Yang Chengzhuo berdiri di sisi lapangan usang ini, menengok ke sekeliling. Hanya tersisa 5 menit sebelum pertandingan dimulai. Para pemain sudah bersiap turun ke lapangan, tapi tribun penonton masih kosong melompong.
"Inikah tribun Liga Utara?" Tanya Yang Chengzhuo dengan senyum pahit kepada Paulus Bayer.
Paulus Bayer mengangguk dengan pasrah, "Kamu hanya perlu membayangkan, musim lalu kehadiran penonton Chemnitzer FC di 2. Bundesliga rata-rata hanya 1500 orang, baru bisa berimajinasi berapa jumlah penonton tim dua!"
"Menurut perkiraanku, jumlah fans yang datang hari ini mungkin tidak akan melebihi 100 orang!" Tim Hank tersenyum pahit.
Yang Chengzhuo tersenyum, "Tidak masalah, keunggulan kandang lawan yang hampir tidak ada justru memungkinkan kita menunjukkan kemampuan lebih baik!"
Paulus Bayer dan Tim saling memandang, sama-sama tersenyum getir menanggapi lelucon itu.
Ada kalanya memang seperti ini, pelatih kepala sudah menyelesaikan semua persiapan yang mungkin, sisanya tergantung performa aktual pemain di lapangan.
Untuk tim amatir seperti SC, membahas taktik penargetan untuk mereka itu percuma, karena sistem permainan mereka penuh celah - kunci utamanya terletak pada tingkat kemampuan yang bisa ditunjukkan Tim Dua Chemnitz di bawah asuhan Yang Chengzhuo.
Melihat para pemain sedang menunggu untuk turun ke lapangan, Yang Cheng berbalik dan menengok ke tribun di belakangnya. Karena area seberang menghadap sinar matahari, para suporter memilih duduk di sisi belakangnya.
Sekilas, mata Yang Cheng langsung tertangkap dua wanita cantik bertubuh tinggi yang baru masuk dan sedang mencari tempat duduk di antara kerumunan. Jumlah penonton yang sedikit membuat penampilan mereka yang modis dengan kacamata hitam besar terlihat sangat mencolok, terutama si pirang yang memancarkan aura begitu memikat.
Saat Heidi Klum akhirnya mendapat tempat di barisan depan berkat kebaikan seorang suporter pria, matanya langsung bertemu dengan Yang Cheng yang sedang berbalik. Dengan senyum manis, wanita itu melambai-lambai ke arah pelatih muda itu.
Alis Yang Cheng berkerut. Tak bisa mengenali sosok di belakangnya, ia mencibirkan bibir lalu kembali menghadap ke lapangan.
"Hei, siapa sih 'itu'?" tanya Tim sambil menyeringai.
Yang Cheng menggelengkan kepala. Ia sengaja berbalik lagi untuk memastikan, tetap tak tahu. "Nggak kenal!"
"Masa' nggak kenal tapi dia nyapa duluan?" Tim menyeringai dengan ekspresi tidak percaya.
“Bukan memberi salam ke aku kali, mungkin ke kamu, ke Paulus, kalian kan tampan-tampan!” Yang Cheng jarang-jarang bercanda.
Paulus dan Tim langsung tertawa sambil memaki. Soal penampilan, wajah tegas Yang Cheng di dalam negeri termasuk tipe macho, sedangkan menurut selera estetika Eropa, dia adalah pria tampan klasik dengan tinggi 1.84 meter - tidak terlalu tinggi atau pendek, tidak gemuk atau kurus, sangat proporsional.
“Haiti, teman yang kamu maksud itu yang berambut hitam?” tanya Angel melihat Haiti cemberut kesal.
“Iya, si bebal yang tak mengenali orang ini!”
Angel tertawa melihatnya yang menggemaskan ini, “Kamu kenal dia gimana? Sudah ketemu berapa kali? Dekat sampai level apa? Ada kemungkinan berkembang nggak?”
“Ya Tuhan, Angel, sejak kapan kamu suka bergosip?” Haiti Kruger hampir tertawa terbahak, “Aku cuma bertemu dengannya dua kali, bicara beberapa patah kata saja. Sebelumnya merasa dia agak menarik, jadi datang untuk mendukung.”
“Oh, pantas saja! Kalian baru dua kali bertemu, lagipula kamu pakai kacamata hitam besar, mana mungkin dia mengenalimu!” Angel tersenyum membela Yang Chengzhuo, meski ini memang fakta.
Mendengar penjelasan itu, Haiti pun mengangguk mengerti dan amarahnya mereda.
Kebetulan para pemain mulai memasuki lapangan. Mereka pun berhenti berbincang. Namun perhatian Haiti sepertinya tidak tertuju pada pertandingan, melainkan terus mengikuti gerak-gerik Yang Chengzhuo. Di matanya, pria itu jauh lebih menarik daripada jalannya lomba.
Wajar jika Haiti tak memedulikan pertandingan. Sejak babak pertama dimulai, keseimbangan kemenangan sudah condong parah!
……
……
Pembukaan Yang Chengzhuo tetap fokus di sayap kanan. Trio segitiga besi lini tengah Clemens Fritz, Ballack, dan Sebastian Keel aktif bergerak di area ini. Fritz bahkan sejak menit pertama sudah memanfaatkan kecepatan dan tekniknya untuk membangun ancaman di sisi kanan.
SC Borea terdiri dari para pemain semi-profesional. Pelatih kepala mereka Thomas Baron adalah pria paruh baya Jerman yang sengaja didatangkan dari Berlin. Sejak 1991 ia terus melatih tim ini dan berulang kali berhasil mempertahankan mereka dari degradasi, namun tidak memiliki pengalaman melatih klub lain.
Melalui Sistem Pendukung Pelatih Super, Yang Chengzhuo telah memperhatikan pelatih ini. Penilaian sistem menyebutkan kemampuan adaptasi lapangannya buruk. Karena itu sejak menit pertama pertandingan, ia berani melakukan tekanan besar-besaran.
Dua striker bergantian menerjang pertahanan SC Borea. Pergerakan silang dan serangan tajam mereka berhasil menciptakan banyak peluang bagi Ballack yang menyusul dari belakang.
Menit ke-7, Thomas yang menjadi striker utama tiba-tiba bergerak ke kanan. Ballack muncul dari belakang di area kiri dalam kotak penalti, langsung menerobos ruang kosong yang ditinggalkan Thomas. Umpan Fritz langsung mendarat sempurna di atas kepalanya.
Melompat tinggi, menyundul keras! Bola memantul dari tanah dan masuk ke gawang, 0-1!
Usai mencetak gol, Ballack langsung berlari gembira sambil terus bersalaman dengan rekan setimnya. Terutama saat mencapai area tengah, melihat Yang Cheng di pinggir lapangan tersenyum dan mengacungkan jempol, raut wajaknya dipenuhi semangat dan sedikit rasa haru.
Dia tak bodoh, jelas melihat Yang Cheng membangun taktik tim sepenuhnya mengorbitkan dirinya!
2 menit kemudian, kerja sama Fritz di sayap kanan dengan Ballack lagi-lagi menghasilkan umpan silang ke tengah. Thomas menggunakan postur tinggi badannya untuk menguasai posisi, lalu menyundul bola ke gawang SC Borea lagi, 0-2!
Gol ini membuat Yang Chengzhuo di pinggir lapangan melakukan gerakan kemenangan pasti. Dia sangat paham, harus terus mengejar kemenangan, memanfaatkan aura ini untuk terus menghancurkan pasukan yang kalah, tidak memberikan kesempatan bernapas kepada SC Brei.
Thomas Barone di pinggir lapangan berkeringat dingin, terutama saat menyaksikan aura dan kekuatan yang ditunjukkan Tim Dua Chemnitzer FC di lapangan.
Harus diakui, meski muda, trio gelandang Ballack, Fritz, dan Kerr membentuk kombinasi yang unggul dalam kontrol, ofensif, dan agresivitas dibanding lawan. Taktik Yang Chengzheng juga berhasil memaksimalkan keunggulan area tengah Tim Dua Chemnitz.
Untuk tiga bek tengah, Luis Huth yang bertugas di posisi sentral kali ini meski belum menunjukkan kepemimpinan yang tenang dan pasti seperti jenderal andalan, tapi sudah menunjukkan kemajuan signifikan dibanding sikap ragu-ragu sebelumnya.
“Sepertinya Luis juga menunjukkan banyak kemajuan!” Yang Cheng tertawa.
Dia sama sekali tidak tahu kejadian di minimarket dekat Chemnitzer tadi malam, juga tidak tahu bahwa sepulang ke rumah, Luis Huth berbaring di ranjang sambil tak percaya dirinya ternyata berhasil mengalahkan Dominik, menambah sedikit keyakinan diri.
Saat ini dia hanya merasa terharu melihat perkembangan Luis Huth. Dia yakin, selama semangat ini terus dipertahankan, Luis Huth pasti tidak akan mengecewakan. Setidaknya pemain itu bisa menstabilkan diri di tim seperti Chemnitzer.
Paulus Bayer juga menyatakan kepuasan terhadap performa Luis Huth, "Dengan akumulasi pertandingan dan pembentukan keyakinan dirinya, saya percaya dia pasti akan tampil semakin baik!"
