Yang datang adalah sepasang ayah dan anak, dua versi dari cetakan yang sama.
Sang ayah berambut pendek dengan janggut kasar, memberi kesan keras; sang anak memelihara rambut panjang yang sedang trendi, terlihat nakal dan usil - sepanjang perjalanan tak henti dimarahi ayahnya.
Yang Chengzhuo mengawasi kedua ayah-anak ini, menurutnya sang ayah sangat mirip dengan Gattuso yang pernah dilihatnya di kehidupan sebelumnya. Adapun Gattuso aslinya, baiklah, sekarang ini dia hanyalah anak kecil berusia 18 tahun.
"Apa? Kau tidak mau pergi? Kalau tidak pergi, ayah hajar habis kau brengsek ini! 500 juta lira, Ya Tuhan, 500 juta lira! Jumlah yang tak mungkin kudapatkan meski bekerja keras seumur hidup, kau tahu?"
Frank sama sekali tidak mempertimbangkan ini terjadi di depan umum, terus terang memaki anaknya sendiri. Perilaku ini memang sangat sesuai dengan citranya.
"Bagaimanapun juga, ayah adalah orang terpandang di sini. Jika kau tidak pergi, orang akan menertawakan ayah punya anak pengecut yang tidak berani mengambil kesempatan emas ini. Ya Tuhan, kau benar-benar tidak berguna!"
Yang Chengzhuo dan Tim saling memandang dengan putus asa di bawah payung pantai, sama-sama merasa pasangan ayah-anak di samping mereka ini... ya 'itu' banget.
5 miliar lira yang setara dengan 250 ribu dolar AS adalah harga yang diajukan Yang Cheng kepada Perugia untuk membeli Gattuso. Setelah disetujui Perugia, mereka bahkan menelepon langsung ke keluarga Gattuso untuk menjelaskan situasi. Yang Cheng pun mengundang mereka bertemu, sehingga terjadilah peristiwa saat ini.
"Ayah, kamu juga cuma pernah main di pertandingan amatir sini beberapa tahun!" gumam Gattuso membantah.
Frank langsung menampar kepala anaknya, entah sengaja tidak kena atau meleset, "Masih berani membantah, brengsek! Untuk apa aku susah-susah mengajarkanmu main bola? Lihat nilai akademismu, sekolah mana yang mau menerima? Kalau tidak main bola, mau apa? Jual ikan di pelabuhan?"
"Galeone bilang akan memberiku kesempatan tampil!" Gattuso kembali membantah.
Galeone adalah pelatih kepala Perugia saat ini.
“Percaya Dia?” Suara Frank semakin keras, “Saat menyebutnya aku jadi kesal, sialan, kontrak profesional resmi saja tidak mau kamu tanda tangani, subsidi bulanan cuma dikasih sedikit, bahkan tidak cukup untuk biaya hidupmu. Kalau bukan aku yang kasih uang, mana mungkin kamu bisa bertahan?”
Mendengar ini, Gattuso tidak berani membantah lagi. Jelas yang dikatakan ayahnya adalah fakta.
“Pokoknya aku tidak peduli! Mau tidak mau kamu harus pergi. Sudah aku urus dengan Perugia, kamu harus ke luar negeri. Biar mereka jangan bikin sulit! Ya Tuhan, 5 miliar lira, ini benar-benar 'harga langit'!” Wajah Frank terlihat sangat puas.
Terlihat jelas, jika transaksi ini sukses, dia pasti akan memamerkannya ke seluruh kota kecil.
Entah mengapa, Yang Cheng justru merasa pasangan ayah-anak ini sederhana dan jujur. Meski sang ayah bicara dengan suara keras, setidaknya terlihat jelas bahwa dia punya perhatian terhadap masa depan anaknya.
Bertahan di Perugia memang tanpa masa depan, meski tim ini promosi ke Serie A musim ini, tapi Gattuso pasti tidak mendapat kesempatan.
Sepakbola profesional memang seperti ini, semua orang hanya peduli pada bintang-bintang yang bersinar, siapa yang akan peduli pada karakter figuran di balik pertumbuhan sang bintang? Saat ini, Gattuso hanyalah figuran yang paling figuran, bahkan dia tidak punya kontrak profesional resmi sekalipun.
Yang Chengzhuo juga pernah berpikir untuk melewati Perugia dan langsung merekrut Gattuso, mirip seperti cara Wenger merekrut Fabregas. Tapi setelah menyelidiki, dia menemui jalan buntu karena dalam kontrak non-formal antara Perugia dan Gattuso ada klausul yang mencegah situasi seperti ini.
Lagipula, USD250.000 bagi Yang Chengzhuo memang bisa dikeluarkan, jadi tidak perlu mencari cara licik. Jika sampai dilaporkan ke pengadilan oleh Perugia dan Gattuso terkena larangan bermain, kerugian lebih besar daripada keuntungan.
“Ngomong-ngomong, di mana si anggota yang mengaku sebagai pelatih kepala Kaiserslautern itu?” Setelah lama mencari di pantai, Ayah Gattuso jelas-jelas belum menemukan targetnya.
Yang Chengzhuo dan Tim sama-sama menunjukkan senyum pahit. Mendengar kalimat ini, mereka agak canggung keluar dari bawah payung pantai.
“Kalian?” teriak Frank dengan suara keras.
Gattuso juga menunjukkan raut wajah masam, “Terlalu muda!”
Garis hitam muncul di wajah Yang Chengzhuo. Bocah ini benar-benar 'itu' banget, berani-beraninya meragukan pelatih kepalanya sendiri!
“Muda itu bagus! Remaja lebih bisa paham isi kepala kalian, bisa berdiskusi denganmu. Bodoh!” Frank kembali menjambak kepala Gattuso lebih keras.
“Halo, saya ayahnya. Panggil saja Frank!” Dengan gaya mudah akrab, Frank menjabat tangan Yang Chengzhuo erat-erat, lalu berjabat tangan dengan Tim sebelum duduk di hadapan Yang Chengzhuo.
"Dengar-dengar kalian sangat mengagumi anak saya, bersedia mengeluarkan uang untuk merekrutnya bermain sepakbola, ya?" Frank langsung ke pokok persoalan.
Yang Cheng mengangguk, "Ya, saya rasa..."
"Sudah cukup!" Frank langsung menyela ucapan Yang Cheng, "Yang penting bisa main bola! Lain-lain itu tidak penting. Anak saya di Calabria yang terhebat, sejak kecil dia bisa terus berlari dan main bola di pantai selama 5 jam. Dia benar-benar orang gila, tahu?"
Yang Cheng dan Tim saling pandang dengan bingung. Di dunia ini siapa yang menyebut anak sendiri sebagai orang gila? Itu pun dengan ekspresi penuh kebanggaan seperti sedang memamerkan harta karun.
"Ayah!" Gattuso protes di samping.
"Diam kau!" Frank takut anaknya menolak tawaran sehingga membuat marah kedua tamu, segera membungkamnya. "Ngomong-ngomong, eh... Tuan ini... bagaimana panggilannya?"
"Yang Cheng, saya orang Tionghoa." Perkenalan diri yang canggung itu disertai gumaman dalam hati: Ayah ini benar-benar barang langka kelas wahid.
"Oh, Tuan Yang Cheng, pada dasarnya gaji yang kalian tawarkan untuk anak saya, kami cukup puas. Tapi kalau performanya bagus, bisa dinaikkan?" Frank tak lepas dari urusan uang.
Yang Cheng mengangguk, "Tentu saja, ini bisa saya jamin. Sebagai pelatih kepala tim, saya akan memberikan hadiah sesuai performa pemain. Kalau dia tampil baik, saya pasti akan menaikkan gajinya."
"Bisa sampai 500 juta lira?" tanya Frank bersemangat.
Yang Cheng tersenyum, "Kalau tim naik level, struktur gaji akan kami tinjau ulang. Selama performanya bagus, tidak masalah!"
"Nah itu baru!" Frank menepuk kedua tangan dengan keras, lalu menatap anaknya, "Setuju saja, brengsek! 500 juta lira setahun, nanti kamu pasti lebih kompeten daripada bapak!"
Gattuso melihat ayahnya yang fanatik itu, mencibirkan bibir. Ingin bicara tapi takut membuat sang ayah marah.
"Ada pemikiran apa? Silakan disampaikan!" usul Yang Cheng sambil tersenyum.
Gennaro Gattuso menatap Ayahnya dengan penuh ketakutan.
Frank melihat sikap anaknya itu, marah hingga memukul meja pantai sekuat tenaga sampai minuman Yang Chengzhuo pun tumpah. "Bicaralah cepat! Jangan ragu-ragu! Kalau di lapangan juga begini, lawan udah dari dulu mengalahkanmu! Harus lebih keras, tahu? Seperti saat kamu main bola!"
Yang Chengzhuo hampir terbahak. Akhirnya ia benar-benar memahami betapa frustasinya perasaan Gattuso saat ini.
Seolah terpacu oleh Ayahnya, Gattuso mengumpulkan keberanian bertanya: "Apakah di sana ada asrama?"
Yang Chengzhuo hampir tersedak tawa. Meski belum pernah ke Kaiserslautern, ia tahu pemain junior biasanya tinggal di asrama kolektif sekitar, sedangkan pemain profesional umumnya diaturkan apartemen lajang oleh klub. Yang gajinya tinggi bahkan menyewa rumah sendiri.
"Asrama kami diatur khusus untuk pemain muda. Jika kamu menandatangani kontrak profesional dengan kami, kami akan menyediakan apartemen lajang untukmu. Tentu saja klub akan menanggung setengah sewa, sangat terjangkau, kamu bisa tenang!"
Gattuso tampak tertarik mendengarnya. Di Perugia bahkan mengajukan asrama kolektif pun sulit baginya, "Bagaimana dengan mobil?"
"Mau mobil buat apa? Kamu bisa nyetir? Punya SIM? Kamu ke sana main bola, buat apa beli mobil? Lihat aku, seumur hidup nggak punya mobil. Fokus main bola itu yang benar!" teriak Frank marah sekali, tampaknya sudah lama menahan berbagai permintaan Gattuso.
Gattuso mengangkat bahu, langsung memalingkan wajah, "Urus saja dengannya! Kalau realistis tidak bisa, ajak dia main bola!"
Yang Cheng dan Tim tidak tahan lagi menyemprotkan racun. Mereka benar-benar menganggap ayah-anak ini sebagai barang langka di antara barang langka.
Tapi terlihat jelas, mereka semua adalah orang yang langsung dan lancar!
