……
……
Setelah Piala Super, masih ada waktu satu minggu sebelum putaran pertama Liga 2. Bundesliga.
Sebagai hadiah atas performa menonjol para pemain di Piala Super, Yang Chengzhuo mengumumkan libur satu hari untuk tim keesokan harinya setelah perayaan malam itu, kemudian akan fokus total memasuki season sengit.
Tapi di Hari kedua, Yang Chengzhuo bersama Tim Hank justru sudah harus mengejar kereta api pagi-pagi menuju Leipzig.
"Aku benar-benar tidak mengerti, satu hari istirahat yang langka ini, malah tidak mau beristirahat nyaman di rumah, malah nekat kabur ke Jerman Timur sebelumnya. Apa kau tidak lelah?" Tim menguap di kursinya dengan wajah masam penuh kantuk.
Yang Chengzhuo justru penuh minat menatap pemandangan yang berlarian di luar jendela, sambil bergumam: "Aku hanya ingin naik nilainya sendiri saja!"
Lalu menoleh, mengamati tatapan Tim, "Tidakkah kau merasa, baik sebagai pelatih kepala maupun asisten pelatih, kita harus terus-menerus meningkatkan nilai diri?"
Tim mencibirkan bibir, seolah berkata: Kakak, urusanmu naik nilai diri itu hakmu, mengapa harus menarikku menyelam bersamamu?
"Karaktermu benar-benar melompat-lompat. Aku ingat dua jurusan utamamu di kampus adalah sepakbola dan komputer ya?" Tim mengalihkan topik dengan penuh minat bertanya.
Yang Cheng mengangguk, dia sudah melihat ijazah terkaitnya. Tapi jujur, karena dia melintas ke dunia ini, semua pengetahuan yang dipelajari 'dirinya yang dulu' sama sekali tidak dikuasainya. Makanya sekarang dia baru benar-benar ingin menaikkan nilainya sendiri.
"Sekarang malah belajar psikologi, aku benar-benar 'Fu' padamu!" Tim menyembah dengan senyum pahit.
"Tidakkah kau merasa psikologi sangat berguna bagi seorang pelatih kepala?" balas Yang Cheng.
Tim tersenyum getir, "Berguna untuk apa?"
"Saat semangat para pemain rendah, memahami sedikit psikologi bisa lebih memotivasi mereka. Selain itu, tidak semua pemain itu sama persis seperti cetakan - mereka memiliki karakter dan iman masing-masing. Dengan memahami psikologi, kita bisa lebih baik bergaul dengan mereka."
Sampai di sini, Yang Cheng menggelengkan kepala sambil berkesedihan: "Seperti Denílson dan Sebastian Deisler, sampai sekarang aku masih belum bisa mengatasi mereka berdua!"
Kedua pemain ini sangat dihargai oleh Yang Chengzhuo. Mereka sama-sama luar biasa, namun karena masalah kepribadian dan karakter, membuat Yang Cheng sulit menemukan metode penggunaan yang tepat.
Denílson saat ini ditempatkan di dinginnya bangku cadangan oleh Yang Cheng. Ini hanyalah solusi sementara. Hukuman yang diberikan juga memperhatikan masalah kekuatan dinamis, khawatir tindakan gegabah justru berakibat sebaliknya. Jika Denílson mengikuti jejak beberapa pemain Brasil di kehidupan sebelumnya Yang Cheng yang meninggalkan Jerman secara emosional dan kembali ke Brasil, Yang Cheng benar-benar akan menyesal tanpa tempat mengadu.
Untuk Sebastian Deisler, Yang Cheng bahkan lebih berhati-hati. Pemain ini sejak kecil memiliki sifat penyendiri dan sulit berbaur. Meski dalam latihan maupun keseharian menunjukkan ketekunan luar biasa, dia cenderung diam dan menyendiri. Ditambah dengan kesadaran melindungi diri yang sangat kuat, sampai sekarang Yang Cheng masih belum berani memainkannya.
Namun Yang Cheng samar-samar memahami alasan mengapa di kehidupan sebelumnya, Sebastian Deisler akhirnya pensiun dini karena depresi.
Jika sedikit memahami psikologi saat ini, mungkin bisa menemukan cara untuk membimbing para pemain. Lagipula, menambah satu skill sama dengan meningkatkan kemampuan bertahan hidup. Nanti ketika sudah tidak jadi pelatih kepala, atau ketika nilai buruk hingga turun jabatan, bisa pulang ke negara dan menjadi psikolog atau sejenisnya.
Orang lain berusaha mati-matian ke luar negeri untuk menaikkan nilai diri. Sementara dirinya sudah di luar negeri, kalau tidak bisa menaikkan nilainya sendiri, sungguh Yang Chengzhuo ini bodoh tak tersembuhkan.
Tim tentu tak tahu strategi dalam hati Yang Chengzhuo ini. Meski sekarang dia terlihat banyak mengeluh tentang tindakan Yang Chengzhuo, sebenarnya dalam hati dia sangat kagum. Setidaknya Yang Chengzhuo tetap tenang dan rasional, masih tahu cara meningkatkan nilai diri dan terus memperkuat kemampuan teknis serta keahlian profesionalnya.
Mungkin ketekunan dan usaha keraslah yang membuat Yang Chengzhuo bisa mencapai langkah yang ditempuhnya hingga hari ini!
Pikir Tim dengan rasa takjub yang tak terkira!
……
……
Universitas Leipzig adalah universitas tertua yang terkenal di Jerman, dan juga salah satu universitas tertua di Eropa.
Yang Chengzhuo dulunya adalah mahasiswa mandiri di sini, mengambil jurusan ilmu komputer. Namun di Jerman, para mentor umumnya mewajibkan mahasiswa mengambil dua jurusan utama, atau satu jurusan utama dengan dua minor. Sistem ini disebut rekombinasi mata kuliah, karena masyarakat saat ini semakin membutuhkan individu yang jenius dengan wawasan pengetahuan luas.
Yang Chengzhuo memilih sistem dua jurusan utama: ilmu komputer yang canggih sebagai pilihan pertama, dan sepakbola yang merupakan minat pribadinya sebagai pilihan kedua.
Fakultas Olahraga Universitas Leipzig berakar sejak masa Jerman Timur. Saat itu, Institut Olahraga Leipzig dijuluki "Akademi Militer Huangpu" bagi dunia olahraga Jerman Timur, menunjukkan betapa pemerintah Jerman Timur menghargai institusi ini. Setelah penggabungan Jerman Barat-Timur, fakultas ini digabungkan ke dalam Universitas Leipzig dan menjadi salah satu departemen di universitas tersebut.
Tiba di Jerman selama empat tahun kuliah sepakbola, setelah lulus tidak hanya memperoleh ijazah ilmu komputer, tapi juga sertifikat lisensi pelatih UEFA A yang diakui oleh UEFA, mewakili kualifikasinya untuk melatih tim mana pun di liga top.
Pelatihan pelatih di Eropa dibagi menjadi lima level A/B/C/D/E. Dimulai dari level terendah E, untuk mendapatkan kualifikasi melatih di liga tingkat rendah, setidaknya perlu menerima pelatihan teknis selama lebih dari 2 tahun. Sedangkan untuk meraih level A, waktu yang dibutuhkan lebih lama lagi.
Bukan hanya waktu, seorang pelatih kepala harus menguasai farmakologi dasar, memahami kebugaran fisik, latihan teknis, serta memiliki kualifikasi psikologi tertentu. Pengetahuan tentang sosiologi dan sejarah sepakbola juga mutlak diperlukan.
Kunjungan Yang Chengzhuo ke Universitas Leipzig kali ini bertujuan menemui mantan mentornya, agar bisa tetap melanjutkan studi psikologi di sana. Adapun membawa Tim Hank ke sini, karena Yang sama sekali tidak punya kenalan, terpaksa meminta bantuannya untuk perkenalan.
Dibandingkan dengan Yang Chengzhuo yang tidak kenal daerah atau orang, Tim justru sangat familiar dengan Universitas Leipzig. Ia dengan cepat menemukan mentor universitas Yang Cheng di asrama di luar kawasan kampus.
Saat ini Yang Cheng adalah pelatih muda terkenal di dunia sepakbola Jerman. Baru-baru ini ia memimpin 1. FC Kaiserslautern mengalahkan Borussia Dortmund di Piala Super Jerman. Prestasi ini membuat popularitasnya melonjak. Mendengar keinginannya untuk melanjutkan studi di Universitas Leipzig, profesor mentor Yang Cheng memberikan dukungan penuh.
Siapa yang tidak ingin memiliki murid dengan ketenaran besar?
Dengan bantuan mentor, prosedur administrasi terkait segera terselesaikan. Yang Cheng tetap bisa melatih di Kaiserslautern sehari-hari, hanya perlu hadir pada waktu-waktu tertentu.
Pola pembelajaran sambil bekerja ini sangat sesuai dengan kebutuhan Yang Cheng saat ini!
Setelah menyelesaikan serangkaian prosedur, Tim mengatakan jarang kembali ke sini dan ingin mengunjungi rumah di Chemnitz.
Namun Yang Cheng agak takut pergi ke kota itu karena tidak tahu bagaimana fans akan memperlakukannya, akhirnya memilih untuk tetap tinggal. Mereka menetapkan waktu dan lokasi untuk berkumpul sebelum bersama-sama kembali ke Kaiserslautern.
Meski Leipzig dulunya kota besar terkenal di Jerman Timur, faktanya tak sesemarak kota-kota Jerman Barat. Penduduknya masih menyimpan kebiasaan peninggalan semangat era Jerman Timur, membuat atmosfer kota terasa berat, kuno, dan agak dingin.
Tapi kota ini tetap memiliki aroma khas miliknya. Terutama setelah hujan gerimis, muncul aura unik yang sulit diungkapkan.
“Alumni terkenal Goethe pernah belajar di sini, dia memuji Leipzig sebagai Paris kecil dalam hatinya, memiliki sebuah aura unik yang memikat! Kini kami berdiri di depan patung Goethe!”
Saat melewati patung Goethe di Universitas Leipzig, Yang Cheng melihat sekelompok pengunjung dengan pemandu wisata sedang mengelilingi patung tersebut. Dia tak kuasa berhenti sejenak, baru sekarang menyadari bahwa ternyata dirinya satu almamater dengan tokoh sejarah ternama ini.
“Baiklah, aku kenal dia, tapi dia tak kenal aku!”
Setelah mengucapkan itu, Yang Cheng pergi meninggalkan kampus Leipzig dengan senyum pahit di wajahnya.
Menyusuri jalan kecil di sebelah sekolah, kita akan sampai di Gereja Santo Nikola.
Menurut Tim, dulu saat mereka belajar di sini, setiap hari harus melewati gereja ini dalam perjalanan ke sekolah.
Sebelumnya agar bisa lebih menyatu ke dalam identitas ini, Yang Chengzhuo khusus memperhatikan Universitas Leipzig, dan sedikit banyak memahami gereja bersejarah penuh cahaya ini.
Pada 9 Oktober 1989, ribuan warga Leipzig memasuki Gereja Santo Nikola untuk berdoa secara damai. Usai berdoa, mereka berjalan keluar sambil membawa lilin seraya menyerukan perdamaian.
Semakin banyak warga yang bergabung dalam barisan ini, akhirnya berubah menjadi demonstrasi kekuasaan 70.000 orang. Polisi yang datang tidak melepaskan satu peluru pun, aksi ini berakhir damai sekaligus mengakhiri 40 tahun penguasaan Jerman Timur, membuka babak penggabungan Jerman Barat-Timur.
Dengan perasaan santai layaknya turis, Yang Chengzhuo mengelilingi seluruh gereja. Baru kemudian ia merasakan lapar, menyadari sepanjang hari hanya makan sedikit di pagi hari. Kini perutnya sudah protes keras.
Setelah makan, Yang Cheng menjelajahi Leipzig sepanjang sore hingga malam tiba, baru kembali ke stasiun kereta api Leipzig.
Di sinilah tempat yang mereka sepakati untuk bertemu dengan Tim!
Mungkin karena hari ini sempat hujan dan cuaca mendung, meski malam musim panas, udara tetap terasa sedikit dingin yang menusuk. Tanpa sadar Yang Cheng menggosok-gosokkan lengannya, gelisah mondar-mandir tak bisa duduk tenang.
Berbeda dengan dalam negeri, Leipzig bukan kota besar. Di malam hari, stasiun terasa lengang. Selain Yang Cheng, hanya ada seorang gadis kecil berbaju kaus tipis yang duduk gemetaran di bangku tunggu stasiun.
Sejak tiba di stasiun, Yang Cheng memperhatikan gadis itu tak bergerak dari tempatnya. Setelah mengamati sekeliling dan tak melihat siapa pun yang menjemput, hatinya mulai bertanya-tanya. Namun kebiasaan dari negerinya mengingatkan: "Jangan ikut campur urusan orang lain", khawatir nanti malah terlibat masalah.
Namun ketika dia melihat gadis kecil itu mengangkat kepala dan menatap ke arahnya, pandangan memohon bantuan itu langsung membuat hatinya luluh. Di kepalanya tiba-tiba muncul citra gadis kecil penjual korek api!
