat kaisar benar-benar tenang sejenak.
Sifat curiga dalam diri Garcia akhirnya muncul. Setelah berpikir beberapa saat dengan kepala dingin, kaisar tak lagi memarahi perdana menteri. Dengan perlahan ia berkata: "Lalu, apa akal lain yang kau punya?"
“Serangan ke selatan adalah suatu keharusan.” Perdana menteri tua cepat-cepat berkata: “Namun ada satu hal yang benar dari siluman Minas itu, wilayah selatan terlalu penting bagi kita! Meski kekacauan di Selatan saat ini tampak besar, sebenarnya hanya reputasinya yang mengerikan, di dalamnya sangat lemah. Saat mereka belum benar-benar kuat, kita harus membasmi mereka! Tapi cara menyerang ke selatan sama sekali tidak boleh mengikuti perkataan Minas!”
Kaisar mengerutkan kening setelah mendengar: “Lalu menurutmu, bagaimana strategi perangnya?”
“Kandidat untuk memimpin serangan selatan tidak boleh Minas! Harus diganti dengan Adrik atau bawahannya. Di ibu kota kekaisaran tidak kekurangan orang yang kompeten memimpin pasukan. Jika Adrik sendiri yang memimpin tentu bagus, selain itu... Jenderal Ruhl juga pilihan terbaik! Juga jenderal Divisi Kedua dan Divisi Kesembilan, semuanya bisa memimpin pasukan sendiri. Hanya Minas ini yang sama sekali tidak boleh dilepaskan!”
Mendengar ini, Kaisar langsung menggelengkan kepala dengan cepat. Pantangan terhadap Adrik sudah mencapai puncaknya, mana mungkin ia mengizinkan Adrik membawa pasukan keluar dari ibu kota? Apalagi jika ke selatan... Bagaimana jika...
Kaisar tiba-tiba menyeringai sinis: "Perdana Menteri, ucapanmu ini tidak masuk akal! Jika menurutmu Adipati Minas bermaksud jahat, lalu menyuruh Jenderal Adrik membawa pasukan elit ke selatan untuk memadamkan pemberontakan, sementara membiarkan adipati yang berbahaya tetap di sekitarku - jika Adrik pergi, siapa yang akan mengendalikan Minas? Perdana Menteri, tidakkah kau merasa pernyataanmu saling bertentangan? Ataukah kau punya maksud tersembunyi, ingin membantu anak buahnya mendapatkan lebih banyak kekuasaan pasukan?!"
Perdana Menteri menarik napas dalam-dalam, memandangi wajah muda namun jahat Sang Kaisar. Sorot matanya ragu sejenak, lalu akhirnya memancarkan tekad yang bulat.
"Jika Yang Mulia merasa cara hamba tidak tepat, hamba akui itu masuk akal. Sebenarnya baik Adrik yang memimpin pasukan maupun Minas yang memimpin, belum tentu solusi sempurna... Faktanya, Yang Mulia benar, membiarkan Adrik membawa pasukan ke luar sementara si tua licik Minas tetap di sisi Yang Mulia, membuat hamba merasa tidak tenang! Karena itu, hamba punya satu cara lain yang benar-benar sempurna!"
"Apa?"
Perdana Menteri tua itu mengatupkan giginya dengan keras: "Mohon Yang Mulia sendiri yang memimpin langsung pasukan ke selatan untuk memadamkan pemberontakan!!"
Setiap kata diucapkan dengan tegas. Wajah Garcia langsung berubah drastis: "Kau bilang... Aku sendiri yang memimpin pasukan?"
"Benar, Yang Mulia adalah Sang Penguasa Tertinggi Kekaisaran. Dengan memimpin langsung pasukan ke selatan, wibawa Yang Mulia pasti tak tertandingi. Pasti bisa memberantas kekacauan dan meredakan wilayah selatan!"
“Ucapanmu tampaknya masuk akal,” Garcia benar-benar tergetar dalam hatinya, namun seketika ia tiba-tiba teringat satu pekerjaan: “Lalu... Bagaimana dengan Osgilia? Jika aku yang memimpin langsung, sebenarnya harus membawa Adipati Minas atau Adrik bersama pasukan?”
“Bawa semuanya.” Perdana Menteri menggeretak gigi.
“Semuanya?!” Garcia murka: “Omong kosong! Jika semuanya pergi, bagaimana dengan Kota Kekaisaran ini?! Hughes si maling licik itu pasti akan melihat celah dan menggerakkan pasukan!!”
“Yang Mulia, inilah caraku.” Perdana Menteri tua berkata perlahan: “Sebenarnya, sejak hari pertama mendapat kabar kekacauan di Selatan, hamba terus berpikir, merenung tanpa henti. Tapi maafkan kebodohan hamba, tetap tak bisa menemukan akal yang matang... Setelah merenung panjang, hamba akhirnya mengerti: situasi sudah sedemikian rupa, sama sekali tidak ada strategi komprehensif yang disebut-sebut itu! Satu-satunya jalan untuk bertahan hidup sekarang adalah memutus pergelangan tangan sang pahlawan, melepaskan ekor cicak. Jika tidak...”
“Anda... Anda maksud...”
“Benar.” Perdana menteri tua dengan perlahan berkata: “Saya sudah mengajukan Sang Kaisar untuk memimpin langsung, tentu maksudnya seperti ini! Situasi sekarang, Selatan kacau balau, jika ingin mempertahankan Selatan, harus meninggalkan Kota Kekaisaran!! Mohon Sang Kaisar memimpin langsung, mengerahkan semua pasukan di Kota Osgilia, bergerak ke Selatan sepenuhnya, kota kekaisaran ini biarlah diberikan ke Hughes itu! Meski meninggalkan ibu kota adalah aib sebesar ini, kekalahan terbesar Kekaisaran dalam seribu tahun, tapi selama Sang Kaisar aman, memimpin pasukan masuk ke Selatan, membasmi berbagai county, menjadikan beberapa county Selatan sebagai fondasi, nantinya belum tentu tidak ada kesempatan bangkit kembali! Baginda! Situasi sekarang, ini sudah satu-satunya jalan!”
“Tinggalkan, tinggalkan ibu kota?!” Suara Kaisar terdengar gemetar.
“Tinggalkan ibu kota! Pimpin pasukan ke Selatan untuk hidup!”
Aula besar itu terperosok dalam keheningan sedalam kematian.
Beberapa saat kemudian, Garcia tiba-tiba meneriakkan pekikan!
“Kau! Bajingan!! Salemboniri! Kau bajingan!!!! Sebagai perdana menteri kekaisaran, mengeluarkan kata-kata meruntuhkan negara seperti ini, kalau bukan... kalau bukan... seharusnya aku penggal kepalamu sekarang! Gantung mati kau!!!”
Kaisar murka tak terkendali, histeris melompat bangkit, menuding perdana menteri memaki: "Kamu tanpa bukti, sembarangan memfitnah Adipati Minas, sepenuhnya membela Adrik! Aku sangat kecewa padamu, ini sudah keterlaluan! Mengingat dulu kau pernah membantu saya sepenuh hati, aku masih bisa menahan ini! Tapi kau justru mengeluarkan ide gila yang meruntuhkan negara!! Aku, aku, Kekaisaran Bizantium selama seribu tahun, Klan Krenma mendirikan negara dan membangun usaha besar, dari generasi ke generasi mana ada kaisar yang pernah meninggalkan Osgilia, kabur dari ibu kota negara dengan panik?! Hanya karena dugaan dan omong kosongmu, mau membuatku menjadi penjahat abadi, kau!! Kau pergilah dari sini! Jangan sampai aku melihatmu lagi! Jika tidak, pasti akan kubunuh kau! Kubunuh kau!!!!!"
※※※
Kabar bahwa Perdana Menteri Salemboniri memicu kemarahan Kaisar dan akhirnya diusir paksa dari istana oleh pengawal kerajaan, segera menggema di seluruh Kota Kekaisaran.
Hanya saja reaksi para penghuni kota yang mendengar kabar ini, masing-masing berbeda.
Adipati Minas yang sedang berada di ruang perpustakaan rumahnya, memegang selembar kain putih dan mengusap pedang kudanya, ketika mendengar kabar yang dibawa bawahannya, sang adipati tua hanya mengangguk datar dengan ekspresi kompleks.
Adrik yang selama tiga hari berturut-turut tidak tidur di markas besar militer, sibuk menata ulang pasukan dan mengerahkan pasukan elit untuk persiapan operasi pemadaman pemberontakan di selatan, setelah mendengar kabar ini menghela napas tipis, lalu merapikan penampilan dan mengenakan seragam resminya, bersiap memasuki istana kerajaan.
Tapi saat sampai di ambang pintu, dia langsung bertemu dengan Ruhr si gemuk yang terlihat tenang.
"Ke istana? Mau memberikan saran kepada kaisar cilik itu?" Ruhr menatap seragam militer rapi yang dikenakan Adrik.
"Ini masalah penting. Aku harus pergi."
“Kaisar tidak akan mendengarkanmu.” Ruhr juga tidak menghalangi, tersenyum sinis dari belakang: “Dia sekarang bahkan tidak mempercayai perdana menteri, hanya mempercayai Minas. Masih belum mengerti? Momentum ini sudah sedemikian rupa, didorong langkah demi langkah hingga ke situasi sekarang! Sejak awal Kaisar tidak mempercayaimu, lalu mengangkat Minas. Kemudian ketika perdana menteri bekerja sama denganmu untuk Merebut Kembali Utara, Kaisar pun berhenti mempercayainya! Sekarang masalah muncul di selatan, hati Kaisar dipenuhi kepanikan layaknya orang tenggelam yang mencari jerami penyelamat ke segala penjuru! Tapi melihat sekeliling, baik kamu maupun perdana menteri sudah bukan orang yang dipercayainya lagi! Jadi saat ini, satu-satunya pilihannya adalah Adipati Minas! Adrik, kau tak bisa mengubah realitas ini. Bahkan jika kau masuk ke istana sekarang, Kaisar takkan mau menemuimu! Meski kau pecahkan kepala di luar pintu istana, Kaisar takkan menitikkan setetes air mata! Hmph... Justru Adipati Minas mungkin akan mengadakan upacara pemakaman palsu untukmu dengan wajah penuh kepura-puraan!”
“Kau! Aku tidak percaya Adipati itu...”
“Ha ha ha ha ha!! Adrik, sampai kapan kau akan terus menipu diri sendiri?!”
Ruhr tiba-tiba melangkah ke depan beberapa meter, mencabut sebilah pisau dari tangannya dan menancapkannya di depan Adrik: "Kau sudah memanggilnya Adipati, bukan lagi 'Guru', itu membuktikan dalam hatimu sebenarnya sudah ada jawaban! Hati Adipati, tidak lagi seperti yang kita kira selama ini! Apa kau masih belum mengerti ambisinya?!?!"
"A-Aku tidak percaya, Adipati telah puluhan tahun mengabdi untuk Kekaisaran..."
"Justru karena itu lah dia punya ambisi!" Ruhr membentak keras: "Masih belum kau pahami? Adipati, di hatinya tersimpan dendam!! Dendam membara!! Bayangkan jika kau, yang sedang di puncak kejayaan, tiba-tiba diperintahkan Kaisar untuk menyerahkan kekuasaan, apa kau tidak akan mendendam?! Bayangkan jika kau, selama belasan tahun berharga, harus menyembunyikan kemampuan karena dicurigai Kaisar, hidup seperti berjalan di atas es tipis, belasan tahun terbuang untuk menyembunyikan potensi, apa kau tidak akan kecewa?! Bayangkan jika kau dipaksa menikahkan satu-satunya putri tercinta dengan Putra Mahkota yang semua orang tahu dia pecundang, setiap hari air mata bercucuran, kebahagiaan seumur hidup terkubur, ikatan ayah-anak punah, apa kau tidak akan membenci?!?!"
Tubuh Adrik bergoyang, ekspresi wajahnya terdistorsi.
Ru meletakkan pisau di depan dadanya, perlahan berkata: "Adipati, sudah lama tidak satu hati dengan kita! Semakin banyak dia berkorban untuk Kekaisaran di masa lalu, semakin dalam kebencian dan dendam yang mengakar di hatinya sekarang!!! Awalnya aku juga tidak berani membayangkan sampai ke tahap ini, tapi realitas sudah tidak memungkinkan kita berkhayal lagi! Kebangkitan kembali yang Adipati rencanakan dengan menguras pikiran ini, tujuannya pasti bukan sekadar kembali menjadi pejabat yang memegang kekuasaan!!"
Di akhir ucapan, Ru dengan tegas mengarahkan pisau ke lehernya sendiri, membentak keras: "Adrik, jika kau masih belum sadar, lebih baik aku bunuh diri di hadapanmu hari ini! Jika tidak, bagaimanapun juga kita akan mati, saat bencana besar tiba, kita pun akan tewas tanpa kuburan!!!"
