"Hamba melapor, Pasukan Qiming masih bisa digunakan, ditambah pasukan di pinggiran ibu kota—" Menteri Pertahanan segera maju, menjawab dengan suara lembut.
Tapi sebelum selesai bicara, Baginda sudah menyiramkannya dengan secangkir teh.
"Dasar tai! Apa gunanya pasukan yang ditempatkan di pinggiran ibu kota? Sebagian besar isinya cuma anak-anak keluarga bangsawan yang cari jasa militer. Berapa yang benar-benar bisa bertempur? Soal Pasukan Qiming yang kau sebut, mana mereka? Mungkin masih mengendap di barat laut! Si licik tua Jiang Zhi pasti sengaja menunda bantuan sampai pertempuran menentukan pemenang. Nanti dia baru datang terlambat menyelamatkan Kaisar atau ngambil kontribusi dalam mendukung kaisar baru. Tua bangka itu liciknya minta ampun!"
Baginda memarahi dengan suara keras seperti bunyi air terjun, jelas sudah panik. Di depan para pejabat, sampai mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu.
"Kecuali mereka, siapa lagi yang bisa dipakai?" tanyanya lagi.
Menteri Pertahanan hanya bisa menunduk diam, sikapnya ini malah semakin membuat Baginda geram.
"Negara besar Ye kita sampai tak punya satu pun orang kompeten! Saat menulis laporan puji-pujian, kalian semua pandai bersyair memuji-muji prestasi. Tapi sekarang, tak satu jenderal mumpuni pun bisa ditemukan!"
Kaisar menggigil hebat akibat kemarahan, namun tak bisa berbuat apa-apa.
Dua kaisar terakhir Dinasti Daye terlalu mementingkan sastra daripada militer. Ditambah sifat picik mereka, para jenderal perkasa pun takut prestasinya melampaui atasan.
Pilihannya seperti Jiang Zhi, komandan Pasukan Qiming yang licin tak tergenggam sehingga Kaisar tak punya celah, atau seperti Cheng Zongran yang meninggal sebelum dihabisi - justru meninggalkan reputasi baik.
Jenderal seperti Wu Ming yang tak mau kompromi dengan prestasi militer gemilang, sudah lama menjadi duri dalam daging bagi Kaisar.
"Si Wuming ini benar-benar ambisius! Di Perbatasan Utara Kuberi jabatan dan kekayaan, tapi nafsunya tak terpuaskan. Pasukannya hampir sampai ibukota, mana mungkin Wei Utara diam saja? Kenapa tak serang utara saat ini?"
"Menjawab Baginda, Wei Utara sudah setengah tahun sangat patuh, tak ada serangan ke Perbatasan Utara."
“Dengan karakter Wu Ming, mungkin dia sudah menaklukkan Wei Utara. Kalau ada kekhawatiran di belakang, pasti dia tidak akan datang.”
“Apa? Wei Utara itu serigala dan harimau yang setiap hari mengawasi perbatasan utara untuk berperang. Masa mungkin setengah tahun tidak ada aktivitas? Mengapa kabar ini baru diberitahukan kepada Kaisar sekarang? Dan tentang tiga pasukan yang bersama-sama menyerang ibukota, mengapa Jinyiwei sama sekali tidak menyampaikan berita? Cao Bingzhou mana? Komandan Jinyiwei ini makan gaji buta!” Baginda murka, hendak melempar barang-barang tapi baru sadar meja naga sudah kosong melompong. Rupanya semua yang bisa dihancurkan sudah habis.
Dengan geram, Baginda menendang meja kerajaan hingga roboh. Istana pun diselimuti kesunyian mencekam seperti kuburan. Tak ada yang berani menjawab, khawatir menyentuh sial Baginda.
“Cao Bingzhou mana, kenapa belum pergi ke sini? Apa Kaisar harus mengundangnya? Di Perbatasan Utara dan pos-pos penempatan pasukan di berbagai daerah, Kaisar sudah berulang kali memerintahkannya untuk mengirim pengawal kerajaan melakukan penyelidikan. Dalam situasi krisis intelijen militer kali ini yang melibatkan tiga pasukan sebesar ini, mengapa dia sama sekali tidak melapor pada Kaisar?”
Baginda menunggu sejenak, tetap tak melihat kehadiran Cao Bingzhou, langsung meledak marah lagi.
Xue De menyandarkan diri mendekat, berkata pelan: “Baginda, beberapa hari yang lalu Tuan Cao telah meninggal. Kini pengawal kerajaan sementara dikelola oleh Deputi Wakil Komandan Li.”
Menteri Pertahanan mendengar ini, mengira bisa menemukan objek menyalahkan, segera mulai mempermalukan: “Baginda, Cao Bingzhou tidak mati saat tidak ada masalah, tidak celaka saat tidak terjadi apa-apa, kenapa harus memilih momentum ini? Lagipula informasi-informasi ini seharusnya diselidiki oleh pengawal kerajaan, tapi dia sama sekali tak membahasnya. Menurut hamba, hal ini seharusnya diselidiki secara menyeluruh. Kuat dugaan Cao Bingzhou pura-pura mati, diam-diam sudah bergabung dengan pengkhianat Wu Ming itu!”
“Ini tidak ada hubungannya dengan dia.” Kaisar berkata dengan nada suara dingin.
“Baginda, meski Cao Bingzhou selama ini punya pekerjaan, tapi Yang Mulia tidak boleh terbohongi. Hati manusia sulit ditebak——” Menteri Pertahanan masih berusaha membujuk.
“Cukup!” Kaisar menampar Tahta Naga dengan keras sambil mengatup gigi: “Aku melihat langsung kematiannya. Dia juga tidak mengkhianatiku. Masih ada pertanyaan?”
Begitu kata-kata Kaisar terdengar, istana mendadak hening. Saat itu juga, hawa dingin dan kekejaman yang memancar dari sosok penguasa bisa dirasakan semua orang.
Kalimat singkat ini meski sederhana, sudah cukup membuat orang memikirkan detailnya.
Pernyataan Xue De sebelumnya tentang "kematian tak disengaja" jelas menyembunyikan kenyataan. Kebenarannya mungkin sangat kejam.
Cao Bingzhou mati di hadapan Kaisar. Kemungkinan terbesar adalah Kaisar sendiri yang menghukum mati, dan harus memastikan sampai benar-benar tewas demi ketenangan hati.
Seorang orang kepercayaan seperti ini, malah dihukum mati oleh kaisar dan dinyatakan tidak mengkhianati oleh kaisar sendiri. Satu-satunya kemungkinan adalah kaisar jijik karena dia tahu terlalu banyak, dan bukan sekadar kejadian kotor biasa. Jika hal busuk ini tersebar, pasti cukup untuk dikutuk sepanjang masa.
Xue De menundukkan kepala, dialah yang secara pribadi mengambil racun dan menyerahkannya kepada Cao Bingzhou, memaksanya menelan.
Sedangkan Cao Bingzhou yang sedang mereka ingat saat ini, telah diam-diam naik perahu kecil meninggalkan ibukota.
Racun itu sebenarnya hasil penyesuaian Rumah Sakit Istana. Hanya saja orang-orang dari Perbatasan Utara telah menyuap petugas Rumah Sakit Istana, mengganti racun itu dengan obat pura-pura mati.
Kaisar akhirnya merasa bersalah padanya. Alih-alih membuangnya ke kuburan massal, beliau membuat alasan untuk memperindah keadaan, sehingga jenazahnya bisa mendapat peti mati tipis.
“Tiga pasukan segera berkumpul, ibukota terkepung dari segala penjuru. Pasukan pinggiran ibu kota, penjaga kota, dan Pengawal Emas bersama-sama melawan musuh, namun sama sekali tidak bisa menghalangi.”
“Baginda saat ini ingin mencari celah Wu Ming untuk mengancamnya, tapi pria ini muncul tiba-tiba, bahkan nama keluarganya pun tak pernah terdengar. Sama sekali tidak diketahui kelemahannya apa.”
“Melihat negara hampir jatuh, beberapa orang sudah menasihati Baginda untuk segera melarikan diri. Selama pegunungan hijau masih ada, tidak takut kehabisan kayu bakar.”
“Sambil mengorganisir pelarian, Baginda mengutus menteri tulang punggung ke puncak tembok ibukota untuk berteriak pada tiga pasukan guna mengulur waktu.”
“Di mana Wu Ming?!”
“Hari itu, ketika dua pasukan sedang berhadapan, tiba-tiba muncul seorang pejabat berjubah Ungu di puncak tembok.”
“Perdana Menteri Kiri!” Seru beberapa orang yang sudah mengenali tua ini.
“Apa urusan Tuan Perdana Menteri ke sini?” Wu Ming yang sedang menunggang kuda langsung maju ke depan barisan.
Yu Zhong segera memacu kudanya berusaha menghalangi: "Jenderal, tidak bisa! Ini pasti jebakan. Pemerintah pasti sudah menugaskan pemanah bersembunyi di balik layar, menunggu Tuan keluar untuk memanah!"
Wu Ming melambaikan tangannya, masih maju ke depan.
Yu Zhong mengikuti ketat di sampingnya, bahkan mengangkat suara: "Untuk apa Perdana Menteri keluar sekarang? Negara hampir runtuh, sang Kaisar malah jadi kura-kura pengecut!"
"Pengkhianat brengsek! Dasar tak tahu malu! Berani-beraninya memberontak dengan alasan yang sah?" Perdana Menteri Kiri mengeluarkan sumpah serapah dengan muka memerah, suaranya menggema di puncak tembok.
“Hahaha, brengsek pemberontakan, kami sedang mengembalikan tatanan. Bagaimana kaisarmu mendapatkan takhta? Kau lebih paham daripada hamba - membantai semua saudaranya sendiri, menyisakan si tak becus ini yang merangkak ke posisi itu, mengubah Dinasti Ye yang makmur menjadi hantu seperti ini. Rakyatnya menderita, bencana silih berganti. Sampai detik ini pasukan utama sudah di depan mata, dia masih belum menampakkan wajah. Penakut seperti ini masih kau rawat? Apa Perdana Menteri Kiri? Cuma orang bodoh bermata tua yang rabun saja!”
Yu Zhong tertawa terbahak-bahak, langsung menggunakan kekuatan internal. Suaranya bergema puluhan li, tak hanya pasukan resmi di tembok kota yang mendengar, bahkan warga biasa di dalam kota pun terdengar jelas.
Meski para hadirin bersembunyi di gudang bawah tanah atau rumah masing-masing, sudah ada yang tidak bisa menahan diri menyetujui dalam hati.
Penguasa kini sudah kehilangan semangat rakyat.
“Apa pantaskah kau berbicara dengan hamba? Wu Minglah si kura-kura pengecut! Hamba memanggil dia, mengapa masih belum muncul? Jangan-jangan bersalah seperti pencuri?”
Perdana Menteri Kiri benar-benar terpancing oleh ucapan ini hingga hampir ambruk, tangan yang menyangga tembok kota sampai mengorek darah, memperlihatkan betapa membencinya dia. Tapi fakta bahwa Baginda belum muncul memang benar, dia hanya bisa menghela napas melihat rencana kaisar untuk kabur.
"Apa ini? Jenderal kami adalah dewa perang yang telah menjaga perdamaian Perbatasan Utara bertahun-tahun! Kau pikir Beliau bisa kau panggil seenaknya?!" Yu Zhong melototi dengan kharisma yang semakin menjadi, membalas teriakan dengan suara menggelegar.
Perdana Menteri Kiri hanyalah kakek tua tanpa kekuatan internal, bagaimana mungkin bisa mengalahkan teriakan kakek tua, secara kharisma sudah kalah dari awal.
"Cukup, Yu Zhong. Jangan sampai dituduh memperlakukan tidak adil sesepuh. Perdana Menteri Kiri, aku sudah maju ke depan. Ada yang ingin kau ajarkan?" Wu Ming mengendarai kuda mendekat, berdiri di barisan terdepan.
Perdana Menteri Kiri menyipitkan mata, jari-jarinya menggenggam erat membentuk kepalan. Andai saja tangannya mengibas, ribuan anak panah akan menyasar Wu Ming.
Namun sebelum itu, dia masih ingin membuat Wu Ming mengkonfirmasi gelar "para pengkhianat" ini.
“Kau menikmati gaji dari sang raja, bukankah kewajibanmu untuk setia melayani junjungan? Mengapa tidak tetap di Perbatasan Utara, malah memaksa mengerahkan tiga pasukan, menyeret prajurit-prajurit ini ke jalan pengkhianatan yang tak bisa kembali?” Perdana Menteri Kiri langsung melontarkan pertanyaan.
Wu Ming tidak melontarkan sindiran sinis, namun berkata dengan nada tenang: "Setiap rakyat jelata boleh menanyakan hal ini padaku, tapi Tuan Perdana Menteri dan ratusan pejabat yang kini berkuasa di ibukota tidak berhak. Jika memang menikmati gaji raja, harus setia melayani junjungan. Maka aku pun berhak bertanya: Sebagai perdana menteri, bukankah kewajibanmu menasihati Baginda untuk rajin mengurus negara dan mencintai rakyat? Namun Baginda justru telah dihina oleh rakyat jelata, bahkan pasukan sudah mengepung gerbang kota, tapi Baginda pun tak mau menampakkan diri. Bukannya kau membujuknya datang, malah naik ke puncak tembok kota untuk mempertanyakanku."
"Tuan Perdana Menteri, air bisa mengapungkan perahu juga bisa menenggelamkannya. Raja yang kau layani itu jelas-jelas serigala dan harimau buas, hantu penghisap darah rakyat belaka!"
“Suaranya menggema, jelas juga menggunakan kekuatan internal. Namun berbeda dengan sikap Yu Zhong yang mudah marah-marah, ucapan Wu Ming ini lebih meyakinkan dan penuh aura keadilan.”
“Dari perilaku Tuan Perdana Menteri kali ini, sang 'menteri tulang punggung' ini ternyata satu sarang dengan kaisar bodoh itu, bersama-sama memperbudak rakyat. Perbuatan kejammu sampai Langit Tua tak tahan melihatnya. Dua tahun terakhir bencana alam dan malapetaka tiada henti - banjir dan kekeringan bahkan membuat Gunung Tai ambruk. Ini jelas hukuman langit untuk kalian, penguasa beracun dan tak becus ini!”
Wu Ming tidak bicara sekasar Yu Zhong, namun aura agresifnya justru lebih mencolok.
Perdana Menteri Kiri merasa otaknya bergetar, sama sekali tak bisa berpikir tenang. Hanya amarah yang berputar-putar di dadanya.
Tangannya yang tersembunyi di belakang tiba-tiba membuka, membuat beberapa gestur dengan keras.
Seketika ribuan anak panah melesat dari puncak tembok, mengarah tepat ke titik vital Wu Ming.
“Lindungi Jenderal.” Yu Zhong berteriak parau.
“Tidak perlu mendekat, ambil perisai dan lindungi dirimu!” Wu Ming menaikkan suaranya memerintahkan, sambil mencabut golok panjang di pinggangnya dan mengangkatnya untuk menangkis serangan.
Gerakannya luar biasa cepat. Meski membawa golok berat, ayunannya menciptakan bayangan samar. Anak-anak panah yang melesat bertabrakan dengan bilah logam mengeluarkan suara "ding-ding-ding——", tapi semuanya berhasil dibelokkan ke arah lain.
Beberapa panah bahkan terbelah dua tepat di tengah, berjatuhan ke tanah tanpa menyentuh kulitnya sedikit pun.
Melihat gelombang panah pertama gagal menghentikan Wu Ming, Perdana Menteri Kiri segera memberi gestur tangan untuk melanjutkan tembakan.
Tapi meski jemarinya menari-nari seperti bunga bermekaran, tak ada lagi panah yang melesat dari atas tembok kota.
Yang terdengar justru suara tubuh terjatuh dari puncak tembok secara berkala, membuat degup jantung mencemaskan.
Dia memutar kepala dan melihat, para prajurit yang memegang busur panah di dekatnya sudah tertancap panah di tubuh, langsung terbaring seperti mayat, perlahan-lahan merembes darah ke tanah.
“Perdana Menteri, cepat pergi!” Seorang penjaga di sampingnya menariknya, ingin melindunginya untuk pergi.
Namun begitu kata-kata itu terucap, “suu——” sebuah panah bulu langsung menembus lehernya, menancap di tembok.
Seketika semburan darah hangat menyembur keluar. Perdana Menteri Kiri langsung membeku di tempat karena ketakutan. Ia menatap mata melotot sang penjaga yang jelas-jelas menunjukkan ketidakrelaan mati, rasa takutnya mencapai puncak.
Dia merangkak naik ke posisi Perdana Menteri, tangannya secara alami juga telah ternoda banyak darah. Tapi hal-hal seperti ini selalu dikerjakan oleh pelayan. Baik pembunuhan diam-diam maupun eksekusi tongkat, tak pernah terjadi di hadapannya.
“Saat inilah jarak terdekatnya dengan kematian. Hidungnya dipenuhi bau amis darah yang menusuk, bahkan percikan darah masuk ke matanya, memenuhi pandangan dengan warna merah darah.”
“Jangan lukai Perdana Menteri Kiri.”
Dari bawah menara kota terdengar suara berbisik Wu Ming. Mendengar ini, harapan Perdana Menteri Kiri langsung menyala kembali.
“Biarkan aku yang bertindak langsung.”
Begitu Perdana Menteri Kiri menoleh, separuh kalimat terakhir itu membuatnya ketakutan hingga merangkak, tubuhnya berguling-guling di tanah.
Wu Ming menerima tombak berumbai merah dari tangan Yu Zhong. Tangannya menggoyang-goyangkan senjata itu sesaat sebelum melemparkannya dengan dahsyat.
Di belakangnya berjejer tiga pasukan, ribuan mata mengawasi gerak-geriknya. Bahkan jenderal dari dua pasukan lain diam seribu bahasa, mengamati dengan saksama.
Dulu kemunculan tiba-tiba Wu Ming di medan perang dimulai dengan tombak berumbai merah yang menghujam dari jarak puluhan meter, menancapkan jenderal musuh ke tanah.
Kini dengan metode yang sama, ia akan membunuh Perdana Menteri Kiri.
“Sikapnya terlihat santai, seperti sekadar basa-basi melempar. Tombak berumbai merah itu meluncur dengan cepat, bagai meteor yang menyasar puncak tembok kota, tepat menembus punggung Perdana Menteri Kiri.
Perdana Menteri Kiri masih sedang bergegas menuju tangga. Tiba-tiba ia merasakan hawa dingin di dadanya. Begitu menunduk, terlihat lubang bulat di dada dengan darah menyembur deras.
Tombak itu menembus sempurna, menancap di tembok dengan getaran 'bzzz' yang masih bergema.
Perdana Menteri Kiri langsung ambruk tak bergerak. Genangan darah seketika mewarnai tanah.
"Kaisar pengecut kura-kura, perdana menteri pun pengkhianat! Langit Tua akhirnya membuka mata, berpihak pada kebenaran. Serang!" Terdengar komando Wu Ming yang langsung diikuti gerakan tiga pasukan di belakangnya.
“Dong——Dong——” Diiringi suara tiang kayu yang terus-menerus menghantam gerbang kota, prajurit di atas tembok sudah panik. Mereka kalang-kabut mulai memanah, sibuk menuangkan air mendidih ke bawah, ingin membakar hidup-hidup orang yang merayap di puncak tembok.
“Jangan kacau, jangan takut! Pemanah terus memanah, air mendidih untuk sementara belum diperlukan!” Panglima penjaga kota yang melihat adegan ini langsung pusing, berteriak keras.
Seperti yang dikatakan Baginda, prajurit yang kini tinggal di ibukota pada dasarnya sama sekali belum pernah menang perang.
Sebagian di antaranya adalah bangsawan muda yang sebelumnya ingin mencari jasa militer. Kini mendengar harus berhadapan dengan tiga pasukan, mereka sudah kabur dari pertempuran.
Panglima penjaga kota yang menyaksikan sepanci bubur kacau ini merasa sangat menggelikan.
Dinasti Daye memiliki pasukan di empat penjuru timur-barat-utara-selatan, tapi itu semua jauh dari pengawasan kaisar. Pasukan penjaga di ibukota harus benar-benar handal.
"Tapi Baginda selalu waspada pada panglima perang. Beliau menganggap menempatkan jenderal terlalu hebat di ibukota mungkin akan memicu pemberontakan. Karena itu, semua yang kompeten ditugaskan ke luar. Sementara ibukota berada di pedalaman, selama perbatasan utara-selatan-timur-barat kokoh seperti tembok baja, Baginda bisa hidup tenang tanpa kekhawatiran."
"Yang tak disadari, meski serangan dari luar bisa dicegah, tapi saat pemberontakan internal terjadi - ketika pasukan perbatasan berkumpul dan merajuk memberontak - ibukota yang minim bakat militer pada dasarnya bagai domba siap disembelih."
"Bertahanlah! Bantuan segera datang! Baginda sudah menugaskan orang membawa token harimau untuk memobilisasi pasukan utama!" teriak komandan penjaga kota dengan kasar.
Dengan komando lantangnya, prajurit-prajurit yang semula panik itu, melihat pasukan musuh di bawah yang tak mampu memanjat tembok, langsung menjadi tenang kembali.
Konstruksi ibukota pasti mudah dipertahankan sulit diserang, apalagi Baginda juga belum benar-benar bodoh. Meski komandan penjaga kota ini bukan panglima perang berjasa besar, sama sekali bukan beban. Sebaliknya sangat ahli dalam pertahanan kota, kalau tidak tentu tidak akan dipertahankan Baginda di ibukota.
"Ah——" Setelah tangga dipasang di menara kota, prajurit ibukota mulai melemparkan air mendidih atau batu ke bawah, bahkan langsung mendorong tangga hingga prajurit di atasnya semua terjatuh.
Gerbang kota sementara tidak bisa ditembus. Jika kebuntuan ini terus berlanjut, akan merugikan semangat tiga pasukan.
Wu Ming langsung mengambil busur silang, melepaskan tiga anak panah berturut-turut, semuanya mengenai tubuh komandan penjaga kota itu.
Sang pengatur strategi terbunuh, di atas tembok kota langsung terjadi kekacauan besar.
"Tak heran disebut dewa perang, benar-benar pemanah ulung." Pujian datang dari jenderal Nanhuai di samping.
"Yang di menara kota dengarkan: Serahkan senjata tidak dibunuh." Yu Zhong memanfaatkan kesempatan berteriak.
Belum sempat prajurit-prajurit di lantai atas bereaksi, tiba-tiba terdengar suara renta berkata: "Bersumpah mati bersama ibukota!"
Para prajurit di menara kota awalnya terdiam sejenak, kemudian disusul sorak-sorai gegap gempita.
"Jenderal Qin yang tua datang! Dia membawa pasukan pribadi dari berbagai keluarga bangsawan. Kita selamat!"
Alis Wu Ming sedikit terangkat. Tampak seorang jenderal tua berambut putih mengenakan zirah berdiri di atas tembok kota, sorot matanya tajam menatap ke bawah.
"Tsk, repot. Keluarga-keluarga bangsawan ini semakin menjadi-jadi dalam memelihara pasukan pribadi. Ibukota adalah sarang mereka. Satu keluarga menyumbang ribuan pasukan, jumlahnya pasti tak sedikit," gerutu jenderal Xiangyang sambil mengeluarkan suara "tsk".
"Jenderal Qin sudah sepuh begini masih mau ikut campur. Tadinya di menara cuma ada sekumpulan pengecut, kini datang tulang punggung didukung pasukan pribadi bangsawan. Pasti perlu taktik khusus untuk menghadapinya."
Mereka sebagai jenderal, tentu pernah mendengar nama Jenderal Qin yang tua ini sebagai senior, dan lebih memahami kehebatannya.
Meski kakek tua ini sudah berusia enam puluhan, sama sekali tidak boleh diremehkan. Bahkan Wu Ming mungkin tidak bisa membunuhnya dengan busur silang mekanis.
"Jenderal Wu Ming, saya ingat anak bungsu Jenderal Qin yaitu Qin Cheng, bertugas di pasukanmu dan sangat mengagumimu. Bagaimana kalau kita suruh dia menasihati si kakek ini?" usul Jenderal Huainan.
Wu Ming menggelengkan kepala: "Qin Cheng termasuk gelombang pertama yang masuk ibukota. Dia orang ibukota, saya suruh pulang dulu untuk persiapan. Saat ini tidak bisa dihubungi."
"Ah, hanya Jenderal Qin yang datang, tapi tak terlihat sang prajurit muda. Mungkin Qin Cheng bocorkan jejak lalu dikurung ayahnya di kediaman marquis. Apa pendapat Jenderal Wu Ming?" Jenderal Xiangyang bertanya dengan nada uji coba.
Kedua jenderal bisa mengajak pasukan mereka mengikuti, sebenarnya ini adalah bentuk taruhan besar. Namun mereka juga harus menyiapkan rencana, kini situasi semakin sulit. Untuk menyerbu istana kerajaan, pasti akan ada banyak korban jiwa di tahap awal, menggunakan nyawa manusia untuk membuka pintu utama ini.
Tapi mereka pasti tidak ingin anak buah sendiri maju paling depan menjadi umpan meriam.
Jika Wu Ming mengatur seperti itu, kemungkinan besar mereka akan membuat rencana alternatif.
Wu Ming menghela napas pelan, dengan nada berat berkata: "Dalam kondisi sekarang, aku hanya bisa mengeluarkan senjata rahasia terakhir."
Mendengar ini, mata kedua jenderal langsung berbinar, menatapnya dengan penuh antisipasi.
"Jenderal Qin yang tua, mengapa kau halangi aku masuk ibukota?" Wu Ming langsung menatap dan mempertanyakan.
"Pengkhianat besar yang memimpin pemberontakan ini masih berani bertanya seperti itu. Berkhianat adalah kejahatan berat, kau pantas dihukum sembilan marga!" Suara berat bernuansa keadilan sang jenderal tua bergema.
Meski sudah uzur, saat mengucapkan kalimat ini, aura integritasnya tetap terpancar kuat.
Lelaki bertopeng di bawah menara kota tiba-tiba menyeringai, disusul dengan tawa terbahak-bahak yang lantang.
"Jenderal Qin yang terhormat, Anda bilang akan membasmi sembilan generasiku?"
"Ya! Dari leluhur tertinggi sampai cicit termuda. Klan ayah empat generasi, klan ibu tiga generasi, klan istri dua generasi—semuanya akan dibabat habis!" Jenderal tua Qin bahkan memberi penjelasan detail untuk menakut-nakutinya.
"Baik! Laksanakan pembasmian itu. Saya yakin Jenderal Qin pasti menepati janji. Sekarang pergilah bunuh semua bangsawan di istana! Dari Kaisar hingga para pangeran-putri, sampai para selir di harem—jangan tinggalkan satu nyawa pun!" teriak Wu Ming dengan suara meninggi.
Ucapannya bagai patung perunggu yang berdentum—sangat mengejutkan dan tak terduga.
Ini bukan sekadar pemberontakan, tapi rencana pembantaian seluruh istana kekaisaran.
"Wu Ming, kau terlalu kejam! Hari ini juga aku Qin takkan mengizinkanmu masuk kota!" geram Jenderal Qin sambil menggeretakkan gigi.
"Jenderal Qin, sungguh pandai kau memutar balik fakta! Bukankah Anda sendiri yang baru saja mengancam pembasmian sembilan generasiku? Mengapa kini malah menuduh aku yang berlebihan?"
“Kau yang tak bernama marga, tak berkeluarga, berani menyebut para bangsawan istana sebagai sembilan generasimu! Tak takkah angin kencang memotong lidahmu!”
Wu Ming terdiam sejenak, dalam kesunyian yang mencekam, ia berseru: "Aku Wu Ming bukanlah pengkhianat, di tubuhku juga mengalir darah keturunan keluarga kerajaan."
Begitu kata-katanya menggema, seluruh ruangan gempar.
Kecuali beberapa orang, semua hadirin mengalihkan pandangan ke arahnya.
Dua jenderal itu dalam hati bergumam, Ah, Wu Ming ini tidak berperang, mulai main akal licik?
"Mimpi apa yang kau alami? Pemberontakan sudah kau lakukan, sekarang bicara sampah!" Jenderal Qin tak tahan mendengar, langsung berteriak parau.
Wu Ming langsung mengangkat tangan, menggenggam sepotong giok di telapaknya.
"Ini adalah Giok Lima Keberuntungan yang hanya dimiliki keturunan langsung keluarga kerajaan. Apakah Jenderal tua bisa melihat jelas?"
Melihat bukti yang diklaimnya, reaksi hadirin beragam, meski sebagian besar menganggapnya sedang berbohong.
“Aku tidak bermata tua kabur, tentu bisa melihat. Tapi apa gunanya melihat jelas? Giok Lima Keberuntungan bukan buatanku, mustahil membedakan asli-palsu. Kau Wu Ming yang sakti ini pasti bisa menemukan desain giok itu, menyewa pengrajin giok ulung untuk membuat tiruan yang sempurna.” Jenderal Qin mengernyitkan dongkol, sama sekali tak percaya.
“Perkataan Jenderal Tua sangat bijak. Tapi ketidakmampuanmu tak mewakili orang lain. Pengrajin istana pembuat Giok Lima Keberuntungan, serta giok asli yang masih tersimpan di istana, semuanya bisa dibanding-bandingkan.”
Jenderal Qin tanpa ragu langsung menyuruh anak buahnya pergi ke istana kekaisaran untuk memanggil para pengrajin.
Sebenarnya saat itu istana sudah kacau seperti kuali bubur mendidih, semua sibuk mengemas barang berharga untuk kabur.
Tentu para pelayan istana tak berani bertindak gegabah. Keberanian Jenderal Qin maju ke depan membuat Kaisar langsung tenang. Hal remeh seperti ini tentu disetujui seketika.
Dalam waktu singkat, beberapa pengrajin ahli pembuat Giok Lima Keberuntungan segera dipanggil datang.
Para pengrajin ini menghadapi suasana tegang di sekitar, sudah gemetar ketakutan. Tapi di bawah perintah kedua panglima, mereka terpaksa bertindak sesuai aturan.
“Semua mundur. Jenderal Tua, aku tidak akan mencoba tipu muslihat untuk masuk.” Wu Ming mengibaskan tangannya. Prajurit yang sedang mendobrak pintu dan memanjat tembok langsung mundur dengan terlatih.
Jenderal Qin juga menyuruh orang membuka pintu samping untuk melepas beberapa pengrajin itu.
“Kau maju beberapa langkah. Letakkan giok di tanah, lalu mundur! Biar nggak membuat mereka ketakutan!” Jenderal Qin benar-benar penuh pertimbangan.
Wu Ming patuh maju, meletakkan giok, lalu cepat-cepat mundur kembali.
Beberapa pengrajin dengan memperpanjang-panjangkan waktu akhirnya sampai di sana. Mereka mengambil giok dan mulai membolak-baliknya sambil memeriksa.
“Kalau melihat sesuatu - sekecil apapun - berteriaklah! Jangan berani bohong!” bentak Jenderal Qin dari atas gerbang kota.
Para pengrajin itu menggigil, menenangkan diri sejenak sebelum akhirnya satu per satu mulai bicara.
“Giok ini memang memiliki bahan yang sama dengan Giok Lima Keberuntungan.”
“Alasan Giok Lima Keberuntungan disebut Wu Fu karena polanya terdiri dari naga, phoenix, kirin, Pixiu, dan kelelawar dengan teknik ukiran yang sangat ketat.”
“Hmm, bentuknya juga tak ada bedanya, ukirannya matang dan mumpuni, bahkan lebih baik dari keterampilan Lao Wang.”
“Dasar kau ngomong apa! Ini juga lebih bagus dari ukiranmu!”
Beberapa orang memeriksanya bergiliran. Awalnya bicara terbata-bata, tapi begitu menyentuh teknik ukiran, tiba-tiba jadi banyak bicara bahkan bertengkar tak peduli sekitar.
Jelas begitu membahas pekerjaannya, mereka lupa akan bahaya.
“Ahem, masih ada lagi?” Jenderal Qin yang tua terpaksa batuk untuk mengingatkan mereka.
“Kualitas giok dan pola bisa ditiru hingga sempurna bentuk dan ruhnya, namun Giok Lima Keberuntungan yang didesain dulu memiliki keunikan tersembunyi. Saat diangkat ke sinar matahari, di persilangan kepala kelelawar dan ekor naga pada pola, akan muncul karakter kecil hasil teknik khusus di dalam giok itu, yaitu——”
Si pengrajin bernama Lao Wang terus menyesuaikan sudutnya sambil berbicara, sampai kepala kelelawar dan ekor naga bersilangan. Tiba-tiba ucapannya terputus, wajahnya berubah pucat.
“Lao Wang, ngapain bicara setengah-setengah?! Aku yang coba!” Pengrajin lain merebutnya dengan terburu-buru, menyetel posisinya di bawah sinar matahari. Tapi dia juga tak bisa bersuara, bahkan mulai cegukan karena shock.
“Kalian berdua ini kenapa? Kau juga mulai rabun ya?”
Pengrajin paruh baya terakhir mengambilnya. Saat melihat jelas deretan karakter kecil itu, kedua tangannya gemetar tak terkendali.
“Apa yang terjadi, apakah di dalamnya juga ada karakter kecil? Kalian sebelumnya bilang ada teknik khusus, pasti sudah ditiru orang! Mana mungkin seistimewa itu!” Jenderal Qin yang tua melihat mereka semua tertegun, segera mengerutkan alisnya dan berbicara langsung.
Sebagai jenderal berpengalaman di Jianghu, dia bisa menebak dari ekspresi ketiga pengrajin itu, lalu menuruti perkataan mereka seolah sedang membela diri.
“Teknik ini tidak diajarkan sembarangan, hanya guru dan murid yang boleh mewariskannya. Setelah mempelajarinya, kita wajib bekerja di istana membuat Giok Lima Keberuntungan. Seluruh keluarga harus tinggal di bawah langkah kaki istana, dilarang keluar ibu kota, kecuali setelah meninggal untuk dikuburkan di kampung halaman.” Lao Wang tak kuasa menahan diri, emosinya jelas tergugah saat berbicara dengan suaranya gemetar.
“Kemungkinan besar ada pengrajin di Perbatasan Utara yang berhasil menelitinya. Wu Ming yang dijuluki dewa perang, mungkin sudah lama mengirim orang untuk mencuri arsip rahasia istana, sehingga tahu isi yang tertulis di dalamnya.” Jenderal Qin yang tua mulai mencari-cari alasan lagi, yang terdengar semakin dipaksakan.
“Sekali pun arsip rahasia istana dicuri, tetap tidak mungkin membuat replika Giok Lima Keberuntungan ini.” Lao Wang mengangkat giok itu, tak kuasa memicingkan matanya menikmati keindahannya.
“Apa maksutmu? Bentuk dan bahannya sama persis, bagaimana mungkin tidak bisa dipalsukan? Jelaskan baik-baik!”
Sebelum Jenderal Qin sempat membuka mulut, wakil jenderal penjaga kota sudah tak tahan. Sebagai anak muda berwatak panas, dia sejak tadi gelisah seperti monyet garuk-kepala.
“Tulisan kecil yang tertera pada giok ini berbunyi: Putra kedua dari Putra Mahkota Zhanhuai.”
“Begitu kata ini keluar, seluruh ruangan sunyi senyap. Putra Mahkota Zhanhuai adalah sebuah mimpi buruk. Puluhan tahun yang lalu, Kaisar sebelumnya sampai mati-matian membunuh karena hal ini. Seluruh Dinasti Daye seolah dipenuhi bau darah, sementara ibukota diliputi kecemasan berlebihan, khawatir terseret kasus Putra Mahkota Zhanhuai.”
