"Gol!!!"
"Tim Jerman mencetak gol!!"
"Sekarang kita sudah menyamakan skor menjadi 2-1! Terima kasih Tuhan! Kita tidak lagi tertinggal 2-0, kita berhasil mencetak satu gol, sekarang skor 2-1!"
"Ini benar-benar gol yang bisa meningkatkan semangat para pemain!"
……
"Gol! Gol!!"
"Tembakan Rahn masuk! 2-2! Ya Tuhan, kita menyamakan kedudukan! Kita berhasil mengimbangi tim Hungaria yang kuat!"
"Dengan aura menyamakan kedudukan ini, para pemain kita mulai melancarkan serangan gencar ke gawang Hungaria!"
……
"Gol! Gol!! Gol!!!"
"Jerman menang 3-2 atas Hungaria! Tim yang tidak pernah kalah selama empat setengah tahun terakhir!"
"Waktu sepertinya berhenti berjalan! Aku tidak bisa berhenti menatapnya, karena tinggal 1 menit lagi, kita unggul 3-2!"
"Pemain Hungaria mulai gelisah, Puskás menembak, Toni! Toni yang luar biasa berhasil menepis bola!"
“Hungaria menyerang dari sisi kanan, Fritz Walter mundur bertahan dan melakukan sabotase bola keluar lapangan! Lemparan kedalam untuk Hungaria!”
“Selesai! Pertandingan berakhir! Jerman adalah gelar juara dunia!”
“Jerman berhasil mengalahkan Hungaria yang kuat dan tak terkalahkan dengan skor 3-2 melalui pembalikan keadaan yang hampir ajaib setelah sempat tertinggal dua gol!”
“Ini adalah pertandingan yang luar biasa, kemenangan penuh keajaiban!”
……
Di ruang ganti tim tuan rumah Stadion Karl Benz Mannheim, memekakkan telinga oleh suara roar komentator dari TV yang memenuhi ruangan. Pada layar siaran langsung hitam-putih terlihat sekumpulan pemain yang gembira, beberapa bahkan menangis bahagia hingga air mata mengalir deras karena kemenangan.
Di luar layar TV, para pemain di ruang ganti tampak sangat bersemangat. Mayoritas pemain termasuk Brehme bahkan meneteskan air mata, karena siaran langsung yang ditayangkan ini adalah pertandingan yang sangat familiar bagi mereka. Pertandingan yang memotivasi ribuan remaja Jerman jatuh cinta pada sepakbola. Pertandingan yang dijuluki sebagai momentum membebaskan Jerman dari bayangan Perang Dunia II.
Tahun 1954, Final Piala Dunia, Keajaiban Bern!
Fritz Walter sebagai kapten tim, mengangkat tinggi Piala Dunia di tangannya. Pemandangan dirinya digendong rekan setim ke atas kepala membeku di layar TV, seolah menghentikan waktu menjadi abadi.
Lampu menyala. Yang Chengzhuo perlahan mendekat. Air matanya juga mengalir!
“Tahukah kalian mengapa saya meminta kalian menonton rekaman TV samar ini?” Suara bernuansa magnetik Yang Cheng bergema di ruang ganti, di luar adalah Stadion Karl Benz yang bisa menampung 26.000 penonton, namun sebagian besar kursi tribun ditempati fans Borussia Dortmund.
“Seberapa kuatnya tim Hungaria saat itu, saya tidak perlu menjelaskan lagi. Kalian semua bisa melihat jelas dari siaran langsung ini, dari teriakan komentator, dari suasana pertandingan - betapa miripnya final saat itu dengan final hari ini?”
“Borussia Dortmund bagi Kaiserslautern hari ini, ibarat Hungaria bagi Jerman dulu. Sama-sama memiliki kesenjangan kekuatan yang besar. Tapi Jerman akhirnya mengalahkan Hungaria yang tak terkalahkan. Bagaimana dengan kita? Bisakah kita mengalahkan Dortmund?” Yang Cheng hampir berteriak mempertanyakan pada para pemain di hadapannya.
Setelah jeda sejenak, menunggu kondisi hatinya tenang, Yang Chengzhuo baru melanjutkan mobilisasi.
"Sejak datang ke Kaiserslautern, aku selalu bertanya-tanya - mengapa Fritz Walter sebagai simbol semangat tim dan pemain terhebat dalam sejarah klub, tak pernah muncul di tribun penonton? Tak sekalipun ia menjenguk kita? Sekedar dorongan kecil atau beberapa patah kata darinya pasti akan memberi kita kekuatan besar!"
"Tapi dia tak pernah melakukannya. Meski stadion tim memakai namanya, meski di kota 'Kaiserslautern' ini dia tetap simbol semangat, meski di tim kita masih banyak yang menganggapnya idola - tak setetes pun dorongan diberikan. Mengapa?"
"Karena kalian tak layak!" teriak Yang Chengzhuo.
"Sejak kapan 1. FC Kaiserslautern mulai membutuhkan idola, pilar semangat, dan kebanggaan akan prestasi masa lalu untuk bertahan hidup? Tidakkah ini terasa menyedihkan? Memalukan? Tidakkah kalian bisa bertarung seperti jantan sejati yang berani berdiri di garis depan?"
"Bagaimana Fritz Walter meraih pencapaiannya? Dia dan rekan satu tim mengalahkan Hungaria dengan usaha keras, semangat juang yang pantang menyerah, dan mental menganggap kematian sebagai kepulangan di arena pertandingan! Saat itu tidak ada idola, tidak ada simbol semangat, tidak ada hal-hal yang patut dibanggakan!"
"Saat ini kita mengenakan seragam yang sama dengan yang pernah dipakai Fritz Walter selama berbakti di 1. FC Kaiserslautern, bermain di stadion yang sama tempat dia berjuang. Tapi dari kalian, aku tidak melihat sedikit pun semangat juang dan kehendak baja yang dimiliki Fritz Walter!"
"Inilah alasan mengapa Fritz Walter tidak mau datang ke stadion!"
"Inilah alasan mengapa Fritz Walter bahkan tidak mau memberikan sedikit dorongan pun!"
"Karena sebagai jantan, kita harus menggunakan kedua tangan kita untuk mengejar semua yang ingin kita dapatkan, bukan mengandalkan belas kasih dan pemberian orang lain!"
"Andreas!" Yang Chengzhuo berbalik tajam menatap Brehme, "Di Stadion Harlander musim lalu, saat Wolter dan Schuster dengan sikap pemenang menghiburmu menggunakan nada belas kasihan dan simpati, apakah hatimu tidak merasa malu? Apakah kau tidak membenci kegagalanmu sendiri? Apakah kau tidak menyesal kenapa tidak berusaha lebih keras saat pertandingan itu? Lari lebih cepat beberapa yard?"
Brehme menghadapi tuduhan Yang Chengzhuo, bukannya membantah malah membelalakkan mata dengan gigitan gigi penuh kebencian.
"Dia membenci kegagalan, membenci kekalahan, membenci mantan teman-teman baiknya yang memberikan belas kasihan dan simpati kepada dirinya!"
"Olaf!" Yang Chengzhuo menatap Marcel, "Kamu salah satu sahabat terbaik Kirsten. Saat menyaksikan temanmu mengalahkan tim yang kamu bela di Stadion Haberland sementara kamu tak berdaya, apa yang ada dalam hatimu? Pernahkah kamu menekan dadamu dan bertanya: 'Aku juga ingin sehebat dia?'"
Marcel mengatupkan giginya, emosi yang baru saja terbangkitkan saat menonton siaran langsung kembali memuncak hingga puncak.
"Ada!" jawabnya dengan nada keras.
"Dan kamu, Harry! Apakah kamu merasa malu atas kesalahan di menit-menit akhir? Merasa bersalah? Ingin mati rasanya? Pernahkah kamu duduk di tepi ranjang di tengah malam, mengingat semua yang terjadi di Stadion Haberland, dilanda penyesalan tak terbendung hingga air mata tak terkendali mengalir deras?"
“Ada!” Kocian mengatupkan giginya menjawab.
Yang Chengzhuo perlahan berjalan ke Tengah ruang ganti, menyapu pandangannya ke para pemain yang bergelora di hadapannya, lalu menunjuk ke pintu ruang ganti.
“Luar sana bukan sekadar stadion, itu adalah medan pertempuran habis-habisan! Kita tak ingin gagal, tak mau belas kasihan, tak mau menyesal! Maka kita harus bertarung habis-habisan, bersatu padu, mengerahkan segala daya upaya!”
“Dulu Fritz Walter bertarung habis-habisan! Dia dan rekan satu timnya tetap mengerahkan seluruh tenaga meski tahu mustahil. Akhirnya, perjuangan mereka mengharukan Tuhan - mereka menangkan kemenangan ajaib!”
"Hari ini, di dalam stadion ini, sebagai penerus semangat dan kehendak Fritz Walter, kita juga harus bertarung habis-habisan! Kita harus bertarung tanpa ragu, berebut, dan merebut! Karena hanya dengan cara ini, kita layak mengangkat kepala dengan bangga, memberitahu seluruh alam semesta bahwa kita adalah 1. FC Kaiserslautern, kita adalah pewaris semangat Fritz Walter dan keajaiban Bern!"
"Dulu Hongaria yang sombong meremehkan tim Jerman. Kini, Borussia Dortmund yang perkasa pun tidak menghargai kita. Seluruh dunia meragukan kita. Tapi aku tidak merasa kita harus kecewa, karena ini adalah Kesempatan Emas Langit bagi kita!"
"Kami memahami kekuatan Dortmund. Kami tahu kelebihan dan kekurangan mereka. Kami hafal nama dan ciri khas teknik setiap pemain mereka. Bahkan kami bisa bertanding mati-matian melawan mereka. Tapi mereka tidak bisa! Mereka tidak memahami kami, tidak tahu kelebihan dan kekurangan kami, persis seperti Hongaria yang tidak memahami tim Jerman dulu!"
“Hungaria kalah, kalah dari timnas Jerman, kalah dari keajaiban Bern yang diciptakan bersama melalui kerjasama semua pemain Jerman; hari ini, Borussia Dortmund pasti akan kalah, kalah dari kita yang kompak!”
“Aku yakin, Tuan Fritz Walter tidak ada di tribun, tapi dia pasti akan menyaksikan Siaran Langsung pertandingan ini, karena dari awal sampai akhir dia tidak pernah meninggalkan 1. FC Kaiserslautern, meninggalkan kita!”
“Shakespeare berkata, kehidupan setiap orang pasti akan berakhir suatu hari, tapi penghargaan itu abadi! Kawan-kawan, prajurit, mari kita melangkah ke lapangan, dengan semangat pantang menyerah kita, dengan kerjasama kompak kita, kalahkan Borussia Dortmund yang kuat, dan mulai menciptakan keajaiban Bern milik kita, milik kalian semua, yang akan diziarahi dan dikagumi oleh generasi mendatang!”
“Bagus!”
“Serbu lapangan, ganyang mereka!”
“Hancurkan Borussia Dortmund!”
Para pemain berdiri dengan ekspresi mengerikan, menggigit gigi sambil mengepalkan tangan dan mengaum.
Yang Chengzhuo membuka pintu ruang ganti, memeluk setiap pemain yang lewat di sisinya satu per satu, lalu berbisik kata-kata dorongan di telinga mereka agar bermain maksimal di lapangan.
Sebagai pelatih kepala tim, Yang Chengzhuo telah mencapai batas kemampuannya. Hasil konkret apa yang akan diperoleh, dia tidak tahu dan itu tidak penting. Yang penting, dia sudah berusaha maksimal!
……
……
