"makan kuaci"
Chen Yuanjun berjalan cepat mendekati mobil sport, lalu mengetuk kaca jendela dengan buku jari dua kali.
Mobil sport yang sedang melaju pelan itu langsung berhenti, jendela pun turun perlahan.
Karena bodi mobil yang rendah, Chen Yuanjun terpaksa membungkukkan pinggangnya untuk melihat ke dalam kabin.
Tiba-tiba matanya membelalak, ia spontan berseru:
"Yuanzi?!"
Di dalam mobil duduk dua orang. Selain wanita cantik yang kerap jadi pusat perhatian anak muda dan paman-paman di kantor kepolisian saat berangkat-pulang kerja, ada pula seorang pemuda di kursi penumpang.
Ternyata adik sialan dari keluarganya sendiri.
"Kak, kebetulan ya..." Zhang Yuanqing menyunggingkan senyum canggung yang tetap sopan.
"Kenapa kamu di sini?" Chen Yuanjun melirik adik sepupunya, lalu menatap rekan kerjanya yang berparas ayu campuran darah itu.
Seketika ia seperti memahami sesuatu, ekspresinya menjadi rumit.
"Guan Ya temanku, hari ini aku minta bantuannya urusan sesuatu, sekalian traktir makan malam." Zhang Yuanqing melontarkan ekspresi "kamu pahamlah" ke kakak sepupunya, lalu menambahkan:
"Tolong bilang ke Nenek, malam ini aku tidak pulang makan."
Guan Ya menunjukkan senyum anggun ala dewi, mengangguk hormat:
"Kapten Chen, oh mulai sekarang harus panggil Kapolda Chen."
Benar dia, ternyata benar-benar dia... Chen Yuanjun mengangguk dengan perasaan campur aduk.
Ia tak menyangka, adik sepupunya benar-benar kenal orang dalam sistem pemerintahan, apalagi yang terkenal sebagai dewi kepolisian.
"Hal sebesar ini bisa terlaksana dengan mudah, hubungan mereka pasti tidak biasa... Kapan mereka kenal? Hubungan asmara normal atau dipaksa... Sebagai petugas keamanan yang handal, berbagai pikiran melintas di benaknya."
"Selain itu, dia ingat pernah dengar rekan kerja bilang, dewi dari departemen khusus sering terlihat berdua dengan seorang pemuda."
"Pemuda legendaris itu adalah Yuanzi?"
"Putra sepupuku sendiri?"
Saat itu klakson mobil van di belakang berbunyi. Chen Yuanjun menelan semua pertanyaannya, mundur beberapa langkah sambil sedikit menunduk.
Mobil sport biru berlayar perlahan dengan mantap keluar gerbang, menyatu dengan arus lalu lintas.
Chen Yuanjun tetap berdiri di tempat, hatinya lama tak bisa tenang.
……
Pukul 18.30 sore, Chen Yuanjun pulang ke rumah. Di ruang tamu luas, ayahnya yang tak pantas disebut tua sedang berlatih langkah bulan, gesekan sepatu kulit di lantai licin menimbulkan suara mengganggu.
"Wah, putraku pulang!"
Paman menyambut dengan riang.
Chen Yuanjun mengangguk halus, menggantung tas kerjanya di rak baju, melepas sepatu kulit lalu berganti sandal kapas.
Bibi istri paman menyembulkan kepala dari toilet, berkata:
"Belum makan kan? Nanti ikut ibu keluar. Pamammu kenalkan seorang pemuda di sistem keamanan. Ibu semalaman tak bisa tidur, tak rela melihatmu. Kerjamu begitu gigih, kemampuan pun kuat, jadi kapolda saja kenapa?"
"Keluarga Chen tak punya koneksi, tapi pihak Kakek punya hubungan."
Mendengar ini, paman langsung cemberut:
“Apa hubungannya dengan kentut? Ayahmu cuma pegawai perusahaan BUMN, mana ada kaitan dengan sistem kepolisian. Urusan kecil mungkin bisa minta bantuan orang. Tapi untuk masalah sebesar ini, siapa yang mau menghargai harga diri keluarga kalian? Jangan sampai uang sudah keluar, tapi cuma dibalas dengan ucapan 'sudah berusaha'.”
Bibi istri paman juga tampak punya kekhawatiran serupa, marah:
“Tapi tetap harus dicoba!”
“Coba saja! Coba saja!” Paman mengangkat bahu.
Melihat sikapnya, bibi istri paman semakin geram, menggigit gigi:
“Masa depan putra sendiri tidak dipedulikan. Setiap hari cuma bercanda. Lelaki dari keluarga Lao Chen memang tidak ada yang bisa diandalkan.”
“Ayahku juga tidak bisa diandalkan?”
“Ayahmu justru terlalu bisa diandalkan! Sampai semua orang menganggapnya tak kenal kompromi!” Bibi istri paman mendengus.
Paman langsung terdiam.
Chen Yuanjun baru mendapat kesempatan bicara:
“Ibu, batalkan acara makan malam ini. Urusan promosiku sudah berhasil, dokumen dari kantor pusat turun. Mulai sekarang aku jadi Kapolda di kantor kepolisian Daerah Kangyang.”
Bibi istri paman membeku, menatapnya terkejut. Beberapa detik kemudian bertanya:
“Benarkah?”
Tiba-tiba ia tersadar akan sesuatu, berseru gembira: “Apakah Komisaris Li yang berhasil mengurusnya? Kemarin masih bilang sulit... Yuanjun, kita harus siapkan hadiah besar untuk berterima kasih.”
Chen Yuanjun menggeleng: “Yuanzi yang minta tolong temannya urusin.”
Bibi istri paman kembali tertegun. Paman juga menoleh.
“Yu... Yuanzi?”
Bibi istri paman terlihat tidak percaya, hal seperti ini bisa diselesaikan oleh seorang mahasiswa? Lagipula, Yuanzi masih kuliah, lingkaran pergaulannya sangat terbatas, mana mungkin kenal teman seperti itu.
Chen Yuanjun mengangguk, tersenyum:
"Tidak salah, aku baru bertemu dia di kepolisian, dia mau mentraktir temannya makan malam ini."
Bibi istri paman berseri-seri, "Benarkah? Yuanzi ini ternyata punya teman yang begitu hebat? Sayang, besok kita harus mengajak Yuanzi makan untuk berterima kasih."
Paman terus berlatih langkah ruang angkasanya: "Keluarga sendiri ngapain sungkan-sungkan."
Bibi istri paman berpikir sejenak, lalu mengangguk dengan wajah berseri:
"Iya juga, kalau begitu malah jadi kaku. Kedepannya aku akan lebih sering kasih uang jajan ke Yuanzi. Sayang, ternyata perhatianku tidak sia-sia."
Hatinya berbunga-bunga.
Paman bergumam:
"Dari dulu kan aku bilang Yuanzi pasti akan sukses. Zaman sekarang, yang pandai bergaul baru bisa menonjol. Kerja keras tapi tidak punya koneksi, percuma. Lihat saja Ayahku dan Yuanjun.
"Warisan almarhum ibuku memang lebih hebat."
……
Di meja makan, Chen Yuanjun berkata:
"Kakek, surat keputusan dari markas besar sudah turun. Aku diangkat jadi kapolda, masih bertugas di Kantor Polisi Distrik Kangyang."
Kakek yang beruban itu tertegun, wajahnya berubah: "Ada apa ini?"
Matanya menyorot tajam ke cucu laki-lakinya, raut wajahnya menunjukkan ketegangan.
Kakek tahu, tanpa ada sesuatu yang tidak diinginkan, Yuanjun mustahil bisa naik pangkat jadi kapolda. Sistem kepolisian terlalu dia pahami.
Jiang Yu'er yang asyik menyendok nasi, mengangkat wajahnya. Bersama Ibu, mereka memandang Chen Yuanjun.
Chen Yuanjun melanjutkan:
“Saat pulang kerja, ketemu Yuanzi. Dia kenal orang penting di sistem keamanan, kebetulan orang itu bisa bantu aku. Jadi urusan beres, Yuanzi ga pulang makan malem karena diajak dia makan bareng.”
Kakek terlihat terkejut, sepertinya tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu.
Nenek membelalak, "Dia beneran punya temen kayak gitu? Kirain cuma ngibul doang..."
Nenek langsung senang bukan main, terus-menerus bilang Yuanzi sekarang sukses, "Aku dari dulu tau dia bakal jadi orang, soalnya ke mana-mana selalu punya temen."
Kakek menyembunyikan ekspresinya, mengangguk tenang:
"Yuanjun, jalanmu beda sama Yuanzi. Selama ini aku keras padamu karena kamu tipe pekerja yang bisa naik pelan-pelan. Yuanzi lain, dia cocok berkembang liar. Selama ga nyimpang, hasilnya pasti bagus."
Setelah jeda, wajah keriput Kakek tersenyum:
"Kalian berdua sama-sama berbakat."
……
Zhang Yuanqing pulang sudah larut malam, bau alkohol menyengat. Napasnya beraroma malt.
Biasanya dia tidak minum, tapi acara santai harus seru. Di meja makan, selain Jiang Jingwei yang masih di bawah umur, Guan Ya juga tidak minum karena harus antar Yuan Shi pulang dan benci supir taksi nyetir mobilnya.
Yang lain pada mabok-mabokan.
Jiang Jingwei penasaran sama arak, pengen coba minuman orang dewasa, tapi ditolak mentah-mentah semua orang.
Zhang Yuanqing menggenggam gagang pintu, daun telinganya bergerak halus mendengar suara napas samar dari dalam kamar.
Ada orang di kamarku? Jiang Yu'er? Awalnya dia seperti burung ketakutan, kewaspadaan naluriah muncul, lalu tubuhnya rileks sambil memutar gagang pintu.
Raja Mata Iblis saja sudah dikurung, apa lagi yang harus kutakutkan?
Pintu kamar terbuka, cahaya lampu terang menyinari Chen Yuanjun yang duduk tegak di samping meja dengan sebatang rokok di tangan.
"Sudah pulang?"
Kakak sepupu itu menghembuskan asap putih, wibawanya yang mantap dan wajah "dewasa"-nya persis seperti ayah yang menunggu putranya pulang larut malam.
"Ah, Kakak belum tidur? Ada perlu apa?"
Zhang Yuanqing bertanya begitu, meski sebenarnya sudah menebak tujuan kakak sepupunya.
Chen Yuanjun membuat raut wajah serius lalu bertanya:
"Guan Ya itu yang mengantarmu pulang dengan mobil?"
"Iya!" Zhang Yuanqing mengangguk.
Ekspresi Chen Yuanjun semakin berkerut, suaranya berat:
"Bagaimana kalian kenal? Apa hubungan kalian sebenarnya?"
"Cuma kenalan online, ketemu langsung terus cocok kepribadiannya. Ya udah jadi teman aja..." Zhang Yuanqing berbohong sambil berpikir cepat.
Ucapannya terpotong oleh gelengan tangan Chen Yuanjun. Sang kakak menghela napas dalam-dalam lalu berkata penuh makna:
"Tak perlu jelaskan lagi, aku paham."
"Yuanzi, Kakak tahu anak muda zaman sekarang berpikiran terbuka. Banyak yang menyebar nilai-nilai menyimpang seperti 'Nikmati hidup dengan sugar mommy' atau 'Bu, aku tak mau berjuang lagi'. Mungkin menurut kalian ini sudah jadi norma sosial - semua orang boleh bersikap masa bodoh. Ya, 'berleha-leha' istilah kalian itu tepat sekali."
“Tapi Kakak tetap harus memberitahumu, ini tidak benar. Pria harus bekerja keras, tidak boleh cari jalan pintas atau cara sesat. Nenek dan Kakek, tantemu, kalau tahu kamu dimanjakan wanita, bagaimana perasaan mereka?”
Di, dimanjakan? Zhang Yuanqing memandang kakak sepupunya dengan bingung.
Chen Yuanjun melanjutkan:
“Guan Ya itu statusnya tidak biasa, entah keluarganya punya kekuatan, atau pacar/suaminya berpengaruh. Wanita seperti ini kalau kau dekati akan membawa masalah tak berujung.
“Kalau keluarganya atau suaminya tahu dia merawat pria muda di luar, tidak akan melepaskanmu. Keluarga kita memang cukup baik, tapi cuma keluarga biasa. Yuanzi, pikirkan konsekuensinya.”
Sudah sampai segitunya imajinasimu? Aku bukan Cao Cao yang suka istri orang... Zhang Yuanqing antara ingin tertawa dan menangis:
“Kak, kami benar-benar hanya teman biasa. Ya, aku tahu ini tidak meyakinkan, tapi tenang saja. Aku benar-benar tidak dimanjakan wanita. Guan Ya juga tidak punya pacar, apalagi menikah.”
“Belum menikah?” Raut wajah Chen Yuanjun langsung cerah: “Kalau cuma dekat dengan sugar mommy jomblo, masih lebih bisa diterima.”
Iya iya... Zhang Yuanqing hampir saja memegangi wajahnya.
Chen Yuanjun yang sudah puas dengan jawaban itu berdiri: “Kalau begitu istirahatlah cepat. Untuk kejadian hari ini, terima kasih...”
……
Keesokan paginya, Nenek membawa tas khas ibu rumah tangga, bersiap ke pasar dekat kompleks perumahan.
Sebagai kompleks paling eksklusif di sekitar, selain termasuk kawasan sekolah, dekat pasar dan mal dalam jarak 1 km, membuat belanja sehari-hari sangat praktis.
Saat melewati area istirahat di kompleks perumahan, Nenek menggerakkan telinganya halus, mendengar beberapa teman lamanya sedang asyik bergosip.
"Aku melihatnya langsung tadi malam, dia pulang naik mobil sport yang dikemudikan wanita cantik tapi sudah berumur."
"Anak itu tampan sekali, jangan-jangan dia jadi sugar mommy-nya wanita kaya?"
"Aduh, takutnya dia dijadiin gigolo. Masa anak muda berbakat..."
Mobil sport... anak... gigolo... Nenek merasa belanja sayur bisa ditunda, buru-buru ikut makan kuaci.
"Kalian sedang bahas apa?" tanya Nenek penuh semangat.
Beberapa mamanya langsung berubah raut wajah dan diam seribu bahasa saat melihat Nenek.
Salah satu mamanya yang dekat dengan Nenek, ragu sejenak lalu berbisik pelan:
"Mei, katanya cucumu dijadiin gigolo sama wanita kaya. Begini ceritanya..."
Nenek yang awalnya semangat makan kuaci, malah dapat kabar tentang keluarganya sendiri. Senyumnya langsung menghilang.
……
Sementara itu, Zhang Yuanqing sedang berbaring di ranjang memegang ponsel, membuka forum resmi.
Taiyi Men umumkan partisipasi dalam turnamen pertarungan tahun ini
Hadiah turnamen pertarungan diumumkan, hadiah untuk level Transcendent tahun ini di luar dugaan
……
