Xia Ya tidak tahu bahwa Rody sudah menyulap dirinya menjadi "dewa" dalam hati. Di dalam dan luar kota berantakan, untungnya pasukan Rody tidak mengganggu penduduk, hanya menduduki gudang lalu mengontrol pertahanan kota. Penduduk di kota tentu tidak berani keluar rumah. Di jalanan hanya ada prajurit berkuda yang mondar-mandir, terkadang diselingi pasukan penjaga yang melarikan diri.
Xia Ya menyelinap keluar kota dalam kekacauan. Dengan kemampuannya, menghindari deteksi tentu mudah. Tapi saat kembali ke kafilah dagang, dia melihat Hasting duduk di atap tenda kereta besar, membelalakkan mata menatapnya dengan senyuman sinis penuh ejekan.
Xia Ya melirik makhluk ini: "Tidak mau membantu gapapa, ngapain melototi aku."
"Gaya khasmu benar-benar luar biasa, langsung meruntuhkan gerbang kota mereka." Hasting mencibir: "Orang lain bukan idiot, gerbag kota tiba-tiba rubuh, masak komandan pasukannya bego begitu?"
Xia Ya cengar-cengir kikuk: "Lagipula dia tidak akan menemukan bukti apa-apa. Aku hancurkan pertahanan kota, daging berlemak yang sudah di mulut pasti akan dimakannya. Setelah menguasai kota, besok kafilah kita mungkin bisa segera berangkat."
Tapi Hasting menggeleng: "Kau bisa membantunya sekali, tapi tidak mungkin terus-terusan."
Setelah terdiam sejenak, dia berkata dengan suara pelan: "Ketika kamu pergi malam itu, aku juga tidak diam saja. Aku berbincang dengan orang-orang dari kafilah dan akhirnya mengerti masalah ini. Pemimpin pasukan ini ternyata adalah putra Adipati Minas, Hmph... Entah bagaimana caranya, dia membawa pasukannya ke timur untuk membuat keonaran. Sudah lebih dari sebulan, tapi situasinya semakin sulit karena dia adalah pasukan pendatang dengan sumber daya manusia terbatas. Beberapa kesatuan militer lokal di sini awalnya sempat dirugikan olehnya, tapi sekarang mereka sudah sadar. Hanya dengan menggunakan satu jurus strategi pertahanan menyusut, mereka berhasil mempersempit ruang geraknya. Kali ini dia berhasil merebut kota ini dengan bantuanmu, tapi tidak bisa bertahan lama. Setelah menggeledah gudang, dia harus pergi. Tapi lain kali, kewaspadaan musuh akan lebih ketat. Jika dia hanya mengandalkan serbuan kavaleri terus-menerus, itu jelas jalan menuju kematian."
“Char mengangguk, lalu menghela napas.”
Kedua murid ini, satu adalah Dewa Perang Odin yang telah termasyhur selama bertahun-tahun, satunya lagi jenderal muda Bizantium yang sedang menanjak popularitas. Strategi militer mereka tentu saja lebih unggul. Keduanya sepaham: sama-sama meragukan prospek Rody yang sedang berulah di wilayah timur.
“Hari ini kuperhatikan formasi. Pasukan kavaleri bawahannya sekitar dua ribu. Kekuatan sebesar ini di timur sudah cukup besar. Sayangnya tak digunakan di medan yang tepat.” Char tersenyum: “Bagaimana kalau... kita bantu dia sampai tuntas, pergi menasihatinya?”
Hasting tiba-tiba tersenyum: "Char Muda, kenapa kamu begitu tegang dengan Pangeran Muda Rody ini? Apakah persahabatanmu dengannya begitu baik? Dia adalah putra Adipati Minas, dan sepengetahuanku, si orang tua itu jelas bukan sekutumu."
Char sama sekali tidak mau mengaku telah menguasai adik perempuan orang itu, hanya bergumam tidak jelas. Hasting yang melihatnya enggan bicara pun tidak memaksa bertanya.
※※※
Rody sibuk sepanjang malam di kota tanpa tidur. Setelah subuh, bawahannya telah menyelesaikan inventarisasi barang rampasan di gudang. Harta yang bisa dibawa tentu diambil, sementara yang tidak bisa dibawa, Rody dengan tegas melambaikan tangan: "Seperti biasa!"
Yang dimaksud "seperti biasa" adalah mengeluarkan semua persediaan logistik dan harta benda di gudang yang tidak bisa dibawa untuk dibagikan ke penduduk kota. Bagaimanapun ini adalah membagikan harta orang lain - Rody sangat dermawan, apalagi ini juga bisa memanipulasi psikologi rakyat.
Inilah alasan penting mengapa Rody cukup disukai rakyat sejak datang ke timur. Setiap wilayah yang ditaklukkannya, semua harta yang tidak bisa dibawa selalu dibagikan ke penduduk setempat. Pasukannya juga tidak mengganggu rakyat - Wilayah ini telah menjadi kesatuan militer Thema selama hampir seratus tahun. Selama satu abad, pemerintahan faksi warlord telah berlangsung beberapa generasi. Rakyat di sini sudah tidak menganggap diri mereka warga Bizantium lagi. Bagi mereka, siapa pun yang berkuasa tidak masalah, asalkan pajak tidak terlalu keras dan berlebihan - Dari sudut pandang ini, Rody benar-benar sangat populer di sini.
Urusan pemindahan barang dikerjakan oleh bawahan. Para kru ini sudah ahli dalam pekerjaan seperti ini: mengumpulkan kereta kuda, memindahkan item, membuka gudang, mengumumkan pemberitahuan, dan mendistribusikan barang. Rody sama sekali tidak perlu repot.
Justru di pagi hari, kafilah dagang dari luar kota memasuki kota dan mengirim utusan untuk menemui Rody. Pemimpin kafilah bahkan memberikan uang hadiah sebagai tanda terima kasih karena Rody membebaskan mereka - jika pasukan lain yang berkuasa, mungkin sudah menelan bulat-bulat kafilah ini seperti daging berlemak.
Rody tidak menolak uang hadiah yang diberikan. Pemimpin kafilah juga mengajukan permohonan: rombongan mereka harus melanjutkan perjalanan dan tidak bisa berlama-lama di kota, meminta Rody memberi izin keluar. Rody sendiri tidak berencana menguasai kota ini dalam jangka panjang atau menjadi penguasa setempat. Begitu rombongan ingin pergi, sama sekali tidak ada niatan untuk menghalangi. Setelah bertukar sopan-santun, sang pemimpin kafilah pun pergi sambil terus mengucapkan ribuan terima kasih.
Semua pandai besi di kota dikumpulkan untuk memperbaiki zirah dan senjata pasukan kavaleri yang rusak.
Di satu sisi Rody mengirim pasukan pengintai ke luar kota untuk mencari informasi, di sisi lain memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk memulihkan kondisi pasukan di kota kecil ini.
Sore hari, penjaga tiba-tiba menyampaikan sepucuk surat yang dikirim seseorang dari luar pintu, khusus ditujukan untuk dirinya.
Pengawal pribadinya yang berasal dari klan Minas sendiri menyerahkan surat itu. Begitu melihat amplopnya, Rody langsung terdiam: Di sampul tertulis coretan acak-acakan "Untuk Tuan Muda Rody".
Rody sangat penasaran. Secara logika, di kota kecil ini seharusnya tidak ada yang tahu identitasnya. Tapi dari mana surat ini berasal?
Rody membawa penjaga untuk menyelidiki. Ternyata pengirim surat ini adalah seorang gelandangan kecil ber-ingus, seluruh tubuhnya kotor.
Bawahannya menginterogasi setengah hari, tapi tidak mendapat petunjuk. Hanya tahu bahwa seseorang memberi gelandangan itu koin emas, menyuruhnya mengantar surat ini ke markas pertahanan tepat pada sore hari.
Mengenai penampilan si pemberi uang: tidak jelas - lawannya menutupi kepala dengan kain.
Ditanya lagi tentang pakaian orang itu, jawabannya: memakai jubah kulit.
Rody mengangguk. Penjaga di sampingnya berkata: "Tuan, di kota ini sedikit yang pakai jubah kulit. Tapi di kafilah dagang itu banyak yang pakai jubah kulit."
Rody menyipitkan mata sambil berpikir: "Kafilah itu sudah keluar kota sejak pagi, tapi surat ini baru sampai di tanganku sore hari. Jelas ini sudah dihitung waktunya."
"Bagaimana kalau hamba bawa pasukan mengejar?" bisik penjaga. "Konvoi besar mereka pasti lambat. Dengan pasukan berkuda ringan, kita bisa menyusul dalam satu jam."
“Mengejar lagi gimana?” Rody mengerutkan kening: “Kalau mereka nggak ngaku gimana? Konvoi lawan ada ratusan orang, begitu keluar kota dan pergi jauh, udah nggak takut sama kita, juga nggak perlu lihat wajah kita lagi. Kamu kejar, mereka nggak peduli, masa kamu mau pake kekerasan? Mau tangani ratusan orang, butuh berapa pasukan? Bawa dikit nggak cukup, bawa banyak, urusan di kota kita gimana?”
Penjaga langsung menutup mulut.
Rody juga masuk ke balik pintu dengan wajah muram, setelah membuka surat itu dan baru baca beberapa baris, wajahnya langsung berubah.
Kenapa?
Karena sejak kalimat pertama, isi surat ini langsung menuding hidung Rody sambil marah-marah!
Penulis surat ini langsung menyebut Rody sampah bodoh tak berguna. Intinya bilang: “Laozi Adipati Minas meski nasibnya jelek, tapi tetap jenderal terhebat sejati Kekaisaran. Murid-muridnya seperti Adrik atau Ruhr, semua jenderal hebat. Kok kamu anak kandung malah nggak mewarisi sama sekali? Udah lama di timur, malah makin hancur. Sungguh kehilangan muka sampai ke rumah!”
Lawan juga berkata: Kuantitas prajurit berkuda di tanganmu cukup untuk berkuasa di wilayah timur, asalkan jangan sampai disatukan oleh pihak lain dan dikepung mati. Tapi sekarang kau malah terpojok sampai hampir tak bisa bertahan, jelas ini karena strategimu salah. Ingat, di wilayah timur ini, beberapa warlord kecil mana pun jika diadu satu-satu dalam pertempuran terbuka pasti kalah dari pasukanmu. Sekarang mereka main strategi pertahanan menyusut, kau malah kebingungan? Tapi bukan salahmu sepenuhnya. Meski bakatmu tidak terlalu bodoh dan pernah dididik guru ternama, ini kan pertama kalimu memimpin pasukan sendirian tanpa pengalaman. Yang utama, nyalimu kurang besar, kekuatan momentummu kurang, tidak berani bertaruh, makanya terpuruk begini. Jadi, kasihan melihat keadaanmu, akan kuajarkan satu cara. Lakukan sesuai petunjukku, aku jamin kau bisa mengukuhkan posisi di timur.
Caranya sederhana: Warlord lokal main strategi pertahanan menyusut melawanmu? Berhentilah hanya mengawasi kota-kota kecil itu.
Cara yang diajarkan sederhana: Mainkan taktik serangan besar-besaran, ambil risiko, cinta bertarung baru bisa menang.
Dengarkan baik-baik, begini caranya: Cari ibukota kabupaten kesatuan militer, lalu buka pertempuran dengan penuh gaya. Buat kegaduhan sebesar mungkin, sampai semua orang di timur tahu kau membawa semua pasukan turun ke medan perang menyerang ibukota kabupaten mereka.
Para brengsek itu bukannya main pertahanan menyusut melawanmu? Kamu langsung serang ibukota kabupaten mereka, pasukan lawan toh tidak bisa mengalahkanmu di medan terbuka, hanya bisa meringkuk di kota untuk bertahan, di saat inilah kesempatanmu datang. Setelah kamu serang ibukota kabupaten mereka, gubernur lawan tidak punya kekuatan untuk mengusirmu, satu-satunya cara ya memerintahkan daerah lain mengirim bala bantuan.
Dari sini strategi selanjutnya jadi sederhana: !
Bawahanmu semuanya prajurit berkuda, berkaki empat larinya cepat, kesatuan militer di timur ini tidak punya kavaleri besar-besaran, bala bantuan yang dikirim pasti infanteri. Kamu kerahkan pasukan berkuda, hancurkan satu per satu. Setiap bala bantuan datang langsung dihabisi, setelah beberapa pasukan bantuan tumbang dengan deras, inisiatif pertempuran akan berada di tanganmu.
Kunci strategi ini adalah memanfaatkan keunggulan pasukan berkudamu di medan terbuka, memaksa pasukan lawan keluar bertempur, lalu menghabisi kekuatan hidup mereka sebanyak mungkin.
Setelah beberapa pasukan bantuan dihancurkan, kesatuan militer itu praktis kosong. Meski gubernur itu tetap bertahan mati-matian di ibukota kabupaten, kamu bisa putar haluan serang kota lain. Pasukan kota-kota itu sudah habis kena taktik mu, pertahanannya rapuh, seranganmu pasti tepat sasaran.
Urusan selanjutnya tak perlu kuajari. Strategi ini cukup membuatmu membalikkan perbandingan kekuatan di timur. Asal cukup pintar menjalankannya langkah demi langkah, keunggulan di wilayah timur akan jadi milikmu.
Jika akhirnya kamu tidak bisa bertahan dengan alasan seperti ini, lebih baik cari sebatang pilar dan tabrakkan diri sendiri sampai mati!
……
Kira-kira seperti inilah isi surat tersebut.
Setelah membacanya, wajah Rody berubah berkali-kali, jantungnya berdebar kencang.
Meski tidak tahu siapa penulis surat ini, ide yang diberikan untuknya benar-benar membuat Rody tertarik!
Namun, cara ini masih berisiko tinggi, singkatnya hanya satu kata: bertaruh!
Membawa seluruh pasukan langsung menyerang ibukota musuh, memaksa tentara lawan datang menyelamatkan, memainkan taktik - cara ini bisa digunakan tapi sangat berbahaya. Jika pelaksanaannya gagal dan terkepung di gerbang kota, pasukan penjaga dalam kota dan bala bantuan luar kota akan menyerang dari dua arah, mungkin nyawanya tak akan selamat sampai kembali ke Kota Kekaisaran.
Tapi... jika berhasil, seperti tertulis dalam surat, situasi benar-benar akan berubah!
Rody yang memang keturunan jenderal, setelah ragu sejenak, tiba-tiba menepuk paha deras dan mengaum kejam: "Laozi bertaruh!"
Para penjaga bingung melihat Tuan Muda mereka yang tiba-tiba sangat bersemangat. Mereka menyaksikan Rody berlari keluar pintu, memanggil ajudan perwira dan memberi perintah: "Suruh mereka semua bergerak cepat! Barang yang tidak bisa dibawa tinggalkan! Sebelum malam tiba harus siap berangkat! Kita akan melakukan sesuatu yang besar!"
Beberapa perwira bawahan langsung menjadi emosional, yang paling berani hampir tak tahan bertanya: "Tuan Adipati, taruhannya seberapa besar?"
"Pergi sana!" Rody menyepak orang itu: "Bersiaplah main taruhan nyawa!"
※※※
Ditiup angin musim semi dari laut, wilayah sekitar Osgilia - kota perkasa di benua yang sebelumnya dilanda perang penuh luka - langsung memancarkan secercah harapan hidup.
Setelah satu musim dingin yang tenang, seolah aroma perang telah menjauh. Saat Adipati Minas bergerak ke selatan dulu, awan perang saudara sempat kembali menyelimuti langit ibu kota yang sudah berpengalaman dalam perang ini. Tapi kini, kabarnya justru tidak terlalu buruk.
Adipati tua di selatan itu entah mengapa tiba-tiba menghentikan aktivitas militernya. Padahal sebelumnya masih berniat menekan ibu kota, sekarang justru menarik kembali antek-anteknya, fokus menjadi raja lokal di selatan. Konon si kakek tua itu sudah mulai membagikan benih pengolahan musim semi di selatan, seolah menunjukkan tekad mengelola wilayah kekuasaannya dengan serius.
Di ibu kota, bahkan perintah administratif sudah malas dikirim ke selatan - Semua tahu wilayah selatan kini sepenuhnya di bawah kendali Adipati tua itu. Perintah dari ibu kota yang dikirim pun langsung dijadikan kertas cebok oleh mereka. Kalau sudah tidak dihiraukan, lebih baik tidak usah mengirim lagi dan mempermalukan diri sendiri.
Saat musim semi, Adrik sebenarnya juga berniat melakukan suatu gerakan. Di selatan, Adipati Minas telah menghentikan aktivitasnya. Apapun motifnya, ini justru menjadi kesempatan baginya untuk melancarkan serangan terhadap pemberontak. Meski pertempuran besar tidak memungkinkan, setidaknya bisa dilakukan beberapa pertempuran dalam skala terbatas.
Jika terus menerus menunggu seperti ini, semangat pasukan pasti akan buyar. Selain itu, sebagai pemegang kekuasaan besar, jika tidak melakukan usaha apapun, para perwira militer yang sebelumnya mendukungnya naik ke tampuk kekuasaan pasti akan mulai menunjukkan ketidakpuasan.
Adrik telah mengerahkan dua panji pasukan. Bahkan persediaan logistik dan uang sudah disiapkan. Orang yang akan memimpin pasukan pun telah ditetapkan. Tinggal menunggu tiga hari lagi pasukan bergerak ke utara, berharap bisa merebut dua kota milik Hughes sekaligus untuk meningkatkan moral.
Tapi justru di momen genting ini, masalah muncul!
