Tahun 2011, Lapangan Sepak Bola Kampus FX China
Yang Chengzhuo berdiri di tepi lapangan, kedua matanya mengikuti alur serangan dan pertahanan dua tim yang saling berlawanan di kedua ujung lapangan. Sesekali ia melangkah maju, membuat gerakan penyesuaian pada para pemain yang mengenakan seragam tim sekolah.
Kampus FX merupakan universitas prestisius di China yang dulunya memiliki kemampuan sepak bola sangat lemah, sering menjadi bulan-bulanan dalam Piala Antarkampus. Namun sejak dua tahun lalu ketika Yang Chengzhuo memimpin tim, mereka mengubah gaya bermain lembek masa lalu, meraih gelar juara Piala Antarkampus selama dua tahun berturut-turut, menjadi tim kuat yang ditakuti lawan.
Seluruh murid Kampus FX tahu, semua ini berkat pria berusia 23 tahun itu - Yang Chengzhuo!
Dia juga merupakan mahasiswa aktif di FX University. Saat tahun pertama, dia adalah pemain terhebat di tim sekolah. Namun karena mengalami luka berat, dia harus meninggalkan sepak bola. Kebetulan saat itu pelatih kepala FX University mengundurkan diri akibat kinerja tim yang buruk. Yang Cheng mencoba memimpin tim, hasilnya nilai tim melesat secara eksponensial, sehingga langsung diangkat oleh pihak kampus.
Sebagai mahasiswa biasa yang melatih tim lemah peringkat terendah, berhasil merebut gelar juara selama dua tahun berturut-turut, Yang Cheng pun menyandang gelar Pelatih Berbakat. Tapi hanya dirinya yang tahu, hasil yang diraihnya hari ini bukan karena hoki alami atau bakat, melainkan buah dari usaha kerasnya sendiri.
Sekeliling lapangan sepak bola dipisahkan oleh lintasan lari. Area pinggir dipadati mahasiswa FX University, baik pria maupun wanita, membuat lapangan menjadi penuh sesak tak tertembus.
Pertandingan hari ini adalah pertandingan pemanasan, namun lawannya sama sekali tidak sederhana - FX Team yang dijuluki "Real Madrid-nya Liga Divisi Satu" dan saat ini menjadi pemuncak klasemen Liga Divisi Satu, merupakan tim profesional lokal kota tempat FX University berada. Pelatih kepala yang memimpin tim saat ini adalah Hong Bo, pelatih ternama yang telah berkecimpung di sepak bola domestik sejak era liga profesional dimulai.
Waktu telah berlalu 60 menit, namun skor di papan penunjuk angka manual di pinggir lapangan masih tetap 0:0!
Matanya menyapu papan skor manual, Yang Cheng memalingkan wajah dan menyaksikan Hong Bo di kejauhan yang gelisah bagai semut di atas wajan panas. Dalam hati ia tersenyum dingin penuh sindiran, "Ternyata 'pelatih ternama' hanya punya ketenangan dan kesabaran segini saja!"
“Alasan tidak suka pada Hong Bo adalah karena pernyataannya di depan wartawan yang datang sebelum pertandingan. Dia berkata, 'Kami tahu FX University adalah tim kuat terkenal, tapi mereka tetap tim amatir. Kami tidak bisa menuntut mereka bermain seperti tim Liga China-1 lainnya. Kami hanya berharap melalui pertandingan pemanasan ini, bisa menyesuaikan kondisi pemain!'”
“Tim universitas melawan tim profesional, semua anggota tim kampus punya kesadaran diri. Hanya Yang Cheng yang tidak!”
“Dia sedang menyindir kami, meremehkan kami. Bahkan dari nada bicaranya, kita bisa mendengar sikap meremehkan yang total. Aku tidak tahu bagaimana perasaan kalian, tapi setelah mendengarnya aku merasa sangat tidak senang. Aku benar-benar sialan tidak suka! Ini wilayah kami, tapi mereka bahkan tidak menunjukkan rasa hormat paling dasar!”
“Jika aku yang memilih, akan kupilih untuk bertindak seperti lelaki sejati. Tampil, kalahkan mereka, lalu setelah mereka tumbang, injak kuat-kuat sambil berteriak ke mayat-mayat busuk itu: Jangan pernah remehkan lawan, sekalipun cuma tim kampus amatir!”
Harus diakui, kata-kata Yang Cheng telah membangkitkan semangat juang para pemain. Dalam dua tahun ini mereka berhasil membersihkan aib, bukan lagi tim lemah di Piala Antarkampus, malah menjadi penguasa Piala Antarkampus yang ditakuti semua orang. Wajar jika mereka sedikit angkuh - mana mungkin membiarkan orang lain berbuat semaunya di wilayah kekuasaan mereka?
Sejak awal pertandingan, kedua pihak langsung berkonflik dengan aroma bubuk mesiu yang pekat. Ini sama sekali tidak terbayangkan oleh Hong Bo!
Andai saja seperti itu, mungkin masih bisa ditolerir. Masalahnya, tim kampus yang terkenal mengusung sepakbola ofensif di Piala Antarkampus ini malah mengencangkan pertahanan seperti besi, menerapkan taktik bertahan mati-matian. Berhasil membuat tim FX kesulitan mencari celah selama 60 menit pertama.
Hong Bo memandang para pemain di lapangan: ada MVP dari liga Brasil dengan gaji tahunan melebihi Cristiano Ronaldo di Real Madrid, bintang top dengan gaji kedua tertinggi di dunia setelah Messi; ada penyerang mematikan terbaik dalam negeri yang sudah jadi legenda timnas bertahun-tahun; ditambah veteran pertahanan berpengalaman dari liga top Eropa.
Dari nilai pasar, satu pemain biasa mereka saja setara dengan seluruh tim kampus ini. Dari segi kekuatan, mereka bisa main-main dengan lawan satu lawan satu. Pengalaman? Mereka adalah pemain lama yang sudah menyusup di liga profesional bertahun-tahun...
Tapi tim sekuat ini - yang disebut layak juara bahkan di Liga Super Tiongkok - justru menghadapi perlawanan sengit di stadion ini. Jika pertandingan ini berakhir seri, ini akan jadi hasil imbang pertama FX sepanjang musim, memecahkan rekor kemenangan beruntun mereka!
Di dalam hati Hong Bo muncul penyesalan samar. Ia merasa saat memilih lawan pertandingan pemanasan dulu, timnya tidak melakukan pertimbangan matang. Ternyata memilih lawan yang keras dan sulit ditaklukkan seperti ini, apalagi pelatih muda di sebelah sana.
"Dia... namanya siapa?" Hong Bo mengerutkan kening. Asisten tadi menyebutkan, tapi ia lupa.
"Yang Cheng, murid sekaligus pelatih kepala FX University!" Asisten pelatih segera mendekat.
Hong Bo menarik napas dalam hati, mengulang nama Yang Cheng dua kali dalam hati seolah ingin mengukirnya dalam ingatan.
Kemampuan orang ini benar-benar bagus. Setidaknya bisa melatih tim kampus amatir seperti FX University sampai level ini, pantas disebut individu berbakat!
Mungkin orang lain akan mengira hal-hal di lapangan sepak sulit dijelaskan, segala kemungkinan bisa terjadi. Sampai sejauh ini mungkin Yang Cheng hanya beruntung. Tapi bagi pelatih senior seperti Hong Bo, mereka tidak akan berpikir demikian.
Hal-hal di lapangan sepak justru sangat tepat dijelaskan dengan sebab-akibat. Harus ada penyebab, baru muncul hasil. Tidak ada yang namanya 'keberuntungan'!
……
……
Waktu sedetik pun berlalu, situasi di lapangan tidak menunjukkan banyak perubahan.
Hasil imbang bagi Yang Cheng berarti sebuah kemenangan, tapi bagi Hong Bo ini adalah kegagalan yang memalukan. Karena tidak rela, ia terus berusaha menyesuaikan taktik.
Meski muda, Yang Cheng memiliki kematangan dan ketenangan yang tak sesuai usianya - hasil dari pelatihan sejak kecil membantu keluarga mencari uang. Setiap kali Hong Bo menyesuaikan formasi, ia segera mengikuti perubahan untuk menutup celah dalam taktik tim.
Satu-satunya yang tetap adalah: Dari awal sampai akhir, Yang Cheng sama sekali tidak berniat menyerang!
Suasana pertandingan tampak datar. Tak ada yang tahu duel taktis antara Hong Bo dan Yang Cheng di pinggir lapangan telah mencapai dua putaran: Hong Bo mengganti pemain dua kali, Yang Cheng sekali, skor tetap 0-0 hingga menit ke-78.
Yang Cheng memalingkan wajah, melihat ekspresi frustasi Hong Bo yang hampir ingin membunuh orang. Dalam hatinya ia merasa sangat puas. Ia menoleh ke bangku cadangan di belakangnya yang duduk di kursi darurat, lalu mengangguk ke arah pemain bernomor 14.
Pemain ini sering kali melakukan pemanasan, jadi ketika ia berdiri untuk lari pemanasan, tak ada yang menaruh curiga.
Nomor 14 - nomor yang diidolakan dari legenda sepakbola Thierry Henry. Rekan setimnya menjulukinya "Henry" karena kecepatannya yang menyamai sang idolanya!
Seandainya Hong Bo melakukan investigasi mendalam tentang tim FX University sebelum pertandingan, tentu ia tak akan mengabaikan Henry. Pemain ini selalu menjadi andalan Yang Cheng. Bersama kapten tim FX nomor 7 yang dijuluki "Xiao Bei", mereka membentuk duo maut FX University dengan kombinasi umpan matang dan tembakan mematikan!
Sebelum pertandingan, Yang Cheng sudah sangat paham bahwa kesenjangan kekuatan antara kedua tim sangat besar. Satu-satunya strategi adalah bertahan - bertahan sampai lawan mengira segalanya sudah terkendali, semangat juang mereka mereda, kewaspadaan mengendur, menunggu waktu sampah berlalu. Pada saat itulah dia akan memasukkan Henry dan menyerang selama beberapa menit terakhir.
Di sisi lain, Hong Bo juga sedang mempersiapkan pergantian pemain. Dalam pertandingan persahabatan, pergantian pemain tidak terbatas. Untuk memberi pengalaman pada pemain muda sekaligus mempertahankan performa dan kebugaran tim utama, Hong Bo berencana memasukkan beberapa pemain pengganti.
Dalam pemahamannya, bahkan tim cadangan pun bisa dengan mudah mengalahkannya tim sekolah ini!
Tapi Yang Cheng tidak pernah berpikir demikian. Berhati-hati adalah gayanya. Dia terus mengamati bek tengah kanan tim profesional itu - seorang veteran yang telah bermain di liga domestik selama bertahun-tahun, pernah bermain di luar negeri, namun kini sudah 33 tahun. Waktu tidak kenal ampun. Setelah hampir 80 menit bertanding, penurunan kebugarannya sangat signifikan.
“Tapi anehnya, Hong Bo justru sangat mempercayainya, bahkan menunjuknya sebagai Kapten lapangan, jadi tidak melakukan pergantian anggota!”
“Sektor kiri terbuka, menurut estimasi saya, dengan kecepatanmu bisa dengan mudah mengalahkannya. Perhatikan, jangan sampai offside!”
Yang Cheng menarik Henry mendekat, lalu membisikkan instruksi taktis.
“Tim lawan baru memasang bek kanan muda yang pasti cenderung terlalu ambisius, ingin menunjukkan performa di depan pelatih. Dari pengamatanku, beberapa kali serangannya maju tapi tidak bisa mundur kembali. Manfaatkan celah ini, langsung habisi dia!”
Setelah melalui dua tahun pertandingan Piala Antarkampus dan pemanasan, Henry sudah tidak meragukan lagi strategi Yang Cheng. Bahkan dalam pertandingan ini, Yang Cheng sebelumnya berjanji bisa menghentikan gol tim profesional. Lihat papan skor, masih 0-0. Apa lagi yang perlu diragukan Henry?
"Tugas Beckham adalah mengoper bola ke ruang kosong. Soal bisa tidaknya menerima umpan, itu bukan masalahnya, tapi Kamu, Henry," sambil berkata demikian, Yang Cheng menepuk bahu Henry dengan keras. "Saya sangat menghargai pertandingan ini. Saya anggap ini pertandingan terpenting sepanjang karir sepakbola saya."
"Hong Bo meremehkan kita, meremehkan saya. Jadi saya harus membuktikan padanya bahwa saya tidak kalah dari siapapun, sekalipun dia pelatih terkenal domestik! Kalian juga harus buktikan bahwa kalian setara pemain profesional manapun, meski mereka bintang top!"
Henry merasakan darah berdesir panas mengalir dari telapak kaki naik ke leher, seluruh tubuhnya seperti terbakar. Ia mengangguk dengan mantap!
Menit ke-81, FX University melakukan pergantian pemain. Kali ini Yang Cheng menarik keluar gelandang yang stamina fisiknya sudah menipis, memasukkan Henry nomor 14.
Hong Bo tidak terlalu memperhatikan. Dia tidak menyelidiki situasi tim sekolah FX dan tidak mengenal Henry. Hanya berpikir polos bahwa ini sekadar pergantian pemain biasa pada posisi. Kepalanya dipenuhi satu niat: Bagaimana jika pertandingan ini berakhir seri, alasan apa yang harus dia cari?
Formasi baja, perjalanan bolak-balik, lapangan buruk, dan sebagainya—semua itu seharusnya menjadi alasan yang bagus!
Tepat ketika Hong Bo mengira telah menemukan alasan yang bagus, situasi di lapangan tiba-tiba berubah drastis!
……
……
Setelah turun, Henry berkeliaran di sekitar penyerang, sesekali melakukan gangguan yang tidak berdampak signifikan.
Bek kanan tim profesional benar-benar maju seperti yang diprediksi Yang Cheng, namun saat mengoper bola berhasil dicegat. Bola segera mendarat di kaki Bek No.7 Xiao Bei.
Meski mengenakan nomor 7, posisi yang ditempati Xiao Bei bukan di sayap kanan seperti idolanya David Beckham, melainkan di area tengah. Namun kemampuan oper bolanya sangat menonjol, menjadi pengumpul terhebat di tim sekolah FX sekaligus pencetak assist terbanyak Piala Antar Sekolah.
Xiao Bei yang menguasai bola tak mendapat gangguan berarti. Pertahanan tim profesional bahkan tak banyak mundur, sementara di area tengah juga tak ada yang menjepit untuk merebut. Hal ini memungkinkannya menahan genggaman bola dengan tenang, matanya menyapu formasi pertahanan lawan sebelum tertuju pada posisi bek kanan - tempat Henry yang baru saja dipasang berada.
Melihat tak ada yang menekannya, dia tersadar kalau para pemain profesional ini meremehkannya. Dadanya mendidih. Segera menirukan gaya khas Beckham, dia mengayunkan kaki kanannya untuk melepaskan umpan lambung tajam melintasi kepala pemain belakang.
Bola melintasi lengkungan, titik jatuhnya agak menyimpang. Namun kecepatan Henry sangat luar biasa. Setelah mengoper, ia segera memanfaatkan keunggulan kecepatannya bagaikan pisau tajam merobek pertahanan lawan. Saat menghentikan bola, gerakannya terlalu kasar - memang dasar pemain amatir, landasan teknik tak sekokoh pemain profesional.
Penjaga gerbang lawan ragu sejenak, akhirnya memilih maju. Melihat Henry gagal mengontrol bola, ia segera menyergap. Tapi siapa sangka kecepatan Henry sangat fantastis, berhasil menyodok bola lebih dulu sebelum kiper mencapainya.
Dengan mata terbulat menyaksikan bola melesat di bawah tubuhnya, kiper lawan panik menoleh. Yang ia lihat adalah Henry yang seolah takut meleset, ternyata malah membawa bola langsung menabrak jaring gawang!
Ya Tuhan! Gol! Tim FX University mencetak gol!
Segera suasananya riuh rendah di sekeliling lapangan. Para mahasiswa bagai ingin dunia kacau bertepuk tangan dan bersorak gegap gempita, seolah ingin mempermalukan tim profesional sampai mereka menggali lubang untuk menyembunyikan diri di tengah lapangan.
Yang Cheng hanya tersenyum sambil mengepalkan tangan, dia sudah tahu sebelumnya akan terjadi gol, karena dia percaya lawan pasti melakukan kesalahan!
Disiplin para pemain profesi ini terlalu kacau, kurang kehendak untuk bertanding 90 menit penuh, apalagi ini cuma pertandingan pemanasan - semua ini berhasil ditebak dan dimanfaatkan oleh Yang Cheng.
"Cukup, jangan merayakan dulu! Pertandingan belum berakhir. Pertahankan gaya bermain ini. Kita harus memperkuat serangan, mengerahkan tenaga sekaligus, berusaha mencetak gol lagi!"
Yang Cheng kabur ke pinggir lapangan, memberikan semangat kepada para pemain.
Saat ini semangat tim kampus sedang membara setelah mencetak gol, sementara tim profesi justru semangat rendah karena kebobolan. Jika momentum ini bisa dimanfaatkan untuk menciptakan gelombang diskusi, bukan tidak mungkin kita bisa mencetak gol lagi ke gawang lawan!
Ternyata tebakan Yang Cheng tidak meleset, Kehendak tim profesional memang payah. Kekalahan seperti longsoran gunung. Cuma kebobolan satu gol ditambah kelelahan raga, para pemain profesional di lapangan terlihat limbung. Kurang dari 5 menit, Henry nomor 14 kembali menyambar kesempatan dan mencetak gol kedua.
2：0！
Segala murid FX langsung riuh rendah. Sebaliknya Hong Bo, menundukkan kepala dengan wajah masam seolah malu dilihat orang.
……
……
"Bersulang!"
Di bawah sorot lampu jalan kekuningan kusam, dua puluh lebih orang bersamaan mengangkat gelas anggur bertubrukan. Adegan spektakuler di warung tenda luar kampus FX ini semakin hidup oleh senyum gembira para remaja, membuat koki Si Gendut paruh baya di warung itu ikut bersemangat.
Memang remaja harus punya vitalitas dan gairah seperti ini!
"Yang Cheng, kali ini berkat dirimu, kita berhasil mengalahkan tim profesi dengan skor 2:0 dalam pertandingan ini. Hong Bo si orang tua itu adalah pelatih profesional terkenal di dalam negeri. Sungguh memuaskan melihatnya dipermalukan!" Xiao Bei meneguk dua gelas bir dingin sekaligus, bicaranya semakin lancar.
Yang Cheng tersenyum, menepuk bahu Xiao Bei, "Itu juga berkat dua umpan brilianmu!"
Semua orang seketika tertawa, namun dalam hati mereka mengagumi perhitungan Yang Cheng yang tak pernah meleset.
"Ngomong-ngomong Yang Cheng, tadi asisten pelatih Hong Bo mencari kamu untuk apa?" Henry yang baru saja bersulang dengan rekan setimnya tiba-tiba teringat pemandangan yang dilihatnya setelah pertandingan, bertanya dengan penuh keheranan.
"Dia mengajakku bergabung ke dalam tim pelatih Hong Bo, katanya bisa memberiku kontrak masa percobaan setengah tahun!"
Semua orang tertegun sejenak, tapi segera meledak dalam sorak-sorai gegap gempita.
"Hebat, Yang Cheng, pelatih profesional! Ya Tuhan, bukankah impian terbesarmu adalah menjadi pelatih profesional? Kalau bisa menyusup di sekitar Hong Bo selama beberapa waktu, mengakumulasi pengalaman dan jaringan sosial yang cukup, beralih jadi pelatih kepala bukan lagi mimpi!"
"Benar! Hong Bo kan pelatih kepala ternama di dalam negeri. Kesempatan langka!"
Wajah masam tetap terpancar di wajah Yang Cheng yang diam seribu bahasa, sementara semua orang bersorak gembira dan bergantian memberi ucapan selamat.
Baru setelah keriuhan mereda, dia membuka suara: "Aku menolaknya!"
Mata semua orang membelalak tak percaya.
"Menolak? Kenapa?" Xiao Bei menyeringai dengan ekspresi "apa kau tidak waras?".
Yang Cheng menggelengkan kepala, lalu berdiri sambil menarik napas dalam-dalam, "Aku juga tahu, di profesi pelatih kepala, yang paling penting untuk mendapat kesempatan adalah pengalaman dan jaringan sosial. Jadi pemain dan pelatih berlatar belakang akademik mudah menonjol, tapi bagi orang sepertiku yang bahkan tak punya pengalaman di tim amatir, ini jelas sangat sulit."
Setelah jeda sebentar, Yang Cheng mendengus keras, "Tapi Hong Bo terlalu angkuh dan merasa paling benar. Dia pikir aku akan berbondong-bondong menerima ajakannya, asisten pelatih yang dikirim juga bersikap sombong. Aku tak sudi dihina! Pecundang, apa gunanya bicara keberanian? Sepakbola domestik penuh orang seperti ini, malas aku bergaul dengan mereka!"
"Apalagi aku sama sekali tak ingin tinggal di dalam negeri atau bergaul dengan praktisi sepakbola domestik macam Hong Bo. Jangankan kontrak masa percobaan, kontrak profesi resmi pun akan kutolak. Aku takut suatu hari nanti menjadi sama seperti mereka!"
Semua orang terdiam setelah mendengar perkataannya, karena bagi mereka yang merupakan fans sepak bola, sepak bola domestik adalah luka abadi di hati!
"Sepak bola domestik adalah tong sampah besar. Karena aku sendiri tidak bisa mengubah atau membersihkannya, satu-satunya jalan adalah kabur dari sini! Aku ingin ke luar negeri, mengandalkan usahaku sendiri untuk menjadi pelatih kepala profesional di sana!"
Yang Cheng berasal dari keluarga miskin. Sejak kecil dia mandiri dan tangguh. Rencana ke luar negeri sudah dipikirkannya lama. Saat ini dia sedang mengumpulkan uang untuk biaya pendidikan kursus kepelatihan di luar negeri. Semua ini sengaja disembunyikan dari orang tuanya yang hanya petani sederhana, khawatir mereka akan menentang dan tidak mengerti keputusannya.
"Bagus! Kata-katamu tepat, Yang Cheng. Kemampuanmu tidak kalah dari Hong Bo! Pasti bisa menjadi pelatih profesional!"
"Benar! Yang Cheng, aku yakin dengan kecerdasanmu, bahkan di luar negeri pun kamu pasti bisa mencuri perhatian! Nanti saat kembali dengan sukses, malu mati lah mayat-mayat busuk bau itu!"
“Benar, kami semua mendukungmu, Yang Cheng!”
Semua orang segera memberikan dukungan dengan antusias kepada Yang Cheng. Mereka adalah pemuda berdarah panas yang mudah terpancing gairah dalam hati, terutama karena Yang Cheng adalah sosok yang mereka hormati dan kagumi.
Mendengar itu, Yang Cheng merasa sangat bersemangat karena jarang ada orang yang bisa memahami dirinya.
Setelah menyelesaikan tahun terakhir kuliah dengan susah payah dan lulus, paling-paling hanya bisa bertahan dengan pekerjaan yang sekadar mencukupi kebutuhan dasar namun tak bisa membuat kaya. Di masyarakat realitas ini dimana membeli mobil tak terjangkau, membeli rumah tak mampu, bahkan menikahi seorang istri pun menjadi masalah, dia benar-benar lelah. Dia sangat berharap bisa menekuni pekerjaan yang benar-benar dia minati dan cintai.
Malam ini, dorongan dari rekan satu tim ini jelas menjadi penenang hati bagi Yang Cheng.
Aku harus pergi ke luar negeri! Aku harus menonjol di dunia!
Yang Cheng menatap bulan perak yang tersemat di langit malam gelap gulita, di dalam hati dia bertekad bulat.
……
……
Malam itu, Yang Cheng dan teman-teman sepakbolanya mabuk berat. Baru saja meluapkan ketidakpuasan terhadap realitas dalam pertandingan, kemudian mengumbar kata-kata bombastis di depan para alumni. Dalam kondisi emosi yang meluap, tak terhindarkan dia minum berlebihan.
Jika bukan karena toleransi alkohol luar biasa dari Xiao Bei yang mengantarnya kembali ke asrama, bisa jadi masalah apakah dia mampu pulang sendiri.
Setelah mengirim Xiao Bei pergi, Yang Cheng yang masih mabuk bermain FM Football Manager sebentar. Mengunduh alat scouting terbaru dari PLAYGM, bersiap bermain semalaman. Namun setelah lewat tengah malam, seluruh "kota" telah benar-benar sunyi. Tak tahan menahan kantuk, dia langsung tertidur lelap di atas keyboard komputer, membiarkan alat scouting yang sedang terinstal terbengkalai.
Melihat keluar dari jendela asrama, bulan perak yang cerah dan bintang-bintang terang berkilauan perlahan terselimuti awan hitam pekat. Suara gemuruh yang tak henti-hentinya menggantikan kedamaian, seolah medan gaya destruktif hujan deras yang siap melanda akan segera tumpah ke bumi.
Tapi persiapan itu berlangsung lebih dari 1 jam, hujan deras tak kunjung turun. Alih-alih, awan hitam pekat di langit seolah berdistorsi, berputar membentuk pusaran. Sebuah petir ungu menyambar dari inti pusaran itu.
Kreek! Seluruh kota seolah terkejut!
Setelah petir ungu itu, awan hitam menghilang. Bulan perak dan bintang-bintang terang kembali muncul.
Tapi di depan komputer asrama Yang Cheng, pemuda yang baru saja mabuk berat itu telah menghilang tanpa jejak.
