Setelah Rhinehardt resmi menjabat dan kabar pengangkatannya tersebar, tidak ada penolakan dari pasukan - lagipula komandan baru yang diangkat adalah Rhinehardt, sosok yang pernah memimpin mereka dari selatan ke utara, membawa ribuan pasukan lemah bergerak ke utara untuk bergabung dengan Char, Rhinehardt yang pernah berjuang bersama mereka dalam pertempuran berdarah, dan juga mantan anggota Kavaleri Rodrian asli.
Terhadap kandidat ini, seluruh jajaran resimen kavaleri tidak memiliki keberatan dan menerimanya dengan tenang.
Kekalahan memalukan sebelumnya dalam pertempuran melawan orang-orang Nording kecil tak dikenal di seantero benua yang berhasil menahan mereka dengan gigih, membuat seluruh pasukan resimen merasa sangat frustrasi. Pemberhentian Sharba dan kedatangan Rhinehardt sedikit menenangkan mereka - toh semuanya adalah kenalan lama, mungkin akan memberikan beberapa 'muka' untuk mereka.
Namun keesokan harinya, semua orang menyadari bahwa mereka salah.
※※※
Saat fajar belum sepenuhnya terang, tiba-tiba terompet darurat untuk berkumpul dibunyikan di markas.
Terompet militer yang mendesak dan mengerikan menembus keheningan dini hari, suara terompet bergema di seluruh kamp utama. Para prajurit tersentak bangun dari mimpi, para perwira berlarian keluar dari tenda dengan pakaian tidak rapi. Baru setelah menyadari ini bukan serangan musuh, mereka mulai sedikit tenang, lalu segera mempersiapkan perlengkapan dengan gugup.
Hanya tiga kali terompet dibunyikan, di depan pintu gerbang perkemahan, semua batalion dan tim prajurit telah selesai berkumpul.
Kecepatan ini cukup mengesankan, mengingat ini adalah mobilisasi darurat mendadak. Pasukan Resimen Kavaleri Independen menunjukkan kedisiplinan militer yang luar biasa. Proses pengumpulan berlangsung sangat cepat, baik prajurit maupun perwira tidak menunjukkan kepanikan. Meski tegang, semuanya berjalan terorganisir.
Ketika ribuan pasukan kekaisaran telah sepenuhnya berkumpul, mereka menemukan Rhinehardt, komandan baru yang telah berdiri di bawah tiang bendera depan perkemahan sejak lama.
Rhinehardt mengenakan seragam tempur lengkap, wajah tampannya dipenuhi kedinginan yang menusuk. Sorot matanya yang beku menyapu barisan demi barisan, membuat setiap prajurit dan perwira yang terkena pandangannya merasa hati terasa berat.
Jelas terlihat, komandan baru ini sedang dalam kondisi emosi yang sangat buruk.
Orang-orang memperhatikan pedang di tangan Rhinehardt ——pedang yang sudah keluar dari sarungnya!
Setelah rombongan sepenuhnya dikerahkan dan semua perwira batalion melapor secara singkat, Rhinehardt hanya mengangguk pada ajudan di sampingnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata, dia tetap berdiri di sana, memandang dingin ke arah pasukan di depannya, mengamati setiap prajuritnya.
Suasana di lapangan terasa sangat dingin, sangat membeku.
Angin dingin di pagi buta berhembus, para prajurit dan Rhinehardt saling berpandangan dalam hawa yang membeku ini. Lama sekali Rhinehardt tidak berbicara, tidak memberikan khotbah, di bawah sana pun tetap hening.
Akhirnya, kening berkerut Rhinehardt sedikit melonggar——ekspresinya seolah menunjukkan dia akhirnya mengambil tekad tertentu.
Lalu, di bawah pengamatan ribuan pasang mata, Jenderal komandan resimen kavaleri independen yang baru ini melakukan sesuatu yang mengejutkan semua orang!
Dia berpaling, berjalan ke tiang bendera, mengangkat pedang panjang di tangannya, lalu membelah tiang itu dengan kasar!
Tebasannya sangat keras, satu pedangan kilau dingin menyapu, Kraak! Tiang bendera langsung terpenggal. Dengan deritan dan suara boom, tiang itu ambruk!
Formasi mulai goyah. Di wajah para prajurit ada yang menunjukkan keheranan, ada yang penuh kemarahan. Tapi disiplin ketat mengikat mereka, tetap tak ada yang bergerak.
Rhinehardt berjalan perlahan beberapa langkah, menarik bendera militer dari tiang yang roboh——bendera Resimen Kavaleri Independen Pasukan Utara.
Bendera itu kini di tangannya. Dia berdiri di depan pasukan, menggenggamnya dengan kedua tangan, mengangkat tinggi-tinggi, lalu...
"Decit"!!!!!!
Suara robekan!
Bendera militer itu disobek Rhinehardt menjadi dua, lalu terus dirobek-robek...
“Melihat bendera militer Wuwei itu dihancurkan oleh Rhinehardt dengan brutal menjadi fragmen-fragmen, lalu dilempar ke tanah dengan kasar. Bahkan dia menginjak-injaknya dengan sepatu bot kulit tanpa ampun!”
Beberapa perwira mulai menunjukkan ekspresi terhina di wajah mereka.
Dari dalam rombongan yang awalnya hening, akhirnya terdengar bisikan-bisikan panik dan diskusi diam-diam.
“Bagaimana? Apakah kalian tidak puas?”
Suara Rhinehardt yang dingin penuh dengan ejekan menusuk.
Meski volume suaranya tidak keras, tapi terdengar sangat menyakitkan di telinga setiap orang.
“Tidak ada yang mau bicara?” Rhinehardt tersenyum sinis, matanya menyapu prajurit di barisan pertama yang penuh ekspresi terhina dan marah: “Ekspresi kalian menunjukkan ketidakpuasan?”
Tatapannya yang menyapu membuat beberapa orang menunduk geram, sementara yang lain menatapnya balik dengan sorot mata penuh kemarahan.
Senyuman sinis mengembang di sudut mulut Rhinehardt. Dia mengangkat pedangnya dan mengayunkannya di depan barisan, sebelum akhirnya mengarahkan ujung pedang ke seorang perwira yang berdiri di posisi terdepan.
“Kamu! Keluar dari barisan.” Rhinehardt menarik napas dalam-dalam.
Perwira itu dengan wajah suram melangkah maju perlahan, menyatukan kedua kakinya lalu memberi penghormatan militer.
“Laporkan pangkatmu.” Rhinehardt menyipitkan matanya.
“Wagner! Wakil Komandan Regu Kavaleri Keempat Batalyon Ketiga Bendera Pertama Resimen Kavaleri Independen! Yang Mulia!”
Rhinehardt seakan mengangguk pelan, lalu sedikit mengangkat kelopak matanya dan menatap perwira ini: "Riwayat hidupmu, Tuan Wagner."
“……” Perwira ini melirik Rhinehardt, namun tetap menjawab pertanyaan: “Lapor Jenderal, hamba pernah bertugas di Regu Bendera Keempat Resimen Kavaleri Rodria Kekaisaran...”
Belum sempat dia menyelesaikan ucapan, wajah Rhinehardt tiba-tiba berubah drastis disusul terikan menggelegar bagai guntur yang memotong ucapan perwira itu.
“Diam！！！！！！”
Teriakan penuh kemarahan bagai halilintar ini bergema memenuhi ruangan seperti guntur di siang bolong!
Perwira itu terdiam membeku, matanya tertatap bengong menyaksikan Sang Jenderal yang tiba-tiba menyala-nyala amarahnya.
“Kau diam!!” Rhinehardt mengangkat kepala tinggi-tinggi, memandang tajam dari atas ke bawah pada perwira itu bagai singa jantan yang mengaum: “Kuncilah paruh busukmu! Kau tak layak! Tak layak!! Nama Rodria yang mulia ini, kau tak pantas menyandangnya! Bahkan menyebutnya pun kau tak berhak!!”
Rhinehardt memutar badan dengan geram, melangkah ke peti kayu besar di depannya, melompat ke atasnya, lalu dari ketinggian menyapu rombongan pasukan berkerumun di bawah dengan tatapan tajam. Suaranya masih membara, masih mengaum bagai halilintar.
“Kalian! Semua tidak layak! Kalian tidak layak menyandang nama ini! Bahkan lebih tidak pantas menyebut nama agung ini! Semua kalian tidak layak!!”
Kata-kata penghinaan Rhinehardt membuat sebagian besar prajurit marah, namun mereka tidak berbicara, lebih banyak orang yang menundukkan kepala dalam-dalam.
“Hampir semua dari kalian mengenal aku!” Rhinehardt menarik napas dalam-dalam, berkata dengan nada kejam: “Aku! Rhinehardt! Tahun lalu, kita masih bertempur berdampingan di luar Kota Osgilia! Kita bersama-sama menyaksikan malam berdarah itu! Melihat saudara-saudara kita menginjakkan kaki di jalan tanpa ujung! Menyaksikan mereka berani menyerbu Osgilia, menyerbu pemberontak yang jumlahnya puluhan kali lipat dari kita!! Kita terpaksa, menjadi mungkin satu-satunya desersi dalam hidup kita! Saat itu, hati setiap orang dipenuhi penghinaan! Setiap orang penuh kekecewaan, setiap orang ingin sekali ikut bercharge bersama saudara-saudara itu, mati bersama di gerbang Kota Osgilia!! Saat itu, meski kita putus asa, meski kita lemah! Tapi kita tidak pernah benar-benar menundukkan kepala! Karena saat itu, hati kita masih ada kemarahan! Hati kita masih ada teriakan!! Tapi hari ini, aku memandangi kalian, melihat setiap orang dari kalian! Aku benar-benar ingin tertawa!! Karena, sungguh menurutku, andai tahu kita akan menjadi seperti ini sekarang, lebih baik dulu mati di gerbang Osgilia saja! Karena, aku menyaksikan sekumpulan prajurit pemberani, berubah menjadi sekelompok pengecut yang hanya bisa menunduk! Pengecut!!!”
Sampai di sini, Rhinehardt berteriak keras:“Semua mengangkat kepala!! Kalian menunduk melakukan apa! Mengangkat kepala!! Masa kini kalian masak bahkan keberanian untuk saling memandang denganku sudah tidak ada lagi?!!”
"Kalian pernah memiliki nama yang paling gemilang, paling agung, dan paling membanggakan di benua ini! Tapi sekarang, kalian telah menodainya!! Makna dari nama itu, setiap orang di antara kalian sudah melupakannya! Kemuliaan yang diwakili nama itu, setiap orang di antara kalian sudah kehilangannya!!" Suara Rhinehardt yang bergemuruh menghantam keras jantung setiap pendengar! "Kami, pernah menghadapi musuh paling ganas, paling brutal, dan paling kuat di dunia ini!! Karena saat itu, kami masih memiliki nama agung itu! Yang layak menjadi lawan kami, yang berhak menjadi saingan kami, adalah Pasukan Bendera Hitam Odin! Korps Awan Guntur! Pasukan Pengawal Keluarga Kerajaan Odin!! Bukan sembarang sampah kucing anjing yang bisa menjadi musuh kami!! Tapi sekarang, lihatlah kalian! Lihat kondisi kalian sekarang!! Noding? Haha! Makhluk sialan apa ini! Sebelum ini, siapa yang pernah mendengar nama ini?! Tai anjing!! Laozi belum pernah dengar!! Aku sama sekali tak pernah mendengar nama tai anjing ini!! Yang kuketahui hanyalah Pasukan Bendera Hitam, hanya Korps Awan Guntur!! Aku tahu, hanya lawan kuat inilah yang berhak berdiri di hadapan kami, menjadi musuh kami! Sampah-sampah lainnya, bahkan tidak layak berdiri di depan kami!!! Tapi kalian! Kalian para brengsek! Kalian para pengecut! Justru dihalangi oleh sekumpulan tai anjing tak bernama di depan kalian!!! Ketika kalian bahkan tak bisa mengalahkan sekumpulan tai anjing, kalian sudah tidak layak lagi menyandang nama itu! Orang-orang yang bahkan tak bisa mengalahkan tai anjing, kalian lebih rendah dari tai anjing!!"
Banyak prajurit dan perwira sudah memerah wajahnya, tak sedikit yang menggenggam tinju dengan erat, menggertakkan gigi sampai berbunyi.
"Jangan lagi menyebut nama 'Rodria' di hadapanku! Mereka yang gugur di gerbang Kota Osgilia, merekalah Rodria sejati! Kalian yang sudah bermetamorfosis jadi pengecut, tak layak berdiri sejajar dengan mereka!!"
"Benar! Aku yang menebas tiang bendera! Merobek bendera militer! Karena kupikir, pasukan yang bahkan lebih hina dari kotoran anjing, tak pantas punya bendera! Tak layak menyandang nomor resmi!!"
Rhinehardt memandangi lautan prajurit yang berang di hadapannya, lalu dengan dingin melemparkan kata-kata yang membuat semua orang terkejut.
"Tepat kemarin, saat Jenderal Xia Ya Leiming mengangkat saya, langsung kusampaikan permintaan untuk menghapuskan nomor resimen kavaleri independen ini! Karena kalian tak layak!"
“Aku tahu! Kalian semua ikut dalam Pertempuran Syltan! Banyak dari kalian telah menorehkan jasa, setelah perang mendapat pembagian wilayah, mendapat tanah! Banyak dari kalian, sekarang sudah menjadi tuan tanah, kudengar ada yang bahkan menyewa petani untuk menggarap tanah! Kalian sudah berubah menjadi 'Tuan' dalam sebutan mereka!! Bagus! Kalian semua bisa dianggap punya aset! Jika kalian tidak mau lagi berperang, tidak mau lagi berdarah-darah bertarung habis-habisan, aku kabulkan! Aku bahkan bisa memohon izin Tuan Char, mengizinkan kalian semua pensiun pulang ke rumah! Pergi nikmati hari-hari kemewahan kalian!! Kalian juga tak perlu lagi menggenggam pedang-pisau, mulai sekarang setiap hari bisa memegang koin emas!! Tapi kusampaikan, ketika anak-anakmu dewasa nanti bertanya: Ayah, dulu kau bekerja sebagai apa... Kuharap kalian, semua orang, jangan pernah menyebut-nyebut Rodria di hadapan mereka! Jangan pernah bilang kalian pernah menjadi Kavaleri Rodrian! Karena kalian tidak layak!!!”
“Kekaisaran kita sudah penuh celah, para warlord itu memecah-belah negara kita! Para bangsawan masih hidup dalam kehidupan busuk yang membusuk! Kaisar kita telah meninggalkan rakyat! Para menteri kita hidup dalam ketakutan setiap hari!! Pasukan asing mengintai di perbatasan!! Negara ini telah mencapai titik paling putus asa!! Jadi! Ya, kalian punya alasan untuk menyerah! Kalian juga punya alasan untuk putus asa! Kalian bahkan lebih punya alasan untuk menjadi pengecut!!! Tapi aku meremehkan kalian! Aku menolak kalian!!! Karena aku masih ingat malam itu di Osgilia, aku masih ingat sekelompok orang itu! Ada sekelompok orang! Mereka meneriakkan slogan, mengorbankan tubuh daging mereka sebagai jalan, menggunakan darah mereka untuk menghancurkan keberanian musuh! Menggunakan daging mereka untuk menahan pedang-pisau musuh! Membuktikan keberanian mereka dengan teriakan terakhir sebelum pengorbanan!! Kelompok orang itu, nama mereka adalah Rodria!!!
Ya! Aku masih ingat mereka! Aku masih akan mengingat mereka! Karena aku ingat, ketika negara kita dalam Situasi Genting, ada sekelompok orang yang berjuang dan berkorban untuknya!
Mereka tidak pernah takut, tidak pernah mundur, tidak pernah bersembunyi, tidak pernah ragu! Slogan mereka adalah... Maju! Maju! Selamanya maju!!
Bahkan setelah sepuluh tahun! Seratus tahun! Seribu tahun! Orang-orang di dunia ini tetap akan mengingat mereka! Tetap akan mengingat teriakan yang pernah mereka tinggalkan! Tetap mengingat slogan 'Maju' mereka! Mereka sudah lama mati, tapi suara yang mereka wariskan takkan pernah mati!
Adapun kalian...”
Rhinehardt memandang para hadirin dengan dingin: “Di mataku, kalian bukan lagi Rodria! Kalian sudah menjadi pengecut... Bahkan lebih buruk - kalian sudah mati!”
Sampai di sini, Rhinehardt menarik napas dalam-dalam. Suaranya sedikit merendah, nada bicaranya menjadi serak: “Mungkin kalian mengira ini sandiwara, atau sengaja menghina untuk membangkitkan semangat juang kalian... Tai anjing!! Aku sama sekali tak berharap apa-apa pada sekumpulan pengecut! Kukumpulkan kalian hari ini hanya untuk memberi pengumuman! Resimen Kavaleri Independen sudah dibubarkan! Mulai sekarang, kumumukan kalian semua dikeluarkan dari dinas aktif! Pertarungan ini, bagi kalian, sudah berakhir!! Kalian boleh pergi! Pulanglah! Aku tak membutuhkan kalian! Pasukan Utara juga tak membutuhkan kalian! Kalian sudah kehilangan keberanian! Kehilangan cinta tulus pada negara ini, kehilangan keyakinan pada negara ini!
Tapi aku berbeda! Aku hanya tak mau berkawan dengan para pengecut! Karena itu, aku akan lanjutkan pertarungan ini dengan caraku sendiri! Tapi sebelumnya, kusuruh kalian semua minggat! Karena dalam bertarung, aku hanya akan maju! Tak mau ada sekelompok pengecut di sekelilingku saat aku maju!”
“Kalian pikir aku datang untuk menjadi komandan resimen kavaleri independen? Aku beritahu kalian, kalian semua salah! Resimen kavaleri independen sudah tidak ada lagi! Bubarkan!! Aku sudah mendapat perintah militer dari Jenderal Char, aku akan membangun kembali Kavaleri Rodria Kekaisaran! Aku akan mengumpulkan kembali prajurit-prajurit sejati yang benar-benar pemberani dan memiliki keyakinan kemenangan, lalu mengibarkan kembali bendera yang selalu maju ke depan! Sedangkan kalian, kalian semua sudah tereliminasi!”
Setelah mengucapkan itu, Rhinehardt memandangi wajah-wajah di bawahnya yang ada yang terkejut, putus asa, marah, atau kosong, lalu perlahan mengangkat tangannya dan menunjuk ke suatu arah di dalam markas:
"Setelah bubar, kalian bisa pergi ke departemen logistik untuk mengambil uang pesangon, lalu mengemasi barang-barang kalian dan pulang ke rumah! Semua orang boleh pergi kapan saja setelah menerima uang pesangon, tapi aku sarankan, yang mau pergi sebaiknya cepat-cepat! Karena pertempuran akan dimulai besok pagi! Kurasa, bagi para pengecut, meninggalkan medan perang lebih awal adalah pilihan terbaik. Sekarang, kuumumkan... Bubarkan!!"
Setelah mengucapkan kata terakhir, Rhinehardt melompat turun dari peti kayu lalu menendang peti itu hingga hancur berkeping, lalu berbalik dan pergi dengan kepala tegak tanpa menoleh.
Di belakangnya, ribuan pasang mata memandang, sebagian besar menunjukkan kepanikan dan kekosongan.
Bu, bubar?
Benar-benar bubar?
Resimen kavaleri independen, benar-benar dicabut formasi?!
Pensiun? Uang pesangon??!
Begitu saja... Semuanya sudah berakhir?!!
Setiap perwira atau prajurit, dalam hati mereka muncul kebingungan atau kepanikan yang mendalam! Sebagian besar dari mereka telah membaktikan hidup di militer, hampir seluruh kehidupan mereka tercurah dalam dunia tentara.
Tiba-tiba suatu hari, ada yang mengatakan pada mereka: "Kalian boleh pulang ke rumah!"
Semua orang tiba-tiba menjadi kikuk.
Pencabutan semua prestasi... atau lebih tepatnya mereka sendiri yang membuang semua kehormatan, begitu saja...
Begitu saja... pulang ke rumah?!
Pulang ke rumah？？！！
Membawa penghinaan, menanggung semua aib, pulang dengan malu seperti ini？！！
Berjalan pulang seperti warga biasa？？！！
Prajurit-prajurit riuh rendah, para perwira murka, berteriak-teriak, bisikan-bisikan panik, situasi di lapangan langsung mulai kacau.
Terutama para perwira, mereka mulai panik memandang ke segala penjuru, berharap ada yang akan mengurus mereka, memberitahu langkah berikutnya...
Tapi tidak ada.
Tak lama kemudian, dari belakang kamp utama datang sekelompok prajurit Pasukan Utara. Mereka membawa beberapa meja dan peti-peti berjejer, menghadap ke rombongan.
"Semua tenang!!"
Di antara para pendatang, seorang yang mengenakan zirah perwira berteriak keras: "Semua diam dan dengarkan perintahku."
Begitu mendengar kata "perintah", para pasukan resimen kavaleri independen seolah menemukan jerami penyelamat, sorot mata mereka serentak tertuju ke arah itu.
“Dengarkan baik-baik, atas perintah Yang Mulia Rhinehardt, sekarang akan dibagikan uang pesangon di sini sesuai daftar! Anggota resimen kavaleri independen sebelumnya, ambil uang pesangon sesuai nomor resimen masing-masing dimulai dari Bendera Pertama! Semua siapkan lencana kalian, ambil sesuai daftar!”
Uang pesangon!
Benar-benar memberikan uang pesangon?
Benarkah ini sudah berakhir?
Banyak yang langsung terjatuh duduk mendengar ini, beberapa bahkan mengeluarkan air mata di tempat.
“Yang Mulia!!”
Seorang perwira resimen kavaleri independen melangkah keluar dari kerumunan, menghampiri petugas yang membagikan uang pesangon dengan langkah gagah. Orang ini adalah perwira Wagner yang sebelumnya diinterogasi Rhinehardt.
Wagner dengan wajah memucat menatap sang pemimpin yang membagikan uang pesangon: “Bolehkah saya tahu, apakah kami... benar-benar... tamat?”
“Ya, tamat.” Jawab petugas itu dengan wajah muram, suaranya dingin: “Apa lagi yang kau harapkan?”
“Saya...” Mata Wagner memerah.
“Cukup! Jangan buang waktuku.” Petugas itu berkata angkuh: “Yang mau ambil uang pesangon cepatlah. Setelah ini masih ada pekerjaan penting menungguku.”
“Lalu... bagaimana dengan kami?” Wagner membentak emosional: “Masak... kami benar-benar harus pulang begitu saja?”
"Lalu kalian masih mau bagaimana?" Perwira ini berkata datar: "Kalian semua, bertempur dengan payah. Hmph... 19 hari, Laozi ikut Tuan Char ke timur, dua kesatuan militer kami taklukkan! 19 hari, saudara First Army Corps bersama Jenderal Green membuat kesatuan militer Becker menyerah! Tapi kalian resimen kavaleri independen... Bukankah kalian biasanya paling meremehkan infanteri First Army Corps? 19 hari, kalian masih berdiri di perbatasan Nordin melihat mereka tak berdaya... Bertempur sepayah ini, masih mau apa lagi?"
"Kau! Bajingan! Siapa kau berani menghina kami seperti ini!!" Wagner berteriak marah.
"Aku?" Api kemarahan perwira ini bahkan lebih besar dari Wagner, ia menepuk meja keras sambil melototi Wagner: "Dengar! Laozi dari Batalyon Kavaleri Kuat!! Dulu Laozi juga kavaleri Rodrian!! Secara teori kita semua saudara! Tapi kalian brengsek bertempur memalukan, mulai sekarang Laozi malu bilang pernah satu kesatuan dengan kalian!!"
Batalyon Kavaleri Kuat...
Memandangi perwira ini, banyak yang mulai mengenali... Terlihat familiar, bagaimanapun Batalyon Kavaleri Kuat direkrut dari kavaleri Rodrian pilihan. Banyak orang kini mengenali pria ini.
"Batalyon Kavaleri Kuat..." Melihat ekspresi kebanggaan luar biasa, keangkuhan tak tertandingi, dan wajah penuh kebanggaan yang terpancar dari wajah orang ini saat mengucapkan kalimat "Laozi dari Batalyon Kavaleri Kuat" tadi...
Di masa lalu... Di masa lampau, ketika kita mengatakan "Aku Kavaleri Rodrian" kepada orang lain, dulu kita juga pernah searogan ini...
Tapi sekarang... Masih punya hak untuk berlaku arogan seperti ini?
"Ngapain mengulur-ngulur waktu!" teriak Perwira Batalyon Kavaleri Kuat ini: "Buang-buang waktu Laozi? Cepat antre ambil uang! Habiskan uangnya, Laozi masih harus bersiap perang! Sial! Wajah yang kalian buang di medan perang, besok akan kami rebut kembali dengan taruhan nyawa! Tak ada waktu buang-buang di sini dengan kalian!"
Sambil berkata, ia melemparkan kantong berisi koin emas ke Wagner yang berdiri di hadapannya: "Untukmu! Pegang baik-baik! Kemarilah tulis namamu! Cepat!"
"Aku..." Wagner membanjiri wajah dengan kemerahan, Perwira ini mengepal gigi deras, lalu tiba-tiba mengaum keras, melemparkan kantong koin emas itu kembali ke meja dengan kasar.
"Laozi tak mau uang!! Juga tak mau pulang!!!" Wagner tiba-tiba menghunus pedang kudanya, membelah tanah di depannya dengan amarah!
Bruuk! Pedang kuda menghujam tanah, memercikkan rentetan bunga api.
"Laozi bukan pengecut! Apalagi desertir!! Laozi seharusnya mati di gerbang Kota Osgilia dulu! Kabur waktu itu karena terpaksa perintah! Kalau hari ini Laozi minggat dari sini, seumur hidup takkan bisa angkat kepala! Mati pun tak berani jumpa para saudara di alam baka!" teriak perwira itu dengan wajah memerah malu, suaranya menggelegar.
Setelah bicara, dia menegakkan kepala dan mengarahkan pedangnya, tatapan dinginnya menembus perwira Batalyon Kavaleri Kuat: "Muka yang tercemar, akan kubalas dengan darah! Tak perlu bantuan pasukan kalian! Besok Laozi sendiri yang maju garis depan!! Laozi daftar jadi pasukan pelopor!"
Sambil mengumpat, dia meludah deras ke tanah. Pedang terayun horizontal saat tubuhnya berbalik pergi.
Perwira kavaleri itu tersenyum dingin, berteriak dari belakang: "Tolak uang? Baik!! Kalau kau gugur besok, Laozi tetap anggap kau saudara Rodria!"
Kepalanya berputar mengamati kerumunan: "Sudah puas melihat? Yang mau uang cepat antre!"
Suasana riuh yang semula bergemuruh, tiba-tiba berubah sunyi senyap kuburan.
Beberapa saat kemudian...
"Cih! Laozi bukan pengecut!" Seorang perwira pergi dengan kepala tegak.
"Aib kami akan kami tebus sendiri!" Beberapa prajurit dengan mata merah mengangkat pedang kuda lalu berpaling.
"Uang? Nyawa saja kami lepas, buat apa uang?" Beberapa perwira tertawa gila sambil berlalu.
"Lebih banyak orang, lalu meludah dengan keras ke arah meja yang mengeluarkan uang pesangon itu, kemudian kembali ke kamp dengan geram."
"Dengan cepat, ribuan prajurit yang berdesakan di sini langsung bubar tak bersisa."
"Tak satu pun melirik ke meja pemberi uang pesangan itu!"
※※※
"Di suatu sudut gelap, Char mengamati area yang semakin sepi itu, memandangi pasukan yang bubar, hampir tak tahan menghela nafas, lalu menatap Rhinehardt yang baru kembali di sampingnya."
"Aku bilang... bukankah ini terlalu kejam?" Char mengerutkan alis: "Bagaimana jika... mereka benar-benar merasa malu tak punya tempat bersembunyi karena hinaanmu, lalu benar-benar mengambil uang pesangon dan pulang? Bagaimana kita mengakhiri ini nanti?"
Rhinehardt dengan wajah tenang: "Tuan, apakah Tuan mengira ini sekadar sandiwara?"
"......" Char menatap Rhinehardt dengan seksama.
"Ini sama sekali bukan sandiwara." Rhinehardt berbicara perlahan: "Sederhana... Jika mereka benar-benar mengambil uang itu... artinya mereka memang pengecut. Maka tanpa raga akan kusuruh mereka pulang! Karena jika memilih demikian, orang seperti itu sudah tak layak berada di pasukan. Akan kusarankan pada Tuan untuk merekrut ulang pasukan elit dari seluruh kesatuan, membangun kembali pasukan kavaleri. Sekeras apapun, tak akan kusesali. Yang kubutuhkan di pasukan adalah prajurit berkeyakinan, bukan pengecut."
Rhinehardt sampai di sini, mengawasi mata Char: "Orang Nordin bukan masalah besar... tidak pernah. Mereka sama sekali tidak akan menimbulkan ancaman nyata bagi kami. Tapi pasukan kavaleri ini, jika benar-benar kehilangan keyakinan spiritual, barulah menjadi persoalan terbesar kita. Membangun kembali kavaleri yang kuat adalah target terbesar kita, demi tujuan ini, aku siap membayar mahal!"
Char terdiam sejenak, baru bertanya: "Dengan cara yang kau gunakan ini, bisa membangun kembali keyakinan mereka?"
"Tidak."
Jawaban Rhinehardt membuat Char terkejut.
Namun ekspresi Rhinehardt tetap tenang: "Tidak sesederhana itu - caraku ini hanya sementara membangkitkan keberanian mereka, mengobarkan kembali sifat liar yang mulai mati rasa, membangkitkan kerinduan akan kemuliaan masa lalu... Tapi membangun keyakinan sejati tidak semudah itu, juga tidak bisa dibangun dalam satu dua hari dengan cara seperti ini. Dewasa, aku harus mengatakan, ini membutuhkan proses. Kavaleri Rodrian juga harus berjuang berdarah-darah selama beberapa generasi, baru bisa menanamkan semangat maju ke dalam darah setiap prajurit. Membangun keyakinan memerlukan proses. Cara yang kugunakan sekarang hanya meredakan sementara. Untuk benar-benar membangun keyakinan, kita harus melakukan satu hal ke depan: membuat prajurit-prajurit mengerti untuk apa mereka bertarung. Inilah yang paling fundamental."
"...Ada ide?" Char mengangguk.
“Tidak, Tuan.” Rhinehardt menatap Char, ada sesuatu yang aneh dalam sorot matanya: “Tuan, saya harus mengatakan, menyelesaikan masalah mendasar yang sebenarnya ini tidak tergantung pada saya... melainkan pada Anda.”
“Aku?”
“Ya, Anda!” Rhinehardt tiba-tiba tersenyum perlahan, lalu menatap langsung mata Char: “Anda adalah panglima tertinggi kami, alasan prajurit bertempur ditentukan oleh kemauan Anda. Tuan Char, masih ingatkah ketika saya pertama kali tiba di Kota Danzeer, saat kita bertemu secara pribadi, pertanyaan yang pernah saya ajukan kepada Anda?”
Pertanyaan?
Char berpikir sejenak, lalu segera teringat.
Saat itu, memang... Rhinehardt pernah mengajukan satu pertanyaan padanya.
“Apa sebenarnya yang Anda inginkan?”
Itulah pertanyaannya.
“Kemauan Anda menentukan keyakinan kami yang mengikuti Anda.” Suara Rhinehardt stabil bagai tanpa warna perasaan: “Jika ambisi Anda adalah menguasai satu county, maka setelah menaklukkannya, semangat orang akan lalai. Jika ambisi Anda hanya mengusir pasukan asing, maka setelah mengusir orang Odin, semangat orang akan mengendur. Jika ambisi Anda menjadi penguasa terkuat di Kekaisaran, maka setelah membasmi empat kesatuan militer ini, Anda sudah mencapainya, dan orang-orang di sekitar Anda akan kehilangan tujuan...”
Sampai di sini, Rhinehardt kembali menatap Char: “Sebenarnya, pertanyaan waktu itu tidak pernah Anda jawab, dan kekhawatiran tunggal saya terhadap Anda pun terletak di sini. Char Thunder... Sebenarnya apa yang Anda inginkan? Sampai di batas manakah Anda akan melangkah?”
“Ambisi individu?” Char tertawa terbahak-bahak: “Kau ingin tahu ambisi pribadiku? Bahkan jika ambisiku sangat besar, apakah kalian dan pasukan ini akan rela mengorbankan nyawa untuk ambisi pribadiku?”
“Ambisi individu, ambisi negara...apakah ada perbedaan?” Rhinehardt tersenyum tipis.
“Tidak ada perbedaan?” Char mengerutkan kening balik bertanya.
“Ada perbedaan, tapi sebenarnya bisa dikatakan tidak ada.” Rhinehardt berkata datar: “Kami, termasuk pasukan di luar tadi, mereka mencintai negara ini karena di sini ada rumah, keluarga, orangtua, istri dan anak...karena itu mereka mencintai negara ini. Mereka berharap negara ini kuat, makmur, damai. Soal siapa kaisarnya, sebenarnya kebanyakan orang tidak benar-benar peduli. Mau itu Kaisar Cantos Agung, Garcia...bahkan jika diganti dengan 'Kaisar Char Guntur', kurasa kebanyakan tidak akan keberatan - asalkan kau benar-benar bisa membuat negara ini makmur dan damai, bisa memimpin mereka menjaga negara ini, melindungi rumah dan keluarga mereka, maka mayoritas akan mau mengikutimu. Dari dulu sampai sekarang, urusan selalu sesederhana ini.”
“Hah!” Char tertawa besar: “Rhinehardt, bukankah kau seorang patriot sejati? Jika kukatakan aku ingin jadi kaisar, merebut Kekaisaran Bizantium...masak kau bisa mentolerir?”
“Aku mencintai negara ini.” Rhinehardt berkata dengan datar: “Selama ia kuat, makmur, itulah semua keinginanku... Tentang nama negara ini tetap disebut Bizantium atau diganti, aku memang tidak terlalu mempedulikannya. Tuan Char... Kamu masih belum menjawab pertanyaanku. Ambisi mu, apa yang sebenarnya kau inginkan.”
“...” Kali ini, Char terdiam lebih lama dari sebelumnya.
Setelah sekian lama, dia menarik napas dalam-dalam.
Si kampungan kami, belum pernah seserius ini, sesungguhnya seperti sekarang.
Sorot matanya, bahkan seakan memancarkan cahaya di saat ini.
“Aku... juga punya sesuatu yang ingin kujaga.” Suara Char terdengar lembut, seolah tenang, namun di balik permukaan yang tenang itu, tersembunyi sesuatu yang sengit.
“Aku ingin banyak hal... Aku ingin menjaga orang yang kucintai dan yang mencintaiku... Aku tahu ucapan ini klise dan menggelikan, kuharap orang-orang yang kuhormati dan kukasihi tidak mati, tidak berakhir tragis. Kuharap orang yang kubenci mendapat balasan setimpal. Aku ingin mereka yang menaruh harapan padaku tidak kecewa, mereka yang mempertaruhkan nyawa di tanganku akhirnya mendapat akhir bahagia. Selain kata-kata mulia ini, aku masih punya keegoisan: kuingin namaku bergema di seluruh dunia, dipandang tinggi oleh semua. Kuingin meraih pencapaian yang membuat orang di era ini bahkan masa depan terkagum-kagum! Kuingin mendapatkan semua yang kuidamkan, kuingin orang-orangku tetap di sisiku...”
(Termasuk juga Dafeny.) Xia Ya menambahkan dalam hati.
Jika ingin sang Permaisuri menjadi milikku... sepertinya hanya ada satu jalan? Ha ha ha ha...
Akhirnya, si kampungan ini tiba-tiba membuat ekspresi aneh, perlahan mengeluarkan koin emas dari saku, melempar-lemparnya di tangan, lalu melemparkan koin itu ke Rhinehardt yang langsung menangkapnya dengan tatapan bingung ke Xia Ya.
Xia Ya tersenyum mantap.
“Kalau begitu... biarlah koin ini suatu hari nanti mengukir avatarku.”
