Eliminasi Kilat
Di kapal komando, seorang pemuda berpedang dan busur berlari ke haluan. Rambutnya pirang keemasan, tubuh berotot dengan sorot mata biru sebening langit tak berawan, mahkota bunga kamper menghiasi kepalanya.
Pemuda bermahkota itu menatap dinding kuningan dengan pandangan penuh tekad.
Ia mengambil busur panjang, memasang anak panah emas, lalu menarik tali busur perlahan. Otot lengan kanannya mengembang, sekeras batu granit.
Ujung anak panah memancarkan cahaya emas yang semakin terang, semakin terang.
“Syuut!”
Cahaya emas melesat dan tepat mengenai Tembok Kuningan.
Tidak ada ledakan seperti yang dibayangkan, juga tidak ada gelombang udara eksplosif. Tembok Kuningan meleleh dalam semburan cahaya emas yang tiba-tiba.
Anak panah terus melaju tanpa hambatan, menembus dada Monia.
Sang dewi ini memegangi dadanya yang berlumuran darah, limbung mundur.
Pemuda berambut pirang itu menurunkan busur panjangnya, mengacungkan pedang lurus sambil berseru:
“Aku adalah Imam Kiri Dewa Cahaya, atas perintah Imam Agung untuk menaklukkan Pulau Paphos.”
Usai berkata, ia melompat tinggi dan melancarkan serangan lompat ke Dewi Monia yang berada seratus meter jauhnya. Pedang sederhana itu memancarkan cahaya emas yang menyilaukan.
Dewi Monia mengangkat perisainya untuk menahan serangan lompat itu.
Benturan pedang dan perisai bagai ledakan dahsyat, mengguncang bangunan di sekitar kastil hingga dinding retak.
Keduanya terlibat dalam pertarungan jarak dekat yang sengit.
“Boom!!...”
Di balik gemuruh air yang memekakkan telinga, gelombang raksasa setinggi ratusan meter muncul dari tebing karang, menerjang kastil. Di puncak ombak berdiri Dewi Cynthia berambut pendek biru tua, membawa trisula dengan tubuh yang berisi.
Ia mengendalikan gelombang raksasa itu untuk menyapu kastil, sekaligus menghantam belasan kapal perang yang mendarat di luar kastil.
Saat itu, seorang lelaki tua berjubah emas mengangkat tongkat sihir keemasannya dan mulai melantunkan:
“Bencana telah tiba, percayalah pada cahaya, redakan amuk laut, netralkan malapetaka……”
Nyanyian sakral yang khidmat bergema di atas kastil, menghilangkan ketakutan umat beriman Dewa Cahaya, membuat hati dan tubuh mereka menjadi tenang, percaya diri, dan teguh.
Ombak besar yang hampir menghantam itu tiba-tiba surut, kembali melalui jalan setapak semula, seolah waktu berbalik arah.
Bencana telah mereda!
Setelah ombak besar surut, suara kecapi mistis nan merdu terdengar dari armada.
Seorang gadis remaja yang cantik dan murni sedang memainkan harpa raksasa dengan kepala tertunduk.
Tubuhnya yang terbungkus jubah panjang menyatu memancarkan kilau keemasan samar, suci bagaikan dewi.
Dari hutan di kejauhan terdengar kicauan burung yang riuh, kawanan domba dan binatang buas hutan berhamburan keluar menyerang umat Dewi Kecantikan di desa.
Umat Dewa Cahaya yang bersemangat tinggi mengayunkan pedang perang, melesatkan anak panah, membantai pengikut Dewi Kecantikan.
"Hmm?" Zhang Yuanqing yang mengamati dari udara tak bisa menahan suara terkejutnya.
Sejauh ini, dia telah melihat kemampuan "menetralisir bencana", "kekuatan Dewa Matahari", "Pengendalian Hewan", "pengobatan", "pelayaran", dan "karya mekanisme" dari para pengikut Dewa Cahaya ini.
Kemampuan pertarungan jarak dekat mereka juga luar biasa.
Kemampuan Dewa Cahaya terlalu komprehensif, menguasai sedikit dari segala bidang.
Profesi hebat seperti ini tidak ada di Region Besar Pertama?
Tapi sekarang bukan waktunya memikirkan ketiadaan profesi Dewa Cahaya, dari perkataan pemuda berambut emas itu dia mendengar kosakata "Pemimpin Ritual".
Artinya, boss akhir dari Pulau Paphos adalah Pendeta Agung Dewa Cahaya.
Pemikiran ini tidak tanpa alasan.
Pertama, pejuang level Semi-dewa tidak akan muncul di dungeon. Umat Dewa Cahaya di depan mata, terutama tiga monster elite, meski kuat tapi belum cukup untuk menghancurkan Anak-anak Dewa Paphos.
Kekuatan dungeon tingkat S seharusnya tidak seperti ini. Pasti ada Boss besar yang belum muncul.
"Kita tak bisa terus melihat harimau lawan harimau. Bunuh dulu tiga musuh level Master ini, lalu satukan kekuatan Pulau Paphos untuk menghadapi Pendeta Agung. Baru ada peluang menang. Jika Pendeta Agung turun, Anak-anak Dewa pasti mati."
Zhang Yuanqing mulai melakukan kalkulasi dalam hati.
Di menara lonceng yang menjulang, Cupid menarik busur kecilnya, mengarahkan anak panah emas kecil ke Pendeta Kiri Dewa Cahaya yang sedang bertarung dengan Dewi Menea.
Cahaya emas melesat, mengabaikan semua pertahanan, penghindaran, dan perlawanan, tepat menembus dada Pendeta Kiri.
Kemudian berputar besar dan mengenai seorang budak perempuan.
Budak perempuan itu sedang dikejar, berteriak sambil melarikan diri.
Braak! Braak! Jantung pemuda berambut pirang berdegup kencang, timbul hasrat kuat yang tak terbendung pada wanita itu, reflek ingin memberikan bantuan.
"Keyakinanku pada Dewa Cahaya melampaui segalanya, termasuk cinta!" Dia memalingkan pandangan dengan paksa, fokus kembali ke pertempuran.
"Tingkatan Imam Kiri Dewa Cahaya jelas lebih tinggi dari Cupid, tapi tetap terpengaruh panah emas hingga jatuh cinta pada budak perempuan... Dugaan saya benar, busur dan panah Cupid adalah artefak bertipe aturan." Zhang Yuanqing melihat dengan jelas, pemuda berambut pirang mencoba mempertahankan diri dari panah emas, namun anak panah itu mengabaikan pertahanan fisik.
Karakteristik ini sangat mirip dengan artefak bertipe aturan.
Siren Cynthia mengacungkan trisula, terjun dari langit dan menghantam pemuda berambut pirang.
Yang terakhir melompat mundur, di tengah reruntuhan batu yang beterbangan, menggigit pedang panjang sambil menarik busur kayu untuk menembakkan anak panah ke arah Cynthia.
Moenia mengangkat perisai ke depan menangkis anak panah, terlempar dalam ledakan "Boom!".
Siren yang ahli pertarungan jarak dekat dan Ksatria bersatu melawan pemuda berambut pirang, menyebabkan bangunan berpuncak runcing dan kubah berturut-turut runtuh.
Dengan kemampuan pengobatan pendukung, pemuda berambut pirang melawan dua musuh sekaligus tanpa terdesak.
Tiba-tiba, tawa seperti gemercing lonceng perak mengalahkan hiruk-pikuk medan perang, jernih dan merdu melebihi kicau burung bulbul.
Para umat yang sedang bertempur sengit tak kuasa menoleh mencari sumber suara.
Terlihat di atas menara lonceng yang tinggi berdiri seorang dewi cantik, rambut putih keperakan terurai, fitur wajah sempurna, aura kesucian yang memesona, dengan kulit putih bersinar.
Pesonanya memancar sempurna dalam senyumannya.
Baik umat Dewa Cahaya maupun pengikut Dewi Kecantikan, semua terbuai dalam pesona sang dewi, menatap dengan pandangan terpana.
"Pertempuran, kemenangan, kepercayaan—semuanya menjadi tak berarti di keliruk ini."
Seketia mengambil busur kayu dari Cupid, membuka tali busur, memasang anak panah. Bayangan hitam melesat, seorang umat beriman Cahaya tewas.
Dengan tenang dia terus membidik, menghabisi satu per satu pengikut dewa Cahaya.
Bahkan di detik terakhir, para lelaki yang ditembaknya tetap terbuai pesonanya, tak melawan, tak sadarkan diri.
Melihat ini, pemuda pirang segera melepaskan diri dari kepungan dua dewi, mengarahkan tali busurnya ke arah Seketia di menara lonceng.
Keyakinannya pada dewa Cahaya tak tergoyahkan, kebal terhadap segala pesona kecantikan.
Tapi Cynthia dan Moenia tak memberinya kesempatan memanah, langsung melancarkan serangan sengit.
Memanfaatkan pertarungan sengit itu, Zhang Yuanqing mengeluarkan Meriam Petir Ungu, meluncur diam-diam ke arah lelaki tua yang memegang tongkat sihir emas.
Wajahnya telah berubah. Mendarap senyap di dek kapal, moncong panjang tombaknya terangkat, membidik sang tua dan menarik pelatuk.
"Derit~"
Busur listrik ungu berkilatan mulai runtuh ke moncong, dua detik kemudian kilat bola ungu melesat menderu.
Lelaki tua pemegang tongkat sihir emas tiba-tiba merasakan bahaya, berbalik cepat mengangkat tongkatnya untuk bertahan.
"Boom!"
Ledakan Petir Ungu menghancurkan tongkat emas dan kedua lengannya, daging darah di dadanya terkarbonisasi.
Gelombang kejut menghempaskan tubuhnya belasan meter. Terkapar hangus di tanah, tak bergerak lagi.
Zhang Yuanqing berbalik dan melewati wanita yang sedang memainkan kecapi, Palu Ungu dan Perisai Zi Jin terbang sendiri, berubah menjadi cairan ungu keemasan yang menyelimuti seluruh tubuhnya, membentuk setelan baju zirah.
Ia menengadahkan kepala dan mengeluarkan teriakan melengking.
Serangan Jiwa!
Gadis remaja yang memancarkan cahaya emas itu mengalami guncangan jiwa, pupil matanya kosong, urat-urat menonjol di dahinya.
Seperti armor mecha, Zhang Yuanqing menyerang dengan garang, tinju kanannya menghantam ke arah gadis itu.
Namun saat tinjunya hampir menyentuh, gadis itu tiba-tiba mundur sejauh belasan zhang seolah teleportasi.
Bukan, bukan gadis itu yang mundur, melainkan Zhang Yuanqing yang terlempar mundur belasan zhang - dengan aneh ia kembali ke posisi saat menyerang lelaki tua tadi.
Gadis pemain kecapi itu segera sadar, jari-jari putihnya gesit memetik senar.
Zhang Yuanqing merasakan sakit menusuk di kepala, jiwanya bergerak mengikuti alunan musik, kehilangan kemampuan berpikir jernih.
Tapi hanya sesaat, ia berhasil menekan pengaruh musik itu.
Sebagai dual profesi Illusionist dan Night Wanderer, semua mantra yang menargetkan jiwa hanyalah macan kertas.
"Dia baru saja pingsan karena Serangan Jiwa, mustahil menggunakan skill lagi. Pasti fungsi artefak itu..." Setelah berpikir beberapa detik, Zhang Yuanqing kembali menyerang gadis itu.
"Mari kita uji tingkatan siapa yang lebih tinggi."
Ia kembali mengeluarkan teriakan mematikan, menggunakan Serangan Jiwa yang membuat gadis itu merintih kesakitan akibat kerusakan jiwa.
Kemudian ia menghancurkan aturan "gerakan benda" secara kosmik, langsung muncul di depan gadis itu tanpa perlu menyodok.
Karena artefak musuh bisa memaksa lawan mundur beberapa meter, mari uji apakah tingkatan jantung Huan Shen lebih tinggi atau artefak di tangan gadis itu lebih kuat.
Jawabannya sudah jelas.
"Byur!"
Tinju ungu-emas menghantam tengkorak gadis itu, langsung menciptakan pemandangan seperti semangka meledak: daging darah, jaringan otak, dan pecahan tulang beterbangan.
Zhang Yuanqing sebenarnya juga bisa menggunakan kombinasi skill Sunrise + Dewa Perang Yang untuk menekan artefak lawan, tapi dengan cara ini baju zirah ungu-emas akan terlepas dari tubuhnya.
Bagi Sang Maha Kuasa artefak, kombinasi skill dewa penjelajah matahari ini seperti membunuh 10 juta musuh tapi merugi 80 juta, hanya digunakan saat darurat.
Perubahan mendadak ini membuat kedua pihak kaget.
Dua umat beriman dewa cahaya yang kuat tewas dibunuh oleh sosok aneh yang muncul tiba-tiba, seluruh prosesnya tak sampai tiga menit.
Umat biasa yang sedang kalap tak menyadari gerakan di kapal, tapi anak-anak dewa-dewa langsung memalingkan pandangan ke sini.
Raut wajah pemuda berambut pirang berubah drastis.
Monia, Sektiya dan lainnya merasa campur aduk: senang karena kematian dua umat cahaya, bingung dengan identitas orang misterius yang tiba-tiba membantu Pulau Paphos.
Jangan-jangan ini pasukan bantuan yang diundang Ibu?
