SERANGAN TEROR
"Serangan teror?"
Wajah Dokter Zhao memucat, masih sulit percaya.
Songhai sebagai kota metropolitan berpenduduk 20 juta lebih, pusat industri, keuangan, transportasi dan pelayaran, memiliki posisi strategis secara nasional.
Puluhan tahun terakhir, tidak pernah terjadi serangan teror bahkan kejahatan biasa pun jarang.
"Telepon polisi, cepat telepon polisi..."
"Dr. Zhao dengan kikuk merogoh ponselnya, berusaha menelepon kepolisian."
Tapi telepon sama sekali tidak diangkat.
"Saat ini semua yang bisa melaporkan sudah melapor, operator kepolisian terbatas, teleponmu tidak akan tersambung." Jiang Yu'er menutup pintu perlahan sambil berbisik:
"Kita tetap di sini, jangan pergi kemana-mana."
Mata Dr. Zhao penuh ketakutan, wajahnya panik: "Kita, kita tidak bisa tinggal di sini, para penyandera tidak berperikemanusiaan, akan membunuh sandera. Xiao Jiang, mari kita kabur lewat pintu belakang."
Jiang Yu'er mengerutkan kening, memotong dengan tegas: "Tetap di sini!"
Dr. Zhao tertegun, memandang koleganya yang biasa dikenalnya dengan heran. Gadis muda berwajah bulat manis dengan penampilan lugu ini tiba-tiba menunjukkan kewibawaan yang menggentarkan.
Kewibawaan seperti ini belum pernah terlihat oleh Dr. Zhao sebelumnya.
Ekspresi Jiang Yu'er melunak, suaranya rendah:
"Dengar, suara di luar mulai mereda. Artinya kebanyakan orang sudah dikendalikan. Teroris yang menyandera rumah sakit pasti sudah menempatkan penjaga di semua pintu, bahkan ada yang memantau kamera pengawas. Tinggal di sini paling aman."
Dr. Zhao mengangguk kaku.
Di ruang monitor, Li Xianzong menyilangkan tangan di dada berdiri di depan konsol kontrol. Tangan kirinya memegang walkie-talkie, tangan kanan memainkan pisau kupu-kupu. Cahaya layar hijau-biru fluoresen menyinari matanya yang tajam dan kejam.
Di layar kamera pengawas, dua orang bersenjata tombak telah menguasai situasi di lobi gedung rawat jalan. Mereka menggiring staf medis dari loket pengambilan obat, pendaftaran, dan berbagai kantor ke lobi lantai satu.
Siapa pun yang tidak kooperatif langsung ditembak mati. Kejam dan bengis, seolah sama sekali tidak peduli dengan nilai moral mereka sendiri.
Setelah beberapa orang terbunuh, staf medis dan pasien tidak lagi melawan. Mereka nurut berjongkok sambil memegang kepala.
Bagi Spirit Realm Walker, menggunakan kemampuan untuk membunuh jauh lebih efisien dan akurat daripada peluru. Tapi untuk mengintimidasi orang biasa, senjata api tetap yang paling efektif.
Memaksa kerumunan besar dengan kekerasan tidak akan berhasil. Harus menggunakan senjata.
"Orang di lantai satu sudah dikosongkan, semua dikumpulkan di ruang tamu."
"Orang di lantai dua sudah dikosongkan, semua dikumpulkan di ruang tamu."
Suara laporan rekan tim terdengar dari walkie-talkie.
Li Xianzong menekan walkie-talki dan mendekatkannya ke mulut: "Cek bagian Departemen Kebidanan. Bawa turun staf medisnya. Jika ada ibu hamil, jangan sakiti mereka."
"Hei! Kamu ini Demon Tempter, tapi main moral mulia di sini?" Seorang rekan menyeringai sinis.
"Aku tidak simpati pada yang lemah. Tapi semasa ayahku masih hidup, dia sering bilang anak-anak adalah bunga bangsa. Harus diberi belas kasihan dan perlindungan." Li Xianzong menyeringai.
……
Villa keluarga Fu.
Fu Qingyang malas-malasan berbaring di kursi pijat dengan mata terpejam. Kulitnya memerah secara tidak wajar, otot tangan dan kakinya berkedut halus.
Dua Bunny Girls berjongkok di kedua sisi kursi pijat, kedua pasang tangan kecil mereka mengetuk-ngetuk, memijat-mijat, meredakan nyeri ototnya.
Di sofa tunggal lainnya, Ling Jun berjongkok di sana, mengambil sepotong melon dan menyuapkannya ke mulutnya, berkomentar:
"Kau masih terlalu memaksakan diri. Aku ingat latihan pedangmu dimulai sejak usiamu 10 tahun, terus berlanjut sampai menjadi Spirit Realm Walker. Sudah belasan tahun, level berapa sekarang?"
Fu Qingyang masih memejamkan mata: "Level yang bisa membabat kepalamu yang anjing ini dengan satu tebasan pedang."
"Omong kosong!" Ling Jun membantah: "Aku ini Beast King, punya dua nyawa. Kau butuh dua tebasan untuk membunuhku!"
Tiba-tiba, tubuh kedua Bunny Girls kaku, kemudian terkulai di lantai.
Fu Qingyang membuka mata tajam, pandangannya tajam bagai pedang.
Ling Jun yang masih berjongkok di sofa kesulitan membuka kelopak matanya, tubuhnya limbung:
"A...aku ngantuk banget... Sial, ini pasti... Zhangmeng Shizhe..."
Kepalanya terkulai, tertidur pulas.
"Yi Chuanmei?" Fu Qingyang mendengus, memejamkan mata dan sengaja memasuki tidur.
……
Kantor Polisi Distrik Kangyang.
Zhang Yuanqing baru saja keluar dari toilet ketika melihat seorang staf administrasi menaiki tangga baja dengan tergesa-gesa menuju lantai dua.
Wajahnya panik, memandang Guan Ya yang sedang bersandar malas sambil berteriak:
"Polisi menerima laporan ada teroris yang menyerang Rumah Sakit Pingtai! Seluruh staf medis dan pasien di gedung rawat jalan terjebak di dalam!"
“Apa?!” Guan Ya langsung bangkit berdiri dan bergegas menuju kantor Kepala Regu.
Bahkan Wang Tai yang biasanya tak peduli dengan hiruk-pikuk luar juga mengangkat kepala dengan wajah berkerut penuh kekhawatiran.
Rumah Sakit Pingtai?! Zhang Yuanqing merasa seperti kepalanya dipukul pentungan, berdengung kencang.
Bibi bekerja di Rumah Sakit Pingtai.
Wajah Zhang Yuanqing memucat. Sambil merogoh ponsel, ia bertanya dengan panik:
“Bagaimana kondisi rumah sakit? Berapa korban? Berapa banyak perampoknya?”
Staf administrasi menggeleng: “Tidak... tidak sedetail itu. Kepolisian sudah mengerahkan tim ke rumah sakit. Detailnya masih perlu investigasi lebih lanjut.”
Setidaknya itu berarti kejadiannya baru terjadi... Zhang Yuanqing minggir, mengeluarkan ponsel dan menelepon bibinya.
“Maaf, nomor yang Anda tuju sedang dimatikan. Silakan coba lagi nanti!”
Dimatikan? Zhang Yuanqing mengumpat kesal, “Cào!”
Saat itu, Guan Ya bersama Li Dongze, Jiang Jingwei, dan Teng Yuan berhamburan keluar dari kantor.
Li Dongze berjalan cepat dengan ekspresi tenang namun bicara terburu-buru:
“Berangkat sekarang juga!”
Semua segera bersiap. Guan Ya menarik dua sarung senjata dari laci meja tanpa sempat mengikatnya di paha; Wang Tai menggendong laptop kesayangannya langsung pergi.
Mereka keluar dari gedung kaca dan naik ke mobil van Li Dongze yang sudah menunggu di depan. Supir langsung menginjak gas menuju gerbang kepolisian.
Rumah Sakit Pingtai tidak terlalu jauh. Setelah menerobos lampu merah sepanjang jalan, rombongan tiba di rumah sakit dalam beberapa belas menit.
Saat ini, di luar gerbang rumah sakit, dipenuhi mobil polisi dengan lampu peringatan yang berkedip.
Lebih dari selusin petugas keamanan bersenjata lengkap sedang berhadapan dengan seorang pria paruh baya berbaju pasien. Pasien ini menghalangi gerbang rumah sakit sambil menggantungkan walkie-talkie di lehernya, menodongkan pisau bedah ke tenggorokan sendiri sambil berteriak histeris:
"Jangan mendekat, jangan mendekat! Suruh Yuan Shi Tian Zun menemuiku..."
Mobil van berhenti dan pintunya terbuka. Zhang Yuanqing langsung melihat kakak sepupunya yang memimpin tim.
Diam-diam ia mengenakan topi baseball dan masker.
Li Dongze membawa tongkatnya, bergegas menghampiri Chen Yuanjun sambil bertanya tegas:
"Apa situasi terkini?"
Chen Yuanjun jelas mengenal Li Dongze. Matanya menyapu mobil van di belakang sebentar sebelum berbisik:
"Penjahat telah mengontrol pasien dan staf medis di dalam. Belum ada konfirmasi korban. Mereka menolak komunikasi dan mengancam akan meledakkan bom jika kami masuk."
Ia berhenti sejenak dengan ekspresi bingung: "Permintaan mereka sepertinya ingin berkomunikasi dengan Yuan Shi Tian Zun. Saya curiga pelaku punya gangguan jiwa..."
Li Dongze mengangguk ringan, mengamati Chen Yuanjun sambil mengerutkan kening:
"Kapten Chen, ketenangan adalah syarat utama petugas. Kau terlihat terlalu gugup dan terburu-buru. Ada masalah apa?"
Ia bisa langsung membaca kecemasan yang tersembunyi di balik wajah sang kepala keamanan.
Chen Yuanjun menghela napas: "Adik perempuanku adalah dokter di Rumah Sakit Pingtai..."
Ekspresi Li Dongze berubah. Ia menepuk bahu Chen Yuanjun tanpa berkata-kata sebelum berbalik menuju mobil van.
“Jingwei!” Ia menatap gadis berambut merah itu, menunjuk ke pasien di pintu masuk, berkata:
“Ambil walkie-talkie miliknya, lakukan dengan hati-hati. Jangan sampai melukai nyawanya.”
Jiang Jingwei mengangguk bersemangat. Ia segera turun dari mobil, membungkukkan badan, menggunakan mobil polisi dan petugas keamanan sebagai tameng, diam-diam bergerak setengah lingkaran hingga sampai di samping pasien.
Kemudian, ia menekuk sedikit lututnya, dan di detik berikutnya melesat seperti anjing liar yang terlepas tali.
Petugas keamanan di lokasi hanya melihat bayangan hitam melintas. Saat menyadarinya, gadis berambut merah itu sudah berada di sebelah pasien.
Dengan tendangan tinggi, ia menghempas pisau bedah yang dicengkeram pasien. Lalu memutar pinggangnya, tubuhnya berputar di udara, mengayunkan kaki lainnya yang menghantam tengkuk pasien dengan keras.
"Pak!"
Pria paruh baya itu tak sempat paham apa yang terjadi sebelum akhirnya tersungkur pingsan.
Di antara Profesi Tertib Aliansi Lima Unsur, fire master adalah yang tercepat dalam hal kecepatan.
Para petugas keamanan langsung menyerbu, mengendalikan pasien. Sementara Jiang Jingwei meraih walkie-talkie dan berlari kembali ke mobil van.
Li Dongze memegang walkie-talkie, menekan tombol, berkata:
"Saya Kepala Regu Tim 2 Daerah Kangyang. Jika ada permintaan, bisa berkomunikasi langsung dengan saya."
Setelah diulang tiga kali, speaker mengeluarkan suara tertawa angkuh: "Aku mau bicara dengan Yuan Shi Tian Zun."
Zhang Yuanqing baru hendak menjawab, bahunya sudah ditekan Guan Ya. Li Dongze langsung menyambung:
"Yuan Shi Tian Zun tidak ada di sini. Apa tujuanmu mencarinya?"
Suara laki-laki penuh kesombongan itu tertawa:
“Tidak ada? Sepertinya waktu yang saya pilih kurang tepat. Saya beri kalian sepuluh menit. Dalam sepuluh menit, saya harus bertemu Yuan Shi Tian Zun. Jika tidak, setiap satu menit terlambat akan ada satu nyawa melayang."
"Jika kalian berani menerobos rumah sakit, saya akan perintahkan orang untuk meledakkan bom dan membunuh semua orang."
Li Dongze menatap Guan Ya, menggunakan gerakan bibir: "Hubungi Komandan Fu."
Kemudian dengan suara tegas dia berkata: "Silakan coba ledakkan bom. Kami dari pihak resmi tidak akan berkompromi. Jika kamu mau ikut terkubur bersama penghuni rumah sakit ini, saya akan penuhi permintaanmu."
Suara tawa menggelegar dari walkie-talkie:
"Tuan Kepala Regu, Anda terlalu menganggap tinggi saya. Saya tidak punya nyali untuk mati bersama orang-orang biasa ini. Seperti tadi saya bilang, yang akan meledakkan bom adalah orang lain. Mereka semua budak Hakim Mata Iblis yang saya rekrut, orang-orang yang sudah di ujung tanduk. Begitu dengar saya ingin balas dendam ke pihak resmi dan masyarakat, mereka langsung setuju. Tentu saja, ini tidak lepas dari Temptation saya."
Budak Hakim Mata Iblis... Hati Li Dongze mencekam: "Kamu Demon Tempter?"
"Kalian pasti pernah dengar nama saya. Saya Li Xianzong."
Begitu kata-kata ini meluncur, semua orang di dalam mobil van berubah raut wajahnya.
Menjelang dibukanya dungeon pembunuhan besar, mereka sudah memperkirakan Yuan Shi akan menjadi target para pejalan Profesi Jahat. Tapi tidak menyangka yang mengincarnya adalah Li Xianzong.
Dan Demon Tempter haus darah ini langsung bermain besar. Tanpa pembunuhan diam-diam atau serangan mendadak, langsung membuat aksi teror.
Kesombongan yang mencapai puncaknya.
"Sudah satu setengah menit berlalu. Waktu kalian semakin sedikit. Saya tunggu kabar baik."
Walkie-talkie kembali sunyi.
Li Dongze meletakkan walkie-talkie, menatap Guan Ya.
Guan Ya mengerutkan alisnya yang ramping: "Fu Qingyang tidak mengangkat telepon……"
Hati semua orang kembali terasa berat.
Li Dongze mengusap-usap tongkatnya sambil berpikir:
"Tampaknya mereka sudah mempersiapkan diri. Jika Yuan Shi tidak muncul dalam 10 menit, Li Xianzong akan mundur dan semua orang di rumah sakit akan mati. Ha, seperti yang kalian dengar tadi, para penculik adalah budak Hakim Mata Iblis. Serangan teror ini bertujuan untuk hancur bersama."
Dalam waktu 10 menit, petugas dari distrik lain tidak akan bisa datang. Waktu terlalu mepet.
Teng Yuan berkata: "Dia sangat cerdik. Meski Yuan Shi tidak datang, dia bisa mundur dengan tenang sekaligus membuat masalah besar untuk kita."
Zhang Yuanqing berkata dengan suara berat: "Dia menargetku. Dia ingin memburu saya. Kepala Regu, biarkan saya masuk."
Dia mulai panik, tidak tahu bagaimana keadaan Bibi di dalam, apakah terluka atau tidak.
Li Dongze melotot padanya: "Kau masuk hanya akan mati!"
"Tidak boleh!" Guan Ya segera membantah. Ia mengerutkan kening: "Kau biasanya tidak seceroboh ini……"
Hanya Jiang Jingwei yang mendukungnya. Dengan semangat menggosok-gosokkan tangan, pipi kecilnya dipenuhi semangat tempur: "Ayo kita serbu! Biar kuhantam kepalanya sampai pecah!"
Saat itu, Li Dongze yang berpengalaman menunjukkan kestabilan veteran pejalan:
"Jangan terburu-buru. Selalu ada solusi untuk setiap kesulitan. Kita perlu menyusun taktik……"
