Di pos perhentian Perbatasan Utara,Wu Ming duduk di meja tulis，tunggal tangan memeluk rubah putih，tanganmengambil daging keringnya,si kecil makansangat menikmati。
“Jiujiu——”detik inisejengkal kulit utuh hitam legam,selalu berputar-putar di udara,memekik，Jelas tergesatidak boleh。
Wu Ming mengabaikan nya,rubah putihnya mengerang kesakitan，Jelasbisamerampok makanan。
Burung pelacak tak tahan terbang turun, semakin dekat dengan daging kering, bahkan berputar-putar di atas kepalanya. Tapi pria kejam tanpa perasaan ini tak memberikan sepotong daging pun, malah membuatnya sangat kelelahan, langsung hinggap di atas kepala pria itu.
Sayangnya kedua kakinya belum menginjak dengan mantap, seluruh tubuhnya sudah terkena pukulan berat. Telapak tangan pria itu menghunjam, burung itu seketika terpental, menabrak tirai pintu hingga kepalanya pusing dan terjatuh ke lantai.
Burung pelacak seolah-olah mati, baru bisa bangkit setelah waktu lama.
“Jiujiu——” teriakannya terdengar lebih lemah.
Meski hanya seekor burung dengan otak kecil, ia sangat sensitif terhadap bahaya.
Pria ini sangat kuat. Meski tidak punya sayap, gerakannya lebih gesit dari burung. Setiap kali bisa memprediksi pergerakannya. Dan dia sangat tidak menyukai hewan yang tidak patuh.
“Jangan berhenti di atas kepalaku.” ujarnya dengan nada dingin.
“Jiujiu——” Burung pelacak tak berani bersuara keras, bahkan terdengar agak sedih, jelas menunjukkan kelemahan.
Wu Ming menunjuk titik di meja: "Datang."
Burung pelacak langsung terbang mendekat. Wu Ming melempar sepotong daging kering yang disantapnya dengan lahap.
Rubah putih menegangkan tubuh, waspada seketika, mengeluarkan suara peringatan dari mulutnya.
Wu Ming menepuk-nepuk kepala rubah itu: "Cukup, tunggu dia tidak patuh baru kau boleh menggigitnya."
Setelah ditepuk, rubah putih langsung merilekskan diri, sama sekali tidak berani melawan. Sementara burung pelacak entah paham atau tidak, keping daging keringnya malah tersangkut di kerongkongan, sampai melompat-lompat panik, hampir pingsan karena tersedak.
Saat Ying Yi datang melapor situasi, tanpa kejutan ia melihat tuannya sedang menggoda burung. Tanpa henti melemparkan berbagai batu kecil, menyuruh burung itu menangkapnya. Bahkan merendam batu-batu itu dalam berbagai jenis teh, lalu secara bersamaan melemparkannya sambil menyebutkan nama cita rasa salah satu teh, memerintahkannya mencari butir batu yang dimaksud.
Ini jelas bukan menggoda burung, melainkan melatih anjing. Burung kecil ini tentu bukan anjing, indra penciumannya tak setajam itu. Selalu menjepit batu yang salah, bahkan sambil memiringkan kepala berkicau "Jiu Jiu", berusaha menipu sepotong daging kering dari genggaman tangan pria itu.
"Ah, apa istimewanya bubuk pelacak Wei Utara sampai membuatmu begitu sakti? Kenapa daun teh tidak bisa?" Wu Ming mengulurkan tangan, burung itu patuh hinggap di telapak tangannya. Pria itu langsung menggenggam paruh sang burung, memulai lagi sandiwara 'ingin kabur tapi tak bisa' yang sudah kesekian kalinya.
Akhirnya setelah bosan bermain dengan kedua hewan kecil itu, dengan murah hati ia membagikan daging kering dan membubarkan mereka masing-masing.
"Berkatalah, bagaimana perkembangan hal ini?" Barulah kini ia menanyakan urusan penting.
"Semua lancar. Surat palsu itu sudah dikirim ke pos perhentian Wei Utara. Dengan modal ini, Pangeran Wei Utara takkan pasrah menerima nasib. Pasti akan memakai celah ini untuk bertarung habis-habisan melawan keluarga bangsawan. Soal memilih kubu pangeran, keluarga-keluarga tua itu sampai sekarang belum bisa memutuskan pilihan. Mungkin butuh perjuangan panjang——"
Ying Yi belum selesai berbicara, Wu Ming sudah langsung gelengkan kepala.
"Keluarga bangsawan tua takkan memilih kubu. Kemewahan mereka sudah mencapai puncak. Sekali pun punya kontribusi dalam mendukung kaisar baru, sulit untuk naik lebih tinggi. Lebih baik diam dan mengamati perkembangannya. Terburu-buru ikut campur malah bisa seperti kuda terpeleset kaki depan. Keluarga-keluarga berabad-abad ini punya pengalaman berganti kaisar lebih dari siapa pun."
Wu Ming jelas sangat memahami mereka, ia sekadar mengetuk meja dengan santai, Suara berat berkata: "Waktu sudah hampir habis, tidak bisa ditunda lagi, lakukan sesuai rencana semula."
"Setuju." Ying Yi mendapat perintah lalu pergi.
Ibukota kembali diguncang aliran bawah yang menggelora. Meski Wei Utara dan keluarga bangsawan telah melakukan gencatan senjata, suasana justru menjadi lebih tegang dari sebelumnya. Di setiap sudut terasa ketenangan sebelum badai.
Dengan cepat, surat rahasia kedua dengan tanda delapan ratus li darurat dari Gubernur Perbatasan Utara kembali dikirimkan. Kali ini situasi semakin genting, Qi Wei secara eksplisit menyatakan dalam dokumennya bahwa Wei Utara mulai melancarkan serangan, memimpin sepuluh ribu pasukan berkuda langsung menyerbu kota. Syukurlah pasukan-pasukan di Perbatasan Utara berhasil menahan serangan tersebut, dan sekali lagi memohon Baginda agar Jenderal Wu Ming diperbolehkan kembali.
Saat kaisar menerima laporan ini, ia melemparkannya ke samping tanpa keinginan melihat dalam waktu lama. Dua surat rahasia yang hanya berselang sehari membuktikan ini pasti bukan urusan bagus, dengan probabilitas besar situasi telah berubah menjadi parah.
Sampai dia selesai melakukan persiapan psikologis dan melihat isi dokumen itu, ubun-ubunnya langsung berdenyut-denyut karena marah.
"Panggil Cao Bingzhou menghadap Kaisar!" bentaknya dengan kasar.
Xue De tak berani menunda, segera menyuruh kasim kecil untuk menjemput. Mengingat Jinyiwei adalah orang kepercayaan Baginda, kasim itu tak lupa mencari muka dengan berbisik: "Tuan Cao, Baginda sedang murka setelah menyelesaikan laporan."
Cao Bingzhou mengerutkan bibirnya, "Aku paham. Terima kasih."
Kaisar yang kini berpura-pura sakit hanya menangani dokumen penting, sisanya diserahkan kepada dua perdana menteri dan beberapa pejabat. Kemarahan Baginda kali ini mungkin terkait laporan rahasia dari Perbatasan Utara.
Begitu masuk dan berlutut memberi hormat, sebuah dokumen sudah melayang menghantam ubun-ubunnya.
“Apa gunanya kalian para pengawal kerajaan? Kaisar memerintahkan untuk mengawasi pos perhentian Wei Utara, bahkan seekor lalat pun jangan sampai keluar. Kalian memang melaksanakannya, tapi mengapa pasukan utama Wei Utara tetap mulai menyerbu kota?” Baginda berkata dengan wajah memerah.
Cao Bingzhou berlutut di lantai dengan kepala tertunduk, diam-diam melirik laporan tersebut. Setelah membaca isinya dengan jelas, alisnya langsung mengerut ketat.
Wei Utara bergerak terlalu cepat. Konflik antara delegasi Wei Utara dengan keluarga bangsawan baru terjadi beberapa hari lalu, belum sampai setengah bulan. Meskipun surat delegasi Wei Utara tidak bisa dikirim, mereka seharusnya tidak mungkin secepat ini memulai perang, seolah-olah sudah yakin sejak awal.
“Baginda, apakah ini tipuan? Perang antar dua negara bukanlah hal yang kekanak-kanakan. Wei Utara juga tidak sekuat dulu, malah terus-menerus kalah dalam pertempuran—” Cao Bingzhou mencoba menganalisis, ia merasa ada keanehan yang sangat mencolok dalam situasi ini.
Namun sebelum dia selesai berbicara, Baginda sudah menampar meja naga dengan keras dan berkata tergesa: "Apa maksudnya tipu muslihat? Pasukan musuh sudah mengepung gerbang kota Perbatasan Utara, ini masih disebut tipu muslihat? Meski Qi Wei pengecut, selama bertahun-tahun menjabat sebagai Gubernur Perbatasan Utara, sama sekali tidak mungkin menganggap perang sebagai lelucon. Ini laporan darurat delapan ratus li, kau pernah lihat menteri mana yang berani berbohong?"
Laporan darurat delapan ratus li pasti berisi keadaan genting besar. Setelahnya pasti ada yang diverifikasi. Qi Wei bukan orang bodoh, mana mungkin berani memalsukan hal seperti ini.
Cao Bingzhou mengatupkan mulutnya. Ini hanya indra keenamnya selama bertahun-tahun menjadi pengawal kerajaan, merasa ada keanehan dalam hal ini. Tapi kalau benar-benar diminta menyebutkan alasan yang berdasar, sama sekali tidak mungkin.
Bagaimanapun, ibukota dan Perbatasan Utara terpisah sangat jauh. Dia belum melakukan investigasi, sama sekali tidak tahu kondisi sebenarnya seperti apa.
“Apakah kau ingin mengelak? Sebagai Pengawal Kerajaan, kalian sudah memblokir surat delegasi Wei Utara, seharusnya tahu bahwa ibukota kerajaan Wei Utara pasti waspada, bahkan mungkin melakukan tindakan ekstrem. Mengapa tidak memalsukan beberapa surat untuk dikirim, malah memaksa sampai situasi kacau seperti hari ini?”
Baginda mengangkat tangan menunjuknya sambil memarahi, nada bicara penuh ketidaksabaran.
Cao Bingzhou diam-diam. Tak disangka sampai akhir giliran, tuduhan ini justru jatuh di pundak Jinyiwei.
Mereka jelas hanya penonton. Pemeran utamanya adalah keluarga bangsawan yang tidak patuh dan delegasi Wei Utara yang tidak punya kesadaran diri. Tapi Baginda sama sekali tidak bisa menekan mereka, akhirnya memilih 'kesemek lunak' untuk dihukum.
Sangat disayangkan, Jinyiwei lah yang menjadi 'kesemek lunak' itu.
Paling tidak, perintah untuk menyegel pos perhentian Wei Utara dan mencegah sepatah kata pun tersebar ke luar, juga ditetapkan langsung oleh Baginda secara pribadi. Menyangkut hubungan diplomatik kedua negara, tentu saja pengawal kerajaan bertindak sesuai perintah. Mana berani memutuskan sendiri mengirim surat palsu ke Wei Utara? Bukankah tindakan itu malah bisa menjadi bumerang dan memicu keraguan dari ibukota kerajaan Wei Utara?
Intinya Cao Bingzhou merasa dirinya sangat dirugikan. Tapi karena Baginda sudah menjatuhkan hukuman, tentu dia tidak bisa membantah. Yang bisa dilakukannya hanyalah diam-diam menyahut hardikan.
“Cao Bingzhou, aksi-aksi pengawal kerajaan masih terkesan terlalu tinggi hati. Bahkan kesalahan sepele seperti ini bisa terjadi! Tidak ada kesempatan berikutnya. Kau mundurlah!” Baginda menegaskan sekali lagi sebelum mengusirnya pergi.
“Xue De, panggil dua perdana menteri masuk ke istana.”
Pada hari itu, Baginda secara berturut-turut memanggil beberapa pejabat tinggi untuk berdiskusi tentang masalah Perbatasan Utara. Beberapa pejabat keluarga bangsawan juga diminta bergabung dalam diskusi. Jelas terlihat beliau ingin mendengarkan berbagai usulan mengenai cara menghadapi penyerbuan Wei Utara.
“Marquis Cai juga hadir. Baginda kembali murka, menyalahkan keluarga bangsawan yang bertindak terlalu kurang ajar sehingga membangkitkan kebencian Wei Utara dan menyeret berbagai masalah busuk ini.”
“Baginda, kita tidak boleh melepaskan Wu Ming. Ini sama saja dengan melepaskan harimau kembali ke gunung. Orang ini tidak boleh diremehkan. Meski pertama kali masuk ibukota, tapi berhasil mengepung pos perhentian Perbatasan Utara dengan ketat. Meski diawasi ribuan mata, tak ada yang bisa menembusnya. Bahkan mata-mata yang dikirim masuk, mayatnya terangkat keluar dalam waktu kurang dari satu jam.”
Setelah selesai memarahi, Baginda akhirnya membahas urusan penting. Saat menyebutkan rencana mengembalikan Wu Ming ke Perbatasan Utara, proposal ini mendapat penentangan keras dari Marquis Cai.
Pejabat bangsawan lain juga setuju. Mereka mengutip referensi klasik, mengobrak-abrik kasus jenderal-jenderal berprestasi melampaui atasan yang tidak dilemahkan kekuasaannya di ibukota. Pasukan yang dikembalikan ke posisi kediaman justru memberontak.
Meskipun cerita-cerita ini sudah cukup familiar bagi Kaisar, bagaimanapun ini adalah hal yang paling patut dikhawatirkan seorang penguasa, namun saat mendengarnya lagi detik ini, ditambah dengan berbagai perbuatan Wu Ming, tiba-tiba muncul khayalan seolah Wu Ming telah bertransformasi menjadi tokoh dalam cerita itu, dengan pemberontakan yang akan terjadi di masa depan tak jauh.
"Kaisar pun tak ingin melepasnya pergi, lalu siapa yang akan menggantikan posisinya untuk menahan serangan Wei Utara?" Sang Kaisar mengangguk setuju.
Tak disangka, pertanyaan ini membuat para pejabat yang tadinya bersemangat berdiskusi seketika seperti dicekik lehernya, langsung layu semangatnya.
Sementara itu, istana dalam terbenam dalam kesunyian mencekam seperti kuburan, tak seorang pun berani membuka mulut dengan gegabah.
"Bagaimana kalau Jenderal Xu dari Huainan yang mengambil alih? Sudah bertahun-tahun ia berjaga di sana, saatnya pindah lokasi." Melihat ekspresi Kaisar semakin muram, seseorang memaksakan diri mengajukan usul.
“Jenderal Xu yang tua sudah berusia 66 tahun. Meski kesehatannya masih baik, tapi jelas tak seperkasa dulu. Huainan adalah wilayah dataran tanpa musuh kuat, lebih mirip pensiunan daripada pos penjagaan. Kau mau mengirimnya melawan Wei Utara? Apa maksudmu - membunuhnya atau memberi jasa militer ke musuh?” Marquis Cai segera membantah.
Keluarga Xu didukung oleh Marquis Cai. Posisi kediaman Jenderal Xu tua ini sebenarnya hasil operasi belakang panggung Marquis Cai dulu. Tanpa itu, di usianya yang sepuh ini, pasti sudah tewas oleh satu tebasan golok.
“Bagaimana dengan Jenderal Qin yang tua?” seseorang mengusulkan.
“Lagi-lagi jenderal tua? Keluarga Qin sudah punkan prajurit muda di Perbatasan Utara. Mengirim yang tua lagi, apa maksudmu mendorong seluruh keluarga Qin ke pelukan Wu Ming?” Perdana Menteri Kanan menolak usulan itu.
Para hadirin mengajukan beberapa kandidat lain yang satu per satu ditolak. Kaisar yang diam-diam mengamati permainan Tai Chi mereka ini, aura api di hatinya semakin membara.
Meskipun Dinasti Daye puluhan tahun ini memang lebih mementingkan sastra daripada militer, menyebabkan jumlah panglima perang yang bisa digunakan sangat sedikit, namun melihat kandidat yang mereka ajukan semuanya berpusat pada imbalan rumah mereka sendiri, yang tidak memenuhi kepentingan langsung ditolak. Sementara para hadirin di istana ini tidak hanya mewakili satu kepentingan, masing-masing memiliki pertimbangan tersendiri, wajar saja pemilihan kandidat terus tertunda.
“Apakah semuanya yang hadir tidak bisa berbuat apa-apa?” Baginda berkata dingin.
Meskipun nada bicara penguasa tertinggi terdengar sangat tenang, tapi para hadirin di tempat itu mengerti, mungkin Baginda sudah lama tidak sabar, hanya saja belum kambuh.
Beberapa orang saling memandang, tak berani bersikap kurang ajar lagi, buru-buru menyimpan pikiran-pikiran sempit mereka.
Perdana Menteri Kiri melangkah ke depan, jelas dia yang ditunjuk sebagai pemimpin.
“Baginda, kader panglima perang sedang mengalami masa |tak ada lagi strawberry|Metafora kelangkaan hasil panen. Yang tua tak sanggup mengangkat |golok|Senjata, yang muda belum mampu mengendalikan |lelang|Konteks arena pelelangan. Hamba mendengar wakil jenderal |Wei Utara|Dinasti Tiongkok Utara tidak ikut. Mengganti komandan di |depan formasi perang|Lokasi strategis militer adalah |pantangan besar|Hal yang harus dihindari dalam strategi. Lebih baik kita minta dia |menahan|Verba perlawanan godaan sementara. Pasukan Wei Utara mungkin hanya dalam |tahap ujicoba|Judul bab 39, tidak akan mengerahkan seluruh kekuatan. Pasti bisa |menghadang|Tindakan menghentikan gerakan.”
“|istana|Mengacu pada pemerintahan kerajaan perlu mempercepat perundingan dengan |delegasi Wei Utara|Perwakilan diplomatik dinasti, segera ||Bilah ramalan dalam kuil |kontrak|Konsep perjanjian pranikah untuk mengakhiri |perang kedua negara|Mengacu pada Daye dan Wei Utara. Dengan demikian |Wu Ming|Nama julangan homofon tak perlu |kembali|Verba perpindahan lokasi.”
|Baginda|Sebutan hormat untuk kaisar |raut wajah|Ekspresi wajah karakter mulai reda. Ini memang |cara|Metode/pendekatan yang tepat.
“Bagaimana pendapat |para pejabat lainnya|Kata penunjuk sisa kelompok?” |Dia|Pronomina orang ketiga bertanya.
|para hadirin|Kumpulan karakter pendukung saling pandang. Sepertinya tak ada |pendapat|Perbedaan perspektif manajerial, akhirnya |Perdana Menteri Kanan|Jabatan pemerintahan yang |berbicara|Inisiasi dialog.
“Perkataan Perdana Menteri Kiri memang strategi terbaik, namun di Perbatasan Utara selain Wu Ming, jenderal dengan pangkat tertinggi Zhao Zecheng adalah keponakan kandung Qi Wei. Paman dan keponakan ini, satu menjabat Gubernur Perbatasan Utara, satunya lagi perwira tertinggi di sana. Aku khawatir jika mereka bersekutu, tak akan kalah buruknya dengan dominasi Wu Ming yang menutupi langit dengan satu tangan!”
Kaisar mengerutkan alis, ia baru teringat masalah ini.
“Sekarang sudah zaman apa masih memegang pantangan seperti ini? Mengangkat orang berbakat tak perlu menghindari hubungan keluarga. Paman dan keponakan ini memiliki hati yang setia dan keberanian yang luhur, tak seperti Wu Ming yang asal-usulnya tak jelas. Mereka pasti tak punya pikiran lain.” Perdana Menteri Kiri tak setuju, langsung membantah.
“Keluarga Qi adalah binaanku sendiri. Aku masih percaya kesetiaan mereka pada Da Ye. Terima usulan Perdana Menteri Kiri. Siapkan dekret untuk mengangkat Zhao Zecheng memimpin Perbatasan Utara. Dia harus memenangkan pertempuran besar ini, jangan biarkan Wei Utara terus berlaku angkuh!” Setelah berpikir sejenak, Kaisar memastikan keputusan final.
Dekret kekaisaran disusun dan segera dikirim kembali ke Perbatasan Utara dengan kurir darurat delapan ratus li.
Para hadirin lega, namun sebelum sempat merasa tenang, seorang kasim kecil masuk memberitahu.
"Berdasarkan laporan Baginda, Pangeran Wei Utara memohon audiensi."
"Tolak. Katakan Kaisar sudah lelah dan tak punya waktu menemuinya." Sang Kaisar mengusap pelipisnya. Ini bukan dusta, mengingat baru saja melalui proses berpikir intens.
"Paduka, Pangeran Wei Utara bersikeras Baginda harus menerimanya. Ia melihat para menteri dipanggil ke istana, berarti kondisi Paduka sudah membaik. Bila tak ditemui hari ini, mungkin tak akan ada kesempatan lagi." Nada suara kasim itu terdesak.
"Apa?! Beraninya dia mengutuk Kaisar!" Baginda murka menampar meja naga hingga bergema.
Kasim itu langsung gemetar ketakutan, bersujud di lantai.
"Apa lagi yang diucapkannya?"
"Ia menyatakan ini bukan kutukan, melainkan tekadnya untuk bertemu Paduka hari ini juga." Sang kasim memaksakan diri menjawab.
“Baginda, delegasi Wei Utara ini terlalu kurang ajar! Negara kecil miskin begitu malah merasa diri penting. Baginda adalah kaisar Dinasti Ye, negara berperadaban etiket yang makmur dan sejahtera. *Sekali-kali* jangan biarkan ancamannya berhasil, lebih baik suruh pengawal mengusirnya pergi!”
Marquis Cai mendengar ucapan ini, langsung merasa senang dalam hati.
Hehe, Pangeran Wei Utara ini benar-benar berani. Tidak tahu kalau Baginda paling benci orang arogan. Di dunia ini, hanya penguasa tertinggi yang boleh sombong, mana mungkin menerima kesombongan orang lain?
Meski keluarga bangsawan dan delegasi Wei Utara sudah gencatan senjata, tapi banyak penjaga bayangan kami yang tewas. Membesarkan seorang penjaga bayangan butuh biaya besar. Dia tak segan menjatuhkannya lebih dalam.
Awalnya Baginda ragu-ragu, tapi mendengar perkataan Marquis Cai, psikologi pemberontakannya langsung tersulut.
“Berdasarkan apa Kaisar harus mendengarkan perintah keluarga bangsawan kalian?”
“Kalau Yang Mulia Pangeran bicara dengan sikap khidmat seperti ini, pasti ada hal mendesak. Lebih baik panggil dia masuk ke istana!”
Setelah Ye Liyang masuk ke istana, ia memberi hormat asal cepat selesai lalu langsung memotong: "Kaisar Ye, saya datang untuk berpamitan dengan Anda."
Baginda baru saja ingin menghukum ketidaksopanan sebelumnya, namun hasilnya dibuat bingung oleh ucapan ini.
“Yang Mulia Pangeran, mengapa berkata demikian?”
“Kaisar Ye kenapa harus bertanya sambil sudah tahu jawabannya? Delegasi Wei Utara kami sudah mengalami banyak kesedihan di ibukota, tapi Anda tidak pernah menanyakan kabar. Kontrak ini tak perlu dibahas lagi, para hadirin semua sudah melihat maksud tersembunyi Anda. Kalau sudah begini, jangan saling mengganggu waktu. Lepaskan kami untuk kembali, cepat-cepat diusir pulang, biar bisa segera berperang!” Ye Liyang berbicara dengan sikap tegas, kelakuannya benar-benar kurang ajar, langsung menggantung kata 'perang' di mulutnya, jelas menunjukkan ketidaktakutannya.
“Di dalam istana sementara itu terjebak dalam hening bagai kuburan, mereka baru saja berdiskusi untuk menenangkan delegasi Wei Utara, mencegah Wei Utara memperluas perang, dan menahan Wu Ming. Kini Ye Liyang datang membongkar kebohongan.
Jika bukan karena kebencian Ye Liyang yang mendalam terhadap Wu Ming, mereka pasti akan mencurigai bahwa Ye Liyang sudah bergabung dengan Perbatasan Utara dan menjadi bawahan Wu Ming.
Segala yang terjadi di istana kekaisaran, semuanya berada dalam rencana Wu Ming.
Begitu air dikeruhkan, skenario akan lebih mudah dikendalikan, memudahkannya memanfaatkan situasi kacau.
“Si bos, keluar hajar dua tinju yuk?” Suara Yu Zhong yang terlalu bersemangat terdengar sambil pintu dihantamkan.
Wu Ming langsung membuka pintu, melihatnya mengenakan pakaian latihan pendek dengan tetesan keringat halus masih menggantung di dahinya, jelas sudah berlatih cukup lama.
“Gatal kulit? Rindu dipukul?” tanyanya dengan suara menjadi berat.
Yu Zhong yang sedang bersemangat tinggi tertegun oleh ucapan itu, setelah sadar langsung melompat-lompat marah: "Aku tak suka cara bicaramu! Sejak tiba di ibukota, aku terus berlatih tanpa henti. Sedangkan si bos hilang tak tentu rimbanya, hampir tak pernah ke lapangan latihan militer. Pasti ilmu beladirimu sudah karatan! Lagipula hari ini kondisiku prima, siapa yang menang belum tentu!"
Sorot mata Yu Zhong penuh keyakinan dan gelora pertarungan.
"Setuju!" Wu Ming mengangguk.
"Kau menyetujui!" Yu Zhong berseru gembira, langsung berbalik badan memimpin jalan: "Cepat ke lapangan latihan militer, semua senjata sudah disiapkan--"
"Tak perlu."
"Ya?"
"Di sini saja. Aku akan mulai." Setelah memberi pemberitahuan, Wu Ming langsung menyergap, tinjunya mengarah tepat ke wajahnya.
Yu Zhong menghindar cepat. Tangan Wu Ming nyaris menggesek pipinya. "Nyaris!" batinnya gemetar.
Tapi itu hanya gerakan palsu. Sebenarnya tangan satunya sudah mengunci pergelangan tangan Yu Zhong, sementara kakinya menendang tajam ke tulang kering kaki lawan.
“Yu Zhong melompat dengan kedua kaki terbuka, tapi satu tangannya diremas orang. Saat ini seluruh tubuhnya melayang di udara, tanpa titik tumpu sama sekali. Seketika ia menjadi mangsa yang siap disembelih.”
“Wu Ming sama sekali tidak menunjukkan kesopanan. Lengan ditariknya keras ke depan, kaki kembali diulurkan untuk menjatuhkannya.”
“Gerakan keduanya cepat, akurat, dan kejam. Sayangnya sejak awal Yu Zhong sudah berada di posisi inferior. Ia terus bertahan, sama sekali tak sempat menyerang. Tak sampai beberapa jurus, tubuhnya sudah terhempas ke tanah.”
“Wah, si bos! Kapan kau belajar serangan mendadak? Ini bukan tindakan gentleman! Aku mengundangmu untuk latihan bertarung terang-terangan. Ronde tadi tidak dihitung! Aku belum siap! Aku tidak terima!” Yu Zhong berteriak keras.
“Meski tidak terkejut kalah, tapi baru beberapa jurus saja? Ego-nya sama sekali tak bisa menerima.”
“Bangun. Lanjutkan.” Wu Ming tak mau menyindirnya. Jelas ia ingin mengulang pertarungan.
“Hei, bos, kau harus hati-hati!” Yu Zhong bangkit dari tanah dan menyerang proaktif. Dia menendang ke arah bagian bawah tubuh, bagaimanapun itu adalah celah pria, selama tertendang pasti akan diturunkan tahta.
Wu Ming lincah menghindar. Setelah belasan jurus pertarungan, Yu Zhong kembali dicampakkan ke tanah.
Dia terjatuh di tanah, setengah hari tak bisa bangun, seolah-olah pusing tujuh keliling akibat terjatuh.
“Bos, tolong tarik aku. Aku tidak bisa bangun.” Berbeda dengan sikap santainya saat biasanya membantah, Yu Zhong malah menunjukkan kelemahan.
Wu Ming diam sejenak, lalu bergegas mendekat dan meraih lengan Yu Zhong, mengejan untuk menariknya berdiri.
Di saat yang sama, Yu Zhong segera menghantamkan kepala ke perut lawannya, ingin memamerkan jurus kepala besi andalannya.
Jelas dia sudah lama berniat, mencari kesempatan untuk serangan mendadak. Meskipun caranya memalukan, yang penting menang. Nanti bisa memromosikan sapi dengan modal ini.
Cita-cita indah, namun kenyataan keras.
"Dia tidak hanya gagal menabrak Wu Ming, tengkuknya justru digenggam erat. Tangan pria itu keras bagai besi, mencekik tulang lehernya dengan kencang. Sedikit tekanan saja, tulang itu akan patah."
"Kalau beruntung, mungkin dia cuma lumpuh total. Tapi kalau si bos benar-benar berniat membunuh, langsung saja tutup mata dan angkat kaki."
"Aduh aduh, sakit, Bos! Aku menyerah! Aku kalah!" Yu Zhong segera mengaku kalah.
"Dia tak ingin menghabiskan sisa hidup di ranjang seperti mayat hidup, apalagi mati muda sebelum sempat menikah. Belum lagi dia belum punya istri!"
"Masih mau lanjut bertarung?"
"Nggak ah, taruhan nyawa ini. Kasihanilah, Bos. Lepaskan pelan-pelan ya, leherku rapuh sekali. Tolong perlakukan dengan hati-hati." Wajah Yu Zhong mengernyit sambil terus memohon ampun.
Wu Ming tak mau menyindirnya lagi, langsung melepas cengkeraman.
Yu Zhong memutar lehernya pelan-pelan sambil menggerakkan tulang-tulang dengan hati-hati.
“Si bos, latihanmu ini bagaimana caranya? Sejak kecil aku hidup di tumpukan mayat-mayat, tapi tak pernah bisa mengalahkanmu.” Yu Zhong bergumam penasaran.
Wu Ming berbisik sinis: "Belajar bela diri itu ada perbedaan bakat. Kamu agak kurang sedikit."
Setelah berkata begitu, dia berjalan menuju kamar. Yu Zhong ingin mengikutinya, tapi dihalangi di depan pintu.
"Jangan ikut. Malam ini aku tidak di pos perhentian. Kau harus tetap waspada."
"Mau pergi lagi? Sudah sampai kapan ini? Kaisar anjing di istana terus berusaha menghalangi kita kembali ke Perbatasan Utara. Mau lari ke mana lagi? Jangan-jangan kena guna-guna siluman iblis?" Sungguh tak bisa dipahaminya, di momen krusial begini Wu Ming malah ingin kabur terus. "Apa kotoran di luar lebih wangi, ya?"
"Berhenti bicara sampah! Lehermu tak diinginkan lagi, ya?" Suaranya menjadi berat mengancam.
