“Ini siluman rendah hasil proyek Wei Utara?” Yu Zhong mengawasi burung itu lama sekali, susah payah baru bisa mengenalinya.
“Bicara yang baik.” Wu Ming memberinya kode mata.
“Bukankah burung ini awalnya hitam seluruhnya? Bagaimana bisa menjadi abu-abu, sudah jelek dari awal, masih diubah seperti ini.” Yu Zhong memonyongkan bibir, tak bisa menahan diri mengawasi si burung kecil.
Si kecil ini jauh lebih disukai dibanding sebelumnya, tak lagi hanya makan daging mentah berdarah-darah. Wu Ming memberikannya sepotong daging kering, ia bisa gembira setengah hari, seolah memakan kelezatan tertinggi.
Taktik dukun Wei Utara juga pernah didengar Yu Zhong. Burung pelacak ini di tangan dukun Wei Utara pun sulit dijinakkan, minta bintang tak diberi bulan, utamanya dengan menghiburnya.
Tapi binatang berbulu pipih ini setelah di tangan Wu Ming, dihardik beberapa kali, ditambah rubah putih yang berebut perhatian dengannya, akhirnya menjinakkan diri sendiri, dipelihara seperti anjing.
Tentu sifat manis penurutnya hanya tampak di hadapan Wu Ming. Di hadapan orang lain, tetap binatang kecil berbulu pipih dengan sifat nakal yang sulit diatur.
"Contohnya detik ini, sambil makan daging kering matanya berputar-putar, mungkin kepala sekecil biji kacang itu sedang merancang ide jahat untuk merepotkan orang."
"Warna hitam terlalu mencolok di siang hari. Lagipula pihak Wei Utara belum melepas, terus menugaskan orang mencari-carinya. Harus diganti warnanya." Wu Ming sekadar menjelaskan.
Yu Zhong langsung menjulurkan tangan untuk menggoda burung, sambil bersiul di mulut.
Burung yang tadinya patuh, melihat jarinya bergoyang-goyang, tiba-tiba menunduk dan mematuk dengan paruhnya yang tajam, tapi meleset. Gerakan menghindar Yu Zhong sangat gesit, sama sekali tidak ada celah.
Tak lama tangannya kembali mendekat, kadang mengelus bulu burung, kadang mengetuk-ngetuk paruhnya. Intinya semua perbuatannya bukan tindakan manusia normal, benar-benar menjengkelkan.
“Burung kecil itu mulai pintar, awalnya sama sekali tidak meladeninya, seolah-olah telah menyerah pada takdir dan bermalas-malasan, namun saat si pria lengah, ia kembali mematuknya dengan paruh.”
“Sayang sekali Yu Zhong bukan orang biasa, bahkan bahaya menyembelih ayam di medan perang bisa dihindarinya, apalagi serangan burung kecil, itu sama sekali tak perlu diperhatikan dan dengan mudah dielakkannya.”
“Jiujiu——” Burung itu menjerit kesal, langsung terbang dari pergelangan tangan Wu Ming.
“Saat mewarnai bulunya, banyak bulu yang terjatuh, perasaannya sedang buruk. Lebih baik kau jangan mengganggunya.” Wu Ming menasihati.
Yu Zhong mendengus dingin, ekspresinya penuh protes: “Si bos, kau lembut pada bajingan dari keluarga Cheng itu saja sudah keterlaluan, bahkan pada burung pun lebih baik daripada padaku. Lantas siapa sebenarnya tangan kananmu? Siapa saudaramu sejati?”
Seorang pria berjanggut sembarangan tiba-tiba mulai makan cuka, membuat Wu Ming langsung kebingungan.
Ia membeku di tempat, terbata dengan wajah terpana memandangi Yu Zhong.
“Kau bersaing dengan binatang berbulu pipih demi perhatian? Kualitas keberhasilanmu mana!” Wu Ming bertanya dengan kesal.
“Aku merasakan perasaan krisis. Sejak tiba di ibukota, si bos tidak hanya gerakannya sulit diprediksi, tapi pikiranmu juga tak fokus pada urusan penting. Masihkah kau bosku?” Yu Zhong bergumam tak puas.
Meski ucapannya terdengar seperti mengeluh, sebenarnya ia sedang menyampaikan kekhawatiran tersembunyinya.
Setibanya di ibukota, Wu Ming banyak bertindak menggunakan status Cheng Tingyu, menyerahkan tugas pada Pengawal bayangan. Sementara pos perhentian Perbatasan Utara dikepung berlapis-lapis sehingga sangat merugikan operasi. Alhasil Wu Ming tak memberikan penjelasan tindakan, malah terlihat menganggur. Ini membuat Yu Zhong tak mantap langkahnya dalam hati.
Dulu di Perbatasan Utara, ia mengikuti jenderal berperang tiap hari sama sekali tak sempat santai. Tapi di ibukota, justru merasa jadi pengamat di luar. Yu Zhong yang tampak kasar ini sebenarnya teliti, semua skenario dikuasainya dengan baik.
“Wang Xiaohu, kembalilah ke rombongan.” Wu Ming menyuruh Wang Xiaohu pergi.
Saat hanya tersisa mereka berdua, dia mengangkat tangan dan menepuk-nepuk bahu Yu Zhong, tampak seperti ingin duduk berhadapan untuk berbagi rasa.
"Ibukota bukan wilayah kekuasaan kita, wajar jika bertindak terkekang. Tapi memang di ibukota ini ada beberapa hal yang kuhabiskan untuk refreshing, sampai tak sempat memikirkan saudara-saudara. Namun kini ada hal yang sangat penting kuserah padamu." Suara Wu Ming terdengar sangat khidmat.
"Hal apa?" Yu Zhong segera bersikap lebih waspada.
"Nanti tubuh asliku akan tetap di ibukota. Kau bawa pasukan pengawal yang menyamar sebagai diriku kembali ke Perbatasan Utara. Segala situasi perang kuserahkan pada kepemimpinanmu dan Zhao Zecheng, utamakan skenario besar, jangan sampai dendam pribadi kalian berdua mempengaruhi kepentingan bersama." Wu Ming memberikan penjelasan dengan sikap serius.
"Setiap kali dialah yang memulai konflik, aku cuma membalas saja."
Saat menyebut nama Zhao Zecheng, ekspresi Yu Zhong tiba-tiba berubah antusias, bahkan seperti ingin melompat membantah.
“Kamu benar, aku akan mengirim surat peringatan kepadanya, jangan proaktif mengganggumu. Kalau begitu, kita berpisah di sini, perjalanan kembali ke utara ini bergantung padamu!” Wu Ming menyelesaikan ucapannya, lalu memutar kepala kudanya hendak pergi.
“Tunggu sebentar!”
Sayangnya tak bisa pergi, tali kekang kuda langsung ditarik oleh Yu Zhong. Matanya membelalak lebar, wajahnya dipenuhi ekspresi protes.
“Si bos, apa maksudmu ini? Lagi-lagi meminggirkan kami lalu membuat aksi besar di ibu kota? Jadi akhirnya kami tetap tak terlibat? Aku ikutmu ke ibu kota ingin menaklukkan segala penjuru, otakku penuh dengan pertunjukan spektakuler, tapi kau malah kabur seperti kepompong emas setiap hari, menyuruhku merawat tubuh palsumu. Bos, ini benar-benar melukai hati manusia!” Yu Zhong hampir meraung padanya.
Jelas terlihat belakangan ini di ibu kota hampir mati kebosanan, setiap hari tak ada urusan serius, si bos juga sering pergi keluar, meninggalkan tiruan yang percuma untuk berjaga.
“Tidak boleh, aku juga harus ikut, paling-paling aku cari pasukan pengawal palsu menyamar sebagai aku. Soal Perbatasan Utara, lagipula ada Zhao Zecheng si tukang akal di sana, dia pasti bisa menguasai lapak, sama sekali tidak perlu aku. Aku ikut bekerja denganmu!” Yu Zhong dengan tegas menolak pergi, menunjukkan sikap setia mengikuti sampai mati, benar-benar hati yang setia dan keberanian yang luhur.
“Hal ini, kau tidak bisa ikut denganku.”
“Kenapa tidak bisa? Apa aku kalah dari pasukan pengawalmu? Kalau tidak percaya, panggil beberapa orang, aku akan latihan dengan mereka!” Yu Zhong tak percaya, sambil berbicara dia menggulung lengan baju, bersiap untuk bertarung mati-matian.
Wu Ming diam sejenak, seolah-olah dipaksa sampai pasrah, akhirnya menghela napas pelan.
“Aku harus membujuk kekasihku agar setuju kembali ke Perbatasan Utara. Kalau kau tinggal di sini, bisa apa?” Pria itu bersuara berat, saat membicarakan hal ini wajahnya penuh kekhawatiran.
Yu Zhong yang semula ingin membuat keributan, langsung tertegun mendengar hal ini.
Dia sudah membayangkan ribuan kemungkinan, bahkan sempat mempertimbangkan apakah si bos ingin membunuh kaisar secara langsung. Tapi demi tidak merepotkan mereka, dia memerintahkan semua orang di Perbatasan Utara untuk menarik diri. Sama sekali tak menyangka alasan sebenarnya ternyata ini.
“Kau... demi seorang perempuan, mau tinggal di ibukota?” Yu Zhong mengorek telinganya, merasa pasti salah dengar. Karena itu dia mengulang pertanyaan dengan wajah penuh ketidakpercayaan.
“Setuju, perempuan ini sangat penting dalam hidupku.”
“Apakah dia lebih penting daripada kau kembali ke Perbatasan Utara untuk memimpin skenario besar?” Yu Zhong tidak bisa menahan diri untuk mempertanyakan.
“Serangan Wei Utara ke Perbatasan Utara hanyalah kesan palsu untuk pemerintah. Mana perlu aku kembali memimpin skenario besar? Jangan melebih-lebihkan.” Wu Ming memperbaikinya.
“Lalu nantinya? Pasti akan ada pilihan seperti ini: negara atau si cantik, mana yang lebih kau cintai?”
Wu Ming mendengar ini langsung pusing tujuh keliling. Tak disangkannya Yu Zhong yang terlihat kasar ini berani mengajukan pertanyaan tajam seperti itu, sampai membuatnya tidak tahan.
“Hanya kaisar bodoh yang tak berguna, baru akan menghadapi pilihan seperti ini. Aku tak akan membiarkan diriku terjebak dalam dilema.”
Dengan licik dia menghindar dari pertanyaan ini. Yu Zhong memonyongkan bibir, jelas-jelas tidak puas.
“Si bos, kekasihmu itu gadis dari keluarga mana? Kau ini pahlawan besar di hati rakyat Da Ye. Jangan bilang gadis, bahkan kalau kau minta pria dewasa pun, dia pasti akan mengangguk setuju begitu tahu itu permintaanmu. Gadis keluarga mana ini yang standarnya begitu tinggi, sampai sulit dibuat senang?”
“Ini——” Nada bicara Wu Ming terdengar ragu.
Keterkejutannya selama beberapa detik itu langsung memicu kecurigaan Yu Zhong, “Si bos, apa kau sedang main-main denganku? Sebenarnya sama sekali tidak ada kekasih, kau hanya ingin melakukan rencana besar tapi tak mau menyuruh kami.”
“Dia wanita bersuami.” Jawaban langsung Wu Ming memblokir keluhan yang tak henti-hentinya keluar darinya.
Yu Zhong langsung menutup mulut, seolah lehernya tiba-tiba dicekik. Segudang kata terperangkap di kerongkongan, dipaksa ditelan kembali hingga wajahnya merah padam seperti kepala babi.
"Kau kau kau——" Lidah Yu Zhong tersangkut kait. Sekeras apapun dia menebak, tak pernah terbayang Jenderal mereka berani main sebruto ini.
Menjalin asmara dengan wanita bersuami! Bila sampai ketahuan, reputasi dewa perang akan hancur seketika.
"Jalan-jalan dengan perempuan bikin tekadmu busuk!" Tangannya menepuk paha keras-keras. Bahkan sempat terpikir untuk memukul sampai pingsan lalu membawa kabur – berapa probabilitas keberhasilannya.
"Aku mengerti. Tapi akan kucari cara. Kau tak perlu ikut campur. Jangan bocorkan ke siapapun! Hanya kau yang kupercayai sebagai saudara sejati!" Tangannya menggenggam leher Yu Zhong. "Biarkan rahasia ini membusuk di perutmu!"
“Baik, aku pasti tutup mulut rapat-rapat. Jika sampai orang ketiga tahu, biar makam leluhurku mengeluarkan asap kehijauan, disambar petir lima kali, anak yang lahir nanti tak ber——” Yu Zhong yang darahnya sedang mendidih segera mengangkat tangan bersumpah mati-matian.
Namun ucapannya terpotong ketika Wu Ming mengibaskan tangan menghentikannya.
"Cukup! Perjalanan lebih penting. Ingat penjelasanku tadi. Aku akan berusaha cepat kembali. Semoga perjalananmu mulus!"
Keduanya saling mengatupkan tinju, mencambuk kuda masing-masing, lalu berpisah ke arah berlawanan.
Tak lama kemudian, sosok berkuda lain menyusul Wu Ming. Dengan jubah hitam dan topeng besi, postur serta aura persis Wu Ming, meski sebenarnya tenaga dalamnya sudah berbeda.
Yu Zhong hanya mengangguk singkat padanya, lalu kembali tenggelam dalam gejolak perasaannya.
Rahasia yang dibeberkan Wu Ming benar-benar terlalu mencengangkan, membuat otaknya seakan tersumbat dan pikirannya berhenti berputar.
“Jenderal Yu, hati-hati!” tiba-tiba orang di sebelahnya mengingatkan.
Yu Zhong segera bergerak, waspada ke sekeliling, namun tidak menemukan bahaya apa pun.
Tiba-tiba dia merasakan kehangatan di ubun-ubunnya, terdengar suara "plok" seolah ada sesuatu jatuh di kepalanya.
“Jiujiu——” suara burung terdengar, penuh kemenangan.
“Kau binatang bersayap ini! Hari ini Tuan akan membunuhmu untuk pakan rubah!” Jari Yu Zhong berbalik, langsung meraih senjata rahasia dan melemparkannya.
“Jenderal Yu, tidak bisa!”
Orang yang menyamar sebagai Wu Ming berteriak panik, senjata rahasia lain sudah meluncur—jelas ingin membelokkan serangan Yu Zhong.
Tapi dia bukan Wu Ming asli, gerakannya lebih lambat dari Yu Zhong, sama sekali tak sempat mengejar.
“Syukurlah Yu Zhong tidak benar-benar berniat membunuh burung ini, hanya menakut-nakutinya saja. Senjata rahasia itu hampir menggesek sayap burung kecil, membawa angin yang membuat Burung Pelacak berteriak ketakutan. Sayapnya mengepak beberapa kali, hampir jatuh dari langit.”
“Syukurlah ia berhasil menjaga kestabilan, berjuang mati-matian mengepakkan sayap, lalu terbang cepat menjauh.”
“Jangan sampai kulihat kau lagi! Kalau tidak, lain kali akan kuremukkan sayapmu!” Yu Zhong mengamuk tak berdaya. Ia segera mengusap kepalanya, dan benar - tangan penuh tahi burung. Amarahnya semakin membara seperti gunung berapi.”
“Dengan kasar ia menggesekkan telapak tangan ke tubuh orang yang menyamar sebagai Wu Ming, bertanya dengan nada kesal: "Kau nomor berapa?"”
“Bawahan Ying Enambelas.”
“Ying Enambelas memandangi tindakannya mengelap tahi burung di jubahnya, kelopak matanya berkedut gila-gilaan, namun hanya bisa memendam kemarahan.”
Dia hanyalah Wu Ming palsu, bukan yang asli, sama sekali tak bisa mengendalikan Yu Zhong, hanya bisa menderita dalam diam.
"Shiliu, sebelumnya kan selalu Shi San yang menyamar?" tanyanya.
"Shi San ditugaskan di ibukota," jawab Ying Shiliu setelah ragu sejenak.
Yu Zhong mendengus dingin: "Shi San lebih mirip. Menyuruhnya tinggal di ibukota lalu mengembalikanmu yang nomor dua ke Perbatasan Utara - ini maksudnya menganggap saudara sendiri mudah ditipu ya?"
Sambil menggerutu tak karuan, Ying Shiliu tak berani menanggapi, khawatir salah bicara.
"Lupakan itu. Mengapa kau bantu burung binatang tadi? Apa kau ingin melihatnya buang hajat di kepalaku?" keluh Yu Zhong penuh dendam.
Ying Shiliu cepat-cepat gelengkan kepala. Mana mungkin dia berani.
"Burung pelacak ini masih penting untuk Tuan! Tidak boleh dibunuh." Untuk menekankan poinnya, dia sengaja memberi tekanan pada kata-kata tertentu.
Yu Zhong mengangkat alis, langsung menarik tali kekang kuda, wajahnya dipenuhi ekspresi keraguan: "Jujur saja, si bos pulang pasti ada urusan lain. Mengejar seorang perempuan, mana mungkin perlu Ying Shisan dan burung pelacak? Segala persiapan ini, jangan-jangan saat dia mesra dengan kekasihnya, Ying Shisan harus jadi body double-nya? Lalu siapa sebenarnya yang punya hubungan dengan si kekasih ini?"
Ying Shiliu langsung berkeringat dingin mendengar ini. Dia benar-benar menyerah pada mulut Yu Zhong ini, selalu menyampaikan hal-hal sensitif yang tak seharusnya disebut.
Dan jenderal ini ternyata sangat cerdik. Sifat 'orang bodoh' yang biasa ditunjukkannya hanyalah penyamaran, agar bisa berpura-pura bodoh untuk mengelabui lawan.
"Kekasih tuan itu... suaminya cukup lihai. Saat tuan bersua dengannya, harus pakai taktik pengalihan perhatian, plus burung pelacak untuk memberi sinyal." Ying Shiliu memaksakan diri mulai menjelaskan, meski sadar sedang mengoceh tanpa arah. Yang penting bisa menutupi dulu.
"Tuan kepulangan ke ibukota memang ada urusan penting, bahkan ingin menciptakan gempa dahsyat. Tapi markas utama mereka tetap di Perbatasan Utara. Kalau Yu Zhong juga tinggal di ibukota, mungkin sulit untuk berhasil mengelak."
Saat ini Ying Shiliu terpaksa memainkan peran, akhirnya tuduhan palsu ini harus ditimpakan ke kepala sang kekasih. Semoga Nyonya takkan pernah tahu hal ini.
"Kau bicara tentang legenda Gembala Sapi dan Zhinü, atau tentang mereka berdua? Pertemuan rahasia kedua orang ini lebih sulit daripada infiltrasi mata-mata Wei Utara ke kediaman Gubernur Perbatasan Utara." Yu Zhong terdiam sejenak, akhirnya tak tahan mengeluh pedas.
Ying Shiliu batuk kecil, kembali tenang: "Wanita yang dipilih tuan bukan orang biasa. Satu kali pertemuan rahasia memang seperti pertemuan di Jembatan Burung Gagak."
Lagipula kebohongan besar sudah ditaburkan, kebohongan kecil tambahan untuk menutupinya jadi terlihat tak berarti. Ying Shiliu sudah tidak tegang lagi, bahkan mulai menghancurkan semuanya - utang banyak pun tak terasa berat.
“Wanita ini punya latar belakang besar!” Yu Zhong mengerutkan alis, merenungkan sosok sosialita di ibukota yang sesuai dengan status ini.
***
Cheng Tingyu langsung kembali ke halaman kediaman marquis Cheng untuk mencari seseorang sepulangnya, tapi tak menemukan Wen Mingyun.
“Nyonya di mana?”
“Di lapangan latihan, Tuan Muda langsung murung sepulang.” jawab dayang junior.
Pria itu segera melangkah cepat ke lapangan latihan sambil mengernyitkan alis.
“Cheng Yan tidak patuh lagi?” Langkahnya berubah menjadi lari kecil saat mendekati area belakang.
Cheng Yan yang telanjang bulat sedang mengangkat pantatnya meraih baju, terlihat sangat memalukan. Meski tahu Wen Mingyun juga ke lapangan latihan, Cheng Tingyu mengira putranya yang mencari masalah.
Alih-alih pertengkaran sengit yang dibayangkannya, kedua sosok itu justru duduk tenang di meja batu. Tangan kanan mereka saling menggenggam di atas meja, sedang adu kekuatan pergelangan tangan.
Sebenarnya setelah Cheng Yan kembali dalam keadaan penuh kekecewaan dan rasa tak berdaya, perasaannya benar-benar buruk. Setelah berganti pakaian, entah mengapa dia teringat sensasi ketika dipermainkan Wen Mingyun seperti layang-layang, lalu tiba-tiba ingin mencoba lagi.
Begitu Wen Mingyun mendengar permintaannya yang aneh ini, dia langsung menyetujui dengan antusias, seluruh tubuhnya bersemangat untuk bertindak.
Belum pernah dia jumpai orang yang meminta disiksa sendiri. Rupanya tekanan yang dialaminya mirip dengan orang modern yang melepas stres dengan naik roller coaster - konsepnya sama meski bentuknya berbeda.
Hanya saja kemampuan bertahan Cheng Yan biasa saja. Setelah beberapa putaran dicambuk, dia langsung berteriak-teriak minta diturunkan.
Wen Mingyun menambahkan dua putaran lagi sebelum melepaskannya. Cheng Yan terjatuh dan muntah-muntah. Setelah membersihkan diri, dengan tidak terima dia menantang duel satu lawan satu.
Meski tenaganya besar, Wen Mingyun tak pernah berlatih bela diri secara sistematis. Ilmu bela diri Cheng Yan memang tak seganas prajurit medan perang, tapi belakangan ini dia giat berlatih hingga subuh. Jika benar-benar bertarung, kemenangan Wen Mingyun belum tentu stabil.
Untuk itu Wen Mingyun mengusulkan adu membuka tangan. Awalnya Cheng Yan enggan karena sudah tahu pasti kalah tanpa perlu bertanding. Namun setelah diprovokasi beberapa kalimat oleh Wen Mingyun, sifat impulsif pemuda itu kembali muncul. Dengan kecerdasan yang sedang memanas, dia nekat naik meja. Tentu saja akhirnya hanya menerima kekalahan yang menyakitkan.
"Ah, anak baik. Mau Ibu mengalah?" Wen Mingyun meraih tangannya dengan nada santai.
"Tak perlu! Siapa anakmu?!" Dia melototi wanita itu dengan tatapan tajam, mengeratkan gigi sekuat tenaga mencoba menjatuhkannya.
Tapi upaya itu sia-sia. Meski wajahnya merah menahan malu, kedua tangan mereka tetap tak tergoyahkan di atas meja.
"Usiaku jauh lebih tua. Masih wajar kalau kau kalah. Coba panggil 'Ibu', nanti Ibu biarkan menang. Mudah kan, cuma satu kata." Wen Mingyun terus menggoda.
Wajah Cheng Yan semakin memerah, berubah dari merah muda jadi merah tua hingga ke pangkal telinganya, seolah-olah pembuluh darahnya akan pecah.
Entah karena kesal dengan bercandanya, atau sekadar terlalu mengejan.
"Tsk, sifat keras kepala hanya akan merugikanmu. Seorang pria mandiri harus bisa menyesuaikan diri. Apa ruginya memanggilku 'Ibu'?" Wen Mingyun mengklik lidahnya. Tangan kanannya tetap mempertahankan posisi, sementara tangan kirinya dengan santai mengangkat teko dan menuangkan teh untuk dirinya.
Setelah menuang dua cangkir teh, dia menyodorkan salah satunya ke hadapannya.
"Dilihat dari situasi ini, pertarungan kita takkan selesai dalam waktu dekat. Lihat, tangan kita sama sekali tak bergerak. Kau harus mempersiapkan mental untuk perang jangka panjang. Minumlah teh pelan-pelan. Mau kubacakan kisah Yu Gong Memindahkan Gunung? Si Yu Gong itu mirip sekali denganmu..." Sikapnya yang santai seolah sedang menghadiri pesta teh, bahkan sempat menyantap sepotong kue.
Cheng Yan mengerahkan seluruh tenaganya sampai tak bisa berbicara. Matanya menatap tajam ke arahnya dengan gigi gemeretuk, wajahnya dipenuhi kebencian.
Meski sudah lama tahu Wen Mingyun punya kekuatan super, tapi baru saat beradu kekuatan tangan inilah Cheng Yan menyadari betapa tenaga wanita ini bagai lubang tanpa dasar. Di hadapannya, dirinya hanyalah bagai debu di terpa angin.
"Sudahlah, tidak main lagi." Seolah merasa tak pantas, dengan sedikit tekanan di pergelangan tangan, tangannya langsung tertekan ke meja. Kemenangan ini lebih mudah daripada meneguk air.
"Pipimu merah membara sampai hampir meledak! Aku khawatir kau akan mati kebosanan. Cuma adu kekuatan tangan kok. Meski kalah dari wanita lemah sakit-sakitan sepertiku memang memalukan, tapi rahasia ini akan kujaga. Dasar jalan iblis keluarga Cheng, ternyata cuma ayam panggang lemah!"
Saat menyebut "sakit-sakitan", tangannya segera mengeluarkan sapu tangan brokat untuk menutupi bibirnya. Dua kali batuk kecil membuat kesan sakit langsung terpancar di wajahnya.
Reaksi fisiologis ini sudah terlatih sempurna. Tanpa perlu persiapan, karakter sakit-sakitannya langsung kembali dalam sekejap.
Cheng Yan: "……"
Aku percaya kau ini hantu.
Ia tidak bisa menahan diri memutar matanya, sifat kompetitifnya tersulut sepenuhnya: "Apa yang kau banggakan? Ayo lagi! Aku tidak percaya, kau ini makan obat kekuatan sejak kecil, tenaga pasti ada habisnya!"
Sejak Wen Mingyun mengucapkan "ayam panggang", ia nekad tidak mau mengakui kekalahan. Walau pergelangan tangannya kalah, ia tetap tidak mau mengaku.
Wen Mingyun mengaitkan sudut bibirnya, senyum nakal melintas di wajah.
Hei, anak kecil, justru kutunggu kalimat ini!
Belakangan dia cukup patuh, aku jadi tidak bisa bertindak sendiri. Sekarang dia yang datang, kebetulan tepat untuk mengendurkan otot.
Kedua tangan mereka saling menggenggam lagi. Wen Mingyun memeriksa pergelangan tangannya yang tidak terlalu besar, mencibir: "Pakai dua tangan saja, kalau tidak kita akan main sampai gelap!"
Cheng Yan membuka mulut ingin membantah, tapi dia sudah tertawa berkata: "Sudah sampai tahap ini, jangan-jangan kau belum menyadari kenyataan?"
Seketika dia menutup mulutnya, mendengus dingin sebelum meletakkan tangan satunya di atas meja batu, bahkan seluruh tubuhnya terjatuh ke meja sambil kedua kakinya menjejak tanah sekuat tenaga. Kali ini dia akan mengerahkan seluruh kekuatan untuk melawan.
Wen Mingyun memandang sosoknya yang sudah siap tempur itu, tak bisa menahan senyum kecil.
Pemuda ini tetap sederhana pikirannya. Meski seluruh tenaganya dikerahkan, saat dirinya mengguncang tubuhnya tadi, persis seperti mainan anak yang diayun-ayunkan dengan mudah.
"Anak baik, sudah mulai belum?"
"Dua tanganmu ini panjangnya cuma buat main-main ya? Kok tidak ada tenaga?"
"Ah, Yan sayang, Kalau lemah lembut begini, nanti bagaimana caranya hidup?"
Wen Mingyun sengaja menggoda. Cheng Yan sudah menggunakan segala taktik, tetap tak ada perubahan. Hampir putus asa.
"Nyonya, Tuan besar datang!" Hong Feng berteriak memberi tahu, jelas Cheng Tingyu tiba-tiba muncul.
“Wen Mingyun sedang asyik bermain, mendengar kabar itu langsung melepas genggaman tangan Cheng Yan.
Tak disangka karena terburu-buru, tenaganya tak terkontrol. Ditambah Cheng Yan yang sedang mengerahkan seluruh kekuatan melawan, saat arah tenaga berubah tiba-tiba, sang pemuda tak sempat bereaksi hingga terlempar dan mendarat di tanah dengan posisi berjongkok.
"Nyonya, ini—" Cheng Tingyu berlari tergesa-gesa. Segudang pertanyaan penuh perhatian menggelayut di benaknya. Namun saat tiba di tempat kejadian, yang tergeletak di tanah justru anaknya sendiri. Sementara Wen Mingyun duduk santai di meja batu, menyeruput teh perlahan.
Ia terdiam sejenak dengan ekspresi aneh, baru melanjutkan: "Tidak apa-apa?"
Ucapan peduli itu entah ditujukan pada sang istri atau anak semata wayang.
