"Coba jelaskan!" Yang Chengzhuo duduk di kantornya, memberi isyarat pada Hefner untuk juga duduk.
"Tim Satu kehilangan empat anggota inti, anggota bajingan itu hanya mengejar keuntungan..." Saat membicarakan ini, wajah Hefner dipenuhi kemarahan, tapi segera menyadari tidak perlu meluapkan emosi di depan Yang Chengzhuo, "Saya ingin memindahkan dua tiga pemain dari Tim Dua ke Tim Satu untuk mengisi kekosongan pasukan."
Mata Yang Chengzhuo menatap dalam pada Hefner. Di hadapannya berdiri seorang anggota senior Jerman Timur yang telah tersingkir oleh zaman, benar-benar tak mampu lagi mengikuti irama era ini.
Dari posisi pelatih kepala tim, Yang Chengzhuo punya alasan mutlak untuk menolak. Tapi sebagai pelatih Tim Dua, ia tak menemukan alasan untuk menolak permintaan Hefner, karena Tim Satu tetaplah fondasi utama Chemnitzer FC.
Apalagi Yang Chengzhuo udah dari dulu bersiap mental akan kehilangan beberapa pemain.
"Boleh, kamu ingin siapa?"
Kelancaran Yang Chengzhuo justru membuat Hefner bingung dan merasa malu. Awalnya dia mengira Yang Chengzhuo akan menguji kesabarannya, tapi tak disangka malah langsung setuju.
"Kamu tahu, pengalaman Tim Satu saat ini sangat tidak ideal, seandainya tidak..."
Hefner masih ingin menjelaskan seolah takut terjadi kesalahpahaman, tapi Yang Chengzhuo menyelanya dengan gerakan tangan.
"Kamu pelatih kepala Chemnitzer FC Tim Satu, aku pelatih Tim Dua. Salah satu tanggung jawabku adalah melatih pasukan cadangan ini untukmu. Jadi tak perlu banyak penjelasan!"
Hefner membeku, lalu tersenyum pahit. "Masih menganggapku pelatih kepala?"
Kalimat ini langsung membuat hati Yang Chengzhuo terasa hampa. Ia teringat semangat membara Hefner saat pertama kali datang ke tim. Kini, satu kalimat sederhana itu telah melukainya. Perbedaan yang terlalu besar ini hanya karena dia gagal memberikan nilai yang dibutuhkan Chemnitzer FC.
Inilah kekejaman mengerikan dari sepak bola profesi!
Melihat Yang Chengzhuo tetap diam, Hefner mengangkat kepala dengan senyum pahit. Matanya menatap langit-langit seolah berusaha menyembunyikan sesuatu. Namun suaranya mulai terisak.
"Sampai hari ini, di seluruh klub ini... mungkin hanya Kamu yang masih menganggapku sebagai pelatih kepala!"
Menghadapi lawan yang pernah dibencinya ini, Yang Chengzhuo bingung harus menghibur atau bagaimana. Akhirnya dia memilih diam-diam merenung.
Hefner juga bukan tipe yang sentimental. Setelah sedikit meluapkan perasaan, dia segera memulihkan kondisi hatinya.
“Saya berharap dapat mengerahkan Sebastian Kehl dan Clemens Fritz ke tim utama, selain itu jika memungkinkan, Luis Huth juga akan mengikuti pelatihan Tim Satu. Saat ini kami kekurangan satu bek tengah dalam pelatihan kelompok, tapi dia tetap bisa terus bertanding bersama Tim Dua.”
Yang Cheng mengangguk setuju.
Hefner juga menyadari bahwa Yang Cheng tidak ingin melanjutkan percakapan. Dia paham perseteruan mereka di masa lalu, dan merasa Yang Cheng sudah cukup baik karena tidak memanfaatkan situasi sulitnya. Mustahil baginya untuk menuntut lebih dari Yang Cheng.
“Terima kasih!”
Saat Hefner membuka pintu ruangan kantor Yang Cheng untuk pergi, sang pelatih muda mendengar kata itu dengan jelas. Seketika seluruh tubuhnya membeku.
Ketika sadar kembali, sosok Hefner telah menghilang. Yang Cheng terdiam di kantornya, merenungkan makna mendalam yang terkandung dalam ucapan terima kasih itu.
Sejak memutuskan untuk menapaki jalan sebagai pelatih kepala profesional, dia dan Hefner sudah menjadi satu jenis manusia yang sama. Mereka berjalan di atas jembatan kayu tanpa jalan pulang, hanya bisa maju pantang mundur. Sekali gagal, hancur reputasi!
Profesi pelatih kepala bahkan lebih mengerikan daripada pemain profesional. Berapa banyak pelatih kelas dunia yang gagal bangkit seumur hidup hanya karena satu kegagalan total? Berapa banyak pelatih berbakat yang diharapkan banyak orang akhirnya sekadar bunga sepatu yang pudar setelah menghadapi rintangan?
Yang Chengzhuo tidak ingin mengulangi jalan lama Hefner. Karena itu, dia harus terus meraih sukses!
……
……
Pengerahan Sebastian Kehl, Fritz, dan Huth ke tim utama memberi dampak tertentu pada tim dua. Namun Yang Cheng segera menyesuaikan taktik tim, meminimalisir pengaruh tersebut. Bagaimanapun, Chemnitzer FC Tim Dua mengandalkan permainan serang-bela menyeluruh, bukan bergantung pada bintang individu.
Pertandingan Tim Dua dimulai lebih awal daripada Tim Satu. Meski kehilangan beberapa pemain inti sekaligus, tim Yang Cheng tetap mendominasi dengan pendekatan stabil. Setelah jeda musim dingin, mereka langsung meraih hasil gemilang 2 menang dan 1 imbang dalam 3 pertandingan awal, berhasil mencatatkan 10 kemenangan beruntun, baru mengalami hasil imbang lagi di pertandingan ke-12.
Tapi tim utama Hefner jelas tidak beruntung.
Semula semua berharap Hefner bisa memanfaatkan jeda musim dingin untuk menata ulang kesulitan tim, membawa mereka keluar dari lumpur. Namun malah dihantam badai kebangkrutan klub yang menyebabkan banyak pemain hengkang, semangat tim tercerai-berai, sama sekali tak memiliki daya tempur.
Pada laga ke-19 2. Bundesliga setelah jeda musim dingin, Chemnitzer FC bertandang ke Köln untuk menghadapi SC Köln. Klub ini berbeda dengan FC Köln di Bundesliga yang pernah melahirkan Podolski di kehidupan sebelumnya Yang Cheng, melainkan klub lain di kota Köln yang terdegradasi ke liga level rendah sekitar tahun 2000 dan terus terpuruk sejak itu.
SC Köln saat ini juga merupakan tim kelas menengah veteran di 2. Bundesliga yang kekuatannya tidak boleh diremehkan. Tim Hefner baru pertama kali menghadapi SC Köln musim ini, itupun dalam pertarungan kandang lawan.
Hasilnya tim Hefner yang sedang sial kembali menelan kekalahan telak 2-0 di kandang lawan. Ballack yang diandalkan sebagai starter tampil menghancurkan, gagal menampilkan performa menonjolnya seperti saat di Tim Dua.
Keesokan harinya setelah kekalahan, Chemnitzer Freie Presse mengulas panjang lebar hasil pertandingan ini. Semakin melebarnya selisih poin, ancaman degradasi Chemnitzer semakin nyata, membuat status Hefner semakin canggung.
Selain itu, komunitas sepakbola juga meragukan penilaian terhadap Ballack. Performa bagusnya di Tim Dua dinilai hanya karena lawan-lawan amatir. Begitu berhadapan dengan tim profesional sejati, kemampuannya langsung terbukti tidak memadai.
Tentu saja, Ballack masih muda, fans umumnya memberikan pengertian, tapi Hefner tidak bisa.
"Katanya saat bus tim kembali ke klub, banyak fans yang secara sukarela datang menyambut, tapi mereka bukan menyambut tim, malah menggelar demonstrasi kekuasaan, menuntut Hefner meninggalkan Chemnitzer!"
Di toko Paulus Bayer, Tim merasa sangat kasihan pada Pertemuan Hefner. Meski dia pecundang, tapi sebenarnya dia pelatih legendaris Jerman Timur, ternyata diperlakukan seperti ini oleh fans, sungguh menyedihkan.
"Siulan dan protes udah dari dulu, ini jadi bumbu wajib di kandang sendiri Chemnitzer. Tapi yang kayak hari ini, demonstrasi fans berkelompok, baru pertama kalinya. Apa klub tidak ada respons sama sekali?" Paulus Bayer menahan diri dari kemarahan di hati, bertanya dengan rasa tidak sebanding untuk Hefner.
Tim mencibirkan bibir, ada hal yang tak ingin dia katakan, tapi semua orang sudah saling paham.
Masalah terbesar Diersmit dan kawan-kawan saat ini ada dua. Pertama, utang klub sebesar 600.000 Mark yang hingga kini belum ada satu pun individu yang bersedia membantu tim, karena semua orang khawatir begitu Chemnitzer FC terdegradasi, seluruh investasi akan hangus.
Kedua adalah kontrak para pemain. Dalam kondisi pendapatan tiket dan performa liga yang menghancurkan, Diersmit hanya bisa mengandalkan penjualan pemain untuk memperoleh keuntungan. Maka prioritas utama adalah segera menyepakati kontrak baru dengan pemain.
Namun termasuk Sebastian Kehl, Fritz, Stark dan beberapa pemain lainnya menolak untuk setia pada Chemnitzer FC, tidak menandatangani kontrak baru. Mereka bukan pemain lokal Chemnitzer, memiliki performa yang bagus, dan banyak tim baru yang ingin merekrut mereka.
Saat ini satu-satunya yang menandatangani kontrak dengan Chemnitzer FC adalah Ballack. Pemain hasil akademi sepak bola Chemnitz ini memilih untuk setia pada tim. Dalam percakapannya dengan Yang Chengzhuo, ia menyatakan harapan bisa menggunakan cara ini untuk memberikan kontribusi terakhir bagi Chemnitzer FC.
Selain para pemain tersebut, banyak anggota Tim Satu juga menolak menandatangani kontrak baru. Mereka sudah mulai merencanakan prospek meninggalkan tim setelah season berakhir, bahkan ada yang secara diam-diam setuju bergabung dengan klub baru.
Nasib tim bangkrut memang selalu seperti ini, terutama untuk klub miskin seperti Chemnitzer FC. Akhir tragis mereka sudah ditakdirkan menjadi lebih memilukan.
Seminggu kemudian, pertandingan pekan ke-20 2. Bundesliga mempertemukan Chemnitzer FC melawan Nürnberg di kandang lawan.
Pada pertandingan ini, Hefner melakukan penyesuaian lebih besar pada pasukan inti. Pemain muda seperti Ballack, Kehl, dan Fritz dari Tim Dua turun bermain. Performa tim memang meningkat, namun akhirnya tetap kalah 1-0 di kandang Nürnberg.
Dengan demikian, Chemnitzer FC hanya mengumpulkan 4 poin dari 20 pertandingan pertama 2. Bundesliga musim ini, tertinggal 13 poin dari Wattenscheid yang berada di peringkat 17. Klub mantan Bundesliga ini diperkirakan masih dikenali banyak fans senior dalam negeri, karena di awal 90-an mereka beberapa musim berturut-turut bermain di Bundesliga.
Namun yang benar-benar membuat dunia luar kecewa berat pada Chemnitzer FC adalah insiden usai pertandingan melawan Nürnberg. Konon seorang pemain menyerang Hefner di ruang ganti karena pelatih itu memarahinya kurang maksimal selama pertandingan.
Hefner terkena pukulan hingga pipinya bengkak biru, mirip dengan pukulan yang pernah dia berikan pada Yang Chengzhuo dulu. Meski media meliput insiden ini, manajemen klub hanya memberikan hukuman ringan pada pemain tersebut. Sementara Hefner sama sekali tidak mendapat bentuk penghiburan apapun dari klub.
Diersmit dari awal hingga akhir tidak pernah menanyakan peristiwa ini. Dia sibuk berkutat di antara para bankir dan orang kaya, karena menurutnya hanya orang-orang seperti inilah yang mungkin bisa menyelamatkan Chemnitzer FC.
Melalui peristiwa ini, status Hefner di klub merosot tajam. Bahkan tante penyapu pun bisa menunjukkan ekspresi masam padanya. Sepanjang hari wajahnya suram bagai dewa bermuka hitam. Semua orang berhipotesis kapan dia akan diusir.
Terutama di Pertandingan ke-21, Chemnitzer FC kalah 0-1 dari Zwickau di kandang sendiri. Kekalahan dalam duel melawan musuh bebuyutan ini membuat amarah fans meledak di menit ke-68. Mereka bahkan menerobos lapangan, nyaris berubah menjadi kerusuhan besar.
Penyebabnya, para pemain yang tertinggal skor sama sekali tidak menunjukkan keinginan untuk menyerang atau mengejar ketertinggalan. Hanya beberapa yang berusaha, sementara sisanya bermain seolah sekadar memenuhi kewajiban.
Tim seperti ini, siapa pun yang melihat pasti kesal!
Tepat di pagi hari setelah pertandingan, Ketua Klub Diersmit mengetuk pintu kantor Yang Chengzhuo.
