Kapan tepatnya istilah "Derby" tercipta dan kapan diterima oleh fans sepakbola seluruh alam semesta, Yang Chengzhuo tidak punya kesan sama sekali. Dia bukan ahli yang mempelajari bidang ini. Namun dia sangat paham: di Chemnitz saat ini, tak seorang pun memiliki gambaran umum tentang konsep Derbi.
Yang Chengzhuo memiliki kesan sederhana tentang Derby: permusuhan antar dewa. Biasanya terjadi antara dua tim yang letaknya berdekatan, kekuatan seimbang, dan memiliki sejarah dendam yang rumit. Pertarungan seperti ini selalu berhasil mengalihkan perhatian lebih banyak fans.
Chemnitzer Freie Presse pada pagi hari pembukaan 2. Bundesliga, secara khusus memuat liputan panjang lebar tentang pertandingan perdana melawan Leipzig. Koran ini menyoroti analisis kekuatan, profil pelatih kepala, dan pemain dari kedua tim.
Sebaliknya, kemenangan gemilang 0:9 Tim Dua Chemnitz atas SC Borei kemarin hanya mendapat ruang seukuran kuku. Itu pun ditempatkan di sudut ruangan paling tak terlihat - hanya beberapa kata penjelasan singkat tanpa analisis mendalam.
Menurut analisis Chemnitzer Frei Zeitung, semua tim yang paling dibenci oleh fans Chemnitz terletak di sekitar kota ini, seperti Zwickau, Aue, Dresden, Leipzig dll. Semuanya merupakan tim Jerman Timur di sekitar, namun semuanya dianggap sebagai musuh bebuyutan dalam hati fans Chemnitz.
Mungkin karena tim-tim seperti Aue dan lainnya telah jatuh satu per satu, fans Chemnitz tampak sangat antusias menyambut pertandingan melawan Leipzig ini, terutama melihat semangat juang yang ditunjukkan tim selama musim panas ini.
Sepakbola Jerman Timur sudah terlalu lama hancur, sejak bergabung dengan liga Jerman Barat tak pernah lagi menunjukkan keotoriteran era Jerman Timur. Melihat pergerakan tim di musim panas yang cukup signifikan, fans pun ikut bersemangat, apalagi ini pertandingan kandang pertama.
"Mengalahkan brengsek-brengsek Leipzig itu!"
Di tribun penonton, suara seperti ini terdengar di mana-mana, terlihat wajah-wajah yang menjadi mengerikan karena teriakan kemarahan.
Untuk pertarungan kandang lawan Leipzig, suporter Chemnitzer di tribun tidak kalah menyeramkan dari Setan!
Yang Chengzhuo, ditemani Tim Hank dan Paulus Bayer, juga datang langsung ke tribun stadion. Mereka mencari posisi yang lebih dekat agar bisa melihat pertandingan dengan jelas.
“NND, Membandingkan manusia hanya akan membuatmu mati kesal, Tim Satu selalu lebih dihargai daripada Tim Dua!” Gerutu Yang Cheng sambil menyapu pandangannya ke area wawancara di bawah tribun, penuh perasaan campur aduk.
Estimasi penonton yang hadir mencapai hampir 5000 orang - prestasi yang sangat bagus untuk Chemnitzer. Terutama setelah merekrut banyak bintang dari Jerman Timur musim panas ini, seperti striker legendaris Jürgen Kirsten. Pria 33 tahun ini pernah menjadi Raja Pencetak Gol Liga Jerman Timur selama tiga musim berturut-turut. Meski sudah uzur, popularitasnya masih tinggi. Musim lalu saja ia mencetak 16 gol untuk Hannover 96. Kalau bukan karena panggilan sang guru Hefner, mungkin dia tak mau bergabung dengan Chemnitzer.
"Katanya Hefner baru saja merekrut penyerang tengah kuat dari Ceko, yang mana?" Yang Cheng menatap penuh perhatian ke para pemain yang keluar dari lapangan.
Belakangan ini dia sibuk mengurusi pertandingan Tim Dua, sama sekali tak sempat memikirkan Tim Satu. Tidak tahu juga siapa yang direkrut Hefner, hanya dengar kabar namanya tidak terkenal tapi harganya 100.000 Mark Jerman - jumlah yang hampir "gila" untuk standar Chemnitz.
"Itu, yang tinggi banget itu!" Tim Hank menunjuk seorang pemain di lapangan.
Pemain Jerman saat itu masih mayoritas keturunan murni, belum seperti era 2011 yang penuh campuran darah. Tapi striker Ceko itu tetap mencolok di kerumunan, seperti bangau di tengah ayam.
"Ya Tuhan, tingginya berapa?" seru Yang Cheng takjub.
"Katanya lebih dari 2 meter!" Tim juga mengangguk kagum.
Yang Chengzhuo，membeku sejenak，pemain setinggi dua meter memang langka，apalagi dari Ceko，mungkinkah？
"Siapa namanya?"
Paulus Bayer menyambung，"Katanya bernama Jan Koller，seorang imp yang musim lalu hanya bermain 6 pertandingan di liga Ceko!"
Jan Koller yang berusia 22 tahun memang masih dianggap imp di mata Paulus Bayer，dan umumnya pemain Jerman dan Eropa Timur saat itu telat bersinar，banyak yang baru mulai menampakkan bakatnya di usia 22-23 tahun，jadi Jan Koller masih tergolong pemain muda.
Seandainya di tahun 2011，Messi dan Cristiano Ronaldo yang 22 tahun hampir bisa meraih Pemain Terbaik Dunia!
Ada yang bilang evolusi taktik sepakbola dan masuknya pendekatan ilmiah yang sistematis membuat pemain matang lebih cepat，tapi justru kehilangan ketahanan mental. Tentang semua ini，Yang Chengzhuo tidak punya kualifikasi untuk berulasan. Ia hanya seorang pelatih kepala yang harus mengikuti tren zaman ini.
"Ternyata dia!" Yang Cheng tersenyum lebar. Jan Koller ini memang striker berkemampuan tinggi. Kemampuan penguasaan udara-nya tak perlu diragukan, yang penting postur tubuhnya yang begitu tinggi besar, namun teknik kakinya sangat komprehensif. Di momen genting bahkan bisa berperan sebagai kiper cadangan, benar-benar figur legendaris!
"Kamu kenal dia?" Tim Hank bertanya sambil lalu.
Yang Cheng tersenyum samar menyembunyikan perasaannya, namun tak menjawab. Ia fokus memperhatikan formasi Chemnitzer FC. Jan Koller bermain sebagai tandem striker bersama Jürgen Schmidt: satu tinggi kekar, satu lagi meski kecepatannya terbatas karena usia, namun kesadaran pergerakan fleksibelnya cukup baik. Kombinasi duo striker mereka terbilang efektif.
"Kiper tinggi itu bernama Panadić, berasal dari Kroasia. Bek tengah tinggi di sampingnya bernama Alavčić. Keduanya adalah rekrutan penting asal Kroasia yang diprioritaskan pelatih Hefner."
Dalam sistem liga Jerman, pemain berkebangsaan Eropa Timur tidak dianggap sebagai pemain asing. Hanya pemain dari negara non-Eropa yang dihitung sebagai pemain asing. Setiap tim boleh memiliki 4 pemain non-Eropa, namun maksimal 3 yang boleh muncul bersamaan di lapangan.
Tim Hank mulai menjelaskan situasi tim utama Chemnitzer FC satu per satu kepada Yang Chengzhuo. Setelah selesai memperkenalkan 11 pemain pembuka, pertandingan pun dimulai secara resmi.
……
……
Hefner yang bertanding di kandang sendiri jelas ingin mengandalkan serangan. Leipzig dan Chemnitzer FC memiliki kekuatan setara, namun musim ini Chemnitzer merekrut banyak pemain dengan dana besar sementara Leipzig tetap mempertahankan skuad lama. Oleh karena itu Hefner yakin bisa langsung mengguncang lawan sejak awal dan mengendalikan situasi pertandingan.
Leipzig tampaknya telah mengantisipasi strategi Chemnitzer. Sebagai tim tamu, mereka memilih bermain stabil di fase awal pertandingan.
Di liga Jerman saat ini, kesenjangan kekuatan antar tim masih terbilang merata. Hal ini bisa dilihat dari papan poin, di mana selisih poin antara peringkat teratas dan terbawah biasanya hanya sekitar 30 poin. Namun setelah Undang-Undang Bosman disahkan, situasi sepakbola Eropa akan berubah total. Tim kuat semakin mendominasi, sementara yang lemah semakin tertinggal, menciptakan jurang yang semakin melebar.
Pertandingan antara dua tim seimbang memang berlangsung sengit, namun minim momen spektakuler yang membekas. Alih-alih, duel fisik terus terjadi dengan pelanggaran yang beruntun sepanjang pertandingan.
Dengan kehadiran Jan Koller sebagai target man, Hefner menerapkan taktik serangan sayap. Namun efektivitasnya rendah karena Leipzig menugaskan pemain khusus untuk mengawasi ketat Koller. Keunggulan tinggi badan dan header striker Ceko itu justru tak terlihat, sementara kelemahan kecepatan dan kelincahannya malah terekspos.
