Kuil Runtuh
Xiahou Aotian menjawab jujur:
"Nona tak perlu terkejut, aku hanya bercanda. Di tengah hutan sepi ini, akhirnya ada yang menemani. Jadi bahasaku agak tak sopan, harap Nona tak tersinggung."
Ia mengaduk arang dengan ranting basah hingga memercikkan api, berkata:
"Cepatlah menghangatkan diri di sini, jangan sampai kena flu."
Gadis cantik itu baru mulai melunak, mengucapkan terima kasih dengan sopan lalu duduk di dekat arang.
Hujan deras terus mengguyur, awan menggumpal berlapis-lapis, langit suram bagai malam hari.
Perempuan itu gemetar ketakutan menghangatkan diri sebentar, wajahnya berangsur memerah segar.
Xiahou Aotian melirik keranjang, isinya hanya ramuan biasa: obat memar, obat flu, dan pengencer dahak.
Di dungeon Level S ini, kok cuma ada ramuan biasa? Tak ada bahan langit dan bumi berharga? Xiahou Aotian bergumam kecewa dalam hati.
"Apakah Nona pemetik obat dari desa sekitar?" Xiahou Aotian memulai percakapan:
"Hutan terpencil begini, kalau bukan perampok gunung ya binatang buas. Kenapa membiarkan perempuan masuk sendirian?"
Perempuan itu menghela nafas, "Ayah jatuh saat memetik obat pekan lalu, kakinya patah. Masih ada dua adik ipar yang harus dipupuk. Terpaksa aku masuk gunung cari obat tuk ditukar uang."
Xiahou Aotian bertanya lagi: "Apakah ada saudara kaya raya di rumah?"
Wanita itu menggelengkan kepala.
Xiahou Aotian "Oh", merenung beberapa detik, tiba-tiba menunjuk ke belakang wanita itu dan berkata:
"Lihat di sana!"
Wanita itu refleks menoleh.
Xiahou Aotian memanfaatkan kesempatan ini untuk mengangkat busur silang mekanis, mengarahkannya ke dada wanita itu, dan menarik pelatuk.
"Breeeng!"
Tali busur berdengung merdu, anak panah menyusup dalam ke dada wanita itu, darah segera melebar mengotori pakaiannya.
Gadis muda itu menoleh tajam, memandang Xiahou Aotian dengan tak percaya, kemudian roboh mati dengan mata terbelalak.
Xiahou Aotian mengambil obat-obatan dari keranjang wanita itu, memasukkannya ke keranjangnya sendiri, bisa dijual untuk mendapatkan uang saat masuk Chang'an.
Logikanya membunuh wanita itu sederhana: Jarak ke Chang'an hanya satu hari perjalanan kaki. Karena masuk Chang'an adalah misi sampingan, pasti ada bahaya di perjalanan.
Semua NPC yang ditemui dalam satu hari perjalanan berpotensi menjadi musuh berbahaya.
Menghabisi wanita itu sama dengan memangkas bahaya sejak dalam kandungan.
Jika salah membunuh, toh ini hanya NPC dungeon yang akan direfresh next time.
Satu-satunya yang perlu dipastikan: Membunuh gadis tidak memicu krisis aktif. Makanya tadi dia bertanya apakah gadis itu punya saudara kaya, jawabannya tidak.
Stabil seperti anjing tua!
Saat pikirannya melayang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu "Dung-dung" dua kali, mengguncang kesepian tirai hujan yang mencekam.
Lalu dari luar pintu terdengar suara lembut perempuan:
“Tuan, saya adalah pemetik herbal di sekitar sini, masuk gunung untuk memetik obat, tiba-tiba hujan deras, ingin masuk kuil untuk berteduh.” Suara lembut wanita terdengar dari luar pintu.
Suara di luar pintu persis sama dengan gadis remaja yang baru saja dibunuhnya, bahkan dialognya pun sama.
Wajah Xiahou Aotian perlahan mengeras, dia menatap tajam ke arah gadis yang ditembaknya, tiba-tiba pupil matanya menyempit - mayat gadis itu telah menghilang...
Saat itu, wanita di luar berkata:
“Ada orang di dalam? Saya akan masuk.”
Hati Xiahou Aotian dipenuhi rasa gagal. Dia menatap tak berkedip ke pintu aula, menggenggam erat busur silang di tangannya.
Prediksinya benar: wanita ini adalah bahaya dalam perjalanannya ke Chang'an. Tapi yang tak terduga, gadis yang jelas-jelas sudah dihabisi ini muncul kembali.
“Dung-dung, dung-dung...”
Suara ketukan terus berlanjut. Wanita itu bertanya lagi: “Tuan, apakah Tuan ada di dalam? Saya akan masuk.”
Melihat Xiahou Aotian di dalam aula tetap tak merespon, wanita di luar tampak panik. Nada bicaranya semakin cepat, mulai terdengar melengking:
“Buka pintu! Kenapa tidak dibuka? Aku tahu kau ada di dalam! Kau belum pergi! Jika tidak dibuka, aku benar-benar akan masuk...”
*Tadi kau kan sudah membuka pintu sendiri masuk?!* Dalam hati Xiahou Aotian mengumpat, bulu kuduknya merinding.
“Kenapa tidak dibuka? Kenapa memperlakukanku seperti ini? Kenapa...” Teriakan wanita di luar pintu aula semakin melengking, tak ada lagi kelembutan yang menggoda.
Denting! Denting! Denting!
Pintu dan jendela bergetar hebat, terus-menerus mengeluarkan suara "berdentang-dentang", seolah di luar dipenuhi orang.
"Kau membunuhku!" Suara gadis di luar pintu penuh dendam.
Xiahou Aotian menegangkan tubuhnya, langsung mengarahkan busur silang ke pintu istana. Asal perempuan di luar berani masuk, akan dihadiahi Panah Penembus Armor.
Tiba-tiba, getaran pintu-jendela berhenti. Di luar istana sunyi senyap, hanya terdengar rintik hujan.
Gadis di luar tampaknya telah pergi.
Pergi? Takut ditembak lagi? Hm, aku juga harus segera pergi! Xiahou Aotian langsung berlari ke kuda kurusnya, berencana meninggalkan kuil tua angker ini secepatnya.
Saat mendekati kuda, tiba-tiba ia merasakan sesuatu bergerak dalam keranjang, terlihat helaian rambut panjang samar.
Dalam cahaya redup, Xiahou Aotian mendekat dan memfokuskan pandangan: Di dalam keranjang terdapat kepala perempuan dengan belakang kepala menghadapnya, bergerak-gerak pelan.
Seolah merasakan tatapan, kepala itu berputar tiba-tiba. Wajah hijau kehitaman dengan pendarahan dari tujuh lubang, bibir hitam legam, dan bola mata putih mengerikan menatap tajam ke Xiahou Aotian.
"Kau...membunuhku..." Suara mengerikan penuh dendam bergema.
Jantung Xiahou Aotian berdebar kencang. Ia mundur terhuyung sambil bulu kuduknya berdiri, ketakutan memenuhi hatinya.
Tapi belum beberapa langkah, punggungnya membentur sesuatu. Saat menoleh panik, matanya menyempit dan jantungnya nyaris berhenti berdetak.
“Di belakangnya terdapat mayat tanpa kepala, pakaian yang dikenakan persis sama dengan gadis remaja tadi.”
“Adrenalin Xiahou Aotian melonjak, bulu kuduknya meremang. Secara naluriah ia mengangkat busur silang mekanis dan menembakkan anak panah ke arah mayat tanpa kepala itu.”
“Anak panah Penembus Armor menghujam ke dada mayat.”
“Namun mayat yang sudah mati ini sama sekali tidak terpengaruh. Ia mengangkat tangan kanan berkuku hitam legam, mencekik leher Xiahou Aotian dan mengangkatnya ke udara.”
“Kaki Xiahou Aotian mengayun liar di udara. Wajahnya memerah karena kekurangan oksigen, bola matanya dipenuhi urat darah, lidahnya perlahan terjulur keluar.”
“Kekuatan mayat perempuan tanpa kepala ini luar biasa besar. Dengan fisiknya saat ini, ia sama sekali tidak bisa melawan.”
“Dari keranjang di punggung kuda di belakangnya, terdengar suara penuh dendam yang menusuk:”
““Kau membunuhku, kau membunuhku……””
“Kesadaran Xiahou Aotian semakin buram. Ayunan kakinya semakin kehilangan tenaga.”
“Tiba-tiba, kekuatan dingin menyebar dari jempolnya – seperti ember air es atau balok es keras, memberikan stimulus yang membuat jiwanya menggigil.”
“Xiahou Aotian tiba-tiba ‘tersadar’: Mengapa aku tidak melawan? Mengapa aku begitu takut pada mayat? Mengapa tidak menggunakan artefak di inventory?”
“Baru sekarang ia menyadari dirinya terperangkap dalam ilusi.”
“Hanya ilusi yang bisa mengubah Spirit Realm Walker menjadi orang biasa yang resah, dikendalikan emosi dan kehilangan penilaian rasional.”
“Kekuatan yang berasal dari cincin itu membantunya memecahkan ilusi.”
“Ini justru kelemahan ilusi. Begitu ada kekuatan pihak ketiga yang campur tangan, ilusi akan runtuh dengan sendirinya.”
Xiahou Aotian tiba-tiba membuka matanya, menyadari dirinya tak tahu kapaun tertidur di samping tungku arang. Di luar, angin puyuh dan hujan deras mengamuk, kuda kurus berdiam patuh di sisi api unggun, menundukkan kepala sesekali mengeluarkan dengusan.
Di luar aula tak ada suara ketukan pintu, di dalam aula juga tak ada perempuan.
Semua yang terjadi tadi seolah hanyalah mimpi.
Tapi rasa sakit di lehernya membuktikan ini bukan mimpi. Ia baru saja terperangkap dalam ilusi dan hampir mencekik dirinya sendiri sampai mati.
“Tabib tua, tabib tua...” Ia menatap cincin matriksnya sambil berulang kali memanggil.
Kakek Cincin sama sekali tidak merespons.
Sejak memasuki dungeon, komunikasinya dengan Fangshi Dinasti Qin telah terputus.
Meski kemampuan Segel-nya diblokir dungeon, dia masih bisa merasakan aktivitas di luar. Jadi di saat kritis, dia mengirimkan kekuatan level Transcendent untuk membangunkanku? Xiahou Aotian mulai memahami situasi.
Ia berhenti mencoba berkomunikasi dengan kakek itu dan mulai menganalisis makhluk apa yang dihadapinya.
Profesi di bidang ilusi hanya ada Night Wanderer dan Illusionist.
Tapi semua yang dialaminya tadi terjadi dalam mimpi. Dari karakteristik profesi, seharusnya ini adalah Dreamweaver.
Tapi sejujurnya, bahkan dengan bantuan si kakek, mustahil baginya lolos dari jerat Dreamweaver.
Xiahou Aotian mengamati sekeliling aula sambil berpikir keras:
"Memiliki kemampuan mimpi, belum mencapai Tahap Sage, menggunakan elemen supernatural untuk menakut-nakuti orang. Tapi yang paling kutakuti bukanlah hantu... Kecuali kemampuan ilusi lawan terbatas..."
Kekuatanmu jelas tidak kuat, tapi bisa memasuki mimpiku?
Karakteristik dan kekuatan yang ditunjukkan musuh saling bertolak belakang.
"Jika kekuatannya tidak kuat, mustahil bisa mempengaruhiku dari jarak jauh di dalam kuil. Pasti ada di sekitar sini..." Xiahou Aotian membuka inventory, mengeluarkan topeng wajah hantu hitam dan mengenakannya.
Ini adalah artefak profesi Illusionist, fungsi utamanya adalah "Manipulasi Emosi" dan "Serangan Jiwa".
Tanpa ragu dia mengaktifkan kemampuan "Manipulasi Emosi". Musuh mungkin punya metode khusus untuk bersembunyi, tapi emosi tak bisa disembunyikan.
Xiahou Aotian memandang sekeliling aula, tak menemukan kelainan, lalu mendorong pintu istana dan berdiri di bawah atap, mengamati pekarangan depan dengan cermat.
Tiba-tiba matanya menyipit.
Di sudut pekarangan depan, di antara semak-semak rumput liar, dia melihat gumpalan "asap tebal" hitam mengepul dari tanah.
Itu aura dendam!
Saat itu juga Xiahou Aotian memahami segalanya.
Di kuil ini terkubur seorang wanita yang mati tak bersalah. Aura dendamnya tak terlampiaskan, berubah menjadi hantu galak yang secara naluriah menelan para pengunjung kuil.
Xiahou Aotian membuka inventory, mengambil pedang panjang, lalu melangkah masuk ke dalam tirai hujan. Dia mendekati sudut yang memancarkan aura dendam itu, menggunakan pedangnya sebagai sekop untuk menggali lumpur.
Lapisan tanah berlapis-lapis terbuka, 10 sentimeter, setengah meter, satu meter... Ujung pisau mengeluarkan suara "Krek" yang aneh, dari lumpur terlihat sekerangka tulang belulang.
