Striker Belanda ini sebelumnya belum pernah bermain di garis depan. Karirnya dimulai sebagai sweeper, lalu bek tengah, kemudian gelandang tengah depan. Posisinya terus bergerak maju, membuktikan satu hal yang mudah ditemukan oleh semua pelatih kepala yang pernah melatihnya: indera penciuman bawaan untuk menilai alur permainan.
Setiap bintang top pasti memiliki kelebihan dribbling mereka sendiri. Alasan Van Nistelrooy bisa tetap masuk jajaran striker top dunia meski terlambat matang adalah karena dia memiliki penciuman sensitif alami terhadap jalannya pertandingan. Sensitivitas ini membuat semua pelatih kepala merasa membuang-buang jika dia dijadikan bek lawan.
Kini, Pembunuh Area Terlarang Eropa terkuat dalam beberapa tahun mendatang ini justru berdiri hijau di hadapanku. Hal ini menumbuhkan kesombongan dan percaya diri dalam hati Yang Chengzhuo.
"Kudengar, kamu pernah menyetir sendiri 200 kilometer ke Amsterdam untuk menonton pertandingan Bergkamp?" Yang Chengzhuo memberi isyarat agar Van Nistelrooy duduk di depannya, bertanya dengan nada mengobrol santai layaknya teman.
Van Nistelrooy mengangguk, "Waktu itu pelatih kepala Den Bosch-ku menganggap aku harus meningkatkan kekuatanku."
"Lalu apa yang kamu saksikan?" Yang Chengzhuo bertanya dengan penuh perhatian.
"Detail, detail-demi detail, lalu pergerakan, juga sentuhan bolanya, tentu termasuk teknik menendangnya." Jawaban Van Nistelrooy singkat padat, terlihat jelas ia sangat mengagumi Bergkamp.
Saat bermain untuk Den Bosch, Van Nistelrooy berposisi sebagai gelandang tengah depan. Saat menonton Bergkamp, yang ia perhatikan tentu elemen-elemen yang relevan dengan posisinya sendiri, kemungkinan teknik menendang tidak terlalu menjadi perhatiannya.
"Pernah nonton pertandingan Van Basten?" tanya Yang Chengzhuo sambil tersenyum.
Van Nistelrooy mengangguk, "Tentu, tapi tidak sering!"
Yang Chengzhuo bangkit dari kursinya, perlahan meninggalkan meja kerjanya sambil berjalan dan berbicara: "Kabarnya, saat PSV Eindhoven membawa Ronaldo dari Brasil, pelatihan khusus pertama yang diberikan klub padanya adalah latihan teknik menendang. Kamu tahu kenapa?"
Van Nistelrooy tampak tidak pernah mendengar rahasia tersembunyi ini, langsung menggelengkan kepala.
“Alasannya sederhana, mereka merasa teknik finishing Ronaldo tidak cukup Eropa dan kurang efisien. Tapi bagi seorang striker, gol yang efisien adalah cara terbaik untuk membuktikan eksistensinya!”
“Pemain Amerika Selatan punya kelemahan umum: terlalu mengandalkan insting. Meski penuh spiritualitas, tapi kurang disiplin. Dalam gaya finishing pun begitu. Mereka terlalu mengejar kebebasan berekspresi, sehingga bisa menciptakan peluang bahkan mencetak gol meski dikepung tiga empat pemain berkat kreativitas dan spiritualitas mereka!”
“Tapi mereka juga bisa gagal memanfaatkan peluang mudah. Oleh karena itu, setelah PSV merekrut Ronaldo, pelatihan khusus pertama adalah mempertahankan spiritualitas khas Amerika Selatan-nya sambil mengajarinya teknik finishing striker Eropa yang disiplin dan terstandarisasi!”
Yang Chengzhuo sangat paham dalam hati, ini adalah arus zaman tak terbendung. Melihat tren sepakbola puluhan tahun ke depan, striker aliran Amerika Selatan seperti Maradona dan Romario semakin langka. Yang mendominasi justru striker Eropa yang terkenal efisien. Bahkan striker Amerika Selatan seperti Ronaldo, Rivaldo, Batistuta, dan Crespo pun memiliki teknik tendangan ketat ala Eropa.
Di antara mereka, Ronaldo adalah perpaduan sempurna antara gaya tendangan Amerika Selatan dan Eropa. Tapi teknik tendangan apa yang paling ia kuasai?
Tendangan keras menggunakan punggung kaki kanan bagian dalam dengan sedikit putaran dalam. Teknik ini juga menjadi cara andalan banyak striker efisiensi, karena gaya tendangan yang ter-Eropa-kan ini sederhana namun efektif, dengan tingkat kesuksesan tinggi!
"Tentu saja, gaya menembak ala Amerika Selatan yang spontan juga tidak bisa dikatakan buruk. Contohnya Romário, tembakannya benar-benar mengalir bebas, tidak mengikuti logika biasa. Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan dia lakukan selanjutnya, hingga Cruyff pun berkomentar: Satu-satunya cara bertahan dari Romário adalah meminimalisir kebobolan timmu, karena kau takkan pernah bisa menghentikannya mencetak gol!"
"Tapi Romário hanya ada satu! Dan itu tidak bisa digandakan!"
Van Nistelrooy mendengarkan Yang Chengzhuo menceritakan rangkaian rahasia tersembunyi yang belum pernah dia dengar sebelumnya, matanya berbinar penuh ketertarikan.
"Dalam ingatanku, striker Eropa dengan teknik menembak paling hebat adalah Marco van Basten. Kau bisa tonton semua highlight pertandingan dan close-up tembakannya. Gerakan menembaknya sangat dibakukan, terutama pengendalian teknik kaki saat menembak. Dia benar-benar paham bagian kaki mana yang harus digunakan untuk situasi tembakan tertentu, dan sebagainya!"
Yang Chengzhuo sampai di bagian ini, tepat berada di samping Van Nistelrooy, menepuk bahunya dengan keras. "Kutebak, dalam hatimu mungkin selalu bertanya-tanya, mengapa begitu kau datang ke tim, langsung kukatakan kau adalah striker? Namun menurutku kau cocok jadi striker, bukan karena tinggi badanmu 1,88m sama seperti Van Basten, tapi karena sejak pertama kali melihatmu, sudah kulihat banyak Bayangan Van Basten padamu!"
Van Nistelrooy terkejut, mengangkat kepala dengan tajam memandangi Yang Chengzhuo tak percaya.
Yang Chengzhuo juga mengawasi Van Nistelrooy ketat, berkata kata demi kata: "Kau mutlak memiliki potensi untuk menjadi Van Basten kedua, masalah utamanya adalah apakah kau percaya padaku!"
Sejak kehidupan sebelumnya Yang Chengzhuo, ketika Van Nistelrooy masih di Belanda, dia sudah dijuluki Van Basten baru oleh fans Belanda. Jadi perkataan Yang Chengzhuo sekarang ini sama sekali tidak berlebihan.
“Saya sudah menyusun bersama tim pelatih serangkaian pelatihan teknik yang rigor serta latihan pendukung di luar sesi latihan. Jika kamu mempercayaiku, mulai hari ini terimalah pelatihan intensif menyeluruh dariku. Saya yakin dalam waktu tertentu kamu akan menunjukkan kemajuan pesat, bisa menjadi penyerang paling mengerikan, menjadi Van Basten baru!”
“Tentu saja, saya sangat demokratis. Jika menurutmu perkataanku kurang bisa dipercaya, saya tak akan memaksa. Kamu bisa bermain di posisi mana pun yang kamu anggap paling cocok, termasuk area tengah. Saya juga tak akan lagi membahas hal ini, hanya saja saya akan merasa menyesal karena dunia sepakbola kehilangan seorang penyerang mematikan tingkat tertinggi!”
Van Nistelrooy dari awal sampai akhir menatap pelatih kepalanya dengan wajah masam. Sepanjang kehidupannya, tak pernah ada yang memberinya pujian setinggi ini - bahkan menyamakannya dengan legenda Belanda Van Basten. Padahal banyak orang saat ini lebih sering mendiskusikan Patrick Kluivert sebagai penerus Van Basten.
Pemuda Ajax yang popularitasnya sedang meroket di Eropa ini lahir pada tanggal yang sama dengan Van Nistelrooy. Namun nasib mereka sama sekali berbeda, sampai-sampai Van Nistelrooy sendiri sering mengolok-olok ketidakmampuan diri sendiri dengan nada frustasi yang memadukan iri dan kagum.
Tapi kini, Yang Chengzhuo dengan nada tulus dan penuh percaya diri menyatakan bahwa Van Nistelrooy memiliki kekuatan untuk menyamai bahkan mengungguli Kluivert, serta kemampuan untuk meneruskan warisan Van Basten. Hal ini seketika membuat seluruh dirinya tenggelam dalam emosi kompleks yang berbaur antara semangat membara dan kecemasan.
“Seakan ada dua orang dalam otaknya, satu terus-menerus berkata tidak mungkin, satu terus-menerus berkata segalanya mungkin!”
Sebenarnya adakah kemungkinan seperti ini?
Yang Chengzhuo dengan tenang kembali ke kursinya dan duduk, memandang Van Nistelrooy yang masih ragu-ragu mengambil keputusan. Ia tahu saat ini hati Van Nistelrooy pasti dipenuhi keraguan, karena itu dengan senang hati memberinya waktu untuk mencerna ucapan tadi.
Terkadang proses metamorfosis pemain top hanya berasal dari perubahan pandangan, lalu bagaikan naga yang terlepas dari sangkar, benar-benar di luar kendali!
Setelah keraguan sekitar 5 menit, Van Nistelrooy akhirnya membuka matanya dan menatap tajam Yang Chengzhuo.
“Sudah putuskan?” tanya Yang Chengzhuo sambil terkekeh.
Van Nistelrooy menggigit bibirnya lalu mengangguk, “Baiklah, Bos, aku ikuti saranmu!”
